Tata Cara Pemeriksaan Pajak Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota

(1)

LAPORAN TUGAS AKHIR

TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN KOTA

MEDAN O L E H

NAMA : MUHAMMAD ANSHARI GHOZAIN NIM : 102600093

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Menyelesaikan Studi Pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(2)

i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kasih dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini tepat pada waktunya. Tugas Akhir ini adalah guna memenuhi salah satu syarat untuk menamatkan studi pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Adapun judul yang diambil dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah :

“ TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN KOTA ”

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih terdapat banyak kekukarangan baik dari struktur bahasa maupun tehnik penyajian, oleh karena itu Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan Tugas Akhir ini.

Dalam penulisan Tugas Akhir ini, Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah banyak memberi bantuan baik berupa dorongan semangat maupun sumbangan pikiran, diantaranya :


(3)

1. Orang tua dan seluruh keluarga yang telah banyak membantu baik materi maupun doa selama penulis menimba ilmu di Universitas Sumatera Utara. 2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Alwi Hashim Batubara, Msi, selaku Ketua Jurusan Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dan juga Dosen Pembimbing Penulis

4. Ibu Arlina, SH, M.Hum, selaku sekretaris Jurusan Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

5. Bapak Fatar Hutabarat yang banyak memberikan motivasi kepada penulis selama mengikuti perkuliahan

6. Kepada seluruh Bapak/Ibu Dosen Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmunya selama penulis mengikuti perkuliahan

7. Abangda Afrizal Pasaribu S.Sos dan Abangda Indra Effendi Rangkuti S.Sos yang telah banyak membantu saat masa perkuliahan dan sampai terselesainya Tugas Akhir ini

8. Kepada Seluruh Pegawai FISIP USU penulis mengucapkan terima kasih atas semua bantuannya kepada Penulis


(4)

iii

9. Kepada seluruh Mahasiswa Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara khususnya TAX C 2010.

10.Kepada Saudari Migupudwi Ismanto yang mana telah banyak membantu Penulis dalam penyelesaian Tugas Akhir ini

Penulis hanya dapat mengucapkan terima kasih atas segala doa, saran, dan dukungan serta semua yang telah diberikan hingga Penulis dapat menyelesaikan Studi di Administrasi Perpajakan FISIP USU.

Akhirnya Penulis mengharapkan semoga apa yang terutang dalam tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, Okober 2013

Penulis


(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PKLM……….1

B. Tujuan dan manfaat PKLM……….4

C. Uraian Teoritis……….6

D. Ruang Lingkup PKLM………11

E. Metode PKLM………11

F. Metode Pengumpulan Data PKLM……….12

G. Sistematika Penulisan Laporan PKLM………13

BAB II GAMBARAN UMUM KPP PRATAMA A. Visi dan Misi Direktorat Jenderal Pajak………..15

B. Sejarah Umum Berdirinya KPP Medan Kota………..17


(6)

v

D. Uraian Tugas dan Fungsi……….23

BAB III GAMBARAN DATA PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI A. Pengertian Pajak………..26

B. Dasar Hukum Pemeriksaan Pajak………..27

C. Pengertian Pemeriksaan Pajak……….28

D. Tujuan dan Jenis Pemeriksaan………..32

E. Jangka Waktu Pemeriksaan………..34

F. Standar Pemeriksaan………35

G. Kewajiban dan Kewenangan Pemeriksaan Pajak………39

H. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak……….42

I. Produk Hasil Pemeriksaan………...45

J. Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan………46


(7)

BAB IV ANALISIS DAN EVALUASI DATA

A. Prosedur dan Tata Cara Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak…………..53

B. Penyebab-penyebab Dilakukan Pemeriksaan Pajak………..56

C. Usaha-usaha Untuk Menanggulangi Masalah Wajib Pajak

yang Kurang dan Tidak Patuh………57

D. Upaya-upaya untuk Mengoptimalkan Kepatuhan Wajib Pajak

Dalam Pelaksanaan Tindakan Pemeriksaan………...59

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan………61

B. Saran………..63

DAFTAR PUSTAKA


(8)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Praktik Kerja Mandiri (PKLM)

Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang sangat padat. Dimana setiap warga negara yang memenuhi syarat secara hukum, wajib untuk membayar pajak. Apabila semua wajib pajak bersedia memenuhi kewajibannya untuk membayar pajak, tentunya akan semakin besar pula pendapatan yang masuk dari sektor pajak karena sumber pendapatan terbesar Indonesia berasal dari sektor pajak.

Peningkatan penerimaan negara dalam negeri memegang peranan penting dan vital dalam kebijakn fiskal, baik negara maju maupun negara berkembang seperti Indonesia. Peningkatan penerimaan dalam negeri terutama dalam sektor pajak sangatlah penting yaitu berguna untuk membiayai pengeluaran rutin dan untuk membiayai berbagai prasarana-prasarana yang umumnya dinegara berkembang masih terbatas.

Reformasi perpajakan nasional (tax reform) tahun 1983 bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak. Undang-undang pajak baru menganut self assessement system yaitu suatu sistem pemungutan pajak dengan memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri pajak terutang, sedangkan fiskus hanya melayani dan


(9)

mengawasi wajib pajak. Sistem ini telah dilaksanakan secara efektif pada tahun 1984 (atas dasar perombakan perundang-undangan perpajakan tahun 1983).

Dengan mengubah sistem pemungutan tersebut diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk melunasi kewajiban membayar pajak. Dengan sistem self assassement yang dianut dalam sistem perpajakan Indonesia sekarang ini menuntut Direktorat Jenderal Pajak untuk selalu melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Wajib Pajak. Pengawasan merupakan aktivitas penting dalam manajemen pemerintahan. Pengawasan bukan dimaksudkan untuk mencari kesalahan, tetapi untuk menemukan penyimpangan atas pelaksanaan suatu pekerjaan, sehingga bisa dilakukan tindakan korektif. Dengan tindakan korektif, maka pekerjaan yang dilakukan akan sesuai dengan rencana. Salah satu bentuk pengawasan tersebut adalah melalui pemeriksaan.

Di dalam pasal 29 Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009, telah diatur kewenangan kepada Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan pemeriksaan pajak yang merupakan instrument untuk menentukan kepatuhan baik formal maupun material yang tujuan utamanya adalah untuk menguji kepatuhan dan meningkatkan pemenuhan perpajakan (Tax Complience). Walaupun Direktorat Jenderal Pajak diberikan kewenangan untuk melaksanakan pemeriksaan, undang-undang tersebut juga mengatur batasan agar pemeriksaan tidak dilakukan secara sewenang-wenang.


(10)

3

Dalam sistem self assassement, pemeriksaan pajak tidak dilakukan terhadap semua Surat Pmberitahuan (SPT). Kriteria Surat Pemberitahuan (SPT) yang dilakukan pemeriksaan pajak adalah terhadap Wajib Pajak yang Surat Pemberitahuannya menyatakan lebih bayar. Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak yang terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (Mardiasmo,2003:17). Disamping itu pemeriksaan juga dilakukan terhadap Wajib Pajak kriteria tertentu dan Wajib Pajak yang tingkat kepatuhannya dianggap rendah. Dengan kuasa pasal 17C Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang surat pemberitahuannya menyatakan lebih bayar akan dikurangi jumlahnya, sehingga pemeriksaan dapat lebih diarahkan kepada Wajib Pajak yang tingkat kepatuhannya rendah tersebut atau Wajib Pajak yang memenuhi kriteria tertentu

Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) adalah metode latihan operasional dimana penulis dilatih secara langsung untuk meningkatkan pengetahuan dan mengembangkan keterampilan etika pekerjaan, sikap, tugas, tanggung jawab serta kesempatan untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama perkuliahan secara khusus, selain itu penulis juga ingin mengetahui seberapa besar tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi


(11)

kewajiban perpajakannya. Kemudian penulis ingin mengetahui kinerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota dalam melakukan pemeriksaan dan pengaruh pemeriksaan tersebut terhadap peningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dan penerimaan pajak. Dari permasalahan tersebut penulis tertarik untuk melakukan Praktik Kerja Lapangan Mandiri dengan judul “ TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN KOTA ”

B. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) 1.Tujuan PKLM

Kegiatan PKLM oleh mahasiswa dari Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara (FISIP USU), diharapkan dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan PKLM, yaitu:

1.1Untuk mengetahui tata cara pemeriksaan pajak dan jenis-jenis pemeriksaan pajak.

1.2Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi saat melakukan pemeriksaan pajak.

1.3Untuk mengetahui pengaruh pemeriksaan pajak terhadap peningkatan penerimaan pajak


(12)

5

2.Manfaat PKLM 2.1 Bagi Mahasiswa

a. Mahasiswa dapat memperoleh pengalaman belajar pada suatu instansi pemerintah dalam hal ini Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.

b. Meningkatkan profesionalisme, memperluas wawasan dan memantapkan pengetahuan dan ketrampilan mahasiswa dalam menerapkan ilmu khususnya dibidang perpajakan.

c. Mengaplikasikan disiplin ilmu yang telah dipelajari kedalam permasa lahan perpajakan yang timbul selama melaksanakan PKLM.

2.2Bagi Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan

a. Meningkatkan hubungan kerjasama antara pihak Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan dengan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.

b. Meningkatkan uji nyata atas disiplin ilmu yang telah disampaikan selama perkuliahan.

c. Membuka interaksi antara dosen dan instansi pemerintah khususnya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.

d. Mempromosikan Sumber Daya Manusia (SDM) program studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara.


(13)

2.3Bagi Kantor Pelayanan Pratama Medan Kota

a. Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan pada instansi pajak, khususnya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota dalam pelaksanaan pendataan.

b. Membina hubungan baik dengan Universitas Sumatera Utara khususnya Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan.

c. Mempromosikan image Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota kepada masyarakat khususnya kepada sivitas akademika Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara.

C. Uraian Teoritis

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara perpajakan, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH, pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontrapretasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan dapat digunakan untuk membayar pengeluaran umum. (Mardiasmo,2008:1)


(14)

7

Pelaksanaan pemeriksaan pajak dilakukan oleh pemeriksa pajak yang telah ditunjuk dan dibuktikan dengan suatu tanda pengenal pemeriksa pajak. Tidak semua pemeriksa pajak dapat melakukan pemeriksaan pajak. Mereka yang melakukan pemeriksaan pajak telah dibekali dengan pendidikan berkaitan dengan tata cara perpajakan dan pendidikan terkait dengan materi undang-undang pajak yang berkaitan dengan objek yang akan diperiksa.

1. Dasar Hukum

1.1Undang-Undang No.6 Tahun 1983 tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No.16 Tahun 2009.

1.2 Peraturan Menteri Keuangan No.199/PMK.03/2007, tetang Tata Cara Pemeriksaan Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2011.

2. Fungsi Pajak

2.1 Fungsi Budgetair

Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran- pengeluarannya.

2.2 Fungsi Reguler (mengatur)

Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang social dan ekonomi.


(15)

3. TujuanPemeriksaanPajak

Tujuan pemeriksaan pajak ada dua yaitu : 3.1 Mennguji kepatuhan

pemeriksaan yang akan berujung pada penetapan pajak terutang. Hasilnya berupa: SKPKB, SKPLB, SKPN, atau STP..

3.2 Pemeriksaan yang Berujung Rekomemdasi atau Pendapat Pemeriksa.

4. Pengelompokan Pajak 4.1 Menurut golongannya

a. Pajak langsung yaitu pajak yang harus dipukul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Misalnya pajak penghasilan (PPh).

b. Pajak tidak langsung yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain, misalnya pajak pertambahan nilai (PPN).

4.2 Menurut sifatnya

a. Pajak subjektif yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjektif, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak, misalnya pajak penghasilan (PPh).


(16)

9

b. Pajak objektif yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan diri wajib pajak, misalnya pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).

5. Kriteria Pemeriksaan Pajak 5.1 kriteria rutin

Jenis-jenis kriteria rutin lebih lanjut diatur dalam surat edaran 5.2.kriteria khusus

kriteria pemeriksaan khusus sudah pasti pemeriksaan yang berdasarkan analisis risiko, baik analisis tersebut secara komputerisasi (massal) maupun analisis manual (individual). Kriteria pemeriksaan khusus lebih sering disingkat pemsus. Tetapi jika mengacu ke Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013, maka kriteria pemeriksaan rutin diatur di Pasal 4

6. Jenis Pemeriksaan Pajak 6.1 Pemeriksaan Lapangan

Pemeriksaan Lapangan adalah Pemeriksaan yang dilakukan di tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak, dan/atau tempat lain yang dianggap perlu oleh Pemeriksa Pajak


(17)

6.2 Pemeriksaan Kantor

Pemeriksaan Kantor adalah Pemeriksaan yang dilakukan di kantor DJP. Sesuai namanya, seharusnya hanya pemeriksaan kantor yang dilakukan di kantor DJP. Tetapi prakteknya, dari definisi tadi pemeriksa pajak "mengartikan" tempat lain sebagai kantor DJP. Sehingga (prakteknya) sebagian besar pemeriksaan lapangan tetap dilakukan di kantor pajak. 7. Jangka Waktu Pemeriksaan Pajak

7.1 Jangka Waktu Pengujian

Termasuk pengujian dan pembahasan. Akibatnya ada kerancuan di Pasal 5 dengan Pasal 5A ayat (4) dan Pasal 23 ayat (11) PMK tata cara pemeriksaan. Pasal 5A ayat (4) mengatur bahwa SPHP harus diselesaikan dan disampaikan terlebih dahulu dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari sejak berakhirnya perpanjangan jangka waktu Pemeriksaan Kantor atau perpanjangan jangka waktu Pemeriksaan Lapangan

7.2 Jangka Waktu Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan (closing preference) dan Laporan

jangka waktu pemeriksaan lapangan menjadi 4 bulan + 4 bulan perpanjangan + 7 hari + 1 bulan pembahasan, total 9 bulan lebih. Sedangkan di Pasal 5 mengatur bahwa jangka waktu pemeriksa paling lama 8 bulan.


(18)

11

D. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Adapun yang menjadi ruang lingkup dalam PKLM ini adalah :

1. Prosedur dan tata cara pelaksanaan pemeriksaan pajak pada Wajib Pajak Orang Pribadi, Badan, dan Bendaharawan.

2. Jenis dan ruang lingkup pemeriksaan pajak.

3. Upaya yang akan ditempuh kantor pelayanan pajak pratama Medan Kota untuk mengatasi kendala-kendala yang dihadapi dalam pemeriksaan pajak. E. METODE PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI (PKLM)

Untuk mendapatkan dan mengumpulkan data serta informasi yang sesuai maka metode yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Tahap persiapan

Yaitu kegiatan yang harus dilakukan oleh mahasiswa sebelum melakukan PKLM ke objek lokasi yang meliputi kegiatan seperti: pengajuan judul, penentuan judul, menyusun proposal, seminar proposal, penentuan dosen pembimbing, diskusi dan konsultasi dengan dosen pembimbing, dan pengajuan surat ijin ke lokasi PKLM

2. Studi Literatur Yaitu kegiatan mencari data dan informasi dengan membaca landasan teori yang meliputi: buku-buku, undang-undang, dan bahan tertulis lainnya yang ada hubungannya dengan laporan PKLM


(19)

3. Observasi Lapangan

Yaitu melakukan pengamatan langsung pada objek penelitian untuk mengetahui mekanisme pendataan wajib pajak orang pribadi di KPP Pratama Medan Kota.

4. Pengumpulan Data

Pada waktu pelaksanaan PKLM, penulis mengumpulkan data yang diperlukan untuk menyusun laporan akhir. Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan data primer dan sekunder :

a. Data primer, merupakan data yang diperoleh dari wawancara dan observsi

b. Data sekunder, merupakan data yang diperoleh dari referensi ilmiah seperti laporan, dokumen-dokumen dan jurnal-jurnal

5. Analisa Data dan Evaluasi

Analisa data yang digunakan adalah analisa kualitatif, yaitu menjelaskan dengan kata-kata secara sistematis sehingga permasalahan dalam penelitian ini terungkap secara objektif.

F. METODE PENGUMPULAN DATA PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI (PKLM)

Hal ini berkaitan dengan pengumpulan data dan informasi serta keterangan dalam pelaksanaan PKLM, terdapat beberapa cara untuk pengumpulan data, yaitu:


(20)

13

1. Wawancara (Interview)

Dengan cara melakukan komunikasi dan tanya jawab langsung terhadap pihak KPP Pratama Medan Kota yang dianggap mampu memberikan masukan data dan informasi bagi penyusunan laporan ini. 2. Metode Pengamatan (Observation)

Dalam metode ini penulis langsung ke lapangan untuk melakukan peninjauan dengan pengamatan dan pencatatan yang berkaitan dengan PKLM

3. Daftar Dokumentasi (Documentation)

Dengan cara mengumpulkan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan mekanisme pendataan subjek pajak orang pribadi di KPP Pratama Medan Kota, dan data-data lain yang berhubungan dengan objek pembahasan.

G. SISTEMATIKA PENULISAN LAPORAN PKLM

Adapun yang menjadi sistematika dalam penyusunan laporan PKLM, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang, tujuan dan manfaat, uraian teoritis, ruang lingkup, metode pengumpulan data dan sistematika penulisan laporan PKLM


(21)

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK DAN LOKASI PKLM

Pada bab ini diuraikan mengenai sejarah singkat berdirinya KPP Pratama Medan Kota, uraian tugas pokok dan fungsi, struktur organisasi dan keadaan pegawai KPP Pratama Medan Kota.

BAB III GAMBARAN DATA PKLM

Pada bab ini penulis menguraikan pengertian-pengertian secara teoritis dan teori-teori yang berkaitan dengan pemeriksaan pajak

BAB IV ANALISIS DATA DAN EVALUASI

Pada bab ini penulis membahas mengenai Penyebab-penyebab Dilakukannya Tindakan Pemeriksaan Pajak, Prosedur dan Tata Cara Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak, Kendala-Kendala yang Dihadapi Fiskus dalam Pelaksanaan Pemeriksaan, Peningkatan Penerimaan Pajak Melalui Pelaksanaan Pemeriksaan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini berisi kesimpulan dan saran-saran penulis sehubungan dengan uraian-uraian pada bab-bab sebelumnya. Disamping untuk dikemukakan juga saran yang kiranya dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk memperbaiki kelemahan yang ada di bidang perpajakan

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(22)

15 BAB II

GAMBARAN UMUM KPP PRATAMA

A. Visi dan Misi Direktorat Jenderal Pajak

Pajak merupakan kontribusi wajib kepada Negara yang terhutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Direktorat Jenderal Pajak merupakan sarana yang memberi pelayanan kepada masyarakat di bidang Perpajakan.

Visi Direktorat Jenderal Pajak

Visi Direktorat Jendral Pajak adalah “Menjadi Institusi Pemerintah yang menyelenggarakan sistem administrasi perpajakan modern yang efektif, efesien, dan dipercaya masyarakat dengan integritas dan profesionalisme yang tinggi”

Visi tersebut menjelaskan bahwa DJP ingin menjadi institusi pemerintah yang menjalankan sistem administrasi perpajakan modern, efektif, efesien, dan dipercaya masyarakat, efektif dan efesien artinya bahwa DJP melakukan pengukuran dan pertanggungjawaban terhadap sistem modern yang dijalankan tersebut, dipercaya masyarakat artinya DJP memastikan masyarakat yakin bahwa


(23)

sistem administrasi perpajakan memberikan manfaat yang sebesarnya kepada masyarakat, bangsa dan negara.

Misi Direktorat Jenderal Pajak

Misi Direktorat Jenderal Pajak adalah “ Menghimpun penerimaan pajak negara berdasarkan Undang-Undang Perpajakan yang mampu mewujudkan kemandirian pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara melalui sistem administrasi perpajakan yang efektif dan efesien”

Misi tersebut menjelaskan bahwa keberadaan DJP adalah untuk menghimpun pajak dari masyarakat guna menunjang pembiayaan pemerintah. Peran DJP tersebut dijalankan melalui sistem administrasi perpajakan yang efektif dan efesien.Sistem administrasi tersebut dapat diukur dan dipertanggungjawabkan dalam rangka melayani masyarakat secara optimal untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya.

Nilai Direktorat Jenderal Pajak Integritas

“Menjalankan tugas dan pekerjaan dengan selalu memegang teguh kode etik dan prinsip-prinsip moral, yang diterjemahkan dengan bertindak jujur, konsisten, dan menepati janji.”


(24)

17

Professionalisme

“Memiliki kompetensi di bidang profesi dan menjalankan tugas dan pekerjaan sesuai dengan kompetensi, kewenangan, serta norma-norma profesi, etika dan sesuai dengan kompetensi, kewenangan, serta norma-norma profesi, etika dan sosial.”

Sinergi

“Membangun dan memastikan hubungan kerjasama internal yang produktif serta kemitraan yang harmonis dengan para pemangku kepentingan untuk menghasilkan karya yang bermanfaat dan berkualitas. Dari pengertian ini terlihat dua dimensi sinergi yang selayaknya terjalin, yaitu dimensi internal dan dimensi ekternal.”

Pelayanan

“Memberikan layanan yang memenuhi kepuasan pemangku kepentingan yang dilakukan dengan sepenuh hati, transparan, cepat, akurat, dan aman.”

Kesempurnaan

“Senantiasa melakukan upaya perbaikan di segala bidang untuk menjadi dan memberikan yang terbaik.”


(25)

B. Sejarah Umum Berdirinya KPP Medan Kota

Sejarah umum dari Kantor Pelayanan Pajak dimulai pada masa penjajahan Belanda, Kantor Pelayanan Pajak bernama Belasting, yang kemudian setelah kemerdekaan berubah menjadi Kantor Inspeksi Keuangan. Kemudian berubah lagi menjadi Kantor Inspeksi Pajak dengan induk organisasinya Direktorat Jendral Pajak Keuangan Republik Indonesia. Di Sumatera Utara pada Tahun 1976 berdiri tiga Kantor Inspeksi Pajak, Yaitu:

a. Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan b. Kantor Inspeksi Pajak Medan Utara c. Kantor Inspeksi Pajak Pematang Siantar

Di tahun 1978 Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan dipecah menjadi dua yaitu Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan dan Kantor Inspeksi Pajak Kisaran. Untuk memudahkan pelayanan pembayaran pajak dari masyarakat, dan dengan pertumbuhan ekonomi yang semakin cepat, maka didirikanlah kantor Inspeksi Pajak Medan Timur (sekarang Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur dan Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota). dan untuk semakin memantapkan pelayanannya kepada masyarakat dalam pelayanan pembayaran pajak, maka berdasarkan pada Keputusan Menteri Keuangan Replubik Indonesia Nomor : 267/KMK.01/198, diadakanlah perubahan secara menyeluruh pada Direktorat Jendral Pajak yang mencakup reorganisasi Kantor Inspeksi Pajak yang diganti nama menjadi Kantor


(26)

19

Pelayan pajak, yang sekaligus dibentuknya Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan.

Berdasarkan pada keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: Kep.758/KMK.01/1993 tertanggal 3 Agustus 1993,maka pada tanggal 1 April 1994 didirikanlah Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur.

Kantor Pelayanan Pajak medan Timur merupakan pecahan dari tiga Kantor Pelayanan pajak, yaitu:

1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Selatan 2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat 3. Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara

Dan terhitung mulai tanggal 1 April 1994, Kantor Pelayanan Pajak berubah menjadi 4 wilayah kerja, yaitu:

1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur 2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat 3. Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara 4. Kantor Pelayanan Pajak Medan Binjai.

Berdasarkan Keputusan menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 443/KMK.01/2001 tentang “ Organisasi dan tata kerja Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak” dimana Kantor Pelayanan Pajak di Kota madya Medan Menjadi enam wilayah kerja, yaitu:


(27)

a. Kecamatan Medan Timur b. Kecamatan Medan Tembung c. Kecamatan Medan Perjuangan

2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat, dengan ruang Lingkup meliputi wilayah: a. Kecamatan Medan Barat

b. Kecamatan Medan Sunggal c. Kecamatan Medan Petisah d. Kecamatan Medan Helvetia

3. Kantor Pelayanan Pajak Medan kota, dengan ruang lingkup meliputi wilayah: a. Kecamatan Medan Kota

b. Kecamatan Medan Denai c. Kecamatan Medan Johor d. Kecamatan Medan Amplas e. Kecamatan Medan Area

4. Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia,dengan ruang lingkup meliputi wilayah:

a. Kecamatan Medan Polonia b. Kecamatan Medan Maimun c. Kecamatan Medan Baru d. Kecamatan Medan Tuntungan e. Kecamatan Medan Selayang


(28)

21

5. Kantor Pelayanan Pajak Medan Belawan, dengan ruang lingkup meliputi wilayah:

a. Kecamatan Medan Belawan b. Kecamatan Medan Marelan c. Kecamatan Medan Labuhan d. Kecamatan Medan Deli

6. Kantor Pelayanan Pajak Medan Binjai

Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota adalah sebagai institusi pemerintah yang mempunyai tugas pokok dalam menyelenggarakan urusan perpajakan. Karena Pajak merupakan kontribusi wajib kepada Negara yang berhutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya untuk laporan rakyat. Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota berada di Gedung Keuangan Negara 1 lantai IV dan beralamat di jalan Diponegoro Nomor. 30A Medan . Adapun sejarah singkat dari Kantor Pelayanan Medan Kota adalah sebagai berikut :

1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota merupakan pecahan dari kantor Pelayanan Pajak Medan Timur yang berdasarkan kepada :

a. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 443/KMK/.01/2001 Tanggal 23 Juli 2001


(29)

b. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 58/kmk.01/2002 tanggal 26 Februari 2002

c. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 58/KMK/.01/2002 tanggal 26 Februari 2002

2. Yang mengepalai Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota saat ini adalah Bapak Yan Santoso Purba

Berdasarkan penjelasan sejarah Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Medan Kota berganti nama menjadi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota pada tanggal 27 Mei 2008 Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 131/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan yang telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 54/PMK.01/2007 dan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 132/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jendral Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 67/PMK.01/2008.


(30)

23

C. Struktur Organisasi dan Deskripsi Tugas KPP Pratama Medan Kota 1. Struktur Organisasi KPP Pratama Medan Kota

Struktur organisasi adalah suatu rangkaian yang mewujudkan pola tetap dari hubungan hubungan diantara bidang kerja, namun orang mewujudkan kedudukan, wewenang dan tanggung jawab dalam sistem kerjasama.

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota dikepalai oleh seorang Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang terdiri atas Sub Bagian Umum dan beberapa seksi yang dipimpin oleh masing-masing seorang kepala seksi.

Struktur Organisasi yang digunakan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota adalah struktur organisasi lini dan staf, yang dipimpin oleh seseorang Kepala kantor wilayah Direktorat Jendral Pajak Sumatera Utara , dimana seluruh pegawai adalah Pegawai Negeri Sipil dibawah naungan Departemen Keuangan Negara Replubik Indonesia.

Kantor Pelayanan Pajak (KPP)Pratama Medan Kota membawahi 1(satu) bagian dan 6 (enam) seksi, ditambah kelompok jabatan fungsional. Adapun bidang-bidang yang ada di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota antara lain adalah sebagai berikut:

a. Kepala Kantor b. Sub Bagian Umum


(31)

c. Seksi Ekstensifikasi

d. Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI) e. Seksi Pelayanan

f. Seksi Pengawasan dan Konsultasi (WASKON I, II, III,IV ) g. Seksi Pemeriksaan

h. Seksi Penagihan

i. Kelompok Jabatan Fungsional

D. Uraian Tugas dan Fungsi a. Kepala Kantor

Mengingat KPP Pratama merupakan penggabungan dari KPP, KPPBB, dan Karikpa maka kepala Kantor KPP Pratama mempunyai Tugas Mengkoordinasi Pelaksanaan penyuluhan, pelayanan dan pengawasan Wajib Pajak di bidang Pajak Penghasilan, pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya dan Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah Bangunan dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang undangan yang berlaku.

b. Sub Bagian Umum

Membantu dan menunjang kelancaran tugas kantor dalam mengkoordinasikan tugas dan fungsi pelayanan kesekretarian terutama dalam hal


(32)

25

pengaturan kegiatan tata usaha dan kepegawaian, keuangan, rumah tangga serta perlengkapan.

c. Seksi Ekstensifikasi

Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pelaksanaan dan penatausahaan pengamatan potensi perpajakan, pendapatan objek dan subjek pajak, penilaian objek pajak, dan kegiatan ekstensifikasi perpajakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

d. Seksi Pengolahan Data dan Informasi

Membantu tugas Kepala Kantor dalam mengkoordinasikan pengumpulan, pengolahan data, penyajian informasi perpajakan, perekaman dokumen perpajakan, urusan tata usaha angka penerimaan pajak, pengalokasia dan penatausahaan bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan hak atas Tanah dan Bangunan, pelayanan dukungan teknis computer, pemantauan aplikasi e-SPT dan e-Filling dan penyiapan laporan kinerja.

e. Seksi Pelayanan

Membantu tugas Kepala Kantor dalam mengkoordinasikan penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan, pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan surat pemberitahuan dan surat lainnya, penyuluhan perpajakan, pelaksanaan registrasi WP, serta kerja sama perpajakan sesuai ketentuan yang berlaku.


(33)

f. Seksi Pengawasan dan Konsultan (WASKON I, II, III, IV)

Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pengawasan kepatuhan Wajib pajak (PPh, PPN, PBB, BPHTB dan Pajak lainnya), bimbingan atau himbauan kepada Wajib Pajak dan konsultasi teknis perpajakan, penyusunan profil Wajb Pajak, analis kinerja Wajib Pajak dalam rangka melakukan intensifikasi, dan melakukan evaluasi hasil banding berdasarkan ketentuan yang berlaku. Dalam satu KPP Pratama terdapat 4 (empat) Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi yang pembagian tugasnya didasarkan pada cakupan wilayah(territorial tertentu).

g. Seksi Pemeriksaan

Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pelaksanaan penyusunan perencanaan pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan, penerbitan dan penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak serta administrasi pemeriksaan perpajakan lainnya.

h. Seksi Penagihan

Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pelaksanaan dan penatausahaan penagihan aktif, piutang pajak, penundaan dan angsuran tunggakan pajak, dan usulan penghapusan pajak serta penyimpanan dokumen-dokumen penagihan.


(34)

27

i. Kelompok Jabatan Fungsional

Pejabat Fungsional terdiri dari Pejabat Fungsional Pemeriksaan dan Pejabat Fungsional Penilai yang bertanggung jawab secara langsung kepada Kepala KPP Pratama. Dalam melaksanakan pekerjaannya, Pejabat Fungsional Pemeriksaan

berkoordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan simplifikasi dengan Seksi

Ekstensifikasi. Selain itu, teknologi, informatika, dan sistem informasi dimanfaatkan secara optimal


(35)

BAB lll

GAMBARAN DATA PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI

A. Pengertian Pajak

Sebagai perbandingan, berikut ini disajikan defenisi dari beberapa sarjana (suandy,2005:8). Menurut prof.Dr.Rochmat Soemitro S.H dalam bukunya dasar-dasar hukum pajak dan pajak pendapatan adalah sebagai berikut: ”pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak dapat jasa imbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.”

Menurut Mr. Dr. N. .J. Feldmann dalam bukunya De overheidsmiddelen van Indonesia, Leiden, 1949: “Belastingen zijn aan de Overhed (volgens algemene, door haar vastgestelde normen) verschuldigde afdwingbareprestties, waar geen tegenprestatie tegenover staat en uitsluitend dienen tot dekking van publieke uitgavenyang artinya adalah sebagi berikut:”Pajak adalah prestasi yang dipaksahkan sepihak dan terutang kepada pengusaha (menurut norma-norma yang di tetapkannya secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran– pengeluaran umum.”

Sedangkan defenisi pajak yang dikemukakan oleh S.I. Djajadiningrat yaitu suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas Negara yang


(36)

29

disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberi kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksahkan, tetapi tidak dapat ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan secara umum

(Resmi, 2008: 1).

Dari beberapa defenisi tersebut dapat di tarik kesimpulan bahwa :

1. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaanya.

2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.

3. Pajak dipunggut oleh Negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

4. Pajak diperuntuhkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai investasi publik.

B.Dasar Hukum Pemeriksaan Pajak

1. Undang-Undang nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lemabaga Negara Republik Indonesia tahun 1983 nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang


(37)

Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999).

2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2011 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak. 3. Peraturan Direktur Jendral Pajak NomorPER-19/PJ/2008 tentang Petunjuk

Pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan.

4. Peraturan Direktur Jendral Pajak Nomor PER-20/PJ/2008 tentang Petunjuk Pemeriksaan Kantor.

5. Peraturan Direktur Jendral pajak Nomor PER-9/PJ/2010 tentang Standar Pemriksaan Untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.

Dengan adanya peraturan dan Undang-Undang yang menjadi landasan hukum pemeriksaan pajak di Indonesia ini, maka pajak yang dipungut oleh pemerintah sudah mempunyai suatu pondasi yang kuat dan tegas sehingga tidak perlu rugi adanya keraguan-raguan ataupun alasan bagi Wajib Pajak.

C. Pengertian Pemeriksaan Pajak

Pemeriksaan adalah serangakaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objek dan profesional


(38)

31

berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam langkah melaksanakan ketentuan peraturan perundag-undangan perpajakan (Undang–Undang Nomor 6 Tahun 1983 tetang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pasal 1 angka 25 ).

Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007 tentang tata cara pemeriksaan pajak,sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2011 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak Pasal 1, yang di maksud dengan :

1. Pemerintah pajak adalah pegawai negeri sipil di lingkungan Direktorat Jendral pajak atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jendral Pajak, yang diberi wewenang dan tanggung jawab untuk meleksakan pemeriksaan.

2. Tanda pengenal pemeriksaan pajak adalah tanda pengenal yang di terbitkan oleh Direktur Jendral pajak yang merupakan bukti bahwa orang yang namanya tercantum pada kartu tanda pengenal tersebut sebagai pemeriksaan pajak.


(39)

3. Surat perintah pemeriksaan adalah surat perintah untuk melakukan pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpakaian dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

4. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi untuk periode tahun pajak. 5. Data yang dikelola secara elektronik adalah data yang bentuknya

elektronik, yang dihasilkan oleh computer dan/atau pengolahdata elektronik lainnya dan disimpan dalam disket, compact disk, tape backup, hard disk, atau penyimpan elektoronik lainnya.

6. Penyegelan adalah tindakan menempel kan kertas segal dalam rangka pemeriksaan pada tempat atau ruangan tertentu serta barang bergerak dan/atau tidak bergerak yang digunakan atau patut diduga digunakan sebagai tempat atau alat untuk menyimpan buku, catatan, dokumen termasuk data yang dikelola secara elektronik dan benda-benda lain, yang dapat memberi petunjuk tentang kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, atau sumber penghasilan wajib pajak yang diperiksa.


(40)

33

7. Pembahasan akhir hasil pemeriksaan (closing conference) yang untuk selanjutnya disebut pembahasan akhir hasil pemeriksaan adalah pembahasan antara wajib pajak dan pemeriksa pajak atas temuan pemeriksaan yang hasilnya dituangkan dalam berita acara pembahasan akhir hasil pemeriksaan yang ditandatangani oleh kedua belah pihak dan berisi koreksi baik yang disetujuhi maupun tidak disetujui.

8. Surat pemeriksaan hasil pemeriksaan adalah surat yang berisi tentang hasil pemeriksaan yang meliputi pos-pos yang dikoreksi, nilai koreksi, dasar koreksi, perhitungan sementara jumlah pokok pajak, dan pemberian hak kepada Wajib pajak untuk hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan.

9. Tim Quality assurance pemeriksaan adalah tim yang dibentuk oleh Direktur Jendral pajak dalam rangka membahas hasil pemeriksaan yang belum disepakati antara pemeriksa pajak dan wajib pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan guna menghasilkan pemeriksaan yang berkualitas.

10. Kertas kerja pemeriksaan adalah catatan secara rinci dan jenis yang dibuat oleh pemeriksa pajak mengenai prosedur pemeriksaan yang ditempuh, data, keterangan, dan/atau bukti yang dikumpulkan, pengujian yang dilakukan dan simpulan yang diambil sehubungan dengan pelaksanaan pemeriksaan.


(41)

11. Penghasilan kena pajak yang tidak dapat dihitung adalah periksa pajak tidak dapat melakukan pengujian dalam rangka penghitungan besarnya penghasilan kena pajak dengan prosedur sesuai standar pelaksanaan pemeriksaan.

12. Laporan hasil pemeriksaan adalah laporan yang berisi tentang pelaksanaan dan hasil pemeriksaan yang sesuai oleh pemeriksa pajak secara ringkas dan jelas serta sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan pemeriksaan.

13. Pemeriksaan ulang adalah pemeriksaan yang dilakukan terhadap wajib pajak yang telah diterbitkan surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan sebelumnya untuk jenis pajak dan masa/tahun pajak.

14. Kuesioner pemeriksaan adalah formulir yang berisikan sejumlah pertanyaan dan nilai oleh wajib pajak yang terkait dengan pelaksanaan pemeriksaan.

15. Pemeriksaan bukti permulaan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapati di bidang perpajakan.

D. Tujuan dan Jenis Pemeriksaan

Tujuan pemeriksaan yang diatur dalam surat edaran Direktur Jendral pajak nomor SE- 10/PJ.04/2008 hanyah meliputi tujuan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan.pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban wajib pajak dilakukan dengan menguji


(42)

35

kebenaran surat pemberitahuan, pembukuan atau pencatatan, dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dilakukan dengan menguji kebenaran Surat Pemberitahuan, pembukuan atau pencatatan, dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan lainnya dibandingkan dengan kegiatan usaha, pekerjaan bebas, dan/atau keadaan, yang sebenarnya dari Wajib Pajak. Pelaksanaan dan hasil pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dituangkan dalam bentuk Laporan Hasil Pemeriksaan yang diikuti dengan penerbitan surat ketetapan pajak dan surat Tagihan pajak.

Sedangkan pemeriksaan untuk tujuan lain diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-116/PJ/2009 merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk melaksanakan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan dan bukan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak serta tidak dimaksudkan untuk menerbitkan surat ketetapan pajak atau Surat Tagihan Pajak.

Jenis Pemeriksaan dipengaruhi oleh bobot risiko ketidakpatuhan dari Wajib Pajak yang diperiksa serta ruang lingkup pemeriksaan. Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dapat dilaksankan melalui 2 jenis pemeriksaan, yaitu:

1. Pemeriksaan Lapangan yaitu pemeriksaan yang dilakukan di tempat kedudukan, tempat usaha atau pekerjaan bebas, tempat tinggal Wajib Pajak atau tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak.


(43)

2. Pemeriksaan Kantor yaitu pemeriksaan yang dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak.

Kriteria Pemeriksaan merupakan alasan atau dasar dilakukannya pemeriksaan terhadap Wajib Pajak. Terdapat 2 kriteria pemeriksaan yang mendasari dilakukannya pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak, yaitu:

1. Pemeriksaan Rutin merupakan pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak sehubungan dengan pemenuhan hak dan/atau pelaksanaan kewajiban perpajakannnya atau karena diwajibkan oleh Undang-Undang KUP. Pemeriksaan rutin yang pelaksanaanya di prioritaskan merupakan pemeriksaan yang dilakukan terhadap permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaiman dimaksud dalam pasal 17B Undang-Undang KUP.

2. Pemeriksaan berdasarkan resiko (risk based audit) yang selanjutnya disebut dengan pemeriksaan khusus merupakan pemeriksaan yang dilakukan berdasarkan hasil analisis resiko terhadap ketidak patuhan Wajib Pajak. Analisis risiko terhadap ketidakpatuhan Wajib Pajak dapat dilakukan secara komputerisasi atau secara manual. Pemeriksaan khusus dibagi menjadi 2 kriteria, yaitu:

a. Pemeriksaan Khusus dengan analisis risiko bersifat bottom up (dari bawah keatas) yaitu pemeriksaan khusus berdasarkan hasil analisis


(44)

37

risiko terhadap profil Wajib Pajak yang dilakukan secara manual oleh Kantor Pelayanan Pajak dan disampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah DJP atasannya untuuk mendapatkan persetujuan. b. Pemeriksaan Khusus dengan analisis risiko bersifat top down (dari

atas ke bawah) yaitu Pemeriksaan Khusus yang dilakukan berdasarkan:

1. Hasil analisis dan pengembangan atas informasi, data, laporan dan pengaduan yang dilakukan oleh Kepala Kanwil DJP atau Direktur Intelijen dan Penyidikan.

2. Hasil analisis risiko secara komputerisasi (selama ini disebut Kriteria Seleksi) yang berupa skor risiko ketidak patuhan dengan memperhatikan variabel-variabel tertentu serta adanya data dan informasi.

3. Pertimbangan Direktur Jenderal Pajak. E. Jangka Waktu Pemeriksaan

Berdasarkan peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2011 jangka waktu pemeriksaan pajak adalah sebagai berikut :

1. Pemeriksaan Kantor untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan, dan dapat diperpanjang menjadi 6 (enam) bulan yang dihitung sejak tanggal Wajib Pajak atau wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah


(45)

dewasa dari Wajib Pajak, dating memenuhi surat pemanggilan dalam rangka Pemeriksaan Kantor sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan.

2. Pemeriksaan Lapangan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) bulan, dan dapat diperpanjang menjadi 8 (delapan) bulan yang dihitung sejak tanggal surat pemberitahuan pemeriksaan disampaikan kepada Wajib Pajak atau wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak, sampai dengan tanggal laporan hasil pemeriksaan. F. Standar Pemeriksaan

Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan harus dilaksankan sesuai dengan standar pemeriksaan. Standar pemerikaan meliputi standar umum, standar pelaksanaan pemeriksaan, dan standar pelaporan hasil pemeriksaaan yang masing-masing telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2011 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak, sebagai berikut:

1. Standar Umum Pemeriksaan

Standar Umum Pemeriksaan merupakan standar yang bersifat pribadi dan berkaitan dengan persyaratan pemeriksa pajak dan mutu pekerjaaanya. Pemeriksaan dilaksanakan oleh Pemeriksa Pajak yang :


(46)

39

a. Telah mendapat pendidikan dan pelatihan teknis yang cukup serta memiliki keterampilan sebagai Pemeriksa Pajak, dan menggunakan ke terampilannya secara cermat dan seksama.

b. Jujur dan bersih dari tindakan-tindakan tercela serta senantiasa mengutamakan kepentingan Negara.

c. Taat terhadap berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk taat terhadap batasan waktu yang ditetapkan.

Dalam hal diperlukan, pemeriksaan dapat dilaksankan oleh tenaga ahli dari luar Direktorat Jenderal Pajak yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak.

2. Standar Pelaksanaan Pemeriksa

Pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus dilakukan sesuai standar pelaksanaan pemeriksaan, yaitu: a. Pelaksanaan Pemeriksaan harus didahului dengan persiapan yang

baik, sesuai dengan tujuan pemeriksaan, dan mendapat pengawasan yang seksama.

b. Luas Pemeriksaan (audit scope) ditentukan berdasarkan petunjuk yang diperoleh yang harus dikembangkan melalui pencocokan data, pengamatan, permintaan keterangan, konfirmasi, teknik sampling, dan pengujian lainnya berkenan dengan pemeriksaan.


(47)

c. Tujuan Pemeriksaan harus didasarkan pada bukti kompeten yang cukup dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

d. Pemeriksaan dilakukan oleh suatu tim Pemeriksa Pajak yang terdiri dari seorang supervisor, seseorang ketua tim seseorang atau lebih anggota tim.

e. Tim Pemeriksa Pajak dapat dibantu oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian tertentu yang bukan merupakan Pemeriksa Pajak baik yang berasal dari Direktorat Jenderal Pajak maupun yang berasal dari instansi diluar Direktorat Jenderal Pajak yang telah ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai tenaga ahli seperti peterjemah bahasa, ahli dibidang teknologi Informasi, dan pengacara.

f. Apabila dierlukan, pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapt dilakukan secara bersama-sama dengan tim pemeriksa dari instansi lain.

g. Pemeriksaan dapat dilaksanakan dikantor Direktorat Jenderal Pajak, tempat kegiatan usaha atau perpajakan bebas wajib pajak, tempat tinggal wajib pajak, atau ditempat lain yang dianggap perlu oleh pemeriksa pajak.

h. Pemeriksaan dilaksanakan pada jam kerja dan apabila diperlukan dapat dilanjutkan diluar jam kerja.


(48)

41

i. Pelaksanaan Pemeriksaan didokumentasikan dalam bentuk Kertas Kerja Pemeriksaan.

j. Laporan hasil periksaan digunakan sebagai dasar penerbitan surat ketetapan pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak.

3. Standar Pelaporan Hasil Pemeriksaan

Kegiatan pemeriksaan utuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus di laporkan dalam bentuk laporan hasil pemeriksaan yang disusun sesuai standar pelaporan hasil pemeriksaan yaitu :

a. Laporan Hasil Pemeriksaan disusun secara ringkas dan jelas, membuat ruang lingkup atau pos-pos yang diperiksa sesuai dengan tujuan pemeriksaan, membuat simpulan pemeriksa pajak yang didukung temuan yang kuat tentang ada atau tidak adanya penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan, dan membuat pula pengungkapan informasi lain yang terkait dengan pemeriksaan. b. Laporan Hasil Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan

kewajiban perpajakan antara lain mengenai : 1. Penugasan Pemeriksaan.

2. Identitas Wajib Pajak.


(49)

4. Pemenuhan Kewajiban Perpajakan. 5. Data/Informasi yang tersedia. 6. Buku dan Dokumen yang dipinjam. 7. Materi yang diperiksa.

8. Uraian hasil Pemeriksaan. 9. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan. 10.Penghitungan Pajak Terutang.

11.Simpulan dan usul Pemeriksaan Pajak. G. Kewajiban dan Kewenangan Pemeriksa Pajak

Dalam hal pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilaksanakan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan dan Pemeriksaan Kantor (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/MK,03/2011, Pasal 11), Pemeriksa Pajak wajib :

1. Menyampaikan surat pemberitahuan pemeriksaan tentang akan dilakukan Pemeriksaan kepada Wajib Pajak.

2. Memperlihatkan tanda pengenal Pemeriksa Pajak dan Surat Perintah pemeriksaan kepada Wajib Pajak pada waktu melakukan pemeriksaan.

3. Melakukan pertemuan dengan Wajib Pajak dalam rangka memberikan penjelasan mengenai :


(50)

43

b. Hak dan kewajiban Wajib Pajak selama dan setelah pelaksanaan pemeriksaan.

c. Hak Wajib Pajak mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan dengan tim Quality Asurance pemeriksaan dalam hal terdapat hasil pemeriksaan yang belum disepakati antara pemeriksa pajak dengan Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan.

4. Menuangkan hasil pertemuan dengan wajib Pajak dalam bentuk berita acara hasil pertemuan.

5. Menyampaikan kuesioner pemeriksaan kepada wajib pajak.

6. Memperlihatkan surat tugas kepada wajib pajak apabila susunan tim pemeriksaan pajak mengalami perubahan.

7. Menyampaikan surat pemberitahuan hasil pemeriksaan kepada wajib Pajak, sedangkan untuk pemeriksaan kantor pemeriksa wajib memberitahukan secara tertulis hasil pemeriksaan kepada Wajib Pajak.

8. Memberikan hak hadir dalam Wajib Pajak dalam rangka pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam batas waktu yang telah ditentukan. 9. Memberi petunjuk kepada Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban


(51)

selanjutnya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

10.Mengembalikan buku atau catatan, dokumen-dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lainnya yang dipinjam dari Wajib Pajak paling lama 7 (tujuh) hari sejak tanggal laporan pemeriksaan.

11.Merahasiakan kepada pihak lain yang tidak berhak atas segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka pemeriksaan.

Dalam hal pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilaksanakan dengan jenis pemeriksaan lapangan dan pemeriksaan kantor (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2011,Pasal 12), Pemeriksa Pajak Berwenang :

1. Melihat dan/atau meminjam buku catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang berutang pajak.

2. Mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik. 3. Memasuki dan memeriksa tempat atau ruang, barang bergerak

dan/atau tidak bergerak yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar


(52)

45

pembukuan atau pencatatan, dokumen lain, uang dan/atau barang yang dapat memberi petunjuk tentang penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak, sedangkan pada pemeriksaan kantor pemeriksa berwenang memanggil Wajib Pajak untuk dating ke Kantor Direktorat Jenderal Pajak dengan menggunakan surat panggilan.

4. Meminta kepada wajib Pajak untuk memberi bantuan giuna kelancaran Pemeriksaan, antara lain berupa:

a. Menyediakan tenaga dan/atau peralatan atas biaya wajib Pajak apabila dalam mengakses data yang dikelola secara elektronik memerlukan peralatan dan/atau keahlian khusus.

b. Memberi kesempatan kepada pemeriksa pajak untuk membuka barang bergrak dan/atau tidak bergerak.

c. Menyediakan ruangan khusus tempat dilakukannya Pemeriksaan Lapangan dalam hal jumlah buku, catatan, dan dokumen sangat banyak sehingga sulit untuk dibawa kekantor Direktorat Jenderal Pajak.

5. Melakukan penyegelan tempat atau ruang tertentu serta barang bergerak dan/atau tidak bergerak, sedangkan dalam Pemeriksaan Kantor pemeriksa berwenang meminjam kertas kerja pemeriksaan yang dibuat oleh Akuntan Publik melalui Wajib Pajak.


(53)

6. Meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari Wajib Pajak.

7. Meminta keterangan dan/atau bukti yang diperlukan dari pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak yang diperiksa melaui unit Pelaksanaan Pemeriksaan.

H. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak

Dalam pelaksanaan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan dan Pemeriksaan Kantor (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2011,Pasal 13), Wajib Pajak berhak :

1. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan Surat Perintah Pemeriksaan.

2. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan surat pemberitahuan pemeriksaan sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan. 3. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan penjelasan tentang

alasan dan tujuan Pemeriksaan.

4. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan surat tugas apabila susunan tim Pemeriksa Pajak mengalami perubahan.

5. Menerima Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan.

6. Menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dalam jangka waktu yang telah ditentukan.


(54)

47

7. Mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan, sehubungan dengan masih terdapat hasil Pemeriksaan yang belum disepakati antara Pemeriksa Pajak dengan Wajib Pajak dalam pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.

8. Memberikan pendapat atau penilaian atas pelaksanaan Pemeriksaan oleh Pemeriksa Pajak melalui pengisian Kuesioner Pemeriksaan.

Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan dan Pemeriksaan Kantor (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2011,Pasal 14), Wajib Pajak wajib:

1. Memperlihatkan dan/atau meminjam buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek terutang pajak.

2. Memberikan kesempatan untuk mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik.

3. Memberikan kesempatan untuk memasuki dan memeriksa tempat atau ruang, barang bergerak dan/atau tidak bergerak yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dokumen lain, uang, dan/atau barang yang dapat memberi petunjuk tentang


(55)

penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak serta meminjamkannya kepada Pemeriksa Pajak.

4. Memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan, antara lain berupa :

a. Menyediakan tenaga dan/atau peralatan atas biaya Wajib Pajak apabila dalam mengakses data yang dikelola secara elektronik memerlukan peralatan dan/atau keahlian khusus.

b. Memberi kesempatan kepada Pemeriksa Pajak untuk membuka barang bergerak dan/atau tidak bergerak.

c. Menyediakan ruangan khusus tempat dilakukannya pemeriksaan lapangan dalam hal jumlah buku,catatan,dan dokumen sangat banyak sehingga sulit untuk dibawa ke kantor Direktorat Jenderal Pajak.

5. Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas Surat Pemberitahuan hasil Pemeriksaan.

6. Memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis yang diperlukan.

7. Memenuhi panggilan untuk datang menghadiri Pemeriksaan sesuai dengan waktu yang ditentukan.


(56)

49

8. Meminjamkan kertas kerja pemeriksaan yang dibuat oleh Akuntan Publik.

I. Produk dari Hasil Pemeriksaan

Sebagaimana telah diuraikan bahwa produk pemeriksaan pajak banyak tergantung daritemuan sampai dimana kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilaksanakan oleh Wajib Pajak. Hal ini disebabkan karena system perpajakan menganut sistem self asessement maka wajib Pajak dipercaya untuk melakukan perhitungan sendiri besarnya pajak terutang (kewajiban perpajakan material), membayar atau menyetorkan sendiri dan melaporkan sebagai pertanggung jawaban (kewajiban pajak formal) dari tindakan menghitung dan menyetor sendiri sebagai bentuk kepercayaan yang diberikan oleh Undang-Undang sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 ayat (1) Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan sebagai berikut: “Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya Surat Ketetapan Pajak.”

Produk dari hasil pemeriksaan tersebut menyebabkan timbulnya produk hukum yang menerbitkan:

1. Surat Ketetapan pajak Kurang Bayar dan Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan.

2. Surat Ketetapan Pajak Nihil.


(57)

J. Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan

Berdasarkan pasal 31 Ketentuan Umum dan tata cara Perpajakan, pemeriksa pajak wajib menyampaikan Surat pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) kepada wajib pajak, dan hak wajib pajak untuk hadir dalam pembahasan akhir hasil pembahasan (closing conference) dalam batas waktu yang ditentukan. Dalam hal wajib pajak tidak hadir dalam batas waktu yang ditentukan, hasil pemeriksaan ditindak lanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Berdasarkan pasal 36 ayat 1 huruf d Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009, Direktorat Jenderal Pajak karena jabatan atau pemohonan wajib pajak dapat membatalkan Hasil Pemeriksaan Pajak atau Surat Ketetapan Pajak dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa penyampaian SPHP atau pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan wajib pajak.

Tata cara pemberitahuan hasil pemeriksaan dan pembahasan akhir hasil pemeriksaan terdapat dalam pasal 22,pasal 23, pasal 24 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2011 antara lain :

1. Hasil pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus diberitahukan kepada Wajib Pajak melalui penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan beserta lampirannya dan kepada


(58)

51

Wajib Pajak diberikan hak untuk hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.

2. Surat Pemberitahuan Hasil pemeriksaan beserta lampirannya disampaikan oleh Pemeriksa Pajak secara langsung atau melalui kurir, faksmil, pos, atau jasa pengiriman lainnya.

3. Wajib Pajak wajib memberikan tanggapan tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan diterima oleh Wajib Pajak.

4. Wajib Pajak dapat melakukan perpanjangan jangka waktu penyampaian tanggapan untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak berakhirnya jangka waktu yang ditentukan.

5. Untuk melakukan perpanjangan jangka waktu penyampaian tanggapan, Wajib Pajak harus menyampaikan pemberitahuan secara tertulis sebelum berakhirnya jangka sebagaimana yang ditentukan.

6. Dalam rangka melaksanakan pembahasan akhir, kepada wajib pajak harus diberikan undangan secara tertulis yang mencantumkan hari dan tanggal dilaksanakannya pembahsan akhir.

7. Undangan secara tertulis harus disampaikan kepada wajib pajak dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak:

a. Diterimanya tanggapan tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dari wajib pajak sesuai jangka waktu yang ditentukan.


(59)

b. Berakhirnya jangka waktu dalam jangka waktu yang telah ditentukan, dalam hal wajib pajak tidak menyampaikan anggapan tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemerikasaan.

8. Apabila wajib pajak menyampaikan tanggapan secara tertulis atas Hasil Pemeriksaan yang berisi tentang persetujuan atas seluruh hasil pemeriksaan dalam jangka waktu sebagaimana yang telah ditentukan dan hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sesuai hari dan tanggal yang tercantum dalam undangan tertulis sebagaimana yang telah ditentukan Pemeriksa Pajak membuat berita acara PAHP yang ditandatangani oleh tim pemeriksa.

9. Apabila wajib pajak menyampaikan tanggapan secara tertulis atas hasil Pemeriksaan yang berisi tentang persetujuan atas seluruh hasil Pemeriksaan dalam jangka waktu yang ditentukan dan tidak hadir dalam Pembahasan akhir Hasil Pemeriksaan sesuai dengan hari dan tanggal yang tercantum Pemeriksa Pajak membuat risalah pembahasan dengan mendasarkan pada tanggapan yang disampaikan Wajib Pajak.

10.Apabila wajib pajak menyampaikan tanggapan secara tertulis atas hasil Pemeriksaan yang berisi tentang ketidaksetujuan atas seluruh hasil Pemeriksaan dalam jangka waktu yang ditentukan dan tidak hadir dalam Pembahasan akhir Hasil Pemeriksaan sesuai dengan hari dan tanggal yang tercantum dalam undangan yang tertulis sebagaimana yang telah


(60)

53

ditentukan, pemeriksa pajak melakukan PAHP dengan wajib pajak dengan mendasarkan tanggapan yang disampaikan wajib pajak.

11.Apabila Wajib Pajak menyampaikan tanggapan secara tertulis yang berisi tentang ketidaksetujuan dan tidak hadir dalam Pembahasan akhir Hasil Pemeriksaan sesuai dengan hari dan tanggal yg tercantum dalam undangan tertulis sebagaimana yang telah ditentukan.

12.Dalam hal terdapat hasil pemeriksaan yang belum disepakati antara tim pemeriksa pajak dengan wajib pajak dalam PAHP berdasarkan risalah pembahasan, wajib pajak dapat mengajukan permohonan agar hasil pemeriksaan yang belum disepakati tersebut dibahas terlebih dahulu Tim Quality Assurance Pemeriksaan.

13.Hasil Pembahan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan dituangkan dalam Tim Quality Assurance Pemeriksaan.

14.Dalam hal Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilanjutkan dengan pemeriksaan bukti permulaan.

15.Risalah pembahasan dan berita acara PAHP, dan/atau risalah Tim Quality Assurance Pemeriksaan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan hasil pemeriksaan


(61)

BAB IV

ANALISIS DAN EVALUASI DATA

Sejak awal tahun 1984 sistem self assessment di bidang perpajakan di Indonesia telah diberlakukan untuk Pajak Penghasilan (PPh) dan untuk pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM) dimulai sejak 1 april 1985. Sedangkan untuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) belum sepenuhnya diberlakukan system self Assesment, sebagian masih diberlakukan system official assessment.

Sistem self assessment adalah sebuah sistem pengumutan pajak dimana wajib pajak (WP) diberi kepercayaan dan tanggung jawab untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. Wewenang untuk menentukan pajak yang terutang oleh seseorang berada pada kedua belah pihak, yaitu wajib pajak dan fiskus. Sistem self assessment diberlakukan sampai sekarang karena sistem official assessment yang sebelumnya dibelakukan dinilai tidak effisien, dan menimbulkan kecenderungan wajib pajak kurang bertanggung jawab, dan sering terjadi perlawanan pajak dengan cara menghindari dari kewajiban perpajakannya. Dengan menyadari kelemahan-kelemahan tersebut maka sistem self assessment yang diberlakukan dalam seperlu sistem self assessment pemberdayaan masyarkat (empowering people) adalah hal


(62)

55

yang pokok, dimana prinsip itikad baik (good faith) merupakan tuntutan moral menyelenggarakan pembukuan-pembukuan untuk keperluan pajak.

Berdasarkan sistem ini perlu setiap wajib pajak diwajibkan:

1. Mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak (Kantor Pelayanan Pajak) untuk dicatat sebagai wajib pajak dan sekaligus mendapatkan nomor pokok wajib pajak.

2. Kewajiban memahami peraturan perpajakan yang berlaku.

3. Menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan untuk keperluan administrasi pajak dengan disertai dengan moral dan etika yang bertanggung jawab.

Dalam pelaksanaan penyelenggaran pembukuan atau pencatatan terjadinya pelanggaran ketentuan peraturan perundang undangan perpajakan, selain dalam bentuk tax evasion dapat juga terjadi karena kelalaian memenuhi kewajiban perpajakan dapat disebabkan

a. Ketidaktahuan (ignorance), yaitu wajib pajak tidak sadar atau tidak tahu akan adanya ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

b. Kesalahan (error), yaitu wajib pajak paham dan mengerti mengenai peraturan perundang-undangan perpajakan, tetapi salah dalam menerapkan dan penghitungan datanya.


(63)

c. Kesalahpahaman (misunderstanding), yaitu wajib pajak salah menafsirkan ketentuan peraturan perundang-undangan

d. Kealfaan (negligence) yaitu wajib pajak alfa untuk menyimpan buku beserta bukti-buktinya secara lengkap.

Sistem self assessment juga mengandung hal yang penting, yang diharapkan ada dalam diri wajib pajak yaitu:

1. Tax Consciousness / Kesadaran Wajib Pajak 2. Kejujuran Wajib Pajak

3. Tax Mindedness Wajib Pajak, hasrat untuk membayar pajak Tax Discipline, disiplin wajib pajak terhadap pelaksanaan peraturan pajak-pajak, sehingga pada waktunya wajib pajak dengan sendirinya memenuhi kewajiban pajak sehingga pada waktunya wajib pajak dengan sendirinya memenuhi kewajiban-kewajiban yang dibedakan kepadanya oleh undang-undang seperti memasukkan SPT pada waktunya, membayar pajak pada waktunya dan sebagainya, tanpa diperingatkan untuk melakukan hal-hal itu.

Hal-hal yang penting yang mempengaruhi keberhasilan sistem self assessment adalah tingkat kepatuhan wajib pajak. Ciri-ciri sistem pemungutan pajak berdasarkan sistem self assessment adalah :

1. Adanya kepastian hukum 2. Pelaksanaannya mudah


(64)

57

Memperkecil kemungkinan wajib pajak tidak mampu bayar pajak akibat perhitungan yang terlalu besar.

Dalam rangka pengawasan atas sistem self assessment, Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan tindakan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan wajib pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakan dan tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Sampai dengan tahun 2012, tindakan pemeriksaan yang dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota adalah sebagai berikut:

Wajib Pajak Tahun Pemeriksaan

2010 2011 2012

Orang Pribadi 79 121 131

Badan 51 41 128

Bendaharawan - - -

Total 130 162 259

Sumber : KPP Pratama Medan Kota

A. Prosedur dan Tata Cara Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak

Pemeriksaan dilakukan oleh Pemeriksa Pajak yang tergabung dalam tim pemeriksa pajak yang susunannya terdiri dari beberapa supervisor, seseorang


(65)

ketua tim, dan beberapa pemeriksa/penilai yang tergabung dalam kelompok fungsional.

1. Tata cara pelaksanaan pemeriksaan harus dilakukan dengan :

a. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03.2011 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak.

b. Keputusan Direktorat jenderal Pajak Nomor: KEP-123/PJ/2006 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan

c. Keputusan Direktorat jenderal Pajak Nomor: KEP-124/PJ/2005 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Kantor

2. Pemeriksaan harus dilaksanakan sesuai dengan standar pemeriksaan yang meliputi standar umum, standar pelaksanaan pemeriksaan dan standar pelaporan pemeriksaan

3. Tim Pemeriksa Pajak harus mencantumkan dasar hukum berupa ketentuan pelaksanaannya serta bukti-bukti pendukungnya, atas semua temuan pemeriksaan.

4. Temuan pemeriksaan harus diberitahukan kepada wajib pajak melaui penyimpanan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) yang penyampaiannya hanya dapat dilakukan satu kali.

5. Wajib Pajak harus diberi kesempatan hadir untuk melakukan pembahasan akhir hasil pemeriksaan. Pembahasan akhir harus dilakukan sesuai dengan


(66)

59

jangka waktu yang ditentukan yaitu 1 (satu) bulan untuk pemeriksaan lapangan dan 3 (tiga) minggu untuk pemeriksaan kantor.

6. Dalam hal dilakukan pembahasan oleh tim pembahas, baik Tim Pembahas Tingkat Unit Pelaksana Pemeriksa maupun Tingkat Kantor Wilayah, harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

a. Tim pembahas dibentuk oleh Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan atau Kepala Kantor Wilayah DJP dan atas nama Direktur Jenderal Pajak yang bertugas.

b. Tim pembahas akan melaksanakan tugasnya dalam hal terdapat permohonan dari Wajib Pajak.

c. Pembambahasan oleh Tim Pembahas hanya dilakukan antara Tim Pemeriksa Pajak dan Tim pembahas tanpa dihadiri oleh Wajib Pajak.

7. Apabila hasil pemeriksaan ternyata berbeda dengan profil Wajib Pajak, tim pemeriksa pajak harus mejelaskan perbedaan tersebut dalam Kertas Kerja Pemeriksaan dan Laporan Hasil Pemeriksaan serta mengirimkan data perbedaan tersebut kepada Seksi Pengawasan dan Konsultasi Terkait. 8. Dalam hal pemeriksaan dilaksanakan berdasarkan 1 (satu) Surat Perintah

pemeriksaan yang meliputi satu atau beberapa jenis pajak dan satu atau beberapa masa pajak, maka nota perhitungan dan Surat Ketetapan Pajak harus diterbitkan untuk setiap Masa Pajak .


(67)

Adapun prosedur Pemeriksaan Pajak yang dilakukan oleh Tim Pemeriksa Pajak adalah sebagai berikut:

1. Mengevaluasi data-data yang dilaporkan Wajib pajak.

2. Meganalisa angka-angka yang tecantum dalam laporan keuangan Wajib Pajak.

3. Meminta keterangan lisan dan/atau tulisan Wajib Pajak yang diperiksa 4. Memasuki tempat atau ruangan yang diduga merupakan tempat

penyimpanan dokumen, uang, barang yang dapat memberi petunjuk.

5. Melakukan penyegelan tempat atau ruangan tersebut pada nomor 4 (empat), apabila Wajib Pajak atau kuasanya tidak memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan dimaksud.

B. Penyebab-penyebab Dilakukan Pemeriksaan Pajak Oleh Fiskus

Dalam hal menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban Wajib Pajak, maka Wajib pajak dapat diperiksa apabila:

1. Surat pemberitahuan menunjukkan kelebihan pembayaran pajak dan/atau Rugi.

2. Surat Pemberitahuan tidak disampaikan atau tidak tepat yang sudah ditentukan.

3. Surat pemberitahuan memenuhi kriteria yang ditentukan Direktur Jenderal untuk diperiksa.


(68)

61

Pemeriksaan pajak juga dapat dilakukan karena adanya indikasi ketidakpatuhan dari Wajib Pajak dalam menjalankan sistem self assassement yaitu:

1. Ketidakpatuhan Wajib Pajak dalam kewajiban intern, yaitu dalam pembayaran atau pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa dan SPT PPn setiap bulan.

2. Ketidakpatuhan Wajib Pajak dalam Kewajiban tahunan, yaitu dalam menghitung pajak atas dasar sistem self assassement dan melaporkan perhitungan pajak dalam Surat Pemberitahuan (SPT) pada akhir tahun pajak serta melunasi hutang pajaknya.

3. Kterhadap ketidakpatuhan Wajib Pajak terhadap ketentuan materil dan yuridis formal perpajakan melalui pembukuan sebagaimana mestinya.

Sedangkan pemeriksaan khusus juga dapat dilakukan oleh fiskus antara lain dapat dilakukan dalam hal :

1. Adanya dugaan melakukan tindak pidana.

2. Pengaduan masyarakat, termasuk melalui pos 5000.

3. Terdapat data baru atau data semula yang belum terungkap yang dilakukan melalui pemeriksaan ulang Direktur Jenderal Pajak.

4. Permintaan wajib pajak


(69)

6. Untuk memperoleh informasi dan/atau data tertentu dalam rangka pelaksanaan peraturan perundang-undangan perpajakan.

C. Usaha-usaha untuk Menanggulangi Masalah Wajib Pajak yang Kurang dan Tidak Patuh

Pada umumnya sebagian besar masyarakat Indonesia masih banyak yang kurang atau bahkan tidak mengerti pelaksanaan sistem self assassement yang berlaku dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.Hal tersebut mengakibatkan sampai saat ini masih banyak penyelewengan pajak yang terjadi, baik yang tidak sengaja akibat kurangnya pemahaman Wajib Pajak mengenai sistem tersebut maupun yang disengaja oleh Wajib Pajak itu sendiri karena ketidakpatuhannya terhadap Undang-undang perpajakan yang berlaku.

Semakin tingginya penyelewengan yang terjadi dibidang perpajakan mengakibatkan pemeriksaan pajak beberapa tahun belakangan ini semakin gencar dilaksanakan pihak pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak.Untuk itu perlu usaha-usaha yang harus dilakukan oleh pihak fiskus untuk menanggulangi masalah Wajib Pajak yang kurang atau tidak patuh.

Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk menaggulangi masalah Wajib Pajak yang tidak atau kurang patuh tersebut adalah hendaknya pemerintah banyak melakukan-melakukan penyuluhan dari sosialisasi kepada Wajib Pajak. Penyuluhan tersebut adalah kegiatan menyampaikan informasi, konsultasi,


(70)

63

bimbingan secara berkesinambungan kepada masyarakat khususnya Wajib Pajak guna meningkatkan pengetahuan Wajib Pajak terhadap sistem self assassement tersebut serta meningkatkan kesadaran Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Penyuluhan pajak dilakukan oleh penyuluh perpajakan yang telah mempunyai pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan di bidang perpajakan.Penyuluhan perpajakan setidaknya dapat memberikan pengetahuan dasar mengenai

1. Prosedur pelaksanaan sistem self assassement.

2. Sanksi-sanksi yang dikenakan kepada Wajib Pajak itu sendiri sesuai yang tercantum dalam Undang-undang Perpajakan, baik sanksi administrasi maupun sanksi tindak pidana.

3. Perundang-undangan yang berlaku serta perubahan-perubahan perundang-undangan tersebut secara transparan.

Penyuluhan dari sosialisasi yang dilakukan oleh fiskus tersebut diharapkan dapat menambah dan meningkatkan pengetahuan serta pemahaman Wajib Pajak terhadap sistem self assassement sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan, serta meningkatkan kesadaran Wajib Pajak akan pentingnya kepatuhan terhadap kewajiban perpajakan, guna menanggulangi masalah perpajakan dari wajib pajak yang tidak patuh.


(71)

D. Upaya-upaya untuk Mengoptimalkan Kepatuhan Wajib Pajak dalam Pelaksanaan Tindakan Pemeriksaan

Dalam pelaksanaan tindakan pemeriksaan perlu didahulukan dengan persiapan yang baik sesuai dengan tujuan pemeriksaan dan mendapatkan pengawasan yang seksama terhadap wajib pajak yang akan diperiksa. Jadi untuk mengoptimalkan kepatuhan wajib pajak dalam pelaksanaan tindakan pemeriksaan maka diperlukan upaya-upaya yang harus diterapkan oleh pihak pemerintah perpajakan.

Dalam hal Direktorat Jenderal Pajak perlu meningkatkan efisiensi sekaligus menegakkan profesionalisme serta integritas apatrat dalam menegakkan peraturan perpajakannya. Upaya peningkatan efisiensi institusional, profesionalitas, integritas aparat perpajakan tersebut dapat dilakukan melalui tahap sebagai berikut:

1. Meningkatkan pengawasan internal untuk mendeteksi berbagai kasus penyimpangan sehubungan dengan pelaksanaan tugas.

2. Memperbaiki sistem dan prosedur yang mengarah pada sistem yang dapat mempermudah pelayanan dan mendorong efektifitas dalam pelaksanaan pengawasan.

3. Menerapkan sistem reward (hadiah) dan punishment (hukuman) dalam pelaksanaan tugas.


(72)

65

4. Melibatkan masyarakat luas dalam mekanisme pengawasan terhadap aparat perpajakan.

5. Perbaikan kinerja Direktorat Jenderal Pajak juga terkait dengan koordinasi pihak-pihak lain.

Namun jika semua upaya yang dilakukan tetap tidak mencapai hasil dan walaupun telah dilakukan pemeriksaan wajib pajak tetap tidak mau melakukian pembetulan dengan kesadaran sendiri maka dapat ditindak lanjuti dengan upaya penyidikan yaitu tindakan yang dilakungan akan apabila ditemukan bukti pendahuluan berupa bukti baik tulisan maupun lisan, perbuatan, keterangan ataupun benda yang dapat memberikan petunjuk bahwa tindakan tersebut merugikan Negara. Upaya penyidikan merupakan upaya terakhir yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.


(73)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini dibahas kesimpulan yang diambil dari hasil pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, dan kesimpulan yang diperoleh dari teori pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM). Dalam bab ini penulis juga mencoba memberikan saran-saran terhadap pelaksanaan PKLM guna untuk membangun dimasa yang akan datang agar lebih baik lagi, dan saran-saran agar pelaksanaan pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh fiskus dapat berjalan sesuai peraturan perundang-undangan dan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat khususnya Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

A. Kesimpulan

1. Pemeriksaan pajak merupakan salah satu upaya Direktorat Jenderal Pajak dalam menerapkan pengawasan terhadap kepatuhan Wajib Pajak dan diharapkan juga Wajib Pajak dapat memahami peraturan perpajakann yang berlaku dan segera memperbaiki jika terdapat kekeliruan dan kesalahan yang belaku dan segera memperbaiki jika terdapat kekeliruan dan kesalahan dalam melaporkan kewajiban perpajakannya serta menumbuhkan kesadaran masyarakat bahwa tidak ada seorang pun yang dapat menghindari kewajibannya sebagai Warga Negara.


(74)

67

2. Dalam melaksanakan Pemeriksaan Pajak, pemeriksa yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak berpedoman pada Kebijaksanaan Pemerintah baik berupa Undang-Undang Keputusan Menteri Keuangan, maupun Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak.

3. Jenis Pemeriksaan Pajak yang biasanya dilakukan Tim Pemeriksa Pajak Pratama Medan Kota meliputi Pemeriksaan Lapangan dan Pemeriksaan Kantor, dimana Pemeriksaan Lapangan yaitu Pemeriksaan yang dilakukan ditempat tinggal, atau tempat kedudukan Wajib Pajak, tempat kegiatan usaha, dan/atau tempat lain yang dianggap perlu oleh Pemeriksa Pajak sedangkan Pemeriksaan Kantor yaitu Pemeriksaan yang dilakukan di Kantor Direktorat Jenderal Pajak.

4. Tim Pemeriksa Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota juga mendapati kendala-kendala saat melakukan tugasnya. Seperti Wajib Pajak yang tidak kooperatif, tidak dapat diajak bekerja sama, Wajib Pajak yang tidak memenuhi Surat Panggilan, atau Wajib Pajak yang sulit ditemui pada saat melakukan Pemeriksaan Lapangan.

5. Tindakan Pemeriksaan Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota sudah berjalan dengan baik sebagaimana mestinya, hal ini dapat dilihat dari data tindakan pemeriksaan yang diperoleh dari seksi pemeriksaan. Data tersebut menunjukkan adanya peningkatan tindakan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi, Badan, maupun


(1)

D. Upaya-upaya untuk Mengoptimalkan Kepatuhan Wajib Pajak dalam Pelaksanaan Tindakan Pemeriksaan

Dalam pelaksanaan tindakan pemeriksaan perlu didahulukan dengan persiapan yang baik sesuai dengan tujuan pemeriksaan dan mendapatkan pengawasan yang seksama terhadap wajib pajak yang akan diperiksa. Jadi untuk mengoptimalkan kepatuhan wajib pajak dalam pelaksanaan tindakan pemeriksaan maka diperlukan upaya-upaya yang harus diterapkan oleh pihak pemerintah perpajakan.

Dalam hal Direktorat Jenderal Pajak perlu meningkatkan efisiensi sekaligus menegakkan profesionalisme serta integritas apatrat dalam menegakkan peraturan perpajakannya. Upaya peningkatan efisiensi institusional, profesionalitas, integritas aparat perpajakan tersebut dapat dilakukan melalui tahap sebagai berikut:

1. Meningkatkan pengawasan internal untuk mendeteksi berbagai kasus penyimpangan sehubungan dengan pelaksanaan tugas.

2. Memperbaiki sistem dan prosedur yang mengarah pada sistem yang dapat mempermudah pelayanan dan mendorong efektifitas dalam pelaksanaan pengawasan.

3. Menerapkan sistem reward (hadiah) dan punishment (hukuman) dalam pelaksanaan tugas.


(2)

65

4. Melibatkan masyarakat luas dalam mekanisme pengawasan terhadap aparat perpajakan.

5. Perbaikan kinerja Direktorat Jenderal Pajak juga terkait dengan koordinasi pihak-pihak lain.

Namun jika semua upaya yang dilakukan tetap tidak mencapai hasil dan walaupun telah dilakukan pemeriksaan wajib pajak tetap tidak mau melakukian pembetulan dengan kesadaran sendiri maka dapat ditindak lanjuti dengan upaya penyidikan yaitu tindakan yang dilakungan akan apabila ditemukan bukti pendahuluan berupa bukti baik tulisan maupun lisan, perbuatan, keterangan ataupun benda yang dapat memberikan petunjuk bahwa tindakan tersebut merugikan Negara. Upaya penyidikan merupakan upaya terakhir yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini dibahas kesimpulan yang diambil dari hasil pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, dan kesimpulan yang diperoleh dari teori pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM). Dalam bab ini penulis juga mencoba memberikan saran-saran terhadap pelaksanaan PKLM guna untuk membangun dimasa yang akan datang agar lebih baik lagi, dan saran-saran agar pelaksanaan pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh fiskus dapat berjalan sesuai peraturan perundang-undangan dan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat khususnya Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

A. Kesimpulan

1. Pemeriksaan pajak merupakan salah satu upaya Direktorat Jenderal Pajak dalam menerapkan pengawasan terhadap kepatuhan Wajib Pajak dan diharapkan juga Wajib Pajak dapat memahami peraturan perpajakann yang berlaku dan segera memperbaiki jika terdapat kekeliruan dan kesalahan yang belaku dan segera memperbaiki jika terdapat kekeliruan dan kesalahan dalam melaporkan kewajiban perpajakannya serta menumbuhkan kesadaran masyarakat bahwa tidak ada seorang pun yang dapat menghindari kewajibannya sebagai Warga Negara.


(4)

67

2. Dalam melaksanakan Pemeriksaan Pajak, pemeriksa yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak berpedoman pada Kebijaksanaan Pemerintah baik berupa Undang-Undang Keputusan Menteri Keuangan, maupun Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak.

3. Jenis Pemeriksaan Pajak yang biasanya dilakukan Tim Pemeriksa Pajak Pratama Medan Kota meliputi Pemeriksaan Lapangan dan Pemeriksaan Kantor, dimana Pemeriksaan Lapangan yaitu Pemeriksaan yang dilakukan ditempat tinggal, atau tempat kedudukan Wajib Pajak, tempat kegiatan usaha, dan/atau tempat lain yang dianggap perlu oleh Pemeriksa Pajak sedangkan Pemeriksaan Kantor yaitu Pemeriksaan yang dilakukan di Kantor Direktorat Jenderal Pajak.

4. Tim Pemeriksa Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota juga mendapati kendala-kendala saat melakukan tugasnya. Seperti Wajib Pajak yang tidak kooperatif, tidak dapat diajak bekerja sama, Wajib Pajak yang tidak memenuhi Surat Panggilan, atau Wajib Pajak yang sulit ditemui pada saat melakukan Pemeriksaan Lapangan.

5. Tindakan Pemeriksaan Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota sudah berjalan dengan baik sebagaimana mestinya, hal ini dapat dilihat dari data tindakan pemeriksaan yang diperoleh dari seksi pemeriksaan. Data tersebut menunjukkan adanya peningkatan tindakan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi, Badan, maupun


(5)

Bendaharawan dalam jangka waktu 3 tahun sehingga berpengaruh terhadap peningkatan penerimaan pajak yakni penerimaan pajak terus meningkat rata-rata 2,5% dari tahun 2010-2013

B. Saran

1. Meningkatkan upaya penyuluhan dan sosialisasi guna meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. 2. Agar meningkatkan kualitas pelayanan publik terutama dalam bidang

kebutuhan yang menyangkut kepentingan orang banyak.

3. Dalam melakukan pemeriksaan pajak, Tim Pemeriksa hendaknya memperhatikan hak-hak dan kewajiban Wajib Pajak dan bersikap sesuai dengan etika pemeriksa pajak.

4. Menjalin koordinasi yang baik antara Direktorat Jenderal Pajak dengan instansi lain serta semua pihak yang terkait.


(6)

69

DAFTAR PUSTAKA

Mardiasmo, 2008, Perpajakan, Penerbit Andi, Yogyakarta

Resmi,Siti, 2005, Perpajakan Teori dan Kasus, Penerbit Salemba Empat, Jakarta Sihaloho, Cyrus, 2002, Modul Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan,

Rajawali Pers, Jakarta

Soemitro, Rochmat, 1998, Azas dan Dasar Perpajakan 2, Reflika Aditama, Jakarta, Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan

Pemerintah Republik Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2011 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak

Keputusan Direktorat Jenderal Pajak Nomor: KEP-123/PJ/2006, tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan

Keputusan Direktorat Jenderal Pajak Nomor: KEP-142/PJ/2005, Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Kantor

Surat Edaran, Nomor: SE-85/PJ/2011, Tentang Kebijakan Pemeriksaan Pajak Untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan