Analisis Kausaliatas Antara Suku Bunga dan IHSG di Indonesia (Metode VAR)

(1)

SKRIPSI

ANALISIS KAUSALITAS ANTARA SUKU BUNGA DAN IHSG DI INDONESIA (METODE VAR)

OLEH

ARJUNANTA BUKIT 080501072

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ABSTRAK

ANALISIS KAUSALITAS ANTARA SUKU BUNGA DAN IHSG DI INDONESIA (METODE VAR)

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perkembangan suku bunga dan IHSG, serta menganalisis hubungan antara suku bunga dan IHSG di Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari data bulanan yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia dan Bursa Efek Indonesia dalam periode 2008-2011. Metode penelitian yang digunakan adalah metode VAR.

Hasil penelitian menunjukan perkembangan IHSG di Indonesia pada tahun 2008 – 2011 mengalami peningkatan yang cukup signifikan sedangkan perkembangan BI rate pada tahun 2008 mengalami fluktuatif dan pada tahun 2009 hingga tahun seterusnya cukup stabil. Dari uji Granger Causality menyatakan BI rate dan IHSG di Indonesia adanya hubungan timbal balik (hubungan dua arah). Berdasarkan hasil ujiVariance Decomposition, BI rate terhadap IHSG mengalami peningkatan dari periode pertama hingga periode kesepuluh, namun angkanya yang cukup kecil. Sedangkan variasi IHSG terhadap BI rate dari periode pertama hingga periode kesepuluh mengalami peningkatan yang cukup tinggi.


(3)

ABSTRACT

ANALYSIS CAUSLITY OFINTEREST RATEANDININDONESIA (METHOD VAR)

The purposeofthis studywas to determine theinterest rateand IHSG in Indonesia, and analyzingthe causalitybetweeninterest ratesandstock indexinIndonesia. The data usedin this studyis asecondary data thatpublished byBankIndonesiaand theIndonesiaStock Exchangein theperiod2008-2011.The method usedis theVARmethod.

The results of the study showedthe development ofIndonesia'sIHSGin the year2008 - 2011experienceda significant increasewhile thedevelopment ofthe BIratehasfluctuatedin 2008and in 2009onwardsuntilfairlystable. GrangerCausalitytestsdeclaredBIrateand IHSG inIndonesiatwo-way relationship. VarianceDecompositionontest results, the BIrateto thecomposite indexincreased fromthe first perioduntilthe tenthperiod, but their numbers are quite small. While IHSGvariationofBIratefrom the firstuntilthe tenthperiodincreasedhigh enough. Keywords: Interest rate andIHSG


(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena atas anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini guna memenuhi salah satu syarat dalam mencapai gelar sarjana di program Strata Satu (S1) Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini berjudul “Analisis Kausaliatas Antara Suku Bunga dan IHSG di Indonesia (Metode VAR)’’. Penulis telah banyak menerima bimbingan, saran, motivasi, dan doa dari berbagai pihak selama penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan, yaitu kepada:

Dengan kasih dan kerendahan hati Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan hormat yang sedalam-dalamnya kepada Ayahanda Alim Bukit dan Ibunda Alm. Juliati br Ginting yang telah berjerih lelah, memberikan motivasi baik moril maupun materil, serta mendoakan penulis selama masa perkuliahan hingga menyelesaikan penulisan skripsi ini. Serta kepada kakak penulis yaitu Helmina br bukit, S.pd, Apriin br Bukit, SP dan abang Agripa Bukit, SP.

Pada kesempatan ini, Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang sudah membantu, memberikan dukungan, memberikan bimbingan, saran dan menjadi inspirasi bagi Penulis selama masa perkuliahan maupun dalam penyusunan skripsi ini, antara lain :

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara


(5)

2. Bapak Wahyu Ario Utomo, SE, M.Ec selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara dan Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si selaku Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D selaku Ketua Program Studi

Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Sumatera Utara dan Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si selaku Sekretaris Program Studi Ekonomi Pembangunan.

4. Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan mulai dari awal pengerjaan skripsi sampai dengan selesainya skripsi ini.

5. Dosen Pembaca Penilai Kasyful Mahalili, SE, M.Si

6. Seluruh Dosen Pengajar di Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, yang telah mendidik dan memberikan banyak ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat bagi penulis.

7. Seluruh Staf Administrasi di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan.

8. Teman – teman mahasiswa Ekonomi Pembangunan 2008 serta IMSL FE. USU yang telah banyak memberikan dukungan moril kepada penulis untuk penyelesaian skripsi ini.


(6)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan skripsi ini.

Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Juli 2012 Penulis


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian... 6

BAB II LANDASAN TEORI ... 8

2.1 Tingkat Suku Bunga ... 8

2.1.1 Pengertian Suku Bunga... 8

2.1.2 Teori tingkat suku bunga... 11

2.2Pasar modal ... 21

2.2.1 Pengertian dan manfaat pasar modal... 21

2.2.2 Manfaat Pasar Modal... 22

2.2.3 Jenis dan mekanisme transaksi pasar modal... 23

2.3 Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)... 25

2.3.1 Pengertian IHSG ... 25

2.3.2 Jenis-jenis Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta... 25

2.4 Teori hubungan antara suku bunga dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)... 26

2.5 Jurna Sebelumnya... 29

BAB III METODE PENELITIAN ... 33

3.1 Ruang Lingkup penelitian ... 33

3.2 Populasi dan Sampel ... 33

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 34

3.4 Pengolahan Data ... 34

3.5 Metode Analisis Data... 34

3.6 Proses Pembentukan Model VAR ... 35

3.7 Uji Asumsi... 38

3.7.1 Uji Stasioneritas Data... 38

3.7.2 Penentuan Lag Length... 39

3.8 Uji kausalitas... 40

3.9 Estimasi VAR ... 40

3.10 Impulse Response... 41


(8)

3.12 Forecast Error Variance Decomposition (FEVD)... 42

3.13 Defenisi Operasional... 43

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 45

4.1 Perkembangan suku bunga Bank Indonesia ... 45

4.2 Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ... 48

4.3 Uji Stasioneritas Data ... 51

4.4 Penentuan Lag Length ... 52

4.5 Uji Kausalitas Granger ... 53

4.6 Estimasi VAR ... 55

4.7 Impulse Response Function (IRF)... 57

4.8 Variance Decomposition BI Rate... 58

4.9 Variance Decomposition IHSG... 60

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 62

5.1 Kesimpulan ... 62

5.2 Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 63LAMPIRAN ... 65


(9)

DAFTAR TABEL

No. TABEL JUDUL HALAMAN

4.1 Perkembangan Suku Bunga Bank Indonesia 2008-2011... 47

4.2 Perkembangan Indeks Harga Saham Gabungan di Indonesia . 2008-2009... 50

4.3 Hasil Uji Stasioneritas BI rate dan IHSG pada derajat level ... 52

4.4 Hasil Penentuan Lag length ... 53

4.5 Hasil Uji Kausalitas Granger ... 54

4.6 Hasil Estimasi VAR ... 55

4.7 Varian Decomposition BI rate ... 60


(10)

DAFTAR GAMBAR

No. GAMBAR JUDUL HALAMAN

2.1Jenis-jenis Obligasi menurut Klasik ... 12

2.2Keseimbangan Uang Riil Kenynes... 14

2.3Permitaan Uang Spekulasi ... 17

3.1Proses Pembentukan VAR ... 37

4.1Perkembangan Suku Bunga Bank Indonesia ... 46

4.2Perkembangan IHSG di Indonesia ... 49


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No.Lampiran JUDUL Halaman

1 Data Perkembangan Suku Bunga Bank Indonesia... 65

2 Data Perkembangan Indeks Harga Saham Gabungan di . Indonesia... 65

3 Hasil Uji stasioneritas BI rate dan IHSG ... ... 65

4 Hasil Penentuan leg lenght ... ... 66

5 Hasil Uji kausalitas Granger ... ... 66

6 Hasil Estimasi VAR ... ... 66

7 Hasil Implislse Response Function (IRF)... 67


(12)

ABSTRAK

ANALISIS KAUSALITAS ANTARA SUKU BUNGA DAN IHSG DI INDONESIA (METODE VAR)

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perkembangan suku bunga dan IHSG, serta menganalisis hubungan antara suku bunga dan IHSG di Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari data bulanan yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia dan Bursa Efek Indonesia dalam periode 2008-2011. Metode penelitian yang digunakan adalah metode VAR.

Hasil penelitian menunjukan perkembangan IHSG di Indonesia pada tahun 2008 – 2011 mengalami peningkatan yang cukup signifikan sedangkan perkembangan BI rate pada tahun 2008 mengalami fluktuatif dan pada tahun 2009 hingga tahun seterusnya cukup stabil. Dari uji Granger Causality menyatakan BI rate dan IHSG di Indonesia adanya hubungan timbal balik (hubungan dua arah). Berdasarkan hasil ujiVariance Decomposition, BI rate terhadap IHSG mengalami peningkatan dari periode pertama hingga periode kesepuluh, namun angkanya yang cukup kecil. Sedangkan variasi IHSG terhadap BI rate dari periode pertama hingga periode kesepuluh mengalami peningkatan yang cukup tinggi.


(13)

ABSTRACT

ANALYSIS CAUSLITY OFINTEREST RATEANDININDONESIA (METHOD VAR)

The purposeofthis studywas to determine theinterest rateand IHSG in Indonesia, and analyzingthe causalitybetweeninterest ratesandstock indexinIndonesia. The data usedin this studyis asecondary data thatpublished byBankIndonesiaand theIndonesiaStock Exchangein theperiod2008-2011.The method usedis theVARmethod.

The results of the study showedthe development ofIndonesia'sIHSGin the year2008 - 2011experienceda significant increasewhile thedevelopment ofthe BIratehasfluctuatedin 2008and in 2009onwardsuntilfairlystable. GrangerCausalitytestsdeclaredBIrateand IHSG inIndonesiatwo-way relationship. VarianceDecompositionontest results, the BIrateto thecomposite indexincreased fromthe first perioduntilthe tenthperiod, but their numbers are quite small. While IHSGvariationofBIratefrom the firstuntilthe tenthperiodincreasedhigh enough. Keywords: Interest rate andIHSG


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Untuk mencapai tujuan itu, Bank Indonesia menetapkan suku bunga BI rate sebagai instrumen kebijakan utama untuk mempengaruhi aktivitas kegiatan perekonomian dengan tujuan akhir pencapaian inflasi. Namun jalur atau transmisi dari keputusan BI rate sampai dengan pencapaian sasaran inflasi tersebut sangat kompleks dan memerlukan waktu (time lag). Mekanisme bekerjanya perubahan BI rate sampai mempengaruhi inflasi tersebut sering disebut sebagai mekanisme transmisi kebijakan moneter

Tingkat bunga memiliki pengaruh penting terhadap investasi. Tingkat bunga menentukan jenis-jenis investasi yang akan memberikan keuntungan kepada para pengusaha dan dapat dilaksanakan. Investasi yang direncanakan hanya akan dilaksanakan apabila tingkat keuntungan yang akan diperoleh adalah lebih besar dari tingkat bunga yang harus dibayarnya.

Jones (2000) menjelaskan bahwa salah satu determinan harga saham adalah tingkat suku bunga. Hubungan antara suku bunga dengan harga saham adalah hubungan timbal balik,dimana jika suku bunga naik maka harga saham akan turun dan sebaliknya. Hal ini dikuatkan oleh Tandelilin (2001) yang mengemukakan bahwa perubahan suku bunga dapat mempengaruhi variabilititasreturn saham secara terbalik. Secara sederhananya bahwa return investasi yang terkait dengan suku bunga, misalnya deposito, juga akan naik.


(15)

Kondisi ini menarikminat investor yang sebelumnya berinvestasi di saham dan memindahkan dananya ke dalam deposito, dan jika sebagian besar investor melakukan hal yang sama maka harga saham menjadi turun sesuai dengan hukum permintaan dan penawaran. Dalam pembangunan suatu negara memerlukan investasi dalam jumlah yang tidak sedikit. Sumber dari yang lainnya mungkin selamanya tidak dapat di jadikan untuk pembangunan. Oleh sebab itu, perlu adanya usaha yang sungguh- sungguh untuk mengarahkan dana investasi yang bersumber dari dalam, yaitu tabungan masyarakat, tabungan pemerintah dan penerimaan devisa negara(Anoraga 2001:1).

Investasi merupakan bentuk penundaan konsumsi yang akan datang, secara umum investasi dikenal sebagai kegiatan untuk menanamkan harta ataupun modal baik pada aktiva riil maupun aktiva finansial pada suatu unit usaha atau pendanaan dengan maksud memperoleh keuntungan pada masa yang akan datang.

Salah satu bentuk investasi yang mulai diminati individu sebagai pemodal adalah investasi saham melalui pasar modal.Pasar modal merupakan pasar keuangan atau surat-surat berharga jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk utang atau modal sendiri.Transaksi dalam surat berharga, bukan atas kertas itu sendiri melainkan atas hak-hak yang direpresentasikan oleh kertas-kertas tersebut.Jadi apabila sudah terjun di dalam pasar modal investor harus memiliki tingkat analisis yang mumpuni.Biasanya investor lebih suka membeli saham perusahaan yang go public, sebab saham perusahaan go public sebagai komoditi investasi tergolong menjanjikan return yang tinggi tapi juga memiliki risiko tinggi karena sifat komoditinya yang sangat peka terhadap


(16)

perubahan di bidang politik, ekonomi, moneter, kebijakan pemerintah, baik perubahan itu di luar negeri maupun di dalam negeri(Mankiw:2009).

Semakin banyaknya perusahaan yang menjadi emiten dipasar modal akan menimbulkan berbagai kombinasi saham yang bisa dipilih oleh investor dalam berinvestasi dipasar modal portofolio. Berdasarkan kenyataan bahwa pada umumnya investor tidak menginvestasikan seluruh dananya pada satu jenis saham tapi mereka melakukan diversifikasi saham yang bertujuan untuk mengurangi risiko yang ditanggungakibat dana yang diinvestasikan.

Pasar modal memungkinkan pemerintah dan industri untuk meningkatkan modal jangka panjang guna membiayai proyek-proyek baru. Apabila sumber daya modal tidak tersedia dalam suatu perekonomian, khususnya disektor industri yang memiliki kemampuan untuk meningkatkan produksi dan produktivitas apabila permintaan agregat meningkat, maka tingkat ekspektasi perekonomian akan tidak bisa dilakukan karena sektor indusri tidak memiliki kemampuan untuk menambah modal dalam jangka panjang. Kemampuan pasar modal untuk menambah modal janggka panjang. Kemampuan pasar modal untuk menyediakan modal pembiayaan jangka panjang memungkinkan perusahaan untuk berkembang dan meningkatkan produksi secara agregat. Secara agregat, kemampuan untuk memperluas usaha akan mendorong peningkatan pendapatan nasional.

Dalam berinvestasi ada dua faktor yang paling dipertimbangkan oleh investor, yaitu tingkat pengembalian (return) dan risiko (risk). Dua faktor ini merupakan hal yang berlawanan, dalam arti investor menyukai return yang tinggi dan tidak begitu menyukai risiko yang tinggi. Pada kenyataan terdapat hubungan


(17)

yang alami antara besarnya pengembalian dan besarnya risiko. Karena semakin besar pengembalian yang diharapkan maka akan semakin besar pula risiko yang akan dihadapi atau tingkat pengembalian yang tinggi akan selalu diikuti dengan tingkat risiko yang tinggi pula.

Teori portofolio mempelajari dan menentukan kombinasi saham yang paling efisien terhadap sekumpulan saham untuk mengoptimalkan keuntungan yang diharapkan berkaitan dengan pencapaian tujuan investasi. Portofolio saham selain untuk menghindari risiko juga untuk memaksimalkan return. Hakikat dari pembentukan portofolio yang efisien dan optimal adalah untuk mengurangi risiko dengan cara diversifikasi saham, yaitu menempatkan sejumlah dana pada berbagai alternatif investasi yang berkorelasi negatif agar dana dapat menghasilkan pengembalian yamg optimal.

Untuk membentuk portofolio optimal dapat menggunakan beberapa model yaitu model markowitzs, berdasarkan preferensi investor, adanya simpanan dan pinjaman bebas risiko, model indek ganda, dan model indek tunggal. Model markowitz berasumsikan mahwa waktu yang digunakan hanya satu priode, tidak ada biaya transaksi, preferensi investor hanya didasarkan pada return ekspektasi dan risiko. Berdasarkan preferensi investor berasumsikan hanya pada return ekspektasi dan risiko dari risiko secara implisit mempunyai fungsi utility yang sama. Berdasakan adanya pinjaman dan simpanan bebas risiko berasumsikan return yang sudah pasti karena varian returnnya sama dengan nol. Berdasarkan model indeks tunggal model ini merupakan penyederhanaan model


(18)

markowitz.Model indeks ganda mengasumsikan ada faktor selain IHSG yang dapat mempengaruhi terjadinya korelasi antar efek (Kasmir:2001).

Untuk mengetahui bagaimana kegiatan pasar modal bergerak, banyak orang akan melihatnya dari sisi Indeks yang dicapai pada saat ini, khususnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada hari perdagangan terakhir. Saham disini dipakai sebagai ukuran karena dalam saham merupakan instrumen pasar modal yang paling banyak diminati investor.

Indeks Harga Saham Gabungan menggambarkan suatu rangkaian informasi mengenai historis pergerakan harga saham gabungansampai pada tanggal tertentu harga penutupan dibursa efek. Pada hal ini mencerminkan suatu nilai yang berfungsi sebagai pengukuran kinerja suatu saham gabungan di bursa efek.

Pada tanggal 13 juli 1992, Bursa Efek Jakarta merupakan swastanisasi efek yang sebelumnya di kelola oleh BAPEPAM. Sekarang namanya di kenal dengan Bursa Efek Indonesia. Tugas dan fungsi dari Bursa Efek Indonesia adalah menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli efek dengan tujuan memperdagangkan efek diantara mereka. Perdagangan di Bursa Efek Indonesia saat ini menggunakan sistem perdagangan dengan menggunakan komputer yang dikenal dengan Automated Trading System (ATS). Keanggotaan Bursa Efek Indonesia adalah perantara pedagang Efek yang telah mendapat izin usaha dari BAPEPAM dan telah menjadi pemegang saham PT Bursa Efek Indonesia.


(19)

Dari latar belakang diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Kausalitas Antara Suku Bunga dan IHSG di Indonesia(Metode VAR).”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah perkembangan suku bunga dan IHSG di Indonesia? 2. Bagaimanakah hubungan antara suku bunga dan IHSG di Indonesia? 1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang penelitian dan perumusan masalah, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan:

1. Mengetahui perkembangan suku bunga dan IHSG di Indonesia. 2. Menganalisis hubungan antara suku bunga dan IHSG di Indonesia. 1.4Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini akan memberikan manfaat sebagai berikut: 1.4.1 Internal

1. Bagi penulis, untuk mengaplikasikan teori yang diperoleh selama perkuliahan ke dalam dinamika perekonomian global dan melatih kemampuan menganalisis secara sistematis.

2. Bagi Bursa Efek Indonesia, sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan investasi.


(20)

1.4.2 Eksternal

1. Bagi ilmu pengetahuan, sebagai tambahan informasi dan referensi untuk penelitian-penelitian mendatang.

2. Bagi Bank Indonesia, sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan tingkat suku bunga Bank Indonesia.

3. Bagi publik, sebagai bahan pengetahuan untuk kaum awam dalam menentukan investasi.


(21)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1.Tingkat Suku Bunga 2.1.1.Pengertian Suku Bunga

Suku bunga adalahpembayaran bunga tahunan dari suatu pinjaman, dalam bentuk persentase dari pinjaman yang diperoleh dari jumlah bunga yang diterima tiap tahun dibagi dengan jumlah pinjaman (Karl dan Fair ,2001:635).

Pengertian suku bunga menurut Sunariyah (2004:80) adalah harga dari pinjaman.Suku bunga dinyatakan sebagai persentase uang pokok per unit waktu.Bunga merupakan suatu ukuran harga sumber daya yang digunakan oleh debitur yang harus dibayarkan kepada kreditur.

Menurut Lipsey, Ragan, dan Courant (1997 : 471) suku bunga adalah harga yang dibayarkan untuk satuan mata uang yang dipinjam pada periode waktu tertentu.Menurut Lipsey, Ragan, dan Courant (1997 : 99-100) suku bunga dapat dibedakan menjadi dua yaitu suku bunga nominal dan suku bunga riil. Dimana suku bunga nominal adalah rasio antara jumlah uang yang dibayarkan kembali dengan jumlah uang yang dipinjam. Sedang suku bunga riil lebih menekankan pada rasio daya beli uang yang dibayarkan kembali terhadap daya beli uang yang dipinjam. Suku bunga riil adalah selisih antara suku bunga nominal dengan laju inflasi. Menurut Samuelson dan Nordhaus (1998) suku bunga adalah pembayaran yang dilakukan atas penggunaan sejumlah uang.


(22)

Menurut Prasetiantono (2000)apabila suku bunga tinggi, otomatis orang akan lebih suka menyimpan dananya di bank karena ia dapat mengharapkan pengembalian yang menguntungkan. Pada posisi ini, permintaan masyarakat untuk memegang uang tunai menjadi lebih rendah karena mereka sibuk mengalokasikannya ke dalam bentuk portofolio perbankan (deposito dan tabungan). Seiring dengan berkurangnya jumlah uang beredar, gairah belanja pun menurun. Selanjutnya harga barang dan jasa umum akan cenderung stagnan atau tidak terjadi dorongan inflasi. Sebaliknya jika suku bunga rendah, masyarakat cenderung tidak tertarik lagi untuk menyimpan uangnya di bank.

Perubahan tingkat suku bunga akan berdampak pada perubahan

jumla

dari investor asing, khususnya pada jenis invesatsi portfolio yang umunya berjangka pendek.Perubahan tingkat suku bunga ini akan berpengaruh pada perubahan jumlah permintaan dan penawaran dipasar uang domestik.Apabila dalam suatu negara terjadi peningkatan aliran modal masuk (capital inflows) diluar negeri, hal ini menyebabkan terjadinya perubahan negara tersebut terhadap mata uang asing di pasar valuta asing (Madura,2000:01).

a. Interest adalah pembayaran yang dilakukan atas penggunaan sejumlah uang.

b. Interest rate adalah jumlah interest yang dibayarkan per unit waktu atau orang harus membayar.

c. Karakteristik pinjaman dari tingkat suku bunga yang berbeda dapat dilihat dari :


(23)

1. Term or matulity

Merupakan jangka waktu atau jatuh tempo, dimana mereka harus membayarnya.

2. Risk

Beberapa pinjaman pada umumnya tidak beresiko, sementara yang lain mengandung tingkatInflasi spekuasi yang tinggi.

3. Liquidity

Aktiva dikatakan likuid apabila dapat diubah dalam bentuk tunai (cash) secara cepat dan dengan kerugian nilai yang sedikit pula.

4. Adminitratrative costs

Biaya administrasi yang dibebankan pada para peminjam atas kelalaian dan urusan administrasi.

d. Suku bunga diskonto adalah tingkat suku bunga yang dibayar oleh Bank-bank umumapabila meminjam uang dari Bank Sentral. Menurut Weston dan Copeland (1998:184), suku bunga dalam keseimbangan suatu pasar merupakan harga suatu waktu, dimana harga tersebut adalah hasil pengembalian yang menyamakan pinjaman dan pemberian pinjaman dalam kegiatan ekonomi. Suatu tingkat suku bunga akan cenderung naik apabila jumlah uang lebih sedikit dan permintaan terhadap uang lebih banyak. Begitu pula sebaliknya, tingkat suku akan cenderung turun apabila jumlah uang lebih banyak/besar dan permintaan terhadap terhadap uang yang lebih sedikit.


(24)

Sedangkan teori paritas suku bunga merupakan salah satu teori yang penting mengenai penentuan tingkat bunga dalam sistem devisa bebas.Teori ini pada dasarnya bahwa tingkat bunga di suatu negara akan cenderung sama dengan tingkat bunga di negara lain, setelah diperhitungkan perkiraan laju depresiasi mata uang suatu negara dengan negara lain.Berdasarkan Shapiro (1994:164) bahwa yang dimaksud dengan Interest Parity adalah suatu kondisi di mana perbedaan tingkat suku bunga sama dengan perbedaan forward dipasar yang efisien dengan asumsi tidak ada biaya transaksi (no transaction cost).

Pendapat klasik tentang suku bunga ini didasarkan pada Hukum Say (pendapat Baptis Say) bahwa penawaran akan menciptakan permintaanya sendiri. Dengan bertitik tolak dari Hukum Say ini maka setiap tabungan sama dengan investasi.

2.1.2.Teori tingkat suku bunga A.Teori Klasik

Teori bunga aliran klasik dinamakan “The Pure Theory of Interest”. Menurut teori initinggi rendahnya tingkat bunga ditentukan oleh permintaan dan penawaran akan modal. Jadi modal ini telah dianggap sebagai harga dari kesempatan penggunaan modal. Sama seperti harga barang-barang dan jasa, tinggi rendahnya ditentukan oleh permintaan dan penawaran, demikian pula tinggi rendahnya bunga modal ditentukan oleh permintaan dan penawaran modal.

Investasi merupakan tingkat suku bunga. Semakin tinggi tingkat suku bunga, semakin kecil keinginan masyarakat untuk mengadakan investasi.Karena keuntungan yang diharapkan dari investasi tersebut akan lebih dari tingkat bunga


(25)

(biaya penggunaan pinjaman tersebut). Bilamana terjadi tingkat suku bunga dalam keseimbangan, artinya tidak ada dorongan untuk menabung akan sama dengan dorongan pengusaha untuk melakukan investasi

Interest

Saving

I2 I2 I2 0 S2 S0 S1

Sumber : Mulia Nasution, 1998:89

Gambar 2.1

Tingkat Suku Bunga menurut Klasik

Tingkat keseimbangan bunga berada pada Io dimana pada tingkat bunga ini tingkat tabungan yang terjadi sama dengan tingkat investasi. Bilamana tingkat bunga bergerak naik (berpindah dari io ke I1), maka jumlah investasi (keinginan investor untuk melakukan peminjaman) akan berkurang. Kondisi yang terjadi pada tingkat bunga I1dananya (mereka akan bersaing menawarkan sehingga tingkat bunga pada I1) akan bergerak turun atau kembali ke Io.

I1

I0 I2


(26)

Apabila tingkat bunga Iobergerak turun pada I2, para investor (pengusaha) akan bersaing guna memperoleh dana (tabungan) yang jumlahnya kecil dibandingkan keinginan untuk investasi. Tingkat bunga keseimbangan terjadi di pasar sama dengan interaksi antara penawaran dengan permintaan suatu barang. Jadi tingkat bungalah sebagai penggerak antara kaseimbangan tabungan dan investasi.

B.Teori Keynes (Modern)

Keynes tetap menerima pendapat golongan Cambridge, bahwa orang memegang uang guna memenuhi dan melancarkan transaksi-transaksi yang dilakukan dan permintaan masyarakat untuk tujuan ini dipengaruhi oleh tingkat pendapatan dan tingkat bunga. Semakin tinggi pendapatan nasional semakin besar volume transaksi dan semakin besar pula kebutuhan uang untuk memenuhi transaksi.

Dalam teori Keynes Bunga adalah sebuah pembayaran untuk menggunakan uang. Dalamteori preferensi likuiditas, Keynes menjelaskan pandangannya mengenaibagaimana tingkat bunga ditentukan dalam jangka pendek.Teori preferensi likuiditas adalah kerangka kurva LM. Teori inimemiliki asumsi adanya penawaran uang riil tetap dan biasanya tidaktergantung oleh tingkat bunga, yaitu:


(27)

Bunga adalah salah satu determinan dalam memutuskan berapabanyak uang yang ingin dipegang oleh seseorang. Ketika tingkat bunga naik,maka masyarakat cenderung memilih sedikit memegang uang, sehingga:

(M/P)d = L(r)

Sumber: Mankiw, 2000.

Gambar 2.2

Keseimbangan Uang Riil Keynes

Teori preferensi likuiditas menyebutkan bahwa tingkat bungamenyesuaikan untuk menyeimbangkan pasar uang. Dalam teori ini,penurunan dan peningkatan penawaran uang akan berpengaruh terhadapjumlah penawaran uang riil dan tingkat bunga keseimbangan.

Jika tingkat harga tetap, penurunan dalam penawaran uang dari M1 keM2 akan mengurangi penawaran uang riil. Karena itu, tingkat bungakeseimbangan akan naik dari r1 ke r2. Sebaliknya, peningkatan dalampenawaran uang yang dilakukan oleh bank sentral akan meningkatkanpenawaran uang riil, sehingga tingkat bunga keseimbangan akan turun dari r2ke r1 (Gambar 2.2).


(28)

Jadi, menurut teori preferensi likuiditas, penurunandalam penawaran uang akan menaikkan tingkat bunga, dan peningkatandalam penawaran uang akan menurunkan tingkat bunga.

1. Motif berjaga-jaga

Keynes membedakan permintaan akan uang untuk tujuan pembayaran-pembayaran tidak regular, atau yang diluar rencana transaksi normal, misalnya untuk pembayaran keadaan-keadaan darurat seperti kecelakaan, sakit serta pembayaran tidak terduga lainnya. Orang memanfaatkan uang untuk keadaan yang tidak terduga tersebut, karena sifat uang yang liquid, atau mudah ditukarkan dengan barang.

2. Motif Transaksi

Keynes membedakan kegunaan uang adalan sebagai alat transaksi, bahwa orang memegang uang guna memenuhi dan melancarkan transaksi-transaksi yang dilakukan. Semakin tinggi pendapatan nasional semakin besar volume transaksi dan semakin besar pula kebutuhan uang untuk memenuhi transaksi tersebut.Dan dimana orang membutukan uang untuk melakukan transaksi pembayaran sehari-hari.

3. Motif Spekulasi

Sesuai dengan namanya motif dari memegang uang adalah untuk tujuan memperoleh keuntungan yang dapat diperoleh jika pemegang uang dapat memprediksikan keadaan yang akan terjadi dengan benar. Teori Keynes khususnya menekankan adanya hubungan langsung antara kesediaan orang membayar harga uang tersebut (tingkat bunga) dengan unsur permintaan uang


(29)

untuk tujuan spekulasi. Permintaan akan uang yang menurut Keynesdisebut dengan “liquidity freference” (preferensi likuiditas) tergantung dari tingkat bunga. Preferensi likuiditas berdasarkan motif ini sangat peka terhadap perubahan tingkat bunga. Semakin rendah tingkat bunga (i) maka preferensi likuiditas akan semakin besar.

Permintaan uang dengan motif spekulasi adalah disebabkan ketidakpastian. Motif spekulasi ini dikaitkan dengan jual beli obligasi dimana perubahan harganya ditentukan oleh perubahan tingkat bunga yang akan terjadi di masa yang akan datang.Bila masyarakat menganggap tingkat bunga saat ini lebih tinggi dari tingkat bunga normal, maka dalam masyarakat akan timbul ekspektasi tingkat bunga cenderung turun dimasa yang akan datang.Turunnya tingkat bunga mengakibatkan harga obligasi naik dan pemegang obligasi memperoleh keuntungan.

Dalam permintaan uang untuk tujuan spekulasi, kita memgang uang untukberjaga-jaga dan mengantisipasi jikalau nantinya ada surat berharga yangkita rasakan sesuai dengan yang diharapkan, sehingga dapat memperolehkeuntungan ataupun pendapatan dari kepemilikan surat berharga tersebut.Fungsi permintaan uang untuk tujuan spekulasi adalah:

m2 = g(i) Dimana:

m2 = permintaan uang untuk spekulasi i = suku bunga


(30)

Adanya hubungan yang terbalik antara suku bunga dengan permintaan uanguntuk spekulasi adalah karena adanya hubungan yang terbalik antara nilaisurat berharga dengan suku bunga.

N = R/I

Dimana:

N = harga/nilai surat berharga R = pendapatan dari surat berharga i = suku bunga dari surat berharga

Apabila suku bunga (i ) naik maka harga surat berharga (N) akan turun. Olehkarenanya, orang-orang akan tertarik untuk membeli surat berharga(obligasi) saat itu disebabkan harganya yang murah. Sedangkan apabilasuku bunga turun, maka harga surat berharga akan mahal sehingga orang-orangtidak berminat untuk membelinya. Jika digambarkan dalam grafik,maka kurva permintaan untuk tujuan spekulasi adalah sebagai berikut:

i i Tanpa memegang uang untuk spekulasi ( pegang surat berharga) Liquidity trap

Tanpa surat berharga

M2 M2

Gambar 2.3


(31)

Liquidity trap adalah daerah dimana suku bunga begitu rendahnya sehingga harga surat berharga sangat tinggi. Pada daerah liquidity trap ini dipercaya suku bunga tidak akan turun lagi dari keadaan itu. Karenanya harga surat berharga adalah yang tertinggi. Orang-orang tidak ada yang mau membeli surat berharga dan tidak ada bedanya antara memegang unag tunai dengan membeli surat berharga. Oleh karena itu, orang akan lebih senang untuk memegang uang tunai. Pada keadaan ini, orang-orang yang memperkirakanakan adanya kenaikkan suku bunga di masa yang akan datang, jadi lebihbaik menunggu untuk membeli surat berharga di masa yang akan datang.

Dari penjelasan tentang motif permintaan uang di atas maka dapatdijelaskan bahwa permintaan uang merupakan penjumlahan antarapermintaan uang untuk transaksi dan berjaga-jaga (m1) dengan permintaanuang untuk spekulasi (m2).

Md = m1 + m2

Dengan demikian pemegang obligasi lebih suka tetap memegang obligasinya dibanding dengan memegang uang.Jadi bila tingkat bunga naik, permintaan terhadap uang akan rendah dan sebaliknya bila tingkat bunga saat ini lebih rendah dari tingkat bunga normal, maka dalam masyarakat timbul ekspektasi bahwa tingkat bunga akan naik di masa yang akan datang. Jadi menurut Keynes kenaikan permintaan uang baik untuk transaksi, berjaga-jaga maupun spekulasi akan menyebabkan naiknya tingkat bunga dan sebaliknya bila permintaan uang.


(32)

Apabila tingkat bunga turun dibawah tingkat normal, maka masyarakat yakin bahwa tingkat bunga akan kembali ketingkat normal (yakin bunga akan naik diwaktu yang akan datang). Jika mereka memegang surat berharga diwaktu suku bunga naik (harganya turun).Keynes menyatakan bahwa masyarakat mempunyai keyakinan adanya suatu tingkat bunga yang normal. Apabila tingkat bunga turun di bawah tingkat bunga normal, makin banyak orang yakin bahwa tingkat bunga akan kembali ke tingkat yang normal (yakin bahwa bunga akan naik diwaktu yang akan datang).

Jika mereka memegang surat berharga diwaktu suku bunga naik (harganya turun). Mereka akan menderita kerugian (capital loss).Mereka akan menghindari kerugian ini dengan mengurangi surat berharga yang dipegangnya, dengan sendirinya akan menambah uang kas yang dipegang.Hubungan permintaan negatif dengan tingkat bunga juga berkaitan dengan ongkos memegang uang kas (opportunity cost of holding money). Makin tinggi tingkat bunga, makin tinggi pula ongkos memegang uang kas (dalam bentuk tingkat bunga yang tidak diperoleh karena kekayaan diwujudkan dalam bentuk uang kas), sehingga keinginan memegang uang kas juga turun. Sebaliknya, jika tingkat bunga turun berarti ongkos memegang uang kas juga makin rendah sehingga permintaan akan uang naik.

C. Teori paritas tingkat suku bunga

Sampai saat ini tidak ada negara yang benar-benar tertutup, artinya hubungan dengan luar negeri dianggap tidak ada. Selalu ada perbedaan-perbedaan dalam derajat “keterbukaan” suatu negara. Namun kiranya jelas bahwa adanya


(33)

hubungan dengan luar negeri mempunyai pengaruh terhadap perkembangan tingkat bunga didalam negeri.

Teori paritas tingkat bunga adalah teori mengenai penentuan tingkat bunga dalam sistem devisa bebas, yaitu apabila penduduk masing-masing negara bebas memperjualbelikan devisa.

Teori ini pada pokoknya menyatakan bahwa dalam sistem devisa bebas tingkat bunga di negara satu akan cenderung sama dengan tingkat bunga dinegara lain. Setelah diperhitungkan perkiraan mengenai laju depresiasi mata uang negara yang satu dengan negara yang lain.

Secara aljabar Rn = Rf + E* Dimana:

Rn : tingkat bunga (nominal) didalam negeri Rf : tingkat bunga (nominal) diluar negeri

E* : laju depresiasi mata uang dalam negeri terhadap mata uang asing yang diperkirakan akan terjadi.

Karena beberapa alasan tingkat bunga berbeda diseluruh dunia. Ketika diasumsikan tingkat bunga dalam perekonomian terbuka kecil ditentukan oleh tingkat bunga dunia, masyarakat luar negeri akan memberi pinjaman kepada negara itu, yang membuat tingkat bunga domestik turun. Dan jika tingkat bunga domestik berada di bawah tingkat bunga dunia, penduduk domestik akan memberi pinjaman ke luar negeri untuk mendapatkan pengembalian yang lebih tinggi, yang mendorong tingkat bunga domestik naik.


(34)

Perlu dicatat bahwa dalam praktek ada biaya transaksi untuk memindahkan dana dari dalam negeri.Oleh sebab itu teori paritas bunga ini lebih tepat jika berbunyi bahwa tingkat bunga antara dua negara cenderung sama, setelah dikoreksi dengan laju depresiasi yang diperkirakan dari mata uang yang satu terhadap mata uang negara lain dan biaya transaksi (biaya memindahkan dana). Dalam sistem devisa bebas biaya transaksi tersebut rendah, tetapi dalam sistem devisa yang kurang bebas, biaya tersebut bisa tinggi. Oleh karena itu dalam sistem devisa yang tidak bebas, ada kemungkinan tingkat bunga di dalam negeri sangat berbeda dengn tingkat bunga diluar negeri, meskipun telah dikoreksi dengan laju depresiasi yang diperkirakan.

2.2.Pasar modal.

2.2.1 Pengertian dan manfaat pasar modal

Pasar modal (capital market)merupakan pasar untuk berbagai instrument keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk utang ataupun modal sendiri. Instrumen-instrumen keuangan yang diperjualbelikan di pasar modal seperti saham, obligasi, waran, right, obligasi convertible dan berbagai produk turunan (derivatif) sepertiopsi(put atau call).

Didalam undang-undang pasar modal No.8 tahun 1995, pengertian pasar modal dijelaskan lebih spesifik sebagai kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran Umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan degan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.


(35)

Pasar modal memberikan peran besar bagi perekonomian suatu Negara karena pasar modal memberikan dua fungsi sekaligus, fungsi ekonomi dan fungsi keuangan. Pasar modal dikatakan memiliki fungsi ekonomi karena pasar modal menyediakan fasilitas atau wahana yang mempertemukan dua kepentingan yaitu pihak yang memiliki kelebihan dana (investor) dan pihak yang memerlukan dana (issuer).

Dengan adanya pasar modal maka perusahaan publik dapat memperoleh dana segar masyarakat melaui penjualan efek saham melaluui prosedur IPO atau efek utang (obligasi).

Pasar modal dikatakan memiliki fungsi keuangan, karena pasar modal memberikan kemungkinan dan kesempatan memperoleh imbalan (return) bagi pemilik dana, sesuai dengan karakeristik investasi yang dipilih. Jadi di harapkan dengan adanya pasar modal aktifitas perekonomian menjadi meningkat karena pasar modal merupakan alternative pendanaan bagi perusahaan-perusahaan untuk dapat meningkatkan pendapatan perusahaan dan pada akhirnya memberikan kemakmuran bagi masyarakat yang lebih luas.

2.2.2. Manfaat Pasar Modal

1. Menyediakan sumber pembiayaan (jangka panjang) bagi dunia usaha sekaligus memungkinkan alokasi dana secara optimal.

2. Memberikan wahana investasi yang beragam bagi investor sehingga memungkinkan untuk melakukan diversifikasi. Alternatif investasi memberikan potensi keuntungan dengan tingkat resiko yang dapat diperhitungkan.


(36)

3. Menyediakan leading indicator bagi perkembangan perkonomian bagi suatu Negara.

4. Penyebaran kepemilikan perusahaan sampai lapisan masyarakat menengah. 5. Penyebaran kepemilikan keterbukaan dan profesionalisme menciptakan

iklim berusaha yang sehat serta mendorong pemanfaatan manejemen professional.

2.2.3 Jenis dan mekanisme transaksi pasar modal

Pasar modal dibedakan menjadi 2 yaitu pasar perdana dan pasar sekunder : a. Pasar Perdana (Primary Market)

Pasar Perdana adalah penawaran saham pertama kali dari emiten kepada para pemodal selama waktu yang ditetapkan oleh pihak penerbit (issuer) sebelum saham tersebut belum diperdagangkan di pasar sekunder. Biasanya dalam jangka waktu sekurang-kurangnya 6 hari kerja. Harga saham di pasar perdana ditetukan oleh penjamin emisi dan perusahaan yang go public berdasarkan analisis fundamental perusahaan yang bersangkutan.Dalam pasar perdana, perusahaan akan memperoleh dana yang diperlukan.

Perusahaan dapat menggunakan dana hasil emisi untuk mengembangkan dan memperluas barang modal untuk memproduksi barang dan jasa. Selain itu dapat juga digunakan untuk melunasi hutang dan memperbaiki struktur pemodalan usaha. Harga saham pasar perdana tetap, pihak yang berwenang adalah penjamin emisi dan pialang, tidak dikenakan komisi dengan pemesanan yang dilakukan melalui agen penjualan.


(37)

b. Pasar Sekunder (Secondary Market)

Pasar sekunder adalah tempat terjadinya transaksi jual-beli saham diantara investorsetelah melewati masa penawaran saham di pasar perdana, dalam waktu selambat-lambatnya 90 hari setelah ijin emisi diberikan maka efek tersebut harus dicatatkan di bursa.Dengan adanya pasar sekunder para investor dapat membeli dan menjual efek setiap saat.Sedangkan manfaat bagi perusahaan, pasar sekunder berguna sebagai tempat untuk menghimpun investor lembaga dan perseorangan.Harga saham pasar sekunder berfluktuasi sesuai dengan ekspetasi pasar, pihak yang berwenang adalah pialang, adanya beban komisi untuk penjualan dan pembelian, pemesanannya dilakukan melalui anggota bursa, jangka waktunya tidak terbatas. Tempat terjadinya pasar sekunder di dua tempat, yaitu: 1. Bursa Reguler

Bursa reguler adalah bursa efek resmi seperti Bursa Efek Indonesia. 2. Bursa Paralel

Bursa paralel atau over the counter adalah suatu sistem perdagangan efek yang terorganisir di luar bursa efek resmi, dengan bentuk pasar sekunder yang diatur dandiselenggarakan oleh Perserikatan Perdagangan Uang dan Efek-efek (PPUE), diawasi dan dibina oleh BAPEPAM.Over the counter karena pertemuan antara penjual dan pembeli tidak dilakukan di suatu tempat tertentu tetapi tersebar diantara kantor para broker atau dealer.


(38)

2.3.Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) 2.3.1 Pengertian IHSG

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merupakan indeks gabungan dari seluruh jenis saham yang tercatat di bursa efek. IHSG berubah setiap hari karena perubahan harga pasar yang terjadi setiap hari dan adanya saham tambahan. 2.3.2Jenis-jenis Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta 1. Indeks Harga Saham Gabungan

Pada tanggal 1 april 1983, IHSG diperkenalkan untuk pertama kalinya sebagai indikator pergerakan harga saham di BEJ.Indeks ini mencakup pergerakan harga seluruh saham biasa dan saham preferen yang tercatat di BEJ.Hari dasar untuk perhitungan IHSG adalah 10 agustus 1982. Pada tanggal tersebut, indeks ditetapkan denga nilai dasar 100 dan saham tercatat pada saat itu berjumlah 13 saham.

2. Indeks Sektoral

Indeks sektoral merupakan bagian dari IHSG. Semua perusahaan yang tercatat di BEJ diklasifikasikan ke dalam 9 sektor yang didasarkan pada klasifikasi industri. Kesembilan sektor tersebut adalah:

a. Sektor Utama ( industri yang menghasilkan bahan-bahan baku ) Sektor 1, pertanian. Sektor 2, pertambangan

b. Sektor Kedua ( industri pengolahan atau manufaktur ). Sektor 3, industri dasar dan kimia. Sektor 4, aneka industri. Sektor 5, industri barang konsumsi.

c. Sektor ketiga ( jasa ). Sektor 6, property dan real estat Sektor 7, transportasi dan infrastruktur Sektor 8, keuangan Sektor 9, perdagangan, jasa, dan investasi


(39)

Indeks sektoral diperkenalkan pada tanggal 2 januari 1996 dengan nilai dasar 100 untuk setiap sektor dan menggunakan hari dasar 25 desember 1995.

3. Indeks LQ 45

Indeks ini terdiri dari 45 saham yang dipilih setelah melalui beberapa kriteria. Indeks ini terdiri dari saham-saham yang mempunyai likuiditas yang tinggi dan juga mempunyai nilai kapitalisasi pasar yang relatif besar.

a. Kriteria pemilihan saham indeks LQ 45

Untuk masuk dalam pemilihan tersebut, sebuah saham harus memenuhi kriteria tertentu dan lolos dari seleksi utama sebagai berikut:

1. Masuk dalam top 60 dari total transaksi saham di pasar reguler (rata-rata nilai transaksi selama 12 bulan terakhir)

2. Masuk dalam ranking yang didasarkan pada nilai kapitalisasi pasar (rata-rata kapitalisasi pasar selama 12 bulan terakhir)

3. Telah tercatat di BEJ sekurang- kurangnya 3 bulan

4. Kondisi keuangan perusahaan, prospek pertumbuhan perusahaan, frekuensi dan jumlah transaksi di pasar reguler.

2.4.Teori hubungan antara Suku Bunga dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)

Suku bunga yang tidak terkendali dapat mengakibatkan turunnya return saham, karena kenaikan tingkat suku bunga (interest rate) akan berdampak negatif terhadap harga saham (Janes, 2004). Kenaikan tingkat suku bunga menyebabkan investor lebih memilih menanamkan dananya dipasar uang dari pada pasar modal karena lebih memberikan tingkat keuntungan yang lebih tinggi


(40)

dan akibatnya harga saham akan menjadi turun. Dengan menurunnya harga- harga saham suatu perusahaan otomatis akan mempengaruhi IHSG dimana IHSG akan ikut turun.

Sebaliknya juga, dengan menurunnya tingkat suku bunga (interest rate), akan berdampak positif terhadap harga-harga saham. Penurunan tingkat suku bunga membuat investor lebih memilih menanamkan dananya di pasar modal dari pada pasar uang, akibatnya harga-harga saham akan naik. Naiknya harga-harga saham otomatis akan meningkatkan IHSG.

Tingkat suku bunga berpengaruh terhadap pasar modal seperti yang diungkapkan oleh Tandeillin (2001) yang menyatakan bahwa tingkat suku bunga yang meningkat dapat menyebabkan investor menarik investasinya pada saham dan memindahkannya berupa tabungan ataupun deposito. Penarikan investasi secara bersama-sama akan menurunkan angka indeks harga saham. Penurunan tingkat suku bunga membuat Investor lebih memilih menanamkan dananya di pasar modal dari pada pasar uang, akibatnya harga-harga saham akan naik. Naiknya harga saham otomatis akan meningkatkan IHSG.

Dan sebaliknya Kenaikan tingkat suku bunga menyebabkan investor lebih memilih menanamkan dananya dipasar uang dari pada pasar modal karena lebih memberikan tingkat keuntungan yang lebih tinggi dan akibatnya harga saham akan menjadi turun. Dengan menurunnya harga- harga saham suatu perusahaan otomatis akan mempengaruhi IHSG dimana IHSG akan ikut turun.


(41)

Menurut Eko Priyo Pratomo dan Ubaidillah Nugraha (2005), dalam bukunya, Reksa Dana : Hubungan Suku Bunga dan IHSG di Era Modern, Ada 3 hal utama yang mendasari perlunya seseorang melakukan investasi, yaitu:

1)Adanya kebutuhan masa depan atau kebutuhan saat ini yang belum mampu untukdipenuhi saat ini.

2) Adanya keinginan untuk menambah nilai asset, adanya kebutuhan untukmelindungi nilai asset yang sudah dimiliki.

3) Berkaitan dengan adanya inflasi.Dari definisi diatas maka, Suku Bunga dan IHSG dapat didefinisikan sebagai suatu komitmen padadana-dana dari satu atau lebih asset yang akan dipegang untuk periode yang akan datang. Jadi,investasi pada dasarnya adalah “membeli” suatu asset yang diharapkan di masa mendatanguntuk dapat “dijual kembali” dengan nilai yang lebih tinggi.

Pertanyaan-pertanyaan yang langsung timbul adalah menyangkutsegi-segi yang sulit dikategorikan sebagai konsep ekonomi atau ilmu ekonomi. Maksudnya bagaimana menempatkan regulasi, perlindunganhukum dan pengaturan transaksi dalam kaitannya dengan perkembangan bursa. Jadi, bila IHSG merosot terus-menerus, sementara pertumbuhanekonomi berlangsung cukup tinggi dan tingkat inflasi serta tingkat sukubunga Bank menurun, maka memerlukan faktor penjelas yang mungkinsekali berada diluar masalah ekonomi (Syahrir : 38-39).


(42)

2.5 Jurnal Sebelumnya

Penelitian mengenai Analisis Kausalitas Antara Suku Bunga dan IHSG Di Indonesia (Metode VAR) yang telah dilakukan oleh berbagai negara di dunia menghasilakan kesimpulan yang beragam. Berikut ini adalah beberapa penelitian di antaranya.

1. Simposium (2005) dalam “ Analisis Hubungan suku Bunga dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di indonesia” menyatakan suku bunga mempunyai pengaruh secara signifikan dalam jangka panjang terhadap IHSG. 2. Vyshnysk (2003) dalam “The Influence of interest rate and Composite stock

Price index” menyatakan bahwa tingkat suku bunga mempunyai pengaruh secara signifikan dalam jangka waktu yang panjang terhadap IHSG dan IHSG mempunyai pengaruh secara signifikan jangka waktu yang panjang terhadap suku bunga.

3. Adisetiawan (2000)dalam “ Hubungan Tingkat Bunga Sertifikat Bank Indonesia, inflasi, dan Indeks Harga Saham” menyatakan bahwa terdapat hubungan timbal balik yang signifikan antara inflasi dengan tingkat bunga sertifikat Bank Indonesia, namun tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat suku bunga dengan IHSG dan juga tidak terdapat hubungan timbal balik yang signifikan antara inflasi dengan indeks harga saham gabungan (IHSG).

4. Rahul Anand dan Eswar S. Prasad (2010) dalam “ Optimal price Indices for Targeting Inflation under Incomplete Market” menyatakan bahwa dengan adanyafriksikeuanganbankkesejahteraanmemaksimalkanpusat


(43)

harusmengadopsipenargetaninflasifleksibel. Hasil inisangat relevanuntuk pasar negara berkembang, dimana pangsapengeluaranpangan dalam biayatotal konsumsitinggi dansebagian besarkonsumenkreditdibatasi.

5. Wai - Ching Poon (2009) dalam “ Is Monetary Condition Index an Important Indicator for Malaysia?” menyatakan bahwa kekuatan relatif dari empat saluran transmisi kebijakan moneter, yaitu nilai tukar, suku bunga, harga aset dan saluran kredit.Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan kointegrasi antara GDP riil dan determinan (yaitu, nilai tukar, pendek dan jangka panjang suku bunga, dan sektor swasta), yang menyiratkan bahwa nilai tukar, suku bunga dan saluran kredit adalah tiga mekanisme transmisi dalam kebijakan moneter di Malaysia, sementara aset saluran harga adalah yang paling relevan.Dampaknya mendorong perubahan dalam GDP riil adalah saluran kredit, diikuti oleh saluran nilai tukar, dan saluran suku bunga.

6. Mohamed Essaied Hamrita, Nidhal Ben Abdallah, dan Samir Ben Ammou (2009) dalam “ The Multi – Scale Interaction Between Interest Rate, Exchange Rate and Stock Price” menyatakan bahwa suku bunga tidak berpengaruh signifikan dalam jangka pendek terhadap Indek Harga Saham Gabungan tetapi berpengaruh signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan dalam jangka panjang.

7. Muhammad Sowwam (2005) dalam “ Analisa Hubungan Antara Suku Bunga Dengan Indeks Harga Saham Gabungan Di Indonesia” menyatakan bahwa hasilpada penelitian ini variabel IHSG dan Suku Bunga mengikuti random


(44)

walks namun terintegrasi pada pola jangka panjang. Data dua variabel tersebut dinyatakan stationer pada derajat yang sama yaitu pada level – first Difference. Kemudian dengan menggunakan uji kausalitas Granger dapat dilihat bahwa

terdapat hubungan diantara IHSG dan Suku Bunga pada tingkat kepercanyaan 90%. Hal ini menujukan ada hubungan antara suku bunga dengan IHSG dan IHSG juga menujukan adanya hubungan dengan suku bunga dalam jangka waktu panjang.

8. Jodylyn Mendoza Quijano, Karen Corpus, Julius Rola (2009) dalam “Is There a Synchronicity between the Philippine Stock Exchange and New York Stock Exchange?” menyatakan bahwa tingkatinflasi, tabungan suku bunga,nilai tukarasing danharga minyaksecara signifikanmempengaruhiIndeks

HargaFilipinaKomposit.Paralagsatu perbedaanpertama ditesunit rootmengungkapkanstabilitasBursaPasarFilipina Penukaran(PSE) dan New York Stock Exchange(NYSE) pasar.Keduanyajuga ditemukanakan

terpengaruholeh duagangguanekonomi.Demikian juga, kitamenemukansinkronisitasantaraPSEdan pasarNYSEmenggunakan ujiKausalitasGranger.

9. Jyoti P. Gupta, Alain Chevalier, Fran Sayekt (2000) dalam “ The CausalityBetween Interest Rate, Exchange Rate and Stock Price in Emerging Markets: The Case of the Jakarta Stock Exchange” menyatakan bahwa hubunganantara tingkat bunga, nilai tukar danharga saham diBursa Efek Jakarta.Hasil penelitian ini bahwa perekonomian


(45)

Indonesiasedangberlangsungmasa sulit danterdapat laporandan bertentangandengan pengaruhsuku bunga dankurs terhadaphargapasar saham. Tergantung padaperiodesubsedang dipertimbangkan, kausalitas

searahsporadisdaripenutupanharga sahamsuku bungadan sebaliknyadan kausalitassearahlemah darinilai tukardengan harga sahamyang ditemukan.Bukti keseluruhan, bagaimanapun, gagal membangunsetiaphubungankausalitasyang konsisten antarasalah satuvariabel ekonomiyang diteliti.Oleh karena itutampaknyapasar Jakartaefisien dimasukkansebagian besarsuku bunga danpertukaran informasitingkatperubahanhargapada indekssaham penutupanpasar.

10.Akima Suhaimi (2011) dalam “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Obligasi Ritel Republik Indonesia” menyatakan bahwa variabel suku bunga deposito, BI rate dan IHSG mempengaruhi secara nyata harga ORI dipasar sekunder, dimana variabel BI rate memiliki koefisien terbesar sehingga sangat mempengaruhi perubahan harga ORI di pasar sekunder. Sedangkan variabel IHSG merupakan variabel dengan koefisien yang memiliki pangaruh paling sedikit terhadap perubahan harga ORI di pasar sekunder.


(46)

BABIII

METODE PENELITIAN

3.1Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini dilakukan di Indonesia, yaitu dengan mengamatiadakah hubungan yang mempengaruhi antara suku bunga Bank Indonesia dan IHSG di Indonesia. Data yang digunakan penelitaian adalah data kuantitatif dan data kuanlitatif sementara berdasarkan cara memperoleh data yang digunakan dalam penelitin ini adalah data sekunder yaitu data suku bunga bank Indonesia dan data IHSG di Indonesia penutupan bulan dari periode januari 2008 sampai pada desember 2011. Data ini di peroleh dari 3.2Populasi dan Sampel

Populasi yang menjadi objek penelitian ini adalah semua data suku bunga bank Indonesia pada tanggal 1 januari 2008 hingga akhir tahun 2011 yang resmi di BEI dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Indonesia pada tanggal 1 januari 2008 hingga akhir tahun 2011 data yang di peroleh dari

Kedua data akan diteliti apakah tingkat suku bunga Bank Indonesia mempengaruhi tingkat Indeks Harga Saham Gabunagan (IHSG) di Indonesia atau sebaliknya, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Indonesia, mempengaruhi tingkat suku bunga Bank Indonesia.


(47)

3.3 Metode Pengumpulan Data

Data yang diperoleh dengan menggunakan metode dokumentasi. Pengumpulan data dimulai dengan tahap penelitian pendahuluan, yaitu melakukan studi keperpustakaan dengan mempelajari buku-buku dan bacaan-bacaan lain yang berhubungan dengan pokok bahasan dalam penelitian ini.

Tahapan selanjutnya adalah penelitian pokok yang digunakan untuk mengumpulkan keseluruhan data yang dibutukan guna menjawab persoalan penelitian dan memperkaya literatur untuk menunjang data kuantitatif yang diperoleh.

3.4Pengolahan Data

Penulis menggunakan program EViews 6.0 dan Microsoft Office Excel 2007 untuk mengolah data dalam penulisan skripsi ini.

3.5 Model Analisis Data

Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan tugas akhir iniadalah metode analisa deskriptif melalui studi kepustakaan yang didukung oleh

analisa kuantitatif yaitu dengan menggunakan model ekonometrika, yaitu VAR (Vector Autoregression)/VECM (Vector Error Correction Model). Perangkatlunak yang digunakan dalam penelitian ini adalah program Eviews 6.0.Sebagian besar studi empiris terkini yang mengkaji transmisi kebijakanmoneter menggunakan VAR dan VECM (Fung, 2002; Warjio dan Agung, 2002dalam Amaluddin, 2005).


(48)

Hal ini terkait dengan dua hal, yaitu :

1. Keunggulan model VAR dan VECM yang hanya menuntut sedikit landasan teori (theoritic) karena data menspesifikasikan struktur dinamis model.(Pindyck dan Rubinfeld, 1998; Warjio dan Agung, 2002; dan Julaiha dan Insukindro, 2004 dalam Amaluddin, 2005).

2. Ketidakjelasan mekanisme transmisi moneter yang oleh para ekonomseringkali dianggap sebagai “black box. (Bernanke dan Gertler, 1995 danWijoyo Agung, 2002 dalam Amaluddin, 2005)

3. Instrumen VAR/VECM yaitu impuls response function dan variancedecomposition mampu mengidentifikasi efektivitas mekanisme transmisi

Model analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan persamaan sebagai berikut :

It= α+ � βj k

j=1

It-j+� γj k

j=1

Sbt-j+ μ1t

Sbt= α'+ � θj k

j=1

It-j+� γj k

j=1

Sbt-j+ μ2t

Keterangan:

It = Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)

Sbt = Suku Bunga Bank indonesia P = panjangnya kelembanan

a = intercept

μ1t , μ2 = residual (error term) 3.6 Proses Pembentukan Model VAR


(49)

Model VAR adalah model persamaan regresi yang menggunakan data time series. Sebagaimana pembembentukan model VAR ini juga sangat terkait erat dengan masalah stasionaritas data dan kointegerasi antra variabel didalamnya. Langakah pembentukan VAR ini adalah melakukan uji stasionaritas data.

Jika data adalah stasioner pada tingkat level maka kita mempunyai model VAR bias(unrestricted VAR).

Sebaliknya jika data tidak stasioner pada level tetapi stasioner pada proses diferensi data, maka kita harus menguji apakah data mempunyai hubungan dalam jangaka panjang atau tidak dengan melakukan ujikoitegrasi.Apabila terdapat kointegrasi maka model yang kita punyai adalah model Vector Error CorrectionModel (VECM).Model VECM ini menunjukan adanya hubungan jangka panjang antra variabel di dalam sistem VAR.


(50)

Tidak

Tidak Data Time series

Uji Stasioneritas Data

Tidak stasioner

Stasioner di Deferensi Data

Terjadi kointegrasi

VECM Stasioner

VAR Bentuk Level

VAR Bentuk Diferensi


(51)

Gambar 3.1

Proses Pembentukan VAR

3.7Uji Asumsi

3.7.1 Uji Stasioneritas Data

Langkah pertama yang harus dilakukan dalam estimasi model ekonomi dengan data time series adalah dengan menguji stasioneritas pada data (stationary stochastic process). Uji stasioneritas data ini dapat dilakukan dengan menggunakan Augmented Dickey-Fuller (ADF) pada derajat yang sama (level atau difference) hingga diperoleh suatu data yang stasioner, yaitu data yang variansnya tidak terlalu besar dan mempunyai kecenderungan untuk mendekati nilai rata-ratanya (Enders dalam Ajijah et al., 2011).

Gujarati (dalam Ajijah et al., 2011) menjelaskan bentuk persamaan uji stasioner dengan ADF dalam persamaan berikut.

ΔY�= �0+ �Y�−1+ �ΔY�−�+1��=1+ ��

dimana:

Yt= bentuk dari first difference

α0= intercept

Y = variabel yang diuji stasioneritasnya P = panjang lag

ε = error term

Dalam persamaan tersebut, diketahui bahwa H0 menunjukkan adanya unit root dan H1 menunjukkan tidak adanya unit root. Jika dalam uji stasioneritas ini menunjukkan nilai ADFstatistik yang lebih besar daripada Mackinnon critical value,


(52)

maka dapat diketahui bahwa data tersebut stasioner karena tidak mengandung unit root. Sebaliknya, jika nilai ADFstatistik lebih kecil daripada Mackinnon critical value, maka dapat disimpulkan bahwa data tersebut tidak stasioner pada derajat level. Dengan demikian, differencing data untuk memperoleh data yang stasioner pada derajat yang sama di first difference harus dilakukan, yaitu dengan mengurangi data tersebut dengan data periode sebelumnya.

Jika data stasioner pada derajat level maka model VAR adalah unrestricted VAR(model biasa) dan tidak perlu dilakukan uji kointegrasi. VAR bentuk level ini juga dikenal dengan nama VAR in level. Sebaliknya apabila data tidak stasioner pada derajat level tetapi stasioner pada derajat difference, maka harus diuji apakah data mempunyai hubungan dalam jangka panjang dengan menggunakan uji kointegrasi. Apabila terdapat kointegrasi, maka model yang digunakan adalah Vector Error Correction Model (VECM). VECM merupakan model yang terestriksi (restricted VAR). Apabila tidak terdapat kointegrasi, maka model yang digunakan adalah VAR in difference (VAR bentuk diferensi).

3.7.2 Penentuan Lag Length

Salah satu permasalahan yang terjadi dalam uji stasioneritas adalah penentuan lag optimal. Haris (dalam Ajijah et al., 2011) menjelaskan bahwa jika lag yang digunakan dalam uji stasioneritas terlalu sedikit, maka residual dari regresi tidak akan menampilkan proses white noise sehingga model tidak dapat mengestimasi actual error secara tepat. Akibatnya, γ dan error term tidak diestimasi dengan baik. Namun jika memasukkan terlalu banyak lag, maka dapat mengurangi kemampuan menolak H0 karena tambahan parameter yang terlalu


(53)

banyak akan mengurangi derajat bebas.Selanjutnya, berikut adalah kriteria yang digunakan untuk mengetahui jumlah lag optimal yang digunakan dalam uji stasioneritas.

Akaike Information Criterion (AIC) : −2 1�+ 2(�+�)

Schwarz Criterion (SC) : −2 1�+ �log⁡(�)�

Hannan-Quinn Criterion (HQ) : −2 1�+ 2�log log ��

dimana:

1 = nilai fungsi log likelihood yang sama jumlahnya dengan

−�2(1+log 2� +log �′′�′�); �′′�′ merupakan sum of squared residual T = jumlah observasi

k = parameter yang diestimasi

Dalam penentuan lag optimal dengan menggunakan kriteria informasi tersebut, dipilih kriteria yang mempunyai final prediction error correction (FPE) atau jumlah dari AIC, SC, dan HQ yang paling kecil.

3.8 Uji kausalitas

Pengujian kausalitas dilakukan untuk mengetahui apakah di dalam variabel endogen terdapat hubungan sebab akibat. Ada tidaknya kausalitas ini diuji melalui uji F atau melihat dari nilai probabilitasnya.Analisis terakhir berkaitan dengan dengan model sistem VAR non struktual mencari adanya hubungan kedua variabel tersebut antara uji kausalitas variabel endongen didalam sistem VAR. 3.9 Estimasi VAR

Yang dimaksud Estimasi VAR adalah masalah penentuan panjangnya kelambanan didalam sistem VAR.Panjang kelambanan variabel yang optimal


(54)

diperlukan untuk menangkap pengaruh dari setiap variabel yang lain dalam sistem VAR.Penentuan panjangnya kelembanan optimal ini bisa menggunakan beberapa kriteria seperti Akaike information Criteria (AIC), Schwartz InformationCriteria (SIC), Hannan- Quin Criteria (HQ), Likelihood Ratio (LR) maupun dari Final Prediction Error (FPE),(Widarjono, 2007).

Formulasi AIC dan SIC adalah sebagai berikut:

��� = ln�RSS n �+

2k n

���= ln�RSS n �+

k nln n

Dimana:

RSS = jumlah residual kuadrat (Residual sum of squares) k = jumah variabel parameter setimasi

n = jumlah observasi

Bila kita menggunakan salah satu kriteria di dalam menentukan panjangnya kelambanan maka panjang kelambanan optimal terjadi jika nilai- nilai kriteria di atas mempunyai nilai absolut paling kecil.

3.10Impulse Response

Karena secara individu koefisien didalam model VAR sulit diinterprentasikan maka menggunakan analisis impulse response.Impulse response ini merupakan salah satu analisis penting didalam model VAR.Analisisimpulse response ini melacak respon dari variabel endogen didalam sistem VAR karena adanya goncangan (shocks) atau perubahan di dalam variabel gangguan Widarjono (2007).


(55)

Adanya shock variabel gangguan

e

1t di dalam persamaan Sb, misalnya mengalami kenaikan sebesar satu deviasi standar, akan mempengaruhi nilai Sb saat ini maupun di masa akan mendatang.Karena variabel Sb muncul dalam persamaan Sb dan I maka shock variabel gangguan

e

1t juga akan mempengaruhiSb dan I juga. Begitu pula adanya shock variabel gangguan

e

2t dan

e

3t didalam persamaan Sb dan I juga akan mengalami Sb. Dengan mengunakan analisis impulse response ini kita bisa melacak shock untuk beberapa periode ke depan.

3.11Uji Kointegrasi

Sebagaimana dinyatakan oleh Engle – Granger (1983) keberadaan variabel nonstasioner menyebabkan kemungkinan besar adanya hubungan jangka panjang antara variabel didalam sistem VAR. Berkaitan dengan hal ini, maka langkah hubungan antra variabel.Pada langkah ini kita akan mengetahui keberadaan hubungan antara variabel. Pada langkah ini kita akan mengetahui apakah model kita merupakan VAR tingkat diferensi jika tidak ada kointegrasi dan VECM bila terdapat kointegrasi.

Dalam pengujian kointegrasi digunakan untuk mengetahui keberadaan hubungan antar variabel.Pada langkah ini kita akan mengetahui apakah model kita merupakan VAR tingkat diferensi jika tidak ada kointegrasi dan VECM bila terdapat kointegrasi.

3.12Forecast Error Variance Decomposition (FEVD)

Forecast Error Variance Decomposition (FEVD), atau lebih sering disebut Variance Decomposition, dilakukan untuk mengetahui kepentingan relatif


(56)

dari berbagai shock terhadap variabel itu sendiri maupun variabel lainnya. Analisis FEDV bertujuan untuk mengetahui pengaruh atau kontribusi antar variabel transmit (Manurung, 2005). Analisis FEVD digunakan untuk memprediksi kontribusi persentase varian setiap variabel karena adanya perubahan variabel tertentu di dalam sistem. Persamaan FEDV dapat diturunkan dengan ilustrasi sebagai berikut:

����+1= �0+ �1�1

Nilai A0 dan A1 digunakan untuk mengestimasi nilai masa depan Xt+1

����+�= ��+�+ �12��+�−2+ …+ �1�−1��+1

Artinya nilai FEVD selalu 100 persen dan nilai FEVD yang lebih tinggi menjelaskan kontribusi varians satu variabel transmit terhadap variabel transmit lainnya lebih tinggi.

3.13 Defenisi Operasional

1. Defenisi Suku Bunga Bank Indonesia (BI Rate) adalah Suku bunga dari kebijakan yang di keluarkan oleh pemerintah melalui Bank Indonesia dan di umumkan kepada publik, Suku Bunga Bank Indonesia adalah sebagai pedoman dari pada bank-bank yang lain yang ada di Indonesia. BI rate yang diumumkan oleh Dewan Gubenur Bank Indonesia setiap rapat Dewan Gubernur bulanan.

2. Defenisi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) adalah salah satu indeks pasar saham yang digunakan oleh Bursa efek Indonesia dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merupakan indeks gabungan dari seluruh jenis saham yang tercatat di bursa efek. IHSG berubah setiap hari karena


(57)

perubahan harga pasar yang terjadi setiap hari dan adanya saham tambahan.

3. Hubungan antara Suku Bunga dan IHSG adalah ketika suku bunga yang tidak terkendali dapat mengakibatkan turunnya return saham, karena kenaikan tingkat suku bunga (interst rate) akan berdampak negatif terhadap harga saham. Dan Kenaikan tingkat suku bunga menyebabkan investor lebih memilih menanamkan dananya dipasar uang dari pada pasar modal karena lebih memberikan tingkat keuntungan yang lebih tinggi dan akibatnya harga saham akan menjadi turun. Dengan menurunnya harga- harga saham suatu perusahaan otomatis akan mempengaruhi IHSG dimana IHSG akan ikut turun .


(58)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Perkembangan suku bunga Bank Indonesia

Perkembangan suku bunga Bank Indonesia dan perubahan tingkat suku bunga akan berdampak pada perkembangan dan perubahan jumlah investasi di Indonesia, baik yang berasal dari investor domestik maupun dari investor asing, khususnya pada jenis investasi portofolio yang umumnya berjangaka pendek. Perubahan tingkat suku bunga ini akan berpengaruh pada perubahan jumlah permintaan dan penawaran dipasar uang domestik. Apabila dalam suatu negara terjadi peningkatan aliran modal masuk (capital inflows) diluar negari, hal ini akan menyebabkan terjadinya perubahan nilai tukar mata uang negara tersebut terhadap mata uang asing.

Menurut Prasetiantono (2000) apabila suku bunga tinggi, otomatis orang akan lebih suka menyimpan dananya di bank karena ia dapat mengharapkan pengembalian yang menguntungkan. Pada posisi ini, permintaan masyarakat untuk memengang uang tunai menjadi lebih rendah karena mereka sibuk mengalokasikannya ke dalam bentuk portofolio perbankan (deposito dan


(59)

tabungan). Seiring dengan berkurangnya jumlah uang beredar, gairah belanja pun menurun. Selanjutnya harga barang dan jasa umum akan cenderung terjadi mendoronginflasi. Sebaliknya suku bunga rendah, masyarakat cenderung tidak tertarik lagi untuk menyimpan uangnya di bank.

Pada gambar 4.1 dibawah ini, terlihat bahwa suku bunga Bank Indonesia dari tahun 2008-2011 secra umum mengalami tren yang menurun.

Gambar 4.1

Perkembangan suku bunga Bank Indonesia

Pada tahun 2008-2009 terlihat adanya peningkatan suku bunga Bank Indonesia. Pada saat itu, suku bunga merupakan daya tarik masyarakat untuk

5.6 6.0 6.4 6.8 7.2 7.6 8.0 8.4 8.8 9.2 9.6

2008 2009 2010 2011


(60)

menyimpan dana di bank dan pada saat itu tingkat Indeks Harga Saham Gabungan di Indonesia menurun, sehingga masyarakat berinvestasi ke bank dari pada IHSG.

Pada tahun 2010-2011 tingkat suku bunga Bank Indonesia mulai turun dan stabil, hal ini dikarenakan tingkat suku bunga BI rate mengalami penurunan dan masyarakat mulai berinvestasi ke Indeks Harga Saham Gabungan di Indonesia. Hal ini berkaitan karena pada tahun 2007-2008 adanya krisis global di Eropa dan Amerika,pada saat itu perekonomia dunia dan Amerika tidak stabilsehingga berpengaruh ke Indonesia. Terlihat pada tingkat suku bunga BI rate tidak stabil seperti terlihat di tabel 4.1.

Tabel 4.1

Perkembangan Suku Bunga Bank Idonesia

Bulan 2008 2009 2010 2011

Januari 8% 8,75% 6,50% 6,50%

Pebruari 8% 8,25% 6,50% 6,75%

Maret 8% 7,75% 6,50% 6,75%

April 8% 7,50% 6,50% 6,75%

Mei 8,25% 7,25% 6,50% 6,75%

Juni 8,50% 7% 6,50% 6,75%

Juli 8,75% 6,75% 6,50% 6,75%

Angustus 9% 6,50% 6,50% 6,75%

September 9,25% 6,50% 6,50% 6,75%

Oktober 9,50% 6,50% 6,50% 6,50%

Nopember 9,50% 6,50% 6,50% 6%

Desember 9,25% 6,50% 6,50% 6%

Sumber: www. bi.go.id

Dari tabel 4.1 diatas, menunjukkan perubahan suku bunga SBI 1 bulanan selama periode 2008-2011. Pada pengamatan data yang dilakukan terhadap tingkat perubahan suku bunga SBI selama tahun 2008-2011, ditemukan adanya perubahan suku bunga SBI yang bernilai positif (+) maupun negatif (-). Apabila perubahan suku bunga SBI bernilai positif, menunjukkan bahwa tingkat suku


(61)

bunga SBI mengalami kenaikan, sedangkan apabila perubahan suku bunga SBI bernilai negatif, menunjukkan bahwa suku bunga SBI mengalami penurunan.

Kenaikan suku bunga BI rate terbesar sepanjang tahun 2008-2009 terjadi pada bulan Oktober 2008 dimana perubahan suku bunga BI rate sebesar 9,50% sedangkan penurunan suku bunga BI rate terbesar terjadi pada bulan Nopember 2011 dimana perubahan suku bunga BI rate sebesar 6%.

Kenaikan suku bunga BIrate terbesar pada tahun 2008 terjadi pada bulan Oktober dimana perubahan suku bunga BIrate sebesar 9,50%. Sedangkan penurunan suku bunga BIrate terbesar terjadi pada bulan Nopember 2011 dimana perubahan suku bunga BIrate sebesar 6%. Pada tahun 2009 suku bunga BIrate hanya sekali mengalami kenaikan yang terjadi pada bulan Januari sebesar 8,75%. Sedangkan pada tahun 2010 suku bunga BIrate tetap sebesar 6,50%.

4.2 Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)

Indeks Harga Saham Gabungan ( IHSG) merupakan indeks gabungan dari seluruh jenis saham yang tercatat di bursa efek. IHSG berubah setiap harinya dan setiap bulannya perubahan harga pasar yang terjadi setiap bulannya karena adanya saham tabahan. Indeks Harga Saham Gabungan yang tidak terkendali dapat mengakibatkan turunnya return saham, karena kenaikan tingkat suku bunga (interest rate), inflasi dan faktor lainnya akan berdampak negatif terhadap harga suku bunga, inflasi dan faktor-faktor lainnya.

Kenaikan IHSG menyebabkan investor lebih memilih menanamkan dananya di pasar modal karena lebih memberikan tingkat keuntungan yang lebih tinggi dan akibatnya tingkat suku bunga akan menjadi turun.


(62)

Sedangkan koreksi faktoral adalah koreksi yang disebabkan oleh faktor-faktor tertentu, termasuk faktor-faktor-faktor-faktor eksternal.Contohnyawaktu IHSG terkena badai krisis global 2008 lalu.Faktor yang menyebabkan IHSG terkoreksi habis-habisan ketika itu adalah krisis ekonomi Amerika Serikat yang kemudian merembet ke hampir seluruh dunia, termasuk Indonesia.Sementara ‘May Effect’ atau koreksi IHSG yang terjadi bulan Mei lalu, adalah gabungan antara koreksi alamiah dan koreksi faktoral. Ketika itu, IHSG turun dari 2,900-an ke 2,500-an. Secara alamiahnya, IHSG pada saat itu memang sudah sewajarnya untuk beristirahat sejenak ke posisi 2,700-an, setelah terus menerus menguat tajam dalam beberapa bulan sebelumnya. Namun karena terdapat faktor tambahan berupa krisis Yunani, maka IHSG ternyata turunnya lebih dalam, yaitu ke 2,500-an.Pada dasarnya, koreksi IHSG berdasarkan penyebabnya bisa kita bedakan menjadi dua macam, yaitu koreksi alamiah dan koreksi faktoral.Koreksi alamiah adalah koreksi yang lebih banyak disebabkan oleh faktor teknikal, yaitu (secara mudahnya) karena IHSG sudah naik banyak sebelumnya.

Pada gambar 4.2 dibawah ini, terlihat bahwa Indeks Harga Saham Indonesia dari tahun 2008-2011 secara umum mengalami tren yang meningkat.


(63)

Gambar 4.2

Perkembangan Indeks Harga Saham Gabungan di Indonesia

Berdasarkan Gambar 4.2 diketahui perkembangan IHSG yang terjadi pada tahun 2008-2011 mengalami peningkatan yang cukup signifikan.Ini diakibatkan oleh kondisi ekonomi dunia dan Amerika Serikat yang membaik, sedangkan penurunan yang terjadi pada 2007 ini terjadi karena krisis global yang menyebabkan krisis kepercayaan finansial di Amerika dan dunia khususnya di Indonesia.

Tabel 4.2

Perkembangan Indeks Harga Saham Gabungan di Indonesia

Bulan 2008 2009 2010 2011

Januari 2627.250 1332.670 2610.800 3409.170

Pebruari 2721.940 1285.480 2549.030 3409.170

Maret 2447.300 1434.070 2777.300 3678.350

April 2304.520 1722.770 2971.250 3819.620

Mei 2349.100 1916.830 2796.960 3819.620

Juni 2304.510 2026.780 2913.680 3888.570

1,200 1,600 2,000 2,400 2,800 3,200 3,600 4,000 4,400

2008 2009 2010 2011


(64)

Juli 2165.940 2367.540 3069.280 4130.800

Agustus 1832.510 2367.590 3081.880 3841.730

September 1256.700 2367.700 3501.300 3549.030

Oktober 1241.540 2415.840 3635.320 3790.850

Nopember 1355.410 2534.360 3531.210 3715.080

Desember 1355.412 2610.800 3703.510 3821.990

Sumber :

Tabel 4.2 diatas menunjukkan perubahan IHSG di Bursa Efek Indonesia setelah disesuaikan dengan tingkat inflasi selama periode tahun 2008-2011. Pada pengamatan data bulanan yang dilakukan terhadap IHSG selama tahun 2008-2011, ditemukan adanya perubahan indeks yang bernilai positif (+) maupun negatif (-). Apabila perubahan indeks positif, menunjukkan bahwa IHSG mengalami kenaikan dan apabila perubahan indeks bernilai negatif menunjukan bahwa IHSG mengalami peningkatan. IHSG mencatat kenaikan terbesar selama periode 2008-2011 sebesar 4.130.800 yang terjadi pada bulan Juli 2011. Sedangkan penurunan IHSG terbesar terjadi pada Oktober 2008 sebesar 1.241.540.

IHSG cenderung mengalami penurunan pada tahun 2008. Hal ini terlihat selama tahun 2008 mulai dari bulan Agustus, September, dan Oktober dimana pada bulan tersebut IHSG turun secara bertahap. Sedangkan penurunan IHSG paling terbesar terjadi pada bulan Oktober 2008 sebesar 1.241.540.

IHSG cenderung mengalami kenaikan mulai pada tahun 2009-2011. Hal ini terlihat selama tahun 2009-2011 IHSG mengalami perubahan indeks terbesar yang bernilai positif selama tahun 2009-2011 yang terjadi pada bulan Juli sebesar 4.130.800. Ini menujukan dari tahun 2009-2011 IHSG terus mengalami peningkatan dari bulan ke bulan selama kurun waktu 2009-2011.


(65)

Untuk melihat stasioneritas data yang akan diteliti, dilakukan unit root test (uji akar unit). Data yang tidak stasioner akan menghasilkan spurious regression (regresi palsu) yaitu regresi yang menggambarkan hubungan dua variabel atau lebih yang terlihat signifikan secara statistik padahal kenyataanya tidak demikian. Stasioneritas data pada setiap variabel dapat dilihat dengan uji Augmented Dickey Fuller (ADF).

Dari hasil uji stasioneritas data, diketahui bahwa untuk variabel BIrate, nilai ADFstatistik (-5,517361) <Mackinnon critical value (-2,602225) pada α = 1%. Sehingga H0 ditolak. Artinya variabel BI rate stasioner pada derajat level, pada tingkat kepercayaan 99%.

Untuk variabel IHSG, nilai ADF-statistik(-5,605459) <Mackinnon critical value (-2,601424) pada α = 1%. Sehingga H0 ditolak. Artinya variabel IHSG stasioner pada derajat level, pada tingkat kepercayaan 99%.

Tabel 4.3

Hasil Uji Stasioneritas BIrate dan IHSG pada derajat level

t – Statistic Prob.

ADF test statistic on BI Rate -5.517361 0.0000 Test critical values : 1% level -3.584743

5% level -2.928142 10% level -2.602225

ADF test stastic on IHSG -5.605459 0.0000 Test critical values : 1% level -3.581152

5% level -2.926622 10% level -2.601424

Karena kedua variabel stasioner pada derajat level, maka model VAR yang digunakan adalah VAR in level sehingga tidak perlu dilakukan uji kointegrasi. 4.4Penentuan Lag Length


(66)

Penentuan lag optimal dilakukan agar lag yang digunakan tidak terlalu sedikit dan tidak terlalu banyak. Bila lag yang digunakan terlalu sedikit, maka model tidak dapat mengestimasi actual error secara tepat. Akibatnya, error term tidak terestimasi dengan baik. Bila lag yang digunakan terlalu banyak, maka dapat mengurangi kemampuan menolak H0 karena tambahan parameter yang terlalu banyak akan mengurangi derajat bebas.

Penentuan lag optimal dilakukan dengan menggunakan beberapa kriteria informasi, yakni Akaike Information Criterion (AIC), dan Schwarz Criterion (SC). Lag yang dipilih adalah yang mempunyai final prediction error (FPE) atau jumlah dari AIC, dan SC yang terkecil di antara lag-lag yang diajukan.

Dari hasil penentuan lag length, diketahui bahwa nilai FPE terkecil berada padaAIC lag 3.Hal tersebut menunjukkan bahwa lag optimal untuk model analisis adalah lag 3.

Tabel 4.4

Hasil Penentuan Lag Length

Lag AIC SIC

1 12.69307 12.92926

2 12.06578 12.46331 *

3 12.03103 * 12.59310

4 12.22235 12.95225

5 12.06021 12.96129

6 12.10508 13.18078

7 12.27479 13.52862

8 12.31096 13.74651

Pada tabel 4.4 diatas terlihat hasil dari Lag length yang dilakukan dengan menggunakan beberapa kriteria informasi, yakni Akaike Informasi Criterion(AIC) dan Schwarz Criterion (SC). Dari hasil tersebut bahwa AIC yang terkecil adalah


(67)

pada Lag 3 (12.03103), dan SC yang terkecil berada pada lag 2 yaitu 12.46331, sehingga diketahui FPE yang terkecil terletak pada AIC lag 3.

4.5Uji Kausalitas Granger

Uji kausalitas Granger digunakan untuk melihat arah hubungan antar variabel. Karena variabel-variabel dalam model yang diteliti memiliki lebih dari satu nilai lag, maka harus digunakan lag yang optimum. Dalam penelitian ini, lag yang digunakan adalah lag 3 untuk kriteria AIC.

H0 : BIrate tidak mempengaruhi IHSG H1 : BIrate mempengaruhi IHSG

Jika nilai probabilitas F-statistik <α, maka H0 ditolak. Dari hasil uji kausalitas Granger diketahui bahwa nilai probabilitas F-statistik (0,0026) <α (0,01). Dapat disimpulkan H0 ditolak, artinya BIrate mempengaruhi IHSG pada tingkat kepercayaan 99%.

H0 : IHSG tidak mempengaruhi BIrate H1 : IHSG mempengaruhi BIrate

Jika nilai probabilitas F-statistik<α, maka H0 ditolak. Dari hasil uji kausalitas Granger diketahui bahwa nilai probabilitas F-statistik (0,0533) <α (0,1). Maka H0 ditolak, artinya IHSG mempengaruhi BIrate pada tingkat kepercayaan 90%.

Tabel 4.5

Hasil Uji Kausalitas Granger


(1)

Thomas, R.L (1997).

Model Vector Autoregression (VAR)

, Harlow:

Addison-Wesley.

Widarjono, Agus, 2007.

Ekonometrika: Teori dan Aplikasi untuk ekonomi dan

bisnis

, Edisi 2, Ekonisia, Yogyakarta.

Widoatmodjo, Sawidji, 2009.

Pasar Modal Indonesia (Pengantar & Studi Kasus)

,

Ghalia Indonesia, Jakarta.

Yani, Achmad. 2004.

Analisis Teknikal Harga Saham Dengan Metode VAR (Studi

Pada IHSG Di Bursa Efek Jakarta)

.

Yahoo Finance.

http://www.finance.yahoo.com/q/hp?s=^JKSE+Historical+Prices

.

(10 Feb 2012)


(2)

LAMPIRAN

Perkembangan Suku Bunga Bank Idonesia

Bulan

2008

2009

2010

2011

Januari

8%

8,75%

6,50%

6,50%

Pebruari

8%

8,25%

6,50%

6,75%

Maret

8%

7,75%

6,50%

6,75%

April

8%

7,50%

6,50%

6,75%

Mei

8,25%

7,25%

6,50%

6,75%

Juni

8,50%

7%

6,50%

6,75%

Juli

8,75%

6,75%

6,50%

6,75%

Angustus

9%

6,50%

6,50%

6,75%

September

9,25%

6,50%

6,50%

6,75%

Oktober

9,50%

6,50%

6,50%

6,50%

Nopember

9,50%

6,50%

6,50%

6%

Desember

9,25%

6,50%

6,50%

6%

Sumber: www. bi.go.id

Perkembangan Indeks Harga Saham Gabungan di Indonesia

Bulan

2008

2009

2010

2011

Januari

2627.250

1332.670

2610.800

3409.170

Pebruari

2721.940

1285.480

2549.030

3409.170

Maret

2447.300

1434.070

2777.300

3678.350

April

2304.520

1722.770

2971.250

3819.620

Mei

2349.100

1916.830

2796.960

3819.620

Juni

2304.510

2026.780

2913.680

3888.570

Juli

2165.940

2367.540

3069.280

4130.800

Agustus

1832.510

2367.590

3081.880

3841.730

September

1256.700

2367.700

3501.300

3549.030

Oktober

1241.540

2415.840

3635.320

3790.850

Nopember

1355.410

2534.360

3531.210

3715.080

Desember

1355.412

2610.800

3703.510

3821.990

Sumber :

Null Hypothesis: D(BIRATE,2) has a unit root Exogenous: Constant

Lag Length: 0 (Automatic based on AIC, MAXLAG=8)


(3)

Augmented Dickey-Fuller test statistic -5.517361 0.0000 Test critical values: 1% level -3.584743

5% level -2.928142 10% level -2.602225

Null Hypothesis: D(IHSG) has a unit root Exogenous: Constant

Lag Length: 0 (Automatic based on AIC, MAXLAG=8)

t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -5.605459 0.0000 Test critical values: 1% level -3.581152

5% level -2.926622 10% level -2.601424

Hasil Penentuan Lag Length

Lag

AIC

SIC

1

12.69307

12.92926

2

12.06578

12.46331 *

3

12.03103 *

12.59310

4

12.22235

12.95225

5

12.06021

12.96129

6

12.10508

13.18078

7

12.27479

13.52862

8

12.31096

13.74651

Hasil Uji Kausalitas Granger

Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob.

BIRATE does not Granger Cause IHSG 45 5.68728 0.0026 IHSG does not Granger Cause BIRATE 2.79454 0.0533

Vector Error Correction Estimates Date: 05/16/12 Time: 15:07

Sample (adjusted): 2008M07 2011M12 Included observations: 42 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ]

Cointegrating Eq: CointEq1 IHSG(-1) 1.000000 BIRATE(-1) 2158.632 (489.529)


(4)

[ 4.40961] C -18181.33

Error Correction: D(IHSG) D(BIRATE) CointEq1 -0.092206 -6.74E-07

(0.02749) (2.0E-05) [-3.35448] [-0.03443] D(IHSG(-1)) -0.082939 -0.000110 (0.16163) (0.00012) [-0.51315] [-0.95892] D(IHSG(-2)) -0.346794 0.000365 (0.15868) (0.00011) [-2.18545] [ 3.23124] D(IHSG(-3)) 0.026695 2.96E-05 (0.20250) (0.00014) [ 0.13182] [ 0.20501] D(IHSG(-4)) -0.402871 0.000101 (0.17360) (0.00012) [-2.32067] [ 0.81487] D(IHSG(-5)) -0.297380 0.000187 (0.19619) (0.00014) [-1.51577] [ 1.33730] D(BIRATE(-1)) -205.4947 0.729272 (317.526) (0.22610) [-0.64718] [ 3.22542] D(BIRATE(-2)) 424.0110 -0.003422 (417.422) (0.29723) [ 1.01579] [-0.01151] D(BIRATE(-3)) -258.0951 0.005142 (372.350) (0.26514) [-0.69315] [ 0.01939] D(BIRATE(-4)) -558.5744 0.025040 (376.187) (0.26787) [-1.48483] [ 0.09348] D(BIRATE(-5)) 355.2331 0.073482 (273.405) (0.19468) [ 1.29929] [ 0.37744] C 60.93901 -0.037224 (31.7803) (0.02263) [ 1.91751] [-1.64488] R-squared 0.497837 0.749360 Adj. R-squared 0.313711 0.657459 Sum sq. resids 791487.9 0.401322


(5)

S.E. equation 162.4282 0.115661 F-statistic 2.703781 8.153967 Log likelihood -266.3194 38.06845 Akaike AIC 13.25331 -1.241355 Schwarz SC 13.74978 -0.744878 Mean dependent 35.06881 -0.059524 S.D. dependent 196.0686 0.197619 Determinant resid covariance (dof adj.) 352.6344 Determinant resid covariance 179.9155 Log likelihood -228.2331 Akaike information criterion 12.10634 Schwarz criterion 13.18204

Varian ce Decom position of IHSG:

Period S.E. IHSG BIRATE 1 162.4282 100.0000 0.000000 2 216.5379 95.33507 4.664928 3 234.2747 92.05685 7.943150 4 258.2882 82.20513 17.79487 5 327.7107 51.55291 48.44709 6 395.1545 35.66343 64.33657 7 455.1085 27.41974 72.58026 8 511.5477 21.76097 78.23903 9 560.2260 18.20103 81.79897 10 601.0017 16.02402 83.97598 Varian ce Decom position of BIRATE :

Period S.E. IHSG BIRATE 1 0.115661 0.085224 99.91478 2 0.232055 1.079233 98.92077 3 0.353491 0.904551 99.09545 4 0.465189 2.148736 97.85126 5 0.573044 3.374660 96.62534 6 0.681985 5.549781 94.45022 7 0.766476 7.207657 92.79234 8 0.830261 7.943662 92.05634 9 0.875280 8.128839 91.87116 10 0.903016 8.178298 91.82170 Choles


(6)

Orderin g: IHSG BIRATE