Pengaruh Perendaman Panas dan Dingin Sabut Kelapa Terhadap Kualitas Papan Partikel yang Dihasilkannya

(1)

PENGARUH PERENDAMAN PANAS DAN DINGIN SABUT

KELAPA TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG

DIHASILKANNYA

SISKA AMELIA

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

PENGARUH PERENDAMAN PANAS DAN DINGIN SABUT

KELAPA TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG

DIHASILKANNYA

SISKA AMELIA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(3)

RINGKASAN

SISKA AMELIA. Pengaruh Perendaman Panas dan Dingin Sabut Kelapa Terhadap Kualitas Papan Partikel yang Dihasilkannya. Dibimbing oleh SURDIDING RUHENDI.

Sabut kelapa merupakan bahan berlignoselulosa yang mengandung hemiselulosa sebesar (8,50%), selulosa (21,07%), lignin (29,23%), pektin (14,25%) dan air (26,0%) sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku papan partikel (Tyas 2000). Penelitian sebelumnya mengenai papan partikel dari sabut kelapa yang menggunakan perekat likuida sabut kelapa dan plastik polipropilena, menghasilkan sifat-sifat papan partikel yang belum memenuhi standar JIS A 5908-2003. Oleh sebab itu, penggunaan jenis perekat lain seperti UF, MF dan MUF diharapkan dapat menghasilkan kualitas papan partikel yang memenuhi standar. Perlakuan pendahuluan yang meliputi perendaman dingin selama 24 jam dan perendaman panas selama 3 jam dimaksudkan untuk mengurangi kandungan zat ekstraktif yang terdapat dalam sabut kelapa sehingga dapat meningkatkan kualitas perekatan dalam pembuatan papan partikel. Adapun variasi kadar perekat pada penelitian ini terdiri dari 12%, 15% dan 18%.

Papan partikel sabut kelapa ini dibuat dari partikel sabut kelapa dengan ukuran (5±1) cm. Papan partikel yang dibuat berukuran 30 cm x 30 cm x 1 cm dengan kerapatan sasaran 0,7 g/cm3. Partikel sabut kelapa yang akan digunakan dikeringkan hingga mencapai kadar air (4±1)%. Pencampuran perekat dengan partikel sabut kelapa dilakukan secara manual. Partikel yang sudah diberi perekat selanjutnya dimasukkan ke dalam cetakan yang berukuran 30 cm x 30 cm. Setelah itu, lembaran papan dikempa panas dengan suhu suhu 160ºC pada tekanan 25 kg/cm2 selama 15 menit. Pengujian sifat fisis, mekanis serta emisi formaldehida papan partikel sabut kelapa ini merujuk pada standar JIS A 5908-2003.

Sifat fisis yang diuji meliputi kerapatan, kadar air, daya serap air dan pengembangan tebal. Nilai rata-rata kerapatan berkisar 0,50-0,69 g/cm3. Nilai rata-rata kadar air berkisar 11% -12%. Nilai rata-rata daya serap air berkisar 20%-110%. Sedangkan nilai rata-rata pengembangan tebal papan partikel sabut kelapa berkisar 5%-44%. Nilai sifat fisis papan partikel sabut kelapa yang dihasilkan sebagian besar sudah memenuhi standar JIS A 5908-2003, akan tetapi nilai daya serap air dan pengembangan tebal papan partikel sebagian besar belum memenuhi standar tersebut.

Sifat mekanis yang diuji meliputi MOE, MOR, IB dan kuat pegang sekrup. Nilai rata-rata MOE berkisar 690-2320 N/mm2. Nilai rata-rata MOR berkisar 11 N/mm2-50 N/mm2. Nilai rata-rata IB berkisar 0,03-0,62 N/mm2. Sedangkan nilai rata-rata kuat pegang sekrup papan partikel sabut kelapa berkisar 758 N-1566 N. Nilai sifat mekanis papan partikel sabut kelapa yang dihasilkan sebagian besar sudah memenuhi standar JIS A 5908-2003, akan tetapi nilai MOE papan partikel sebagian besar belum memenuhi standar tersebut. Pengujian emisi formaldehida yang dilakukan pada papan partikel sabut kelapa terbaik menghasilkan nilai emisi formaldehida sebesar 33,4 ppm. Nilai emisi formaldehida yang dihasilkan tidak memenuhi standar JIS A 5908-2003.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa papan partikel yang mendapat perlakuan rendaman dingin dengan jenis perekat melamin formaldehida pada kadar 15% memiliki kualitas terbaik dengan nilai rata-rata kerapatan sebesar 0,6


(4)

g/cm3, kadar air sebesar 11%, daya serap air sebesar 50%, pengembangan tebal sebesar 8%, MOE sebesar 2320 N/mm2, nilai MOR sebesar 50 N/mm2, IB sebesar 0,20 N/mm2 dan nilai kuat pegang sekrup sebesar 1331 N.

Kata kunci : Sabut kelapa, papan partikel, perlakuan pendahuluan, perekat.


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Perendaman Panas dan Dingin Sabut Kelapa Terhadap Kualitas Papan Partikel yang Dihasilkannya adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2009

Siska Amelia NRP E24104027


(6)

Judul Skripsi : Pengaruh Perendaman Panas dan Dingin Sabut Kelapa Terhadap Kualitas Papan Partikel yang Dihasilkannya

Nama : Siska Amelia

NIM : E24104027

Menyetujui: Dosen Pembimbing,

Prof. Dr. Ir. Surdiding Ruhendi, M.Sc NIP : 130 354 163

Mengetahui:

Dekan Fakultas Kehutanan IPB,

Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr NIP : 131 578 788


(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini berjudul “Pengaruh Perendaman Panas dan Dingin Sabut Kelapa Terhadap Kualitas Papan

Partikel yang Dihasilkannya”. Penelitian tersebut dilaksanakan pada bulan Agustus 2008 sampai November 2008 bertempat di Bagian Bio-Komposit, Bagian Peningkatan Mutu Kayu, dan Bagian Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Surdiding Ruhendi, M.Sc atas bimbingan dan arahan yang diberikan selama penelitian dan penyelesaian skripsi.

2. Ibunda tercinta, One, Uni, Kak Nonon dan seluruh keluarga yang telah banyak memberikan semangat, kasih sayang, perhatian, dan doa kepada penulis.

3. Ir. Emi Karminarsih, MS dan Ir. Siti Badriyah Rushayati, M.Si atas saran dan masukan yang diberikan selaku penguji.

4. Beny Haryudi atas perhatian, kasih sayang, doa serta dukungannya kepada penulis.

5. Seluruh staf dan laboran Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

6. Rekan-rekan sebimbingan (Fuadi dan Fath) serta teman-teman Laboratorium Biokomposit atas bantuan dan semangatnya.

7. Teman-teman THH 41 dan semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Bogor, Januari 2009


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Batusangkar, Sumatera Barat pada tanggal 19 November 1985 sebagai anak keempat dari empat bersaudara pasangan Jamaris (Alm) dan Zuniarti.

Pada tahun 2004 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Padang Panjang dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Teknologi Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni sebagai anggota muda UKM KSR PMI Unit I IPB tahun 2004-2005 dan anggota Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan (Himasiltan) tahun 2005-2006. Selain itu pada bulan Juli-Agustus 2007 penulis juga melakukan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di Kamojang-Sancang dan Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Ciamis Jawa Barat, dan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Injakayu Terpadu Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat.

Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Pengaruh Perendaman Panas dan Dingin Sabut Kelapa Terhadap Kualitas Papan Partikel yang Dihasilkannya oleh Prof. Dr. Ir. Surdiding Ruhendi, M.Sc.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 1

1.3 Hipotesis ... 2

1.4 Manfaat Penelitian ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sabut Kelapa ... 3

2.2 Potensi Sabut Kelapa ... 3

2.3 Papan Partikel Dari Sabut Kelapa ... 4

2.4 Perlakuan Pendahuluan ... 6

2.5 Perekat Urea Formaldehida ... 8

2.6 Perekat Melamin Formaldehida ... 9

2.7 Perekat Melamin Urea Formaldehida ... 10

2.8 Emisi Formaldehida ... 10

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat Penelitian ... 12

3.2 Rancangan Percobaan dan Analisis Data... 12

3.3 Prosedur Penelitian ... 13

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Papan Partikel Sabut Kelapa... 21

4.1.1 Kerapatan ... 21

4.1.2 Kadar Air ... 23

4.1.3 Pengembangan Tebal ... 27

4.1.4 Daya Serap Air ... 30


(10)

4.2.1 Modulus Elastisitas ... 33

4.2.2 Modulus Patah ... 35

4.2.3 Keteguhan Rekat Internal (IB) ... 38

4.2.4 Kuat Pegang Sekrup... 39

4.3 Emisi Formaldehida... 41

KESIMPULAN DAN SARAN ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44


(11)

PENGARUH PERENDAMAN PANAS DAN DINGIN SABUT

KELAPA TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG

DIHASILKANNYA

SISKA AMELIA

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

PENGARUH PERENDAMAN PANAS DAN DINGIN SABUT

KELAPA TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG

DIHASILKANNYA

SISKA AMELIA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(13)

RINGKASAN

SISKA AMELIA. Pengaruh Perendaman Panas dan Dingin Sabut Kelapa Terhadap Kualitas Papan Partikel yang Dihasilkannya. Dibimbing oleh SURDIDING RUHENDI.

Sabut kelapa merupakan bahan berlignoselulosa yang mengandung hemiselulosa sebesar (8,50%), selulosa (21,07%), lignin (29,23%), pektin (14,25%) dan air (26,0%) sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku papan partikel (Tyas 2000). Penelitian sebelumnya mengenai papan partikel dari sabut kelapa yang menggunakan perekat likuida sabut kelapa dan plastik polipropilena, menghasilkan sifat-sifat papan partikel yang belum memenuhi standar JIS A 5908-2003. Oleh sebab itu, penggunaan jenis perekat lain seperti UF, MF dan MUF diharapkan dapat menghasilkan kualitas papan partikel yang memenuhi standar. Perlakuan pendahuluan yang meliputi perendaman dingin selama 24 jam dan perendaman panas selama 3 jam dimaksudkan untuk mengurangi kandungan zat ekstraktif yang terdapat dalam sabut kelapa sehingga dapat meningkatkan kualitas perekatan dalam pembuatan papan partikel. Adapun variasi kadar perekat pada penelitian ini terdiri dari 12%, 15% dan 18%.

Papan partikel sabut kelapa ini dibuat dari partikel sabut kelapa dengan ukuran (5±1) cm. Papan partikel yang dibuat berukuran 30 cm x 30 cm x 1 cm dengan kerapatan sasaran 0,7 g/cm3. Partikel sabut kelapa yang akan digunakan dikeringkan hingga mencapai kadar air (4±1)%. Pencampuran perekat dengan partikel sabut kelapa dilakukan secara manual. Partikel yang sudah diberi perekat selanjutnya dimasukkan ke dalam cetakan yang berukuran 30 cm x 30 cm. Setelah itu, lembaran papan dikempa panas dengan suhu suhu 160ºC pada tekanan 25 kg/cm2 selama 15 menit. Pengujian sifat fisis, mekanis serta emisi formaldehida papan partikel sabut kelapa ini merujuk pada standar JIS A 5908-2003.

Sifat fisis yang diuji meliputi kerapatan, kadar air, daya serap air dan pengembangan tebal. Nilai rata-rata kerapatan berkisar 0,50-0,69 g/cm3. Nilai rata-rata kadar air berkisar 11% -12%. Nilai rata-rata daya serap air berkisar 20%-110%. Sedangkan nilai rata-rata pengembangan tebal papan partikel sabut kelapa berkisar 5%-44%. Nilai sifat fisis papan partikel sabut kelapa yang dihasilkan sebagian besar sudah memenuhi standar JIS A 5908-2003, akan tetapi nilai daya serap air dan pengembangan tebal papan partikel sebagian besar belum memenuhi standar tersebut.

Sifat mekanis yang diuji meliputi MOE, MOR, IB dan kuat pegang sekrup. Nilai rata-rata MOE berkisar 690-2320 N/mm2. Nilai rata-rata MOR berkisar 11 N/mm2-50 N/mm2. Nilai rata-rata IB berkisar 0,03-0,62 N/mm2. Sedangkan nilai rata-rata kuat pegang sekrup papan partikel sabut kelapa berkisar 758 N-1566 N. Nilai sifat mekanis papan partikel sabut kelapa yang dihasilkan sebagian besar sudah memenuhi standar JIS A 5908-2003, akan tetapi nilai MOE papan partikel sebagian besar belum memenuhi standar tersebut. Pengujian emisi formaldehida yang dilakukan pada papan partikel sabut kelapa terbaik menghasilkan nilai emisi formaldehida sebesar 33,4 ppm. Nilai emisi formaldehida yang dihasilkan tidak memenuhi standar JIS A 5908-2003.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa papan partikel yang mendapat perlakuan rendaman dingin dengan jenis perekat melamin formaldehida pada kadar 15% memiliki kualitas terbaik dengan nilai rata-rata kerapatan sebesar 0,6


(14)

g/cm3, kadar air sebesar 11%, daya serap air sebesar 50%, pengembangan tebal sebesar 8%, MOE sebesar 2320 N/mm2, nilai MOR sebesar 50 N/mm2, IB sebesar 0,20 N/mm2 dan nilai kuat pegang sekrup sebesar 1331 N.

Kata kunci : Sabut kelapa, papan partikel, perlakuan pendahuluan, perekat.


(15)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Perendaman Panas dan Dingin Sabut Kelapa Terhadap Kualitas Papan Partikel yang Dihasilkannya adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2009

Siska Amelia NRP E24104027


(16)

Judul Skripsi : Pengaruh Perendaman Panas dan Dingin Sabut Kelapa Terhadap Kualitas Papan Partikel yang Dihasilkannya

Nama : Siska Amelia

NIM : E24104027

Menyetujui: Dosen Pembimbing,

Prof. Dr. Ir. Surdiding Ruhendi, M.Sc NIP : 130 354 163

Mengetahui:

Dekan Fakultas Kehutanan IPB,

Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr NIP : 131 578 788


(17)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini berjudul “Pengaruh Perendaman Panas dan Dingin Sabut Kelapa Terhadap Kualitas Papan

Partikel yang Dihasilkannya”. Penelitian tersebut dilaksanakan pada bulan Agustus 2008 sampai November 2008 bertempat di Bagian Bio-Komposit, Bagian Peningkatan Mutu Kayu, dan Bagian Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Surdiding Ruhendi, M.Sc atas bimbingan dan arahan yang diberikan selama penelitian dan penyelesaian skripsi.

2. Ibunda tercinta, One, Uni, Kak Nonon dan seluruh keluarga yang telah banyak memberikan semangat, kasih sayang, perhatian, dan doa kepada penulis.

3. Ir. Emi Karminarsih, MS dan Ir. Siti Badriyah Rushayati, M.Si atas saran dan masukan yang diberikan selaku penguji.

4. Beny Haryudi atas perhatian, kasih sayang, doa serta dukungannya kepada penulis.

5. Seluruh staf dan laboran Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

6. Rekan-rekan sebimbingan (Fuadi dan Fath) serta teman-teman Laboratorium Biokomposit atas bantuan dan semangatnya.

7. Teman-teman THH 41 dan semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Bogor, Januari 2009


(18)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Batusangkar, Sumatera Barat pada tanggal 19 November 1985 sebagai anak keempat dari empat bersaudara pasangan Jamaris (Alm) dan Zuniarti.

Pada tahun 2004 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Padang Panjang dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Teknologi Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni sebagai anggota muda UKM KSR PMI Unit I IPB tahun 2004-2005 dan anggota Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan (Himasiltan) tahun 2005-2006. Selain itu pada bulan Juli-Agustus 2007 penulis juga melakukan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di Kamojang-Sancang dan Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Ciamis Jawa Barat, dan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Injakayu Terpadu Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat.

Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Pengaruh Perendaman Panas dan Dingin Sabut Kelapa Terhadap Kualitas Papan Partikel yang Dihasilkannya oleh Prof. Dr. Ir. Surdiding Ruhendi, M.Sc.


(19)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 1

1.3 Hipotesis ... 2

1.4 Manfaat Penelitian ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sabut Kelapa ... 3

2.2 Potensi Sabut Kelapa ... 3

2.3 Papan Partikel Dari Sabut Kelapa ... 4

2.4 Perlakuan Pendahuluan ... 6

2.5 Perekat Urea Formaldehida ... 8

2.6 Perekat Melamin Formaldehida ... 9

2.7 Perekat Melamin Urea Formaldehida ... 10

2.8 Emisi Formaldehida ... 10

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat Penelitian ... 12

3.2 Rancangan Percobaan dan Analisis Data... 12

3.3 Prosedur Penelitian ... 13

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Papan Partikel Sabut Kelapa... 21

4.1.1 Kerapatan ... 21

4.1.2 Kadar Air ... 23

4.1.3 Pengembangan Tebal ... 27

4.1.4 Daya Serap Air ... 30


(20)

4.2.1 Modulus Elastisitas ... 33

4.2.2 Modulus Patah ... 35

4.2.3 Keteguhan Rekat Internal (IB) ... 38

4.2.4 Kuat Pegang Sekrup... 39

4.3 Emisi Formaldehida... 41

KESIMPULAN DAN SARAN ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44


(21)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Komposisi kimia sabut kelapa ... 3

2. Tingkat kelarutan zat ekstraktif sabut kelapa dalam air dingin dan air panas ... 7

3. Persyaratan mutu Urea Formaldehida cair untuk papan partikel... 9

4. Syarat mutu emisi Formaldehida untuk papan partikel menurut Standar mutu JIS A 5908-2003... 11

5. Analisis sidik ragam kerapatan ... 22

6. Hasil uji lanjut Duncan kerapatan papan partikel sabut kelapa ... 23

7. Analisis sidik ragam kadar air ... 24

8. Hasil uji lanjut Duncan kadar air papan partikel sabut kelapa ... 25

9. Analisis sidik ragam pengembangan tebal ... 28

10. Hasil uji lanjut Duncan pengembangan tebal papan partikel sabut kelapa ... 29

11. Analisis sidik ragam daya serap air ... 31

12. Hasil uji lanjut Duncan daya serap air papan partikel sabut kelapa ... 32

13. Analisis sidik ragam MOE ... 34

14. Hasil uji lanjut Duncan MOE papan partikel sabut kelapa ... 35

15. Analisis sidik ragam MOR ... 36

16. Hasil uji lanjut Duncan MOR papan partikel sabut kelapa ... 37

17. Analisis sidik ragam IB ... 39

18. Analisis sidik ragam kuat pegang sekrup ... 41

19. Hasil uji lanjut Duncan kuat pegang sekrup papan partikel sabut kelapa ... 41


(22)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Pola pemotongan contoh uji ... 15 2. Pengujian MOE dan MOR ... 17 3. Pengujian Internal Bond ... 19 4. Pengujian kuat pegang sekrup ... 19 5. Kerapatan pada berbagai perlakuan pendahuluan, jenis perekat

dan kadar perekat ... 21 6. Kadar air pada berbagai perlakuan pendahuluan, jenis perekat

dan kadar perekat ... 24 7. Pengembangan tebal pada berbagai perlakuan pendahuluan,

jenis perekat dan kadar perekat ... 27 8. Daya serap air pada berbagai perlakuan pendahuluan, jenis perekat

dan kadar perekat ... 30 9. MOE pada berbagai perlakuan pendahuluan, jenis perekat

dan kadar perekat ... 33 10. MOR pada berbagai perlakuan pendahuluan, jenis perekat

dan kadar perekat ... 35 11. IB pada berbagi perlakuan pendahuluan, jenis perekat dan

kadar perekat ... 38 12. Kuat pegang sekrup pada berbagai perlakuan pendahuluan,


(23)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Rekapitulasi hasil kadar air papan partikel sabut kelapa... 48 2 Rekapitulasi hasil kerapatan papan partikel sabut kelapa ... 50 3. Rekapitulasi hasil daya serap air papan partikel sabut kelapa ... 52 4. Rekapitulasi hasil pengembangan tebal papan partikel sabut kelapa ... 54 5. Rekapitulasi hasil MOE papan partikel sabut kelapa... 56 6. Rekapitulasi hasil MOR papan partikel sabut kelapa ... 58 7. Rekapitulasi hasil internal bond papan partikel sabut kelapa ... 60 8. Rekapitulasi hasil kuat pegang sekrup papan partikel sabut kelapa ... 62 9. Pengujian emisi formaldehida ... 64


(24)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Papan partikel dapat diproduksi dari serbuk kayu, limbah pertanian atau bahan berlignoselulosa lainnya. Sabut kelapa merupakan salah satu bahan yang berlignoselulosa sehingga dapat digunakan sebagai alternatif bahan baku papan partikel. Sabut kelapa mengandung hemiselulosa (8,50%), selulosa (21,07%), lignin (29,23%), pektin (14,25%) dan air (26,0%) (Tyas 2000).

Penelitian mengenai papan partikel dengan bahan baku sabut kelapa telah dilakukan oleh Pamungkas (2006) dan Meda (2006). Papan partikel dibuat dengan menggunakan perekat likuida sabut kelapa dengan fortifikasi melamin formaldehida dan poliuretan. Yanti et al. (2006), Setyawati dan Massijaya (2005) juga telah melakukan penelitian papan partikel dari sabut kelapa. Papan partikel dibuat dengan menggunakan perekat dari limbah plastik polipropilena. Papan partikel yang dihasilkan belum memenuhi standar JIS A 5908-2003.

Pada penelitian ini, perlakuan pendahuluan pada partikel sabut kelapa yang berupa perendaman panas dan perendaman dingin merupakan suatu usaha untuk memperbaiki sifat partikel yang dihasilkan. Perendaman panas dan dingin menyebabkan sebagian zat ekstraktif yang terdapat dalam partikel terlarut, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas perekatan dalam pembuatan papan partikel.

1.2Tujuan

1. Mengetahui kualitas papan partikel sabut kelapa yang dihasilkan dari berbagai perlakuan pendahuluan, jenis dan kadar perekat.

2. Mengetahui pengaruh perlakuan pendahuluan, jenis dan kadar perekat terhadap kualitas papan partikel sabut kelapa.

3. Menentukan papan partikel sabut kelapa terbaik yang dihasilkan dari berbagai perlakuan pendahuluan, jenis dan kadar perekat.


(25)

1.3 Hipotesis

Perbedaan perlakuan pendahuluan, jenis dan kadar perekat dapat memberikan pengaruh terhadap sifat fisis mekanis papan partikel yang dihasilkan.

1.4 Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pemanfaatan sabut kelapa sebagai bahan baku papan partikel.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sabut Kelapa

Menurut Grimwood (1975) diacu dalam Tyas (2000), terdapat tiga jenis serat yang dihasilkan dari sabut kelapa, yaitu:

1. Mat/yarn fibre adalah bahan yang memiliki serat yang panjang dan halus, cocok untuk pembuatan tikar dan tali.

2. Bristle/fibre adalah bahan yang memiliki serat yang kasar yang sering dimanfaatkan untuk pembuatan sapu dan sikat.

3. Mattres adalah bahan yang memiliki serat pendek dan dimanfaatkan sebagai bahan untuk pengisi kasur.

Komposisi kimia sabut dan serat sabut dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Komposisi kimia sabut kelapa

No Komponen Sabut (%) Serat sabut (%)

1 Air 26,0 5,25

2 Pektin 14,25 3,00

3 Hemiselulosa 8,50 0,25

4 Lignin 29,23 45,84

5 Selulosa 21,07 43,44

Sumber : Tyas (2000)

Sabut kelapa disusun dari jaringan dasar sebagai jaringan utama penyusun sabut, jaringan dasar tersebut mempunyai konsistensi seperti gabus. Komponen selulosa, dan lignin terdapat pada bagian seratnya sedangkan komponen lainnya seperti tannin, dan hemiselulosa terdapat pada jaringan dasar (gabus).

2.2 Potensi Sabut Kelapa

Luas perkebunan besar kelapa pada awal tahun 2006 adalah 68 ribu hektar dan luas tanaman perkebunan rakyat pada tahun 2006 adalah 3.749,8 ribu hektar. Sedangkan produksi kelapa dari perkebunan besar pada tahun 2006 adalah 44,8 ribu ton dan produksi kelapa dari perkebunan rakyat pada tahun 2006 adalah sebesar 3.112,0 ribu ton (BPS 2007). Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan


(27)

bahwa jumlah luas tanaman perkebunan kelapa pada tahun 2006 berjumlah 3.817 ribu hektar dan produksi kelapa pada tahun 2006 adalah sebesar 3.156,8 ribu ton.

Menurut Thampan (1982) diacu dalam Pamungkas (2006) komposisi buah kelapa terdiri dari empat bagian yaitu 35% sabut (mesocarp), 12% tempurung, 28% daging biji (endosperm) dan 25% air kelapa dari berat total buah kelapa masak. Berdasarkan data dari Thampan (1982) diacu dalam Pamungkas (2006) diperkirakan jumlah sabut kelapa yang dihasilkan pada tahun 2006 adalah sebesar 1.104,88 ribu ton. Besarnya potensi limbah sabut kelapa tersebut tentunya akan sayang apabila disia-siakan.

2.3 Papan Partikel dari Sabut Kelapa

Penelitian sebelumnya tentang papan partikel dengan bahan baku sabut kelapa telah dilakukan oleh Meda (2006). Sabut kelapa dipotong-potong menjadi partikel dengan ukuran ± 1 cm dan dikeringkan hingga mencapai kadar air 2-5%. Perekat yang digunakan adalah perekat likuida sabut kelapa dengan fortifikasi poliuretan. Kadar perekat (likuida dan fortifikasi) yang digunakan adalah 10%, 15% dan 20%. Komposisi fortifikasi poliuretan sebesar 10%, 30% dan 45%. Papan partikel yang dibuat berukuran 30 cm x 30 cm dengan kerapatan sasaran 0,7 g/cm3, tekanan 2 kg/cm2 dan suhu kempa 160oC selama 15 menit.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar air dari papan yang dihasilkan berkisar 7,75-10,16%, kerapatan berkisar antara 0,66-0,80 g/cm3, pengembangan tebal bernilai antara 9,28-38,40%, dan daya serap air berkisar antara 40,56-100,69%, sedangkan MOE yang didapatkan dari papan yang dibuat berkisar antara 351,28-1120,16 N/mm2, MOR bernilai antara 5,81-18,82 N/mm2, keteguhan rekat internal berkisar antara 0,09-0,52 N/mm2 dan kuat pegang sekrup berkisar antara 194,07-668,32 N/mm2. Sifat fisis papan partikel yang telah memenuhi persyaratan JIS A 5908-2003 antara lain kerapatan, dan kadar air. Sedangkan sifat mekanis yang telah memenuhi persyaratan adalah MOR kecuali papan dengan kadar perekat 10% yang difortifikasi 15% dan papan dengan kadar perekat 20% yang difortifikasi 45%. Nilai kuat pegang sekrup selain papan dengan kadar perekat 10% yang difortifikasi 15% dan papan dengan kadar perekat 20% yang difortifikasi 30% telah memenuhi persyaratan JIS A 5908-2003.


(28)

Pamungkas (2006) juga telah melakukan penelitian papan partikel dari sabut kelapa. Sabut kelapa dipotong-potong menjadi partikel dengan ukuran ± 1 cm, partikel direndam selam 1 hari dan dikeringkan hingga mencapai kadar air < 10%. Perekat yang digunakan adalah perekat likuida sabut kelapa dengan fortifikasi melamin formaldehida. Kadar perekat (likuida dan fortifikasi) yang digunakan adalah 10%, 12% dan 15%. Komposisi fortifikasi sebesar 15%, 305 dan 45%. Papan partikel yang dibuat berukuran 30 cm x 30 cm dengan kerapatan sasaran 0,7 g/cm3, tekanan 2 kg/cm2 dan suhu kempa 160oC selama 5 menit dan dilanjutkan selama 10 menit.

Hasil pengujian sifat fisis mekanis menunjukkan bahwa hasil terbaik diperoleh pada papan dengan perlakuan kadar perekat 15% dengan tingkat fortifikasi 30%. Nilai rataan untuk sifat fisis adalah sebagai berikut: kadar air 7,76%, kerapatan 0,76 g/cm2, pengembangan tebal 14,17% dan daya serap air 43,40%. Sedangkan nilai rataan sifat mekanis yang diperoleh adalah sebagai berikut: MOE 1347,20 N/mm2, MOR 14,13 N/mm2, keteguhan rekat internal berkisar antara 0,23 N/mm2 dan kuat pegang sekrup 417,32 N/mm2. Nilai sifat fisis dan mekanis papan partikel sabut kelapa sebagian besar memenuhi standar JIS A 5908-2003, akan tetapi nilai pengembangan tebal, MOE, dan keteguhan rekat internal tidak memenuhi standar tersebut.

Penelitian mengenai papan partikel dari limbah sabut kelapa lainnya telah dilakukan oleh Yanti dkk (2006). Papan partikel dibuat dari campuran sabut kelapa dan plastic polyprophylene. Komposisi campuran terdiri dari 100 : 0, 85 : 15 dan 75 : 25. Suhu kempa yang digunakan adalah 1600C dan 1800C.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa untuk sifat fisis papan partikel memperlihatkan nilai kerapatan sebesar 0,490 g/cm3, nilai kadar air berkisar antara 6,122%-8,430%. Nilai penyerapan air berkisar antara 56,006%-77,961% dan pengembangan tebal berkisar antara 6,551%-15,678%. Untuk sifat mekanis papan partikel, nilai MOE berkisar antara 2046,240 kg/cm2-23806,65 kg/cm2, MOR berkisar antara 87,132-147,764 kg/cm2 dan IB berkisar antara 1,879-2,186 kg/cm2.

Setyawati dan Massijaya (2005) meneliti papan partikel dari limbah sabut kelapa dengan menggunakan plastic polipropilena daur ulang berbentuk pellet


(29)

sebagai perekat dengan kadar 50%. Sabut kelapa dipotong-potong menjadi partikel dengan ukuran panjang kurang lebih 5 cm, kemudian partikel dikeringkan hingga mencapai kadar air 2-4%. Kerapatan papan 0,7 g/cm3. Papan dikempa panas dengan suhu 1800C, 1850C dan 1900C dengan waktu kempa 15 dan 20 menit.

Hasil pengujian sifat fisis menunjukkan nilai kadar air berkisar antara 3,30-4,07%. Semua nilai kadar air papan yang diperoleh lebih rendah dari nilai yang disyaratkan JIS A 5908-1994. Kerapatan papan berkisar antara 0,64-0,66 g/cm3 dengan rata-rata 0,65 g/cm3. Semua nilai kerapatan yang diperoleh sudah memenuhi standar JIS A 5908-1994. Nilai pengembangan tebal setelah direndam selam 2 jam berkisar antara 0-1,43%, sedangkan yang direndam selama 24 jam berkisar antara 0-2,02%. Semua nilai pengembangan tebal sudah memenuhi standar JIS A 5908-1994 yang mensyaratkan pengembangan tebal maksimal 12%. Nilai daya serap air setelah direndam selama 2 jam berkisar antara 3,51-5,32%, sedangkan yang direndam selama 24 jam berkisar antara 12,67-17,36%. Sedangkan nilai untuk sifat mekanis yang diperoleh adalah sebagai berikut: MOE 0,87.104-1,14.104 kg/cm2, secara umum nilai MOE lebih rendah dari standar JIS,yaitu minimal 2,04.104 kg/cm2. MOR 125-176 kg/cm2, semua nilai MOR telah memenuhi standar JIS yang mensyaratkan MOR minimal 82 kg/cm2. Nilai kuat pegang sekrup berkisar antara 49-64 kg/cm2, semua nilai telah memenuhi standar JIS A 5908-1994 yang mensyaratkan nilai minimal 31 kg/cm2.

2.4 Perlakuan Pendahuluan

Perlakuan pendahuluan merupakan suatu usaha untuk memperbaiki sifat papan partikel melalui pemberian perlakuan tertentu terhadap selumbar sebelum diberi perlakuan lebih lanjut. Perlakuan pendahuluan menyebabkan sifat papan partikel kayunya berubah, misalnya keasamannya berubah, zat ekstraktifnya berkurang, atau partikel kayunya lebih stabil terhadap pengaruh air. Dengan adanya perubahan sifat partikel kayu tersebut, maka papan partikel yang dihasilkan memiliki sifat-sifat tertentu yang lebih baik (Hadi 1991).

Zat ekstraktif adalah komponen kayu yang bukan merupakan komponen struktural dan hampir semuanya terbentuk dari senyawa ekstraseluler dan


(30)

berbobot molekul rendah (Sjostrom 1995). Sedangkan menurut Rowell (2005) zat ekstraktif adalah senyawa kimia dalam kayu yang dapat diekstrak dengan menggunakan pelarut. Zat ekstraktif diklasifikasikan berdasarkan pelarut yang larut dalam pelarut air dan pelarut etanol-benzena.

Zat ekstraktif memiliki pengaruh yang sangat besar dalam menurunkan higroskopisitas dan permeabilitas serta meningkatkan keawetan kayu. Meskipun jumlahnya sedikit, ekstraktif mempunyai pengaruh yang besar dalam perekatan kayu, yaitu mempengaruhi pH, kontaminasi dan penetrasi. Zat ekstraktif berpindah secara difusi, salah satunya sebagai suatu material volatile (mudah menguap) atau sebagai material terlarut. Panas dan gradient air mempercepat perpindahan zat ekstraktif. Zat ekstraktif juga berpindah dengan gaya kapiler dan tegangan permukaaan (Surdiding dkk 2007). Kadar zat ekstraktif dalam sabut kelapa yang diacu dari penelitian Purnomo (1988) dalam Purwadi (1993) terdiri dari kadar zat ekstraktif larut dalam air dingin dan air panas setelah diberi perlakuan perendaman dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Tingkat kelarutan zat ekstraktif (%) sabut kelapa dalam air dingin dan air panas

No Lama perendaman

(jam)

Zat ekstraktif terlarut air dingin (%)

Zat ekstraktif terlarut air panas (%)

1 0 8,58 11,94

2 1 6,44 10,68

3 2 6,03 9,82

4 3 5,75 8,80

Rata-rata 6,70 10,31

Sumber: Purnomo (1988) diacu dalam Purwadi (1993)

Maloney (1997) diacu dalam Lukman (2008) menyatakan bahwa zat ekstraktif berpengaruh terhadap konsumsi perekat, laju pengerasan perekat, dan daya tahan papan partikel yang dihasilkan. Selain itu bahan ekstraktif yang mudah menguap dapat menyebabkan terjadinya blowing atau delaminasi pada proses pengempaan panas. Semakin banyak kandungan zat ekstraktif, semakin besar pula pengaruhnya. Perendaman partikel kayu diharapkan dapat mengurangi kandungan zat ekstraktif kayu sehingga pengaruh zat ekstraktif terhadap sifat papan partikel dapat ditekan.


(31)

2.4.1 Perendaman Dingin

Hadi (1991) mengemukakan bahwa perendaman selumbar dengan air dingin menyebabkan sebagian zat ekstraktif kayu terlarut. Dengan berkurangnya kandungan zat ekstraktif tersebut maka dimungkinkan terbentuknya garis perekatan yang lebih baik atau kontak antar selumbar dengan perekatnya lebih sempurna karena zat ekstraktif yang dapat menghambat pada proses perkatan jumlahnya berkurang.

Perendaman selumbar dengan air dingin tidak mempengaruhi kerapatan dan kadar air papan partikel, tetapi sangat mempengaruhi penyerapan air dan pengembangan tebal papan partikel pada pengujian 24 jam. Apabila ditelaah lebih lanjut ternyata semakin lama selumbar direndam, penyerapan air dan pengembangan tebal papannya semakin kecil. Namun demikian perendaman selumbar selama dua, tiga, dan empat hari tidak menunjukkan penurunan yang besar terhadap penyerapan air dan pengembangan tebal papannya (Hadi 1991).

2.4.2 Perendaman Panas

Kamil (1970) diacu dalam Saputra (2004) menyatakan bahwa perendaman partikel-partikel kayu dalam air bertujuan untuk melarutkan zat-zat ekstraktif seperti gula, pati, zat warna, dan lain-lain. Zat-zat ekstraktif yang larut dalam air panas meliputi garam-garam anorganik, garam-garam organik, gula siklol, gum pectin, galaktan, yanin, pigmen, polisakarida, dan komponen lain yang terhidrolisa. Pelarutan zat-zat ekstraktif tersebut dapat meningkatkan daya ikat antar partikel kayu dengan bahan pengikatnya.

2.5 Perekat Urea Formaldehida

Menurut Surdiding dan Hadi (1997) diacu dalam Surdiding dkk (2007), urea formaldehida merupakan hasil kondensasi dari urea dan formaldehida dengan perbandingan molar 1 : (1,5-2). Urea formaldehida ini larut dalam air dan proses pengerasannya akan terbentuk pola ikatan jaringan (cross-link). Urea formaldehida akan cepat mengeras dengan naiknya temperatur dan/atau turunnya pH. Kelebihan urea formaldehida yaitu warnanya putih sehingga tidak memberikan warna gelap pada waktu penggunaannya, dapat dicampur perekat melamin formaldehida agar kualitas perekatnya lebih baik, harganya relatif murah


(32)

dibandingkan perekat sintetis yang lainnya serta tahan terhadap biodeteriorasi dan air dingin. Kekurangan urea formaldehida yaitu kurang tahan terhadap pengaruh asam dan basa serta penggunaannya terbatas untuk interior saja.

Karakteristik UF cair sesuai dengan PT. Paparti Pertama disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Persyaratan mutu urea formaldehida cair untuk papan partikel

No Uji Spesifikasi Hasil

1 Viskositas(poise) / 300C 0,80 – 1,50 0,90

2 pH / meter 7,00 – 8,00 7,00

3 pH / BTB 6,8 – 7,2 6,8

4 Non Volatile Content (%)

48,00 – 52,00 49,03

5 Specific Gravity / 300C 1,180 – 1,200 1,192

6 Temperatur (0C) 350C 33,0

7 Formaldehid bebas (%) 1,00 – 1,40 1,21

8 Kenampakan Putih susu Putih susu

Sumber: Paparti Pertama (2008) diacu dalam Aruki (2008)

2.6 Perekat Melamin Formaldehida

Melamin adalah bahan kimia berupa kristal berwarna putih yang kelarutannya sangat rendah dalam air, alkohol atau pelarut umum lainnya. Tetapi melamin ini dapat larut dalam formalin yang dihangatkan dan membentuk polimer yang bersifat resin dengan cara dipanaskan dan kondisinya agak basa (Surdiding

dkk. 2007). Perekat melamin formaldehida merupakan salah satu perekat sintetis yang berwarna putih dan memiliki tingkat kelarutan yang rendah di dalam air dan alkohol. Perekat melamin formaldehida dihasilkan dari reaksi antara melamine

dan formaldehyde dengan perbandingan molekul antara 1 : 2,5-3,5 pada pH 8-9 dengan suhu sekitar titik didihnya. Hasil dari proses kondensasi ini adalah

methylol melamine yang merupakan monomer perekat melamin formaldehida (Surdiding 1998, diacu dalam Widaningsih 2003).

Perekat melamin formaldehida memiliki beberapa kelebihan, yaitu tahan terhadap serangan mikroorganisme, tahan terhadap air dingin, dan tahan terhadap air mendidih serta cuaca. Perekat melamin formaldehida juga memiliki beberapa kelemahan, yaitu waktu penyimpanan perekat relatif tidak tahan lama dibandingkan perekat lainnya dan harganya relatif mahal (Surdiding 1988, diacu dalam Kusumah 2005).


(33)

Perekat melamin formaldehid lebih baik dibandingkan dengan perekat urea formaldehid, karena memiliki penampilan yang lebih menarik, lebih tahan terhadap air, tahan panas dan zat kimia, serta memiliki stabilitas yang lebih tinggi. Perekat melamin formaldehid memiliki ketahanan terhadap air mendidih yang lebih tinggi dibandingkan perekat urea formaldehid tetapi lebih rendah dari perekat fenol formaldehid (Surdiding 1988, diacu dalam Kusumah 2005).

2.7 Perekat Melamin Urea Formaldehida (MUF)

Tingginya harga perekat Melamin Formaldehida membawa dampak pada penggunaan resin melamin urea formaldehida (MUF) yang memiliki daya tahan terhadap air yang lebih tinggi dari resin MF dan harga yang lebih rendah. Perekat MUF bergantung pada rasio melamin – urea, dapat dipertimbangkan sebagai MF yang lebih murah yang memiliki daya tahan yang lebih rendah atau sebagai UF yang lebih mahal yang memiliki daya tahan terhadap air yang lebih baik (Dunky 2003, diacu dalam Rowell 2005). Perekat MUF dapat menggantikan perekat lain yang digunakan untuk bagian eksterior.

Sifat kimia perekat MUF sama dengan perekat MF dan UF, kecuali adanya variasi yang lebih yang berhubungan dengan rasio melamin – urea, urutan untuk penambahan dari komponen, temperatur, pH dan faktor waktu. Ringkasnya, MUF merupakan kombinasi yang baik antara penampilan yang bagus dari perekat melamin dan harga yang rendah dari perekat urea (Rowell 2005).

2.8 Emisi Formaldehida

Emisi formaldehida merupakan peristiwa pengeluaran atau pemancaran gas formaldehida yang berasal dari perekat yang digunakan dalam pembuatan suatu produk dimana perekat itu mengandung formaldehida dalam komposisinya. Formaldehida bebas adalah kelebihan formaldehida yang tidak bereaksi dalam pembentukan polimer perekat, formaldehida terikat pada polimer perekat setelah beberapa waktu dapat terbebas dan menyebabkan emisi formaldehida (Rinawati 2002).

Roffael (1993) diacu dalam Rinawati (2002) menyatakan bahwa besarnya emisi formaldehida tergantung pada faktor eksternal seperti kelembaban,


(34)

temperatur dan pertukaran udara dalam ruang, serta faktor internal seperti jenis kayu, komposisi perekat yang digunakan dan kondisi pembuatan.

Syarat mutu emisi formaldehida untuk papan partikel menurut standar mutu JIS A 5908-2003 dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Syarat mutu emisi formaldehida untuk papan partikel menurut standar mutu JIS A 5908-2003

No Klasifikasi nilai emisi formaldehida Keterangan

Rata-rata (ppm)

Maksimum (ppm)

1 F**** 0,3 0,4 Kelas emisi terendah

dan terbaik

2 F*** 0,5 0,7 Kelas emisi tengah

3 F** 1,5 2,1 Kelas emisi terbesar


(35)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Bahan dan Alat Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah partikel sabut kelapa berukuran (5±1) cm, perekat Urea Formaldehida (UF), dan perekat Melamin Formaldehida (MF).

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian antara lain gunting, waterbath, oven, timbangan digital, spray gun, pencetak lembaran berukuran 30 cm x 30 cm dengan ketebalan plat besi sebesar 1 cm, mesin kempa panas, kaliper ,

micrometer, desikator, gelas ukur, pengaduk, dan alat uji Universal Testing Machine (UTM).

3.2 Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan faktorial 3 x 3 x 3 dalam rancangan acak lengkap. Faktor A adalah perlakuan pendahuluan yaitu perendaman dingin partikel selama 24 jam, perendaman panas partikel selama 3 jam dan partikel tanpa perlakuan pendahuluan sebagai kontrol. Faktor B adalah jenis perekat yang terdiri dari tiga taraf yaitu perekat Urea Formaldehida, Melamin Formaldehida dan perekat Melamin Urea Formaldehida. Sedangkan faktor C adalah variasi kadar perekat yang terdiri tiga taraf, yaitu 12 %, 15 % dan 18 %. Penelitian dilakukan dengan dua kali ulangan. Dengan demikian jumlah satuan percobaan yang dibuat adalah 3 x 3 x 3 x 2 = 54 buah satuan percobaan. Adapun model umum yang digunakan adalah :

Yijkl = + Ai + Bj + Ck + ABij + BCjk + ACik + ABCijk + ijk Keterangan :

Yijkl = Nilai pengamatan parameter penentu kualitas papan partikel yang mendapat taraf ke-i

faktor perlakuan pendahuluan, taraf ke-j faktor jenis perekat dan taraf ke-k faktor kadar perekat pada ulangan ke-1

= Nilai tengah pengamatan

Ai = Nilai pengaruh faktor perlakuan pendahuluan pada taraf ke-i

Bj = Nilai pengaruh faktor jenis perekat pada taraf ke-j


(36)

ABij = Nilai pengaruh interaksi taraf ke-i faktor perlakuan pendahuluan dan taraf ke-j faktor

jenis perekat

BCjk = Nilai pengaruh interaksi dari unit percobaan yang mendapatkan kombinasi jenis perekat

ke-j dan kadar perekat ke-k

ACik = Nilai pengaruh interaksi dari unit percobaan yang mendapatkan kombinasi perlakuan

pendahuluan ke-i dan kadar perekat ke-k

ABCijk= Nilai pengaruh interaksi dari unit percobaan yang mendapat kombinasi perlakuan

pendahuluan ke-i, jenis perekat ke-j dan kadar perekat ke-k

ijkl = Nilai galat percobaan yang mendapat taraf ke-i faktor perlakuan pendahuluan, jenis

perekat ke-j dan taraf ke-k faktor kadar perekat pada ulangan ke-1

Untuk mengetahui pengaruh dari setiap perlakuan dan interaksi antar perlakuan, maka dilakukan analisis sidik ragam. Taraf perlakuan yang dinyatakan berbeda dalam analisis sidik ragam kemudian diuji lebih lanjut menggunakan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT).

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Pembuatan Papan Partikel

Ukuran papan partikel yang dibuat yaitu 30 cm x 30 cm x 1 cm dengan kerapatan sasaran 0,7 g/cm3. Tahapan yang dilakukan dalam pembuatan papan partikel dari sabut kelapa adalah sebagai berikut:

1. Persiapan partikel 1.1 Pembuatan partikel

Sabut kelapa dipotong-potong menjadi partikel dengan ukuran (5±1) cm. Pemotongan sabut kelapa dilakukan secara manual. Sabut kelapa yang sudah dipotong-potong selanjutnya disaring untuk mendapatkan ukuran partikel yang seragam.

1.2 Perlakuan pendahuluan partikel sabut kelapa

Perlakuan pendahuluan terhadap partikel dilakukan dengan dua cara, yaitu perendaman dingin, dan perendaman panas. Untuk perendaman dingin dilakukan dengan cara partikel direndam dalam air dingin selama 24 jam. Untuk perendaman panas dilakukan dengan cara partikel direndam dalam air panas suhu sekitar 80 ºC selama 3 jam.


(37)

1.3 Pengeringan partikel

Partikel-partikel sabut kelapa yang sudah direndam dalam air panas, direndam dengan air dingin dan tanpa perendaman dioven pada suhu 103±2ºC hingga mencapai kadar air (4±1) %.

2. Persiapan Perekat

Perekat yang digunakan adalah Urea Formaldehida, Melamin Formaldehida dan Melamin Urea Formaldehida. Kadar perekat yang digunakan adalah adalah 12%, 15% dan 18% dari berat kering partikel.

3. Pencampuran partikel dengan perekat

Pencampuran perekat dengan partikel sabut kelapa dilakukan secara manual dengan menggunakan tangan. Perekat yang sudah dimasukkan ke dalam

sprayer disemprotkan keseluruh bagian partikel sabut kelapa yang dihamparkan di lantai yang sudah dialasi dengan plastik. Agar perekat merata keseluruh bagian partikel sabut kelapa, partikel dibolak-balik dengan tangan pada saat perekat disemprotkan ke partikel.

4. Pembentukan lembaran

Pembentukan lembaran partikel adalah tahap yang menentukan keberhasilan dalam produksi papan partikel, karena penyebaran partikel yang kurang merata akan menyebabkan perbedaan kerapatan pada panil tersebut. Pembentukan lembaran dilakukan dengan menghamparkan partikel yang sudah dicampur dengan perekat pada cetakan.

5. Pengempaan

Setelah lembaran papan terbentuk maka langkah selanjutnya adalah pengempaan dengan menggunakan mesin kempa panas pada suhu 160ºC dengan tekanan sebesar 25 kg/cm2 selama 15 menit.

6. Pengkondisian

Pengkondisian sangat berperan untuk mendapatkan penyebaran kadar air yang lebih merata pada setiap lembaran papan. Hal ini dapat mencegah timbulnya tegangan yang menyebabkan lembaran papan melengkung. Proses pendinginan papan partikel dapat dilakukan dengan menyusun lembaran-lembaran panil dalam tumpukan-tumpukan kecil menggunakan sticker di antara lembaran tersebut agar


(38)

sirkulasi udara lebih lancar. Pengkondisian dilakukan selama 14 hari pada suhu kamar.

3.3.2 Penyiapan contoh uji

Lembaran-lembaran papan partikel sabut kelapa yang telah mendapatkan perlakuan pengkondisian dipotong menjadi beberapa ukuran contoh uji sifat fisis dan mekanis menurut standar JIS A 5908-2003 serta pengujian emisi formaldehida menurut metode WKI modifikasi yang diacu dalam penelitian Jatmiko (2006). Pengujian sifat fisis meliputi kerapatan, kadar air, daya serap air, dan pengembangan tebal. Pengujian sifat mekanis meliputi modulus elastisitas atau Modulus Of Elasticity (MOE), keteguhan patah atau Modulus Of Rupture

(MOR), Internal Bond (IB), dan kuat pegang sekrup. Contoh pemotongan dapat dilihat pada Gambar 1.

30 cm

30 cm

Gambar 1 Pola pemotongan contoh uji.

Keterangan :

A = Contoh uji MOE dan MOR berukuran 5 cm × 20 cm.

B = Contoh uji kerapatan dan kadar air berukuran 10 cm × 10 cm. C = Contoh uji kuat pegang sekrup berukuran 5 cm × 10 cm.

D = Contoh uji pengembangan tebal dan daya serap air berukuran 5 cm × 5 cm. E = Contoh uji internal bond berukuran 5 cm × 5 cm.

A D

D*

F E

E* A*


(39)

F = Contoh uji emisi formaldehida berukuran 2,5 cm x 2,5 cm * = Contoh uji cadangan

3.3.3 Pengujian papan partikel

3.3.3.1 Pengujian sifat fisis papan partikel 3.3.3.1.1Kerapatan

Contoh uji berukuran 10 cm x 10 cm yang dalam keadaan kering udara ditimbang beratnya. Volume contoh uji diperoleh dengan mengalikan rataan hasil keempat sisi dan tebalnya. Kerapatan papan dihitung dengan rumus berikut:

Kerapatan

cm3) (

(g)

Volume Berat

3.3.3.1.2Kadar air

Contoh uji berukuran 10 cm x 10 cm ditimbang sehingga didapatkan berat awal atau berat kering udara, kemudian contoh uji dioven pada suhu 103 ± 20C selama 24 jam. Setelah itu contoh uji dikeluarkan dari oven dan dimasukkan ke dalam desikator dan ditimbang. Selanjutnya contoh uji dioven kembali pada suhu yang sama selama 3 jam. Setelah 3 jam contoh uji dimasukkan kedalam desikator dan ditmbang. Pengulangan pengovenan dan penimbangan dilakukan setiap tiga jam sekali sampai beratnya konstan (perbedaan hasil penimbangan terakhir dan sebelumnya maksimal 1 %). Nilai kadar air dihitung dengan rumus berikut: Kadar air(%) 100

BKO BKO BKU

Keterangan :

BKU = berat kering udara (g) BKO = berat kering oven (g)

3.3.3.1.3 Daya serap air

Contoh berukuran 5 cm x 5 cm ditimbang berat awalnya (B1) kemudian direndam dalam air dingin selama 24 jam, setelah itu ditimbang beratnya (B2). Nilai daya serap air dihitung dengan rumus berikut:

Daya serap air(%) 100

1 1 2

B B B


(40)

Keterangan :

B1 = berat awal contoh uji sebelum perendaman (g) B2 = berat contoh uji setelah perendaman (g)

3.3.3.1.4 Pengembangan tebal

Contoh berukuran 5 cm x 5 cm dalam keadaan kering udara diukur dimensi tebalnya (dimensi awal) yang diukur pada tiap sudut kemudian dihitung rata-ratanya. Selanjutnya contoh uji direndam dalam air dingin selama 24 jam dan dilakukan pengukuran dimensinya setelah perendaman. Nilai pengembangan tebal dihitung dengan rumus berikut:

Pengembangan tebal(%) 100

1 1 2

D D D

Keterangan :

D1 = dimensi contoh uji sebelum perendaman (cm) D2 = dimensi contoh uji setelah perendaman (cm)

3.3.3.2 Pengujian sifat mekanis papan partikel

3.3.3.2.1 Modulus elastisitas atau Modulus of Elasticity (MOE)

Pengujian modulus elastisitas dilakukan dengan menggunakan Universal Testing Machine (UTM). Contoh uji berukuran 5 cm x 20 cm pada kondisi kering udara dibentangkan dengan pembebanan dilakukan di tengah-tengah jarak sangga. Kecepatan pembebanan sebesar 10 mm/menit yang selanjutnya diukur besarnya beban yang dapat ditahan oleh contoh uji tersebut sampai batas proporsi. Pola pembebanan dalam pengujian disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Pengujian MOE dan MOR. Contoh Uji

L1=7,5 L2=7,5

L = 15 cm P


(41)

Keterangan :

P = posisi dan arah pembebanan L = panjang bentangan contoh uji (cm)

L1, L2 = panjang bentangan dari titik sangga ke titik pembebanan (cm) Nilai MOE dihitung dengan rumus berikut:

3

3

4 ybh PL MOE

Keterangan :

MOE = Modulus of Elasticity (kg/cm2), satuan kg/cm2 dikonversi menjadi N/mm2 dengan menggunakanfaktor konversi sebesar 0,098

∆P = perubahan beban yang digunakan (kg) L = panjang bentangan contoh uji (cm)

∆y = perubahan defleksi setiap perubahan beban (cm) b = lebar contoh uji (cm)

h = tebal contoh uji (cm)

3.3.3.2.2 Modulus patah atau Modulusof Rupture (MOR)

Pengujian modulus patah menggunakan contoh uji yang sama dengan contoh uji pengujian modulus elastisitas. Contoh pengujian MOR dapat dilihat pada Gambar 2. Nilai MOR dihitung dengan rumus berikut:

MOR

2

2 3

bh PL

Keterangan :

MOR = Modulus of Rupture (kg/cm2), satuan kg/cm2 dikonversi menjadi N/mm2

dengan menggunakanfaktor konversi sebesar 0,098 P = berat beban maksimum (kg)

L = panjang bentangan contoh uji (cm) b = lebar contoh uji (cm)

h = tebal contoh uji (cm)

3.3.3.2.3 Keteguhan rekat internal atau Internal Bond (IB)

Contoh uji berukuran 5 cm x 5 cm direkatkan pada dua buah median (kayu) menggunakan perekat epoxy seperti yang terlihat pada Gambar 3 dan


(42)

dibiarkan mengering selama 24 jam. Kedua median ditarik lurus permukaan contoh uji sampai beban maksimum. Nilai keteguhan rekat internal atau Internal Bond (IB) dihitung dengan rumus berikut:

IB A P

Keterangan :

IB = Internal Bond atau keteguhan rekat internal (kg/cm2), satuan kg/cm2

dikonversi menjadi N/mm2 dengan menggunakanfaktor konversi sebesar 0,098

P = beban saat ikatan partikel lepas (kg) A = luas permukaan contoh uji (cm2)

Gambar 3 Pengujian Internal Bond.

3.3.3.2.4 Kuat pegang sekrup

Contoh uji berukuran 5 cm x 10 cm dipasang sekrup berdiameter 3,1 mm hingga kedalaman 8 mm pada sisi kiri dan kanan contoh uji. Besarnya kuat pegang sekrup merupakan beban maksimum yang dicapai oleh papan partikel untuk menahan sekrup atau sampai sekrup tercabut. Kuat pegang sekrup menurut JIS A 5908 2003 dinyatakan oleh besarnya beban maksimum yang dicapai dalam satuan Newton (N). Posisi sekrup dapat dilihat pada Gambar 4

Gambar 4 Pengujian kuat pegang sekrup. 5 cm

Blok kayu

Blok Kayu Contoh Uji

10 cm

5 cm Posisi


(43)

3.3.3.3 Pengujian Emisi Formaldehida

Pengujian emisi formaldehida dilakukan pada papan partikel terbaik dengan contoh uji berukuran 2,5 cm x 2,5 cm. Pengujian ini dilakukan oleh Laboratorium Biomaterial Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang menggunakan metode WKI (Wilhelm Klaunitz Institute) modifikasi.


(44)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Sifat Fisis Papan Partikel Sabut Kelapa 4.1.1 Kerapatan

Nilai kerapatan rata-rata tiap papan partikel sabut kelapa yang dihasilkan berkisar 0,497-0,685 g/cm3. Nilai kerapatan tiap papan terendah, yaitu 0,497 g/cm3 diperoleh pada papan partikel kontrol yang menggunakan perekat MF dengan kadar perekat 12%, sedangkan nilai kerapatan rata-rata tiap papan tertinggi, yaitu 0,685 g/cm3 diperoleh pada papan partikel kontrol yang menggunakan perekat MF dengan kadar 15%. Nilai kerapatan rata-rata seluruh papan partikel sabut kelapa adalah 0,6 g/cm3. Nilai rata-rata hasil pengujian kerapatan papan partikel sabut kelapa dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Kerapatan pada berbagai perlakuan pendahuluan, jenis perekat dan kadar perekat.

Kerapatan papan yang dihasilkan bervariasi dan sebagian besar lebih kecil dibandingkan dengan kerapatan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya yaitu 0,70 g/cm3. Hal ini diduga disebabkan oleh penyebaran partikel pada saat pengempaan yang tidak merata dan terlalu melebar akibat pemasangan plat besi penahan partikel hanya pada dua sisi saja, sedangkan pada dua sisi lainnya tidak


(45)

terdapat plat besi untuk menahan penyebaran partikel. Pelebaran partikel tersebut menyebabkan massa partikel pada tiap bagian papan partikel tidak sama. Pada bagian yang semakin tepi dari papan, dengan volume yang tetap dan berat yang semakin ringan mengakibatkan semakin menurunnya kerapatan papan pada bagian tersebut. Setiawan (2004) menyatakan bahwa tidak meratanya penyebaran partikel pada tahap pembuatan lembaran saat proses pembuatan papan partikel dapat menyebabkan nilai kerapatan yang bervariatif. Selain itu, rendahnya nilai kerapatan yang dihasilkan diduga disebabkan oleh kurangnya tekanan kempa yang diberikan sehingga partikel-partikel dalam papan partikel menjadi kurang rapat. Haygreen dan Bowyer (1996) menyatakan bahwa nilai kerapatan tergantung pada besarnya tekanan yang diberikan pada saat pengempaan papan. Semakin tinggi kerapatan papan yang dibuat, maka semakin besar pula tekanan kempa yang diberikan pada saat pengempaan papan partikel.

Nilai kerapatan papan partikel sabut kelapa yang dihasilkan pada berbagai perlakuan pendahuluan, jenis perekat dan kadar perekat sudah memenuhi standar JIS A 5908-2003 yang mensyaratkan nilai kerapatan papan partikel berkisar antara 0,40-0,90 g/cm3.

4.1.1.1 Pengaruh Perlakuan Pendahuluan, Jenis dan Kadar Perekat Terhadap Kerapatan Papan Partikel Sabut Kelapa

Berdasarkan analisis sidik ragam kerapatan pada Tabel 5 menunjukkan bahwa jenis perekat dan kadar perekat berpengaruh sangat nyata terhadap kerapatan papan partikel sabut kelapa

Tabel 5 Analisis sidik ragam kerapatan

Sumber DB JK KT Fhit Ftabel

5% 1%

Perlakuan pendahuluan (PP) 2 0,001 0,001 0,26 tn 3,354 5,488 Jenis perekat (JP) 2 0,029 0,015 5,78 sn 3,354 5,488 Kadar perekat (KP) 2 0,028 0,014 5,51 sn 3,354 5,488

PP*JP 4 0,007 0,002 0,67 tn 2,728 4,106

PP*KP 4 0,013 0,003 1,28 tn 2,728 4,106

JP*KP 4 0,020 0,005 2,02 tn 2,728 4,106

PP*JP*KP 8 0,038 0,005 1,88 tn 2,305 3,256

Galat 27 0,069 0,003

Total 53 0,208

Keterangan :

DB : Derajat Bebas JK : Jumlah Kuadrat KT : Kuadrat Tengah n : nyata sn : sangat nyata tn : tidak nyata


(46)

Hasil uji lanjut Duncan pada Tabel 6 menunjukkan bahwa nilai kerapatan dengan perekat MUF yang memiliki nilai kerapatan tertinggi tidak berbeda nyata dengan perekat MF, namun berbeda nyata dengan perekat UF. Hal ini berarti penggunaan perekat MUF sudah cukup untuk meningkatkan nilai kerapatan papan partikel sabut kelapa sehingga penggunaan perekat MF yang harganya mahal dapat dikurangi. Hasil uji lanjut Duncan juga menunjukkan bahwa kadar perekat 12% tidak berbeda nyata dengan kadar perekat 15%, namun berbeda nyata dengan kadar perekat 18%. Pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa sebagian besar nilai kerapatan meningkat dengan meningkatnya kadar perekat yang digunakan. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa dengan semakin meningkatnya kadar perekat maka papan yang dihasilkan akan semakin kompak dalam arti berat papan akan semakin besar sedangkan volume relatif sama. Sukarta (2004) diacu dalam Pamungkas (2006) menyatakan bahwa nilai kerapatan akhir papan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu kerapatan partikel asal, jumlah partikel kayu dalam lapik, kadar perekat dan besarnya tekanan kempa yang diberikan. Tabel 6 Hasil uji lanjut Duncan kerapatan papan partikel sabut kelapa

Faktor Taraf Nilai rata-rata kerapatan (g/cm3)

Hasil uji lanjut Duncan

Jenis perekat MUF 0,62936 A

MF 0,60941 A

UF 0,57264 B

Kadar perekat

18% 0,63622 A

15% 0,58863 B

12% 0,58655 B

4.1.2 Kadar Air

Nilai rata-rata kadar air tertinggi yaitu sebesar 11,575% terdapat pada papan dengan perlakuan rendaman dingin yang menggunakan perekat MUF pada kadar 12%, sedangkan nilai rata-rata kadar air terendah yaitu sebesar 10,519% terdapat pada papan dengan perlakuan rendaman dingin dan menggunakan perekat MF pada kadar 15%. Nilai rata-rata kadar air pada berbagai perlakuan pendahuluan, jenis dan kadar perekat dapat dilihat pada Gambar 6.

Rata-rata nilai kadar air dari keseluruhan papan partikel yang dihasilkan adalah sebesar 10,95%. Nilai kadar air yang dihasilkan pada penelitian ini telah memenuhi standar JIS A 5908-2003 yang mensyaratkan nilai kadar air papan partikel berkisar antara 5-13%.


(47)

Gambar 6 Kadar air pada berbagai perlakuan pendahuluan, jenis perekat dan kadar perekat.

Tingginya kadar air yang dihasilkan diduga disebabkan pada proses pencampuran perekat dengan partikel yang dilakukan secara manual tidak sempurna, sehingga penyebaran perekat keseluruh bagian papan tidak merata yang mengakibatkan air mudah masuk ke dalam papan partikel.

4.1.2.1 Pengaruh Perlakuan Pendahuluan, Jenis dan Kadar Perekat Terhadap Kadar Air Papan Partikel Sabut Kelapa

Tabel 7 Analisis sidik ragam kadar air

Sumber DB JK KT Fhit Ftabel

5% 1%

Perlakuan pendahuluan (PP) 2 0,689 0,345 10,30sn 3,354 5,488

Jenis perekat (JP) 2 1,493 0,746 22,31sn 3,354 5,488

Kadar perekat (KP) 2 0,307 0,154 4,59 n 3,354 5,488

PP*JP 4 0,747 0,187 5,58sn 2,728 4,106

PP*KP 4 0,421 0,105 3,14 n 2,728 4,106

JP*KP 4 0,355 0,089 2,65tn 2,728 4,106

PP*JP*KP 8 0,256 0,032 0,96tn 2,305 3,256

Galat 27 0,903 0,033

Total 53 5,171

Keterangan :

DB : Derajat Bebas JK : Jumlah Kuadrat KT : Kuadrat Tengah n : nyata sn : sangat nyata tn : tidak nyata

Berdasarkan analisis sidik ragam pada Tabel 7 menunjukkan bahwa perlakuan pendahuluan, jenis perekat, kadar perekat, interaksi perlakuan pendahuluan dengan jenis perekat dan interaksi perlakuan pendahuluan dengan kadar perekat berpengaruh nyata terhadap kadar air papan partikel sabut kelapa.


(48)

Tabel 8 Hasil uji lanjut Duncan kadar air papan partikel sabut kelapa

Faktor Taraf Nilai rata-rata

kadar air (%)

Hasil uji lanjut Duncan Perlakuan

pendahuluan

Kontrol 11,075 A

Rendaman Panas (RP) 10,986 A

RendamanDingin (RD) 10,803 B

Jenis perekat

UF 11,181 A

MUF 10,894 B

MF 10,788 B

Kadar perekat

12% 11,061 A

15% 10,902 B

18% 10,900 B

Interaksi perlakuan pendahuluan dengan jenis

perekat

K*UF 11,351 A

RD*UF 11,208 AB

RD*MUF 11,116 B

K*MF 11,030 BC

RP*UF 10,985 BC

K*MUF 10,843 CD

RP*MUF 10,723 D

RP*MF 10,702 D

RD*MF 10,633 D

Interaksi perlakuan pendahuluan dengan kadar

perekat

RD*12% 11,212 A

K*12% 11,185 A

K*12% 11,112 AB

K*15% 10,927 BC

RD*15% 10,921 BC

RP*15% 10,859 C

RD*18% 10,825 C

RP*12% 10,787 C

RP*18% 10,763 C

Hasil uji lanjut Duncan pada Tabel 8 menunjukkan bahwa tanpa perendaman (kontrol) tidak berbeda nyata dengan rendaman panas, namun berbeda nyata dengan rendaman dingin yang memiliki nilai kadar air terendah. Dari Gambar 6 dapat dilihat bahwa sebagian besar papan partikel yang mendapatkan perlakuan pendahuluan (perendaman panas dan perendaman dingin) memiliki kadar air yang lebih rendah dibandingkan dengan papan yang tidak mendapat perlakuan perendaman (kontrol). Hal ini dikarenakan perendaman bahan sabut kelapa dengan air dingin dan air panas sebelum proses pembuatan papan dapat melarutkan sebagian zat ekstraktif yang terkandung dalam sabut kelapa tersebut sehingga perekat lebih mudah masuk dan menutupi pori-pori partikel yang menyebabkan ikatan antara partikel dengan perekat menjadi lebih kuat dan uap air susah untuk menembusnya. Hadi (1991) diacu dalam Setiawan


(49)

(2004) menyebutkan bahwa perlakuan perendaman dingin maupun panas pada kayu karet dapat menurunkan kadar air bahan tersebut.

Hasil uji Duncan yang membandingkan jenis perekat terhadap kadar air papan partikel menunjukkan bahwa penggunaan perekat MF dengan nilai kadar air terendah tidak berbeda nyata dengan perekat MUF, namun berbeda nyata dengan perekat UF. Hal ini berarti penggunaan perekat MUF sudah cukup untuk menurunkan nilai kadar air papan partikel sehingga penggunaan perekat MF yang harganya relatif mahal dapat dikurangi. Hasil uji Duncan untuk kadar perekat menunjukkan bahwa kadar perekat 18% yang memiliki kadar air terendah tidak berbeda nyata dengan kadar perekat 15%, namun berbeda nyata dengan kadar perekat 12%. Hal ini berarti kadar perekat 15% sudah cukup untuk menurunkan sifat kadar air papan partikel sehingga penggunaan perekat menjadi lebih efisien. Rendahnya nilai kadar air pada papan yang menggunakan perekat dengan kadar 15% dan 18% disebabkan oleh semakin banyak perekat yang digunakan menyebabkan ikatan antar partikel semakin rapat sehingga uap air akan sulit masuk ke dalam papan partikel. Widarmana (1977) diacu dalam Pamungkas (2006) menyatakan bahwa kadar air papan akan semakin rendah dengan semakin banyaknya perekat yang diberikan. Hal ini disebabkan karena ikatan antar partikel akan semakin rapat dan kompak sehingga air akan kesulitan menembus ruang antar partikel.

Hasil uji lanjut Duncan untuk interaksi antara perlakuan pendahuluan dengan jenis perekat menunjukkan bahwa rendaman dingin dengan perekat MF yang menghasilkan kadar air yang rendah tidak berbeda nyata dengan rendaman panas yang menggunakan perekat MF dan MUF, sehingga lebih disarankan untuk menggunakan perendaman panas dengan perekat MUF untuk memperoleh papan partikel yang memenuhi standar serta penggunaan perekat MF yang harganya relatif mahal dapat dikurangi. Hasil uji lanjut Duncan untuk interaksi antara perlakuan pendahuluan dengan kadar perekat menunjukkan bahwa papan dengan rendaman panas yang menggunakan kadar perekat 18% yang menghasilkan kadar air yang rendah, tidak berbeda nyata dengan rendaman panas yang menggunakan kadar perekat 12% dan 15%, sehingga lebih disarankan untuk menggunakan


(50)

perendaman panas dengan kadar perekat 12% untuk memperoleh papan partikel yang memenuhi standar serta lebih efisien dalam penggunaan perekat.

4.1.3 Pengembangan Tebal

Nilai pengembangan tebal rata-rata tiap papan partikel sabut kelapa yang dihasilkan berkisar 5,163-43,517%. Nilai pengembangan tebal tiap papan terendah, yaitu 5,163% diperoleh pada papan partikel dengan rendaman panas yang menggunakan perekat MF dengan kadar perekat 15%, sedangkan nilai pengembangan tebal rata-rata tiap papan tertinggi, yaitu 43,517% diperoleh pada papan partikel rendaman dingin yang menggunakan perekat UF dengan kadar 12%. Nilai pengembangan tebal rata-rata seluruh papan partikel sabut kelapa adalah 15,496%. Nilai rata-rata hasil pengujian pengembangan tebal papan partikel sabut kelapa dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Pengembangan tebal pada berbagai perlakuan pendahuluan, jenis perekat dan kadar perekat.

Nilai pengembangan tebal papan partikel sabut kelapa yang dihasilkan pada berbagai perlakuan pendahuluan, jenis perekat dan kadar perekat sebagian besar tidak memenuhi standar JIS A 5908-2003 yang mensyaratkan nilai pengembangan tebal papan partikel maksimal 12%. Tingginya pengembangan tebal yang dihasilkan diduga disebabkan karena partikel sabut kelapa yang digunakan masih mengandung gabus yang memiliki kemampuan mengikat air yang tinggi sehingga pengembangan tebalnya semakin tinggi. Selain itu tingginya pengembangan tebal diduga juga disebabkan oleh pencampuran perekat dengan


(51)

partikel yang dilakukan secara manual dengan tangan yang menyebabkan distribusi perekat tidak merata. Hal tersebut menyebabkan tidak semua partikel terlapisi oleh perekat, sehingga permukaan partikel yang tidak terlapisi perekat akan lebih menyerap air. Tidak ditambahkannya bahan parafin diduga juga menyebabkan nilai pengembangan tebal menjadi lebih besar. Dumanauw (2001) menyatakan bahwa sebelum papan partikel diproses, perekat dapat dicampur dengan bahan tambahan yang salah satunya yaitu lak parafin agar papan partikel tidak menyerap air.

4.1.3.1 Pengaruh Perlakuan Pendahuluan, Jenis dan Kadar Perekat Terhadap Pengembangan Tebal Papan Partikel Sabut Kelapa

Berdasarkan analisis sidik ragam pada Tabel 9 menunjukkan bahwa perlakuan pendahuluan, jenis perekat, kadar perekat dan interaksi antara perlakuan pendahuluan dengan jenis perekat berpengaruh nyata terhadap pengembangan tebal papan partikel sabut kelapa.

Tabel 9 Analisis sidik ragam pengembangan tebal

Sumber DB JK KT Fhit Ftabel

5% 1%

Perlakuan pendahuluan (PP) 2 262,86 131,43 3,71 n 3,354 5,488 Jenis perekat (JP) 2 3373,45 1686,73 47,66sn 3,354 5,488

Kadar perekat (KP) 2 522.58 261,29 7,38sn 3,354 5,488

PP*JP 4 1048,86 262,22 7,41sn 2,728 4,106

PP*KP 4 262,31 65,58 1,85tn 2,728 4,106

JP*KP 4 235,15 58,79 1,66tn 2,728 4,106

PP*JP*KP 8 136,31 17,04 0,48tn 2,305 3,256

Galat 27 955,49 35,39

Total 53 6797,01

Keterangan :

DB : Derajat Bebas JK : Jumlah Kuadrat KT : Kuadrat Tengah n : nyata sn : sangat nyata tn : tidak nyata

Hasil uji lanjut Duncan pada Tabel 10 menunjukkan bahwa nilai pengembangan tebal papan partikel tanpa perendaman (kontrol) tidak berbeda nyata dengan rendaman panas, namun berbeda nyata dengan rendaman dingin. Hasil uji lanjut Duncan untuk jenis perekat menunjukkan bahwa perekat MF dengan nilai pengembangan tebal terendah tidak berbeda nyata dengan perekat MUF, namun berbeda nyata dengan perekat UF. Hal ini berarti penggunaan perekat MUF sudah cukup untuk menurunkan nilai pengembangan tebal sehingga penggunaan perekat MF yang harganya relatif mahal dapat dikurangi. Rendahnya


(52)

nilai pengembangan tebal pada papan yang menggunakan perekat MF dan MUF diduga disebabkan karena perekat MF lebih tahan terhadap air dibandingkan dengan perekat UF, sehingga air sulit masuk ke dalam papan dan pengembangan tebalnya menjadi lebih rendah. Surdiding (1988) diacu dalam Kusumah (2005) menyatakan bahwa perekat MF lebih baik bila dibandingkan dengan perekat UF, karena memiliki penampilan ynag lebih menarik, tahan terhadap air, tahan panas dan zat kimia serta memiliki stabilitas yang lebih tinggi.

Tabel 10 Hasil uji lanjut Duncan pengembangan tebal papan partikel sabut kelapa

Faktor Taraf Nilai rata-rata

PT (%) Hasil uji lanjut Duncan Perlakuan pendahuluan

Rendaman Dingin (RD) 18,604 A

Rendaman Panas (RP) 14,181 B

Kontrol (K) 13,703 B

Jenis perekat

UF 26,665 A

MUF 10,304 B

MF 9,520 B

Kadar perekat

12% 19,479 A

15% 15,124 B

18% 11,886 B

Interaksi perlakuan pendahuluan dengan jenis

perekat

RD*UF 37,741 A

RP*UF 24,523 B

K*UF 17,731 BC

K*MUF 12,045 CD

K*MF 11,335 CD

RP*MUF 10,134 CD

RD*MF 9,339 D

RD*MUF 8,773 D

RP*MF 7,887 D

Hasil uji lanjut Duncan untuk kadar perekat menunjukkan bahwa kadar perekat 18% dengan nilai pengembangan tebal yang rendah tidak berbeda nyata dengan kadar perekat 15%, namun berbeda nyata dengan kadar perekat 12%. Hal ini berarti kadar 15% sudah cukup untuk menurunkan nilai pengembangan tebal papan partikel sehingga penggunaan perekat menjadi lebih efisien. Dari Gambar 7 dapat dilihat bahwa semakin tinggi kadar perekar, maka pengembangan tebalnya semakin rendah. Hal ini diduga disebabkan oleh semakin banyaknya perekat yang digunakan maka ikatan antara partikel akan menjadi lebih kompak sehingga air sulit untuk menembusnya. Maloney (1993) menunjukkan hubungan antara nilai pengembangan tebal yang semakin menurun dengan semakin meningkatnya kadar resin. Hasil uji lanjut Duncan untuk interaksi antara perlakuan pendahuluan


(53)

dengan jenis perekat menunjukkan bahwa papan dengan rendaman panas yang menggunakan perekat MF tidak berbeda nyata dengan rendaman dingin yang menggunakan perekat MF dan MUF. Jadi disarankan untuk menggunakan perendaman dingin dengan perekat MUF untuk memperoleh papan partikel yang memenuhi standar serta penggunaan perekat MF yang harganya relatif mahal dapat dikurangi.

4.1.4 Daya Serap Air

Nilai rata-rata daya serap air tertinggi yaitu sebesar 109,957% terdapat pada papan dengan perlakuan rendaman dingin yang menggunakan perekat UF pada kadar 15%, sedangkan nilai rata-rata daya serap air terendah yaitu sebesar 19,582% terdapat pada papan dengan perlakuan rendaman panas dan menggunakan perekat MF pada kadar 18%. Nilai rata-rata daya serap air pada berbagai perlakuan pendahuluan, jenis perekat dan kadar perekat dapat dilihat pada Gambar 8. Rata-rata nilai daya serap air dari keseluruhan papan partikel yang dihasilkan adalah sebesar 64,61%.

Gambar 8 Daya serap air pada berbagai perlakuan pendahuluan, jenis perekat dan kadar perekat.

Standar JIS A 5908-2003 tidak mensyaratkan nilai daya serap air papan partikel, namun demikian daya serap air merupakan sifat fisis papan partikel yang perlu diperhatikan karena mempengaruhi kualitas papan partikel yang dihasilkan. Tingginya nilai daya serap air yang dihasilkan disebabkan karena partikel sabut kelapa yang digunakan masih mengandung gabus yang memiliki kemampuan


(1)

Lampiran 7 Rekapitulasi hasil

internal bond

papan partikel sabut kelapa

Kode papan contoh

Ulangan Sisi (cm)

Sisi (cm)

A (cm2)

P (kg)

IB (kg/cm2)

IB (N/mm2)

Rata-rata IB (N/mm2) A1B1C1 1 4,917 4,976 24,465 14,714 0,601 0,059 0,143

2 4,976 4,984 24,798 57,386 2,314 0,227

A1B1C2 1 5,007 5,005 25,058 36,061 1,439 0,141 0,126 2 4,994 5,068 25,307 28,370 1,121 0,110

A1B1C3 1 4,990 4,951 24,703 74,587 3,019 0,296 0,330 2 4,910 5,028 24,685 91,778 3,718 0,365

A1B2C1 1 5,057 5,019 25,379 13,342 0,526 0,052 0,029 2 4,990 4,991 24,900 1,539 0,062 0,006

A1B2C2 1 4,944 4,931 24,379 192,125 7,881 0,773 0,452 2 4,910 4,964 24,371 32.654 1,340 0,131

A1B2C3 1 4,950 5,051 24,998 28,132 1,125 0,110 0,163 2 4,935 5,047 24,904 54,909 2,205 0,216

A1B3C1 1 4,999 5,049 25,238 7,000 0,277 0,027 0,082 2 5,031 5,062 25,467 16,689 0,655 0,064

A1B3C2 1 4,953 4,983 24,678 26,705 1,082 0,106 0,459 2 5,006 4,970 24,880 205,796 8,272 0,811

A1B3C3 1 4,952 5,018 24,847 217,943 8,772 0,860 0,466 2 5,018 4,980 24,985 18,426 0,738 0,072

A2B1C1 1 4,974 5,053 25,129 193,453 7,699 0,755 0,388 2 4,958 5,053 25,053 5,162 0,206 0,020

A2B1C2 1 5,015 5,070 25,426 12,426 0,489 0,048 0,179 2 4,947 5,060 25,029 79,260 3,167 0,311

A2B1C3 1 4,948 4,994 24,705 63,669 2,577 0,253 0,197 2 4,917 4,975 24,457 35,194 1,439 0,141

A2B2C1 1 4,998 5,072 25,347 109,818 4,333 0,425 0,275 2 4,948 4,970 24,589 31,633 1,287 0,126

A2B2C2 1 4,996 4,991 24,933 234,869 9,420 0,924 0,623

2 5,025 5,068 25,464 83,606 3,283 0,322

A2B2C3 1 5,017 4,931 24,736 62,356 2,521 0,247 0,455 2 5,011 5,050 25,303 171,093 6,762 0,663

A2B3C1 1 5,025 5,003 25,138 38,730 1,541 0,151 0,096 2 4,897 4,997 24,470 9,973 0,408 0,040

A2B3C2 1 5,011 5,064 25,376 102,318 4,032 0,395 0,380 2 4,999 4,974 24,863 92,708 3,729 0,366

A2B3C3 1 5,063 5,032 25,475 116,475 4,572 0,448 0,265 2 4,918 5,029 24,728 20,816 0,842 0,083


(2)

Lampiran 7 Rekapitulasi hasil internal bond papan partikel sabut kelapa

(lanjutan)

Kode papan contoh

Ulangan Sisi (cm)

Sisi (cm)

A (cm2)

P (kg)

IB (kg/cm2)

IB (N/mm2)

Rata-rata IB (N/mm2) A3B1C1 1 4,991 5,032 25,112 8,446 0,336 0,033 0,027

2 5,016 5,052 25,336 5,399 0,213 0,021

A3B1C2 1 4,930 5,034 24,815 29,150 1,175 0,115 0,065 2 4,988 4,974 24,805 3,762 0,152 0,015

A3B1C3 1 5,017 5,088 25,527 29,091 1,140 0,112 0,375 2 5,005 5,007 25,055 163,004 6,506 0,638

A3B2C1 1 5,007 4,996 25,015 56,157 2,245 0,220 0,191 2 5,006 4,956 24,807 40,830 1,646 0,161

A3B2C2 1 5,008 5,075 25,411 36,274 1,428 0,140 0,195 2 4,967 5,073 25,195 64,440 2,558 0,251

A3B2C3 1 4,946 5,046 24,955 210,676 8,442 0,828 0,499 2 4,980 4,975 24,771 43,220 1,745 0,171

A3B3C1 1 4,954 4,969 24,616 24,047 0,977 0,096 0,230 2 4,932 4,992 24,618 91,446 3,715 0,364

A3B3C2 1 5,015 5,031 25,225 82,503 3,271 0,321 0,329 2 5,029 5,009 25,188 86,485 3,434 0,337

A3B3C3 1 5,005 4,977 24,910 120,193 4,825 0,473 0,468 2 5,017 5,038 25,273 119,183 4,716 0,462

Keterangan : A = luas permukaan papan partikel B2 = Perekat MF

P = beban maksimum B3 = Perekat MUF

A1 = Kontrol C1 = Kadar perekat 12%

A2 = Perendaman panas C2 = Kadar perekat 15%

A3 = Perendaman dingin C3 = Kadar perekat 18%

B1 = Perekat UF


(3)

Lampiran 8 Rekapitulasi hasil kuat pegang sekrup papan partikel sabut

kelapa

Kode papan

contoh Ulangan

Kuat pegang sekrup (kg)

Kuat pegang sekrup (N)

Rata-rata kuat pegang sekrup (N)

A1B1C1 1 83,539 819,234 778,949

2 75,323 738,663

A1B1C2 1 71,230 698,527 757,464

2 83,250 816,401

A1B1C3 1 65,598 643,297 957,680

2 129,714 1272,064

A1B2C1 1 92,265 904,814 785,322

2 67,896 665,830

A1B2C2 1 101,749 997,813 1114,624

2 125,571 1231,435

A1B2C3 1 95,932 940,771 1178,611

2 144,438 1416,450

A1B3C1 1 89,894 881,559 1245,869

2 164,193 1610,180

A1B3C2 1 137,817 1351,524 1194,993

2 105,894 1038,463

A1B3C3 1 107,585 1055,051 1272,820

2 151,998 1490,589

A2B1C1 1 95,421 935,757 1061,573

2 121,080 1187,390

A2B1C2 1 83,012 814,068 931,538

2 106,969 1049,008

A2B1C3 1 128,959 1264,654 1105,772

2 96,556 946,889

A2B2C1 1 124,358 1219,537 1211,390

2 122,697 1203,243

A2B2C2 1 161,489 1583,667 1565,960

2 157,878 1548,253

A2B2C3 1 120,219 1178,942 1194,265

2 123,344 1209,588

A2B3C1 1 111,694 1095,339 1112,796

2 115,254 1130,252

A2B3C2 1 114,512 1122,982 1065,975

2 102,886 1008,968

A2B3C3 1 120,365 1180,376 1214,757


(4)

Lampiran 8 Rekapitulasi hasil kuat pegang sekrup papan partikel sabut

kelapa (lanjutan)

Kode papan

contoh Ulangan

Kuat pegang sekrup (kg)

Kuat pegang sekrup (N)

Rata-rata kuat pegang sekrup (N)

A3B1C1 1 101,130 991,750 997,689

2 102,342 1003,628

A3B1C2 1 94,746 929,139 883,682

2 85,475 838,225

A3B1C3 1 125,147 1227,276 1134,646

2 106,256 1042,016

A3B2C1 1 131,734 1291,871 1140,172

2 100,796 988,474

A3B2C2 1 122,182 1198,192 1330,764

2 149,219 1463,336

A3B2C3 1 112,055 1098,880 1082,983

2 108,813 1067,086

A3B3C1 1 104,419 1023,998 1164,292

2 133,031 1304,587

A3B3C2 1 104,321 1023,044 1207,247

2 141,888 1391,450

A3B3C3 1 105,510 1034,694 1042,672

2 107,137 1050,651

Keterangan: A1 = Kontrol B3 = Perekat MUF

A2 = Perendaman panas C1 = Kadar perekat 12%

A3 = Perendaman dingin C2 = Kadar perekat 15%

B1 = Perekat UF C3 = Kadar perekat 18%


(5)

Lampiran 9 Pengujian Emisi Formaldehida

Tahapan yang dilakukan dalam pengujian emisi formaldehida adalah

sebagai berikut:

1. Pengkondisian contoh uji

a.

Persiapkan contoh uji berukuran 2,5 cm x 2,5 cm x 1 cm yang sudah

diketahui kadar airnya.

b.

Masukkan 50 ml air destilata ke dalam botol 500 ml

c.

Ikat contoh uji dengan karet atau tali, kemudian gantungkan dalam botol

yang sudah terisi air destilata.

d.

Kemudian masukkan botol tersebut ke dalam oven dengan suhu 40ºC

selama 24 jam.

e.

Setelah itu, keluarkan botol dari dalam oven dan simpan dalam lemari

pendingin pada suhu sekitar 6

0

C.

2. Pembuatan larutan asetil aseton-amonium asetat

a.

Timbang 70 g ammonium asetat dan larutkan ke dalam 400 ml air suling.

b.

Tambahkan 1,5 ml asam asetat glacial dan 1 ml asetil aseton, kocok

dengan baik

c.

Tambahkan air suling sampai volume larutan 500ml, dan simpan dalam

botol gelas berwarna coklat.

3. Persiapan kurva kalibrasi

a.

Pembuatan larutan standar formaldehida

1.

Encerkan 1 ml larutan formalin 37% ke dalam labu takar sampai

volume 1000 ml, sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 370

ppm (larutan F1).

2.

Buat pengenceran seperti yang disebutkan di bawah ini, sehingga

diperoleh beberapa larutan formaldehida dengan berbagai konsentrasi:

10 ml larutan F1 dalam 100 ml aquades, diperoleh larutan dengan

konsentrasi 37 ppm (F2).

1 ml larutan F2 dalam 100 ml aquades, diperoleh larutan dengan

konsentrasi 0,37 ppm.

1,5 ml larutan F2 dalam 100 ml aquades, diperoleh larutan dengan

konsentrasi 0,555 ppm.


(6)

2 ml larutan F2 dalam 100 ml aquades, diperoleh larutan dengan

konsentrasi 0,74 ppm.

4 ml larutan F2 dalam 100 ml aquades, diperoleh larutan dengan

konsentrasi 1,48 ppm.

6 ml larutan F2 dalam 100 ml aquades, diperoleh larutan dengan

konsentrasi 2,22 ppm.

8 ml larutan F2 dalam 100 ml aquades, diperoleh larutan dengan

konsentrasi 2,96 ppm.

5 ml larutan F2 dalam 100 ml aquades, diperoleh larutan dengan

konsentrasi 1,85 ppm.

10 ml larutan F2 dalam 100 ml aquades, diperoleh larutan dengan

konsentrasi 3,7 ppm.

50 ml larutan F2 dalam 100 ml aquades, diperoleh larutan dengan

konsentrasi 18,5 ppm.

b.

Pengukuran absorbansi larutan standar

1.

10 ml larutan standar dormaldehida ditambah dengan 10 ml larutan

asetil aseton-amonium asetat, kocok hingga merata.

2.

Simpan dalam

water bath

pada suhu 60-65 ºC selama 10 menit

3.

Dingankan pada suhu ruang dan ukur absorbansinya pada panjang

gelombang 410 nm.

4.

Hasil pengukuran larutan standar formaldehida dibuat kurva

kalibrasinya

c.

Pengukuran absorbansi larutan contoh

1.

10 ml larutan standar dormaldehida ditambah dengan 10 ml larutan

asetil aseton-amonium asetat, kocok hingga merata.

2.

Simpan dalam

water bath

pada suhu 60-65 ºC selama 10 menit

3.

Dingankan pada suhu ruang dan ukur absorbansinya pada panjang

gelombang 410 nm

4.

Hasil pengukuran larutan standar formaldehida digunakan untuk

menetukan konsentrasi formaldehida pada larutan contoh.