Namun,untuk hasil olah data selanjutnya tidak menunjukkan hal yang sama dengan uji normalitas, karena hasil pada uji normalitas tidak
berlaku pada pengujian asumsi klasik yang lainnya. Apabila menggunakan data sebelumnya, hasil pengolahan data yang ada tidak
akan lulus uji multikolinieritas, uji heteroskedastisitas dan uji autokorelasi. Maka, peneliti melakukan transformasi data ke model logaritma natural
Ln. Transformasi data ke dalam bentuk logaritma natural menyebabkan data yang bernilai negatif tidak dapat ditransformasi sehingga
menghasilkan missing values. Setiap data yang terdapat missing values akan dihilangkan dan diperoleh jumlah sampel yang valid menjadi 40
pengamatan.
4.2.2.2 Uji multikolinieritas
Ada atau tidaknya multikolinieritas dalam model regresi, dapat dilihat dari nilai tolerance dan lawannya.nilai variance Inflatin Factor
VIF. Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen
manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih
yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi, nilai Tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF yang tinggi karena
VIF = 1tolerance. Nilai cut off yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya mutikolineritas adalah nilai Tolerance 0,10
atau sama dengan VIF 10 Ghazali, 2006: 91.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.3 Hasil Uji Multikolinearitas
Coefficients
a
Model Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 LN_CR
.429 2.329
LN_WCT .429
2.329 a. Dependent Variable: LN_ROI
Sumber : Output SPSS, diolah Penulis, 2012 Berdasarkan tabel 4.3, dapat disimpulkan bahwa penelitian ini
bebas dari adanya multikolinieritas. Hasil pengujian tersebut dapat dilihat dengan membandingkannya nilai Tolerance atau VIF. Masing-masing
variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini memiliki nilai Tolerance yang lebih besar dari 0,10 yaitu 0,429. Jika dilihat dari VIFnya,
masing-masing variabel bebas lebih kecil dari 10 yaitu sebesar 2,329. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa tidak terjadi gejala
multikolinieritas dalam variabel bebasnya.
4.2.2.3 Uji heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk melihat apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu
pengamatan ke pengamatan lain. Jika variance dari satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda
Universitas Sumatera Utara
disebut heteroskedastisitas” Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas Ghazali,2006: 105.
Pendeteksian gejala heteroskedastisitas adalah dengan melihat grafik scatterplot yang dihasilkan dari pengolahan data menggunakan
program SPSS. Dasar pengambilan keputusannya menurut Ghazali 2006:
105 adalah sebagai berikut:
1. jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur bergelombang, melebar kemudian menyempit,
maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas, 2. jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di
bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
Berikut ini dilampirkan grafik scatterplot untuk menganalisis apakah terjadi gejala heteroskedastisitas atau tidak dengan cara mengamati
penyebaran titik-titik pada grafik.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.3 Hasil Uji Heteroskedastisitas
Dari grafik scatterplot terlihat, bahwa titik-titik menyebar cukup baik diatas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y, hal ini dapat
menyimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi. Dengan demikian, model ini layak dipakai untuk memprediksi
profitabilitas pada perusahaan industri farmasi yang terdaftar di bursa efek indonesia berdasarkan masukan variabel independen perputaran modal
kerja dan current ratio.
4.2.2.4 Uji autokorelasi