Analisis Perbandingan Peranan Jalur Suku Bunga dan Jalur Nilai Tukar pada Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Asean : Studi Komparatif (Indonesia, Malaysia, Singapura)

(1)

SKRIPSI

ANALISIS PERBANDINGAN PERANAN JALUR SUKU BUNGA DAN JALUR NILAI TUKAR PADA MEKANISME TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER DI ASEAN:

STUDI KOMPARATIF (INDONESIA, MALAYSIA, SINGAPURA)

OLEH

RAYATI TOGATOROP 100501147

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ABSTRAK

ANALISIS PERBANDINGAN PERANAN JALUR SUKU BUNGA DAN JALUR NILAI TUKAR PADA MEKANISME TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER DI ASEAN : STUDI

KOMPARATIF (INDONESIA,MALAYSIA,SINGAPURA)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan jalur suku bunga dan jalur nilai tukar pada mekanisme transmisi kebijakan moneter di ASEAN : studi komparatif (Indonesia, Malaysia, Singapura). Variabel dalam penelitian ini adalah suku bunga deposito, suku bunga pinjaman, suku bunga riil, nilai tukar, ekspor neto. Inflasi, dan GDP. Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan model Vector Auto Regression (VAR), yaitu Varians Decomposition dan Impulse Response Function (IRF) dengan program eviews 6.1. Penelitian ini dimulai dari periode tahun 2000 hingga tahun 2012.

Hasil penelitian dari varians decomposition menjelaskan bahwa dalam jalur suku bunga dan jalur nilai tukar dalam variasi sasaran akhir yaitu pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia dari tahun 2000 hingga tahun 2012 meningkat sebesar 1.67%. Di Malaysia sejak adanya shock moneter disimpulkan bahwa GDP Malaysia dari tahun 2000 hingga tahun 2012 meningkat sebesar 1.18%. Sedangkan, di Singapura sejak dilakukan transmisi kebijakan moneter dari tahun 2000 hingga tahun 2012 disimpulkan GDP Singapura meningkat sebesar 1.05%. Hasil Impulse Response Function yang dijelaskan dalam jalur suku bunga dan jalur nilai tukar di Indonesia membutuhkan time lag yang sama yaitu selama 5 tahun. Di Malaysia hasil Impulse Response Function ditemukan bahwa jalur suku bunga dan jalur nilai tukar membutuhkan time lag yang sama yaitu 5 tahun. Sedangkan, untuk Singapura ditemukan bahwa jalur suku bunga membutuhkan time lag untuk mencapai sasaran pertumbuhan ekonomi adalah selama 5 tahun, tetapi pada jalur nilai tukar membutuhkan time lag

untuk mencapai sasaran pertumbuhan ekonomi adalah selama 4 tahun.

Dengan demikian, berdasarkan hasil pengujian varians decomposition dan hasil Impulse

response Function, peranan jalur suku dan jalur nilai tukar efektif dalam mekanisme transmisi

kebijakan moneter di Indonesia. Di Malaysia jalur suku bunga dan jalur nilai tukar juga sama-sama efektif dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter. Di singapura peranan jalur nilai tukar lebih efektif dan lebih cepat cepat merespon pertumbuhan ekonomi (GDP) dari pada jalur suku bunga dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter.

Kata kunci : Jalur Suku Bunga, Jalur Nilai Tukar, Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter, Indonesia, Malaysia, Singapura

ABSTRACT

COMPARATIVE ANALYSIS THE ROLE CHANNELS OF INTEREST RATE AND EXCHANGE RATE CHANNELS OF MONETARY POLICY TRANSMISSION MECHANISM OF ASEAN : STUDY COMPARATIVE (INDONESIA, MALAYSIA,

SINGAPORE)


(3)

This purpose of this research to knowing how the role channels of interest rate and exchange rate channels of monetary policy transmission mechanism of ASEAN (Study comparative : Indonesia, Malaysia, Singapore). The variable of this research are deposit interest rate, lending interest rate, rill interest rate, exchange rate, net export, inflation and GDP. Analysis tools used in this research is Vector Auto Regression (VAR) model, that is Varians Decomposition and Impulse Response Function (IRF) with Eviews 6.1 program. This research used data start from 2000 until 2012.

The results of varians decomposition research explain that interest rate channels and exchange rate channels in the end target variance is that growth economy of Indonesia on 2000 until 2012 increasing 1.67%. In Malaysia, the economy growth increasing 1.18% since have monetary shock. In Singapore the economy growth increasing 1.05% since the monetary policy transmission happened. The impulse response function results explain that interest rate channels and exchange rate channels of Indonesia and Malaysia need the same time lag during five years. But Singapore need four years time lag to reach the economy growth.

So that, the role of interest rate channels and exchange rate channels of monetary policy transmission mechanism is effective in Indonesia and Malaysia. That base from varians decomposition results test and impulse response function results. While in Singapore exchange rate channels of monetary policy transmission mechanism is effective to response the economy growth.

Key word: Interest Rate Channel, Exchange Rate Channel, Monetary Policy Transmission Mechanism, Indonesia, Malaysia, Singapore

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis persembahkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena atas anugerah dan penyertaan-Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “ Analisis Perbandingan Peranan Jalur Suku Bunga dan Jalur Nilai Tukar pada Mekanisme Transmisi


(4)

Kebijakan Moneter di Asean : Studi Komparatif (Indonesia, Malaysia, Singapura)”. Skripsi ini penulis ajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan pada program Strata-1 di Fakultas EKonomi Universitas Sumatera Utara, Departemen Ekonomi Pembangunan dengan Konsentrasi Perbankan.

Dalam penulisan skripsi ini penulis mendapat banyak bantuan, dorongan, bimbingan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya dengan ketulusan hati kepada setiap orang yang telah berdoa dan yang memberi semangat maupun matril, sehingga penulis dapat mengikuti dan menyelesaikan kuliah ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Orang tua penulis yaitu bapak M.Togatorop dan ibu S.Sianturi yang terus mendukung dalam doa, dana, semangat, dan kasih sayang.

2. Bapak Prof. DR. Azhar Maksum, S.E, M.Ec., Ak selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera utara

3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.,Ec selaku Ketua Departemen SI Ekonomi Pembangunan sekaligus sebagai Dosen Pembimbing penulis.

4. Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si, selaku Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan.

5. Bapak Irsad Lubis, MS.oc., SC.,Phd., selaku Ketua Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi.

6. Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si selaku Dosen Pembanding skripsi penulis. 7. Bapak Sahat Silaen selaku Dosen Pembanding skripsi penulis.


(5)

8. Dosen-dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, khususnya dosen Ekonomi Pembangunan yang telah membimbing selama perkuliahan serta semua staff Fakultas Ekonomi.

9. Teman-teman seperjuangan Ekonomi Pembangunan stambuk 2010.

Penulis menyadari adanya kekurangan dan ketidaksempurnaan dalam penulisan skripsi ini, disebabkan keterbatasan pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu, penulis tidak menutup diri untuk menerima kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak untuk kesempurnaan skripsi ini.

Medan, 2014 Penulis

Rayati Togatorop

NIM 10050114

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK --- i

ABSTRACT --- ii

KATA PENGANTAR --- iii

DAFTAR ISI --- v

DAFTAR TABEL --- ix

DAFTAR GAMBAR --- ix

DAFTAR GRAFIK --- xi


(6)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang --- 1

1.2Perumusan Masalah --- 4

1.3Tujuan Penelitian --- 5

1.4Manfaat Penelitian --- 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1Kebijakan Moneter Indonesia --- 7

2.1.1 Pengertian Kebijakan Moneter --- 7

2.1.2 Target Kebijakan Moneter --- 7

2.1.3 Indikator Kebijakan Moneter --- 8

2.1.3.1 Mekanisme Transmisi Melalui Alur Bunga dan Uang Beredar (Monetary Agregate) --- 9

2.1.4 Kerangka Operasi Kebijakan Moneter --- 9

2.1.4.1 Instrumen-Instrumen Moneter Indonesia --- 9

2.1.4.2 Instrumen Kebijakan Moneter --- 10

2.1.5 Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Indonesia --- 10

2.1.6 Saluran Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Indonesia --- 12

2.1.6.1 Jalur Suku Bunga --- 12

2.1.6.2 Jalur Nilai Tukar --- 14

2.2Kebijakan Moneter Malaysia --- 16

2.2.1 Saluran Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Malaysia --- 16

2.2.1.1 Jalur Suku Bunga --- 17

2.2.1.2 Jalur Nilai Tukar --- 18

2.3Kebijakan Moneter Singapura --- 18

2.3.1 Sejarah Tingkat MAS (The Monetary Authority Of Singapore) --- 18

2.3.2 Saluran Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Singapura --- 20

2.3.2.1 Jalur Suku Bunga --- 20

2.3.2.2 Jalur Nilai Tukar --- 20

2.3.3 Kebijakan Moneter Singapura Berpusat Pada Nilai Tukar --- 21

2.4Variabel dalam Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter dalam Jalur Suku Bunga dan Nilai Tukar --- 22

2.4.1 Suku Bunga Deposito --- 22

2.4.2 Suku Bunga Pinjaman --- 23

2.4.3 Suku Bunga Riil --- 24

2.4.4 Nilai Tukar --- 25

2.4.5 Inflasi --- 26


(7)

2.4.6 Ekspor Netto --- 27

2.4.7 GDP --- 27

2.5Penelitian Terdahulu --- 28

2.6Kerangka Konseptual --- 29

2.7Hipotesis --- 30

BAB III METODE PENELITIAN 3.1Jenis Penelitian --- 31

3.2Batasan Operasional --- 31

3.3Definisi Operasional Variabel Penelitian --- 31

3.4Skala Pengukuran Variabel --- 32

3.5Jenis Data --- 32

3.6Metode Pengumpulan Data --- 32

3.7Teknik Analisis Data --- 33

3.7.1 VAR--- 33

3.7.2 Pengujian Stationeritas --- 34

3.7.3 Penentuan Lag Optimal (Lag Lenght) --- 35

3.7.4 Variance Decomposition (Dekomposisi Varian) --- 35

3.7.5 Impulse Response (IRF) --- 36

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1Perkembangan Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia, Malaysia, dan Singapura --- 37

4.2Perkembangan Variabel pada Jalur Suku Bunga Dan Jalur Nilai Tukar --- 39

4.2.1 Suku Bunga Deposito --- 39

4.2.1.1 Suku Bunga Deposito Indonesia --- 39

4.2.1.2 Suku Bunga Deposito Malaysia --- 40

4.2.1.3 Suku Bunga Deposito Singapura --- 41

4.2.2 Suku Bunga Pinjaman --- 42

4.2.2.1 Suku Bunga Pinjaman Indonesia --- 42

4.2.2.2 Suku Bunga Pinjaman Malaysia --- 42

4.2.2.3 Suku Bunga Pinjaman Singapura --- 43

4.2.3 Suku Bunga Riil --- 44

4.2.3.1 Suku Bunga Riil Indonesia --- 44

4.2.3.2 Suku Bunga Riil Malaysia --- 45

4.2.3.3 Suku Bunga Riil Singapura --- 46

4.2.4 Nilai Tukar --- 47

4.2.4.1 Nilai Tukar Indonesia --- 47

4.2.4.2 Nilai Tukar Malaysia --- 48

4.2.4.3 Nilai Tukar Singapura --- 48

4.2.5 Inflasi --- 49

4.2.5.1 Inflasi Indonesia --- 49

4.2.5.2 Inflasi Malaysia --- 50


(8)

4.2.6 Ekspor Netto --- 52

4.2.6.1 Ekspor Netto Indonesia --- 52

4.2.6.2 Ekspor Netto Malaysia --- 53

4.2.6.3 Ekspor Netto Singapura --- 54

4.2.7 GDP --- 55

4.2.7.1 GDP Indonesia --- 55

4.2.7.2 GDP Malaysia --- 56

4.2.7.3 GDP Singapura --- 57

4.3Perkembangan Sasaran Akhir Kebijakan Moneter ---- 58

4.4Analisis Hasil Penelitian --- 60

4.4.1 Hasil Uji VAR --- 60

4.4.1.1 Jalur Suku Bunga --- 60

4.4.1.1.1 Indonesia --- 60

4.4.1.1.2 Malaysia --- 61

4.4.1.1.3 Singapura --- 62

4.4.1.2 Jalur Nilai Tukar --- 63

4.4.1.2.1 Indonesia --- 63

4.4.1.2.2 Malaysia --- 64

4.4.1.2.3 Singapura --- 64

4.4.2 Hasil Uji Stationeritas --- 65

4.4.2.1 Jalur Suku Bunga --- 66

4.4.2.1.1 Indonesia --- 66

4.4.2.1.2 Malaysia --- 67

4.4.2.1.3 Singapura --- 67

4.4.2.2 Jalur Nilai Tukar --- 68

4.4.2.2.1 Indonesia --- 68

4.4.2.2.2 Malaysia --- 69

4.4.2.2.3 Singapura --- 70

4.4.3 Hasil Penentuan Lag Optimal (Lag Lenght) --- 70

4.4.3.1 Jalur Suku Bunga --- 71

4.4.3.1.1 Indonesia --- 71

4.4.3.1.2 Malaysia --- 71

4.4.3.1.3 Singapura --- 72

4.4.3.2 Jalur Nilai Tukar --- 73

4.4.3.2.1 Indonesia --- 73

4.4.3.2.2 Malaysia --- 73

4.4.3.2.3 Singapura --- 74

4.4.4 Hasil Analisis Dekomposisi Varian --- 74

4.4.4.1 Jalur Suku Bunga --- 75

4.4.4.1.1 Indonesia --- 75

4.4.4.1.2 Malaysia --- 76

4.4.4.1.3 Singapura --- 78

4.4.4.2 Jalur Nilai Tukar --- 79

4.4.4.2.1 Indonesia --- 79

4.4.4.2.2 Malaysia --- 80

4.4.4.2.3 Singapura --- 81


(9)

4.4.5 Hasil Impulse Response Function --- 82

4.4.5.1 Jalur Suku Bunga --- 83

4.4.5.1.1 Indonesia --- 83

4.4.5.1.2 Malaysia --- 85

4.4.5.1.3 Singapura --- 87

4.4.5.2 Jalur Nilai Tukar --- 89

4.4.5.2.1 Indonesia --- 89

4.4.5.2.2 Malaysia --- 91

4.4.5.2.3 Singapura --- 93

4.5Analisis Hasil Pembahasan --- 95

4.5.1 Indonesia --- 96

4.5.2 Malaysia --- 98

4.5.3 Singapura --- 100

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1Kesimpulan --- 103

5.2Saran --- 104

DAFTAR TABEL No.Tabel Judul Halaman 4.1 Hasil Pengujian Stationeritas pada Variabel Jalur Suku Bunga di Indonesia --- 66

4.2 Hasil Pengujian Stationeritas pada Variabel Jalur Suku Bunga di Malaysia --- 67

4.3 Hasil Pengujian Stationeritas pada Variabel Jalur Suku Bunga di Singapura --- 67 4.4 Hasil Pengujian Stationeritas pada Variabel


(10)

Jalur Nilai Tukar di Indonesia --- 68 4.5 Hasil Pengujian Stationeritas pada Variabel

Jalur Nilai Tukar di Malaysia --- 69 4.6 Hasil Pengujian Stationeritas pada Variabel

Jalur Nilai Tukar di Singapura --- 70 4.7 Hasil Penentuan Lag Optimal pada Jalur Suku

Bunga di Indonesia --- 71 4.8 Hasil Penentuan Lag Optimal pada Jalur Suku

Bunga di Malaysia --- 71 4.9 Hasil Penentuan Lag Optimal pada Jalur Suku

Bunga di Singapura --- 72 4.10 Hasil Penentuan Lag Optimal pada Jalur Nilai

Tukar di Indonesia --- 73 4.11 Hasil Penentuan Lag Optimal pada Jalur Nilai

Tukar di Malaysia --- 73 4.12 Hasil Penentuan Lag Optimal pada Jalur Nilai

Tukar di Singapura --- 74 4.13 Hasil Varians Decomposition pada Jalur Suku

Bunga di Indonesia --- 75 4.14 Hasil Varians Decomposition pada Jalur Suku

Bunga di Malaysia --- 76 4.15 Hasil Varians Decomposition pada Jalur Suku

Bunga di Singapura --- 78 4.16 Hasil Varians Decomposition pada Jalur Nilai

Tukar di Indonesia --- 79 4.17 Hasil Varians Decomposition pada Jalur Nilai

Tukar di Malaysia --- 80 4.18 Hasil Varians Decomposition pada Jalur Nilai

Tukar di Singapura --- 81

DAFTAR GAMBAR

No.Gambar Judul Halaman

2.1 Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter

Sebagai “Black Box” --- 11 2.2 Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter

Melalui Jalur Suku Bunga di Indonesia --- 13 2.3 Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter

Melalui Jalur Nilai Tukar di Indonesia --- 15 2.4 Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di


(11)

Singapura --- 21 2.5 Kerangka Konseptual --- 29 4.1 Penentuan Time Lag pada Jalur Suku Bunga

Dan Nilai Tukar dalam Mekanisme Transmisi

Kebijakan Moneter di Indonesia --- 97 4.2 Penentuan Time Lag pada Jalur Suku Bunga

Dan Nilai Tukar dalam Mekanisme Transmisi

Kebijakan Moneter di Malaysia --- 99 4.3 Penentuan Time Lag pada Jalur Bunga dan

Jalur Nilai Tukar dalam Mekanisme Transmisi

Kebijakan Moneter di Singapura --- 101

DAFTAR GRAFIK

No.Grafik Judul Halaman

4.1 Perkembangan Suku Bunga Depsoito

Indonesia --- 40 4.2 Perkembangan Suku Bunga Deposito

Malaysia --- 41 4.3 Perkembangan Suku Bunga Deposito

Singapura --- 41 4.4 Perkembangan Suku Bunga Pinjaman


(12)

4.5 Perkembangan Suku Bunga Pinjaman

Malaysia --- 43

4.6 Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Singapura --- 44

4.7 Perkembangan Suku Bunga Riil Indonesia --- 45

4.8 Perkembangan Suku Bunga Riil Malaysia --- 46

4.9 Perkembangan Suku Bunga Riil Singapura --- 47

4.10 Perkembangan Nilai Tukar Indonesia --- 47

4.11 Perkembangan Nilai Tukar Malaysia --- 48

4.12 Perkembangan Nilai Tukar Singapura --- 49

4.13 Perkembangan Inflasi Indonesia --- 50

4.14 Perkembangan Inflasi Malaysia --- 51

4.15 Perkembangan Inflasi Singapura --- 52

4.16 Perkembangan Ekspor Netto Indonesia --- 53

4.17 Perkembangan Eskpor Netto Malaysia --- 54

4.18 Perkembangan Ekspor Netto Singapura --- 55

4.19 Perkembangan GDP Indonesia --- 56

4.20 Perkembangan GDP Malaysia --- 57

4.21 Perkembangan GDP Singapura --- 58

4.22 Hasil Impulse Response Function pada Jalur Suku Bunga di Indonesia --- 83

4.23 Hasil Impulse Response Function pada Jalur Suku Bunga di Malaysia --- 85

4.24 Hasil Impulse Response Function pada Jalur Suku Bunga di Singapura --- 87

4.25 Hasil Impulse Response Function pada Jalur Nilai Tukar di Indonesia --- 89

4.26 Hasil Impulse Response Function pada Jalur Nilai Tukar di Malaysia --- 92

4.27 Hasil Impulse Response Function pada Jalur Nilai Tukar di Singapura --- 94

DAFTAR LAMPIRAN No.Lampiran Judul Halaman 1 Variabel Suku Bunga dan Nilai Tukar Di Indonesia --- 110

2 Variabel Suku Bunga dan Nilai Tukar Di Malaysia --- 110

3 Variabel Suku Bunga dan Nilai Tukar Di Singapura --- 111

4 Hasil Pengujian Stationeritas --- 111

5 Penentuan Lag Optimal --- 117


(13)

6 Hasil Estimasi Regresi VAR --- 119 7 Hasil Varians Decomposition --- 126 8 Hasil Impulse Response Function --- 128


(14)

ABSTRAK

ANALISIS PERBANDINGAN PERANAN JALUR SUKU BUNGA DAN JALUR NILAI TUKAR PADA MEKANISME TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER DI ASEAN : STUDI

KOMPARATIF (INDONESIA,MALAYSIA,SINGAPURA)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan jalur suku bunga dan jalur nilai tukar pada mekanisme transmisi kebijakan moneter di ASEAN : studi komparatif (Indonesia, Malaysia, Singapura). Variabel dalam penelitian ini adalah suku bunga deposito, suku bunga pinjaman, suku bunga riil, nilai tukar, ekspor neto. Inflasi, dan GDP. Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan model Vector Auto Regression (VAR), yaitu Varians Decomposition dan Impulse Response Function (IRF) dengan program eviews 6.1. Penelitian ini dimulai dari periode tahun 2000 hingga tahun 2012.

Hasil penelitian dari varians decomposition menjelaskan bahwa dalam jalur suku bunga dan jalur nilai tukar dalam variasi sasaran akhir yaitu pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia dari tahun 2000 hingga tahun 2012 meningkat sebesar 1.67%. Di Malaysia sejak adanya shock moneter disimpulkan bahwa GDP Malaysia dari tahun 2000 hingga tahun 2012 meningkat sebesar 1.18%. Sedangkan, di Singapura sejak dilakukan transmisi kebijakan moneter dari tahun 2000 hingga tahun 2012 disimpulkan GDP Singapura meningkat sebesar 1.05%. Hasil Impulse Response Function yang dijelaskan dalam jalur suku bunga dan jalur nilai tukar di Indonesia membutuhkan time lag yang sama yaitu selama 5 tahun. Di Malaysia hasil Impulse Response Function ditemukan bahwa jalur suku bunga dan jalur nilai tukar membutuhkan time lag yang sama yaitu 5 tahun. Sedangkan, untuk Singapura ditemukan bahwa jalur suku bunga membutuhkan time lag untuk mencapai sasaran pertumbuhan ekonomi adalah selama 5 tahun, tetapi pada jalur nilai tukar membutuhkan time lag

untuk mencapai sasaran pertumbuhan ekonomi adalah selama 4 tahun.

Dengan demikian, berdasarkan hasil pengujian varians decomposition dan hasil Impulse

response Function, peranan jalur suku dan jalur nilai tukar efektif dalam mekanisme transmisi

kebijakan moneter di Indonesia. Di Malaysia jalur suku bunga dan jalur nilai tukar juga sama-sama efektif dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter. Di singapura peranan jalur nilai tukar lebih efektif dan lebih cepat cepat merespon pertumbuhan ekonomi (GDP) dari pada jalur suku bunga dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter.

Kata kunci : Jalur Suku Bunga, Jalur Nilai Tukar, Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter, Indonesia, Malaysia, Singapura

ABSTRACT

COMPARATIVE ANALYSIS THE ROLE CHANNELS OF INTEREST RATE AND EXCHANGE RATE CHANNELS OF MONETARY POLICY TRANSMISSION MECHANISM OF ASEAN : STUDY COMPARATIVE (INDONESIA, MALAYSIA,

SINGAPORE)


(15)

This purpose of this research to knowing how the role channels of interest rate and exchange rate channels of monetary policy transmission mechanism of ASEAN (Study comparative : Indonesia, Malaysia, Singapore). The variable of this research are deposit interest rate, lending interest rate, rill interest rate, exchange rate, net export, inflation and GDP. Analysis tools used in this research is Vector Auto Regression (VAR) model, that is Varians Decomposition and Impulse Response Function (IRF) with Eviews 6.1 program. This research used data start from 2000 until 2012.

The results of varians decomposition research explain that interest rate channels and exchange rate channels in the end target variance is that growth economy of Indonesia on 2000 until 2012 increasing 1.67%. In Malaysia, the economy growth increasing 1.18% since have monetary shock. In Singapore the economy growth increasing 1.05% since the monetary policy transmission happened. The impulse response function results explain that interest rate channels and exchange rate channels of Indonesia and Malaysia need the same time lag during five years. But Singapore need four years time lag to reach the economy growth.

So that, the role of interest rate channels and exchange rate channels of monetary policy transmission mechanism is effective in Indonesia and Malaysia. That base from varians decomposition results test and impulse response function results. While in Singapore exchange rate channels of monetary policy transmission mechanism is effective to response the economy growth.

Key word: Interest Rate Channel, Exchange Rate Channel, Monetary Policy Transmission Mechanism, Indonesia, Malaysia, Singapore

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis persembahkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena atas anugerah dan penyertaan-Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “ Analisis Perbandingan Peranan Jalur Suku Bunga dan Jalur Nilai Tukar pada Mekanisme Transmisi


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Krisis global 2008 telah membuktikan rapuhnya sistem perbankan. Ketika celah sebuah peraturan telah melahirkan produk turunan yang tidak serupa lagi dengan induknya, yaitu produk derivatif yang menumpang pada sistem perbankan dengan aset properti sebagai jaminan. Dalam sistem ekonomi yang saling terkait, baik sektor maupun pelakunya, satu goncangan di satu sisi akan berdampak pada sistem secara keseluruhan. Apalagi bila bagian yang tergoncang itu adalah sektor perbankan. Ekonomi global yang belum pulih akibat krisis keuangan tahun 2008 menunjukkan bahwa ekonomi global tak hanya cukup untuk mengandalkan negara-negara besar dan adikuasa seperti Amerika dan negara Eropa untuk menjalankan sistem kebijakan moneter

dunia

Wadah investasi yang diberikan lembaga keuangan pada saat itu ada dalam dua bentuk yaitu asset backed commercial paper (ABCP) dan collateralized debt obligation (CDO) yang sering dijuluki shadow banking. Bentuk investasi ini pada umumnya disponsori bank investasi di Wall Street Amerika Serikat yang kurang diawasi. Lembaga keuangan yang memberikan investasi ini menjadi bangkrut karena kehilangan likuiditasnya. Bank investasi ini juga leluasa menciptakan instrumen yang rumit dan kompleks, seperti CDO yang menjadikan aset properti sebagai jaminan dan dapat dijual.

Krisis tahun 2008 juga menyebar ke negara-negara lain termasuk Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Hal ini dilihat dampak dari krisis tersebut terhadap kehidupan ekonomi ketiga negara ini pada saat itu. Indonesia mengalami peningkatan inflasi yang cukup signifikan yaitu 6.40% pada tahun 2007 menjadi 9.77% pada tahun 2008. Selain itu, nilai tukar rupiah melemah


(17)

terhadap dollar Amerika dan PHK oleh perusahaan. Malaysia juga tidak luput dari dampak krisis tersebut dimana pasar otomotif Malaysia turun 12.4% dari tahun sebelumnya. Di singapura jutaan pekerja di PHK.

Makroekonomi suatu negara tidak dapat dipisahkan dari kebijakan moneter negara tersebut. Tidak bisa dipungkiri bahwa kebijakan moneter merupakan salah satu unsure penting dalam proses pertumbuhan ekonomi suatu negara. Kebijakan moneter sering dianggap memiliki kekuatan lebih dari apa yang dapat dicapai secara efektif oleh kebijakan. Kebijakan moneter memiliki transmisi berbagai saluran yang lebih cenderung digunakan untuk mengetahui mekanisme transmisi kebijakan moneter.

Mekanisme transmisi kebijakan moneter (MTKM) memberikan penjelasan mengenai bagaimana perubahan (shock) instrumen kebijakan moneter dapat mempengaruhi variable makro ekonomi lainnya hingga terwujud sasaran akhir kebijakan moneter. Seberapa besar pengaruhnya terhadap harga dan kegiatan di sektor riil. Semuanya sangat tergantung pada perilaku atau respons perbankan dan dunia usaha lainnya terhadap shock instrumen kebijakan moneter yaitu suku bunga perbankan.

Mekanisme transmisi kebijakan moneter adalah suatu proses dimana suatu kebijakan moneter dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Di Indonesia yang melaksanakan tugas otoritas moneter adalah Bank Indonesia (BI). Di Malaysia dijalankan oleh Bank Negara Malaysia (BNM) dan di Singapura dilaksanakan oleh Monetary Authority of

Singapura (MAS). Transmisi kebijakan moneter di Asean dalam pertumbuhan ekonomi dan

inflasi telah lama diakui berlangsung dengan jangka waktu yang lama dan bervariasi. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya kaitan antara berbagai variabel ekonomi dan keuangan yang


(18)

selalu berubah sejalan dengan perkembangan ekonomi dan sesuai dengan negara yang bersangkutan.

Ada berbagai saluran yang dapat digunakan dalam mekanisme transmisi adalah: jalur uang , jalur kredit, jalur suku bunga, jalur nilai tukar, jalur harga aset dan jalur ekpektasi. Norman Loayza & Klaus Schmidtz - Hebbel: 2002 (dalam Muhammad Khoirul Fuddin) menyatakan bahwa dari enam jalur transmisi kebijakan moneter yang ada tidak seluruh wilayah negara Asia Tenggara memilih mekanisme transmisi saluran yang sama dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian negara, itu dapat disebabkan oleh (i) perbedaan dalam efektivitas titik mekanisme transmisi masing-masing negara, (ii) mekanisme transmisi struktural terletak di setiap negara, (iii) sistem keuangan dari setiap negara, (iv) dan keterbukaan ekonomi di setiap negara berbeda (v).

Pertengahan April 2013, Dana Moneter Internasional menurunkan kadar optimismenya atas kondisi perekonomian global. Situasi ekonomi global pada tiga bulan pertama 2013 ternyata belum membaik, diwarnai kebangkrutan Siprus. Ekonom IMF Olivier Blanchard berpendapat perlu ada kebijakan moneter yang lebih agresif, untuk memperkuat sistem finansial yang belum pulih. Lima tahun berlalu sejak krisis ekonomi global 2008, Blanchard menilai ekonomi global

still not in the good shape’ ( News Letter BI Edisi 37, April 2013, Tahun 4).

Perubahan perilaku bank sentral, perbankan dan sektor keuangan serta pelaku ekonomi jelas akan berpengaruh pada interaksi yang akan dilakukannya dalam berbagai aktivitas ekonomi dan keuangan, dan karenanya akan membawa perubahan pula pada mekanisme transmisi kebijakan moneter. Bahkan dalam banyak hal, karena menyangkut perubahan perilaku dan ekspektasi, mekanisme transmisi kebijakan moneter dimaksud diliputi oleh ketidakpastian dan relatif sulit diprediksi. Setiap perubahan kebijakan bank sentral akan diikuti atau telah


(19)

diantisipasi dengan perubahan perilaku perbankan, sektor keuangan dan para pelaku ekonomi dalam berbagai aktivitas ekonomi dan keuangannya.

Direktur Otoritas Moneter Singapura (MAS) Ravi Menon mengatakan bahwa kebijakan nilai tukar tetap alat yang paling ampuh untuk menghadapi tekanan inflasi yang sedang terjadi. Pemerintah lebih mengandalkan kebijakan gelembung diawal daripada setelah inflasi terjadi. Penggunaan kebijakan makroprudensial termasuk langkah-langkah pendinginan masalah properti yang sedang terjadi, menjadi semakin penting dalam era uang mudah (cheap money).

1.2Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka ada beberapa rumusan masalah yang dapat dijadikan sebagai dasar kajian dalam penelitian yang akan dilakukan dengan tujuan untuk mempermudah penulisan skripsi ini. Selain itu,rumusan masalah ini diperlukan sebagai cara untuk mengambil keputusan di akhir penulisan skripsi ini. Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah transmisi kebijakan moneter melalui jalur suku bunga efektif dalam mentransmisikan kebijakan moneter di Indonesia, Malaysia, dan Singapura?

2. Apakah transmisi kebijakan moneter melalui jalur nilai tukar efektif dalam menstransmisikan kebijakan moneter di Indonesia, Malaysia, dan Singapura?

3. Bagaimana perbandingan peranan mekanisme transmisi kebijakan moneter antara jalur suku bunga dan nilai tukar di Indonesia, Malaysia, dan Singapura?

1.3Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui efektivitas suku bunga deposito, suku bunga pinjaman, suku bunga riil, inflasi, dan GDP dalam mentransmisikan kebijakan moneter di Asean: Indonesia, Malaysia, dan Singapura melalui jalur suku bunga.


(20)

2. Untuk mengetahui efektivitas nilai tukar, ekspor netto, suku bunga riil, inflasi, dan GDP dalam mentransmisikan kebijakan moneter di Asean : Indonesia, Malaysia, dan Singapura melalui jalur nilai tukar.

3. Untuk mengetahui perbandingan peranan mekanisme transmisi kebijakan moneter antara jalur suku bunga dan nilai tukar di Asean: yaitu Indonesia, Malaysia, dan Singapura.

1.4Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Sebagai bahan masukan bagi otoritas moneter dalam kebijakan moneter yang dilaksanakan dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter di Asean: yaitu Indonesia, Malaysia, dan Singapura.

2. Sebagai bahan referensi dan informasi bagi penelitian selanjutnya, sekaligus untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan bagi penulis.

3. Sebagai bahan studi dan literatur bagi mahasiswa/i Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara terutama bagi mahasiswa/i Departemen Ekonomi Pembangunan yang ingin melakukan penelitian selanjutnya dalam cabang ilmu ekonomi makro.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Kebijakan Moneter Indonesia 2.1.1 Pengertian Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter adalah semua tindakan atau upaya bank sentral untuk mempengaruhi perkembangan variabel moneter (uang beredar, suku bunga, suku bunga kredit, dan nilai tukar) untuk mencapai sasaran yang diinginkan. Sebagai bagian dari kebijakan ekonomi makro, maka tujuan moneter adalah untuk membantu mencapai sasaran-sasaran makroekonomi antara lain : pertumbuhan ekonomi, penyediaan lapangan kerja, stabilitas harga, dan keseimbangan neraca pembayaran. Keempat sasaran tersebut merupakan tujuan akhir kebijakan moneter ( Natsir, 2011).

Kebijakan moneter itu saling berkaitan satu sama lain dan memungkinkan terjadinya trade off dalam penerapannya. Dalam prakteknya, perkembangan kegiatan perekonomian yang


(22)

diinginkan adalah terjaganya stabilitas ekonomi makro yang dicerminkan oleh stabilitas harga (inflasi rendah), membaiknya pertumbuhan ekonomi serta luasnya lapangan kerja.

2.1.2 Target Kebijakan Moneter

Target akhir kebijakan moneter adalah suatu kondisi makro yang ingin dicapai oleh setiap negara. Target kebijakan moneter tidak statis, namun bersifat dinamis karena selalu disesuaikan dengan kebutuhan perekonomian suatu negara. Akan tetapi, kebanyakan negara menetapkan empat hal yang menjadi ultimate target dari kebijakan moneter, yaitu : pertumbuhan ekonomi, pemerataan pendapatan, kesempatan kerja, dan keseimbangan neraca pembayaran. Idealnya, semua sasaran perekonomian tersebut harus dapat dicapai secara serentak dan optimal. Namun, karena usaha-usaha untuk mencapai sasaran-sasaran tersebut dapat menimbulkan dampak yang kontradiktif. Misalnya kebijakan moneter yang kontradiktif untuk menekan laju inflasi dapat berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi dan penciptaan kesempatan kerja. Di samping itu, pengalaman empiris menunjukkan bahwa perekonomian memburuk karena kebijakan moneternya memiliki tujuan ganda (multiple objectives). Untuk alasan ini, mayoritas bank sentral termasuk BI fokus pada sasaran tunggal (single objective) yaitu mewujudkan dan memelihara kestabilan moneter (Ismail, 2006).

Kebijakan moneter dapat menggunakan instrumen langsung maupun tidak langsung. Instrumen langsung adalah instrumen pengendalian moneter yang dapat secara langsung mempengaruhi sasaran operasional yang diinginkan oleh bank sentral. Adapun instrumen tidak langsung adalah instumen pengendalian moneter yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi sasaran operasional yang diinginkan bank sentral.

2.1.3 Indikator Kebijakan Moneter

Di dalam proses mencapai sasaran kebijakan moneter sering dihadapkan dengan gejolak


(23)

perkembangan perekonomian yang menghambat sasaran yang ditetapkan. Sehubungan dengan itu, diperlukan indikator (sasaran antara) yang dapat memberi petunjuk apakah perkembangan moneter tetap terarah pada usaha pencapaian sasaran akhir yang ditetapkan atau tidak. Indikator tersebut umumnya dua hal, yakni suku bunga dan atau uang beredar. Dengan demikian, kedua variabel tersebut mempunyai dua fungsi, yakni sebagai sasaran menengah dan indikator.

2.1.3.1 Mekanisme Transmisi melalui Alur Tingkat Bunga dan Uang Beredar (Monetary Agregate)

Tingkat bunga merupakan kunci dalam mekanisme transmisi moneter dalam model IS, model LM, model AD, dan model AS. Peningkatan stok uang akan menurunkan tingkat bunga riil dan biaya modal serta meningkatkan investasi bisnis. Peningkatan investasi pada akhirnya akan meningkatkan output agregat. Penurunan tingkat bunga riil juga akan meningkatkan pengeluaran untuk pembelian rumah dan barang tahan lama. Oleh sebab itu, penurunan tingkat bunga akibat ekspansi moneter akan meningkatkan belanja atau konsumsi dan permintaan agregat. Kebijakan moneter yang menggunakan monetary aggregate atau uang beredar sebagai sasaran menengah mempunyai dampak positif berupa tingkat harga yang stabil. Apabila terjadi gejolak dalam jumlah besaran moneter, yaitu melebihi atau kurang dari jumlah yang ditetapkan, bank sentral akan melakukan kontraksi atau ekspansi moneter sedemikian rupa sehingga besaran moneter akan tetap pada suatu jumlah yang ditetapkan (Aulia Pohan, 2008).

2.1.4 Kerangka Operasi Kebijakan Moneter 2.1.4.1 Instrumen-instrumen Moneter Indonesia

Instrumen pengendalian moneter merupakan alat atau media operasi moneter yang digunakan oleh bank sentral untuk mempengaruhi sasaran operasional dan sasaran akhir yang telah ditetapkan (Warjiyo, 2004:17). Instrumen-instrumen kebijakan moneter terdiri dari : (1).


(24)

Operasi Pasar Terbuka (OPT) yaitu operasi bank sentral di pasar keuangan dilakukan dengan cara menjual dan membeli surat berharga, misalnya SBI, (2). Tingkat Bunga Diskonto yaitu fasilitas pinjaman jangka pendek dari Bank Sentral kepada bank-bank komersial dalam pengendalian likuiditasnya (3). Giro Wajib Minimum (Reserve requirement) yaitu giro wajib minimum yang harus dipelihara bank-bank komersial di bank sentral (4). Himbauan moral (moral suation).

2.1.4.2 Instumen Kebijakan Moneter

Di dalam pelaksanaan kebijakan moneter, bank sentral biasanya menggunakan berbagai piranti sebagai instrumen dalam mencapai sasaran. Secara umum, instrumen yang biasa digunakan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu instrumen langsung dan instrumen tidak langsung.

2.1.5 Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Indonesia

Mekanisme transmisi kebijakan moneter pada dasarnya menggambarkan bagaimana kebijakan moneter yang ditempuh bank sentral mempengaruhi berbagai aktivitas ekonomi dan keuangan sehingga pada akhirnya dapat mencapai tujuan akhir yang ditetapkan. Dalam kenyataannya, mekanisme transmisi kebijakan moneter merupakan proses yang kompleks, dan karenanya dalam teori ekonomi moneter sering disebut dengan “black box”. Black box mekanisme transmisi kebijakan moneter ini mendorong banyak pihak untuk mengurai dan memahami proses yang terjadi didalamnya. Menurut Berk (2001), mekanisme transmisi kebijakan moneter dapat diartikan sebagai bagaimana sektor swasta sebagai agen ekonomi merespon kebijakan otoritas moneter, serta bagaimana hubungan otoritas moneter dengan sektor swasta.


(25)

Sektor keuangan atau moneter mempunyai peranan penting, bukan hanya sebagai perantara finansial tetapi juga sebagai pihak yang membatasi, menilai, dan mendistribusikan risiko yang berkaitan dengan berbagai dengan berbagai kegiatan finansial. Pada mekanisme pasar, peranan ini memungkinkan terjadinya keseimbangan antara keuntungan seperti deregulasi ekonomi pada umumnya adalah mendorong efisiensi dan pertumbuhan ekonomi.

Gambar 2.1 Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter sebagai “Black Box”

Sumber: Perry Warjiyo, 2004

Mekanisme transmisi adalah saluran yang menghubungkan antara kebijakan moneter dengan perekonomian. Beberapa ekonom sepakat bahwa mekanisme transmisi merupakan proses antara yang menyebabkan perubahan GDP riil dan inflasi melalui mekanisme kebijakan moneter. Kerangka strategis kebijakan moneter yang ditempuh bank sentral banyak dipengaruhi oleh keyakinan bank sentral yang bersangkutan terhadap suatu proses tertentu mengenai bagaimana kebijakan moneter berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Dengan mempertimbangkan latar belakang tersebut, maka dipandang perlu untuk melakukan penataan kembali struktur pengorganisasian dari lembaga-lembaga yang melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor jasa keuangan, sehingga nantinya kegiatan di dalam sektor jasa keuangan dapat terselenggara secara lebih teratur, adil, transparan, dan akuntabel, mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. Dengan demikian, diharapkan sektor jasa keuangan akan mampu berkontribusi dalam mewujudkan perekonomian nasional yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil.

?

Inflasi

Output Kebijakan


(26)

2.1.6 Saluran Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Indonesia

Kajian mengenai mekanisme transmisi kebijakan moneter pada mulanya mengacu pada peranan uang dalam perekonomian, yang pertaman dijelaskan oleh Quantity Theory of Money

yang dikemukakan oleh Fisher pada tahun 1991. Dalam perkembangan kemajuan di bidang keuangan dan peubahan dalam struktur ekonomi, terdapat lima saluran atau jalur mekanisme transmisi kebijakan moneter (monetary policy transmission channels). Kelima saluran transmisi moneter dimaksud adalah saluran moneter langsung (direct monetary channel), saluran suku bunga (interest rate channel), saluran harga aset (asset price channel), saluran kredit (credit

channel), saluran nilai tukar (exchange rate channel), dan saluran ekspektasi inflasi (inflation

expectation channel). Tetapi jalur suku bunga dan jalur nilai tukar yang akan dibahas dalam

skripsi ini.

2.1.6.1.1Jalur Suku Bunga

Mekanisme transmisi melalui jalur suku bunga menekankan bahwa pentingnya aspek harga di pasar keuangan terhadap berbagai aktifitas ekonomi di sektor riil. Oleh karena itu, kebijakan moneter yang ditempuh bank sentral akan berpengaruh terhadap perkembangan berbagai suku bunga di sektor keuangan dan akan berpengaruh pada tingkat inflasi dan output

riil.Interaksi antara bank sentral dengan perbankan dan para pelaku ekonomi proses perputaran uang.

Kebijakan Moneter

Suku Bunga -SBI -PUAB

Suku Bunga Deposito

Suku bunga kredit

Transmisi di Sektor Riil

Transmisi di Sektor Keuangan

Investasi

Permintaan

Agregat Output

Gap Inflasi Konsumsi


(27)

Gambar 2.2 : Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Melalui Jalur Suku Bunga

Sumber: Perry Warjiyo, 2004

a. Tahap yang pertama: kebijakan moneter yang ditempuh bank sentral akan berpengaruh

terhadap suku bunga jangka pendek (misalnya suku bunga Sertifikat Bank Indonesia dan Pasar Uang Antar Bank) di pasar uang rupiah. Perkembangan ini selanjutnya akan mempengaruhi suku bunga deposito yang diberikan perbankan pada simpanan masyarakat dan suku bunga kredit yang dibebankan bank kepada para debiturnya. Proses transmisi suku bunga tersebut biasanya tidak berlangsung secara segera, artinya ada tenggat waktu, terutama karena kondisi internal perbankan dalam manajemen aset dan kewajibannya.

b. Tahap yang kedua, transmisi suku bunga dari sektor keuangan ke sektor riil akan tergantung

pada pengaruhnya terhadap permintaan konsumsi terjadi terutama karena bunga deposito merupakan komponen dari pendapatan masyarakat (income effect) dan bunga kredit sebagai pembiayaan konsumsi (substitution effect). Sementara itu, pengaruh suku bunga terhadap permintaan investasi terjadi karena suku bunga kredit merupakan komponen biaya modal

(cost of capital), di samping yield obligasi dan dividen saham, dalam pembiayaan investasi.

Pengaruh melalui investasi dan konsumsi tersebut selanjutnya akan berdampak pada besarnya permintaan agregat dan pada akhirnya akan menentukan tingkat inflasi dan output riil dalam ekonomi.


(28)

Pendekatan mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui jalur nilai tukar sama seperti jalur suku bunga, menekankan pentingnya aspek perubahan harga asset finansial terhadap berbagai aktifitas perekonomian. Dalam kaitan ini, pentingnya jalur nilai tukar dalam transmisi kebijakan moneter terletak pada pengaruh asset finansial dalam valuta asing yang berasal dari hubungan kegiatan ekonomi suatu negara dengan negara lain.

Pengaruhnya bukan saja terjadi pada perubahan nilai tukar, tetapi juga pada aliran dana masuk dan keluar suatu negara yang terjadi, antara lain karena aktivitas perdagangan antarnegara dan aliran modal investasi, seperti tercermin pada neraca pembayaran. Perubahan nilai tukar dan aliran dana dan dari ke luar negeri akan mempengaruhi kegiatan ekonomi riil di negara yang bersangkutan. Semakin terbuka perekonomian suatu yang disertai dengan sistem nilai tukar mengambang dan sistem devisa bebas, semakin besar pula pengaruh nilai tukar dan aliran dana luar negeri terhadap perekonomian dalam negeri.

Perbedaan Suku Bunga DN-LN

Aliran Modal LN & supply - Demand Valas

Nilai Tukar

Transmisi di Sektor Keuangan Risiko

Harga-harga Traded Goods

Inflasi

Output Gap PDB

Ekspor Netto Transmisi di

Sektor Riil Kebijakan

Moneter


(29)

Gambar 2.3: Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Melalui Jalur Nilai Tukar

Sumber: Perry Warjiyo, 2004

a. Pada tahap yang pertama, operasi moneter oleh bank sentral akan mempengaruhi, baik

secara langsung maupun secara tidak langsung terhadap perkembangan nilai tukar. Pengaruh langsung terjadi sehubungan dengan operasi moneter melalui intervensi, jual atau beli, valuta asing dalam rangka stabilisasi nilai tukar. Sementara itu, pengaruh tidak langsung terjadi karena operasi moneter yang dilakukan oleh bank sentral mempengaruhi perkembangan suku bunga dipasar uang dalam negeri sehingga mempengaruhi perbedaan suku bunga didalam negeri dan suku bunga di luar negeri, yang selanjutnya akan mempengaruhi besarnya aliran dana dari dan ke luar negeri.

b. Pada tahap yang kedua, perubahan nilai tukar berpengaruh baik langsung maupun tidak

langsung terhadap perkembangan harga-harga barang dan jasa di dalam negeri. Pengaruh langsung terjadi karena perubahan nilai tukar mempengaruhi pola pembentukan harga oleh perusahaan dan ekspektasi inflasi oleh masyarakat, khususnya terhadap barang impor. Sementara itu, pengaruh tidak langsung terjadi karena perubahan nilai tukar mempengaruhi kegiatan ekspor dan impor, yang pada gilirannya berdampak pada output dan perkembangan harga-harga barang dan jasa.

2.2 Kebijakan Moneter Malaysia

Sejak krisis keuangan Asia pada tahun 1998, perubahan signifikan telah terjadi di sektor perbankan Malaysia. Sebelum tahun 1998, sektor perbankan ditandai oleh sejumlah besar lembaga kecil. Namun, gelombang konsolidasi dan merger lembaga keuangan sejak tahun 1998 telah menyebabkan munculnya sembilan kelompok perbankan domestik pada tahun 2006. Lebih penting lagi, Perkembangan ini telah membantu menciptakan sektor keuangan yang lebih


(30)

tangguh, efisien, kompetitif, dan responsif terhadap perubahan kebutuhan ekonomi. Sistem keuangan Malaysia telah berkembang sejalan dengan perubahan struktur perekonomian. perubahan dalam struktur ekonomi dan sistem keuangan pada gilirannya memiliki pengaruh penting dalam membentuk dalam meningkatnya kompleksitas hubungan antara kebijakan moneter dan ekonomi riil. Dalam hal ini, sebagai pembuat kebijakan, penting untuk memahami bagaimana transformasi ekonomi mempengaruhi sifat saluran transmisi kebijakan moneter.

2.2.1 Saluran Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Malaysia

Malaysia menggunakan suku bunga sebagai umpan dalam menarik investasi terutama investasi asing. Siaran yang dibuat oleh Bank Dunia menyatakan bahwa kegiatan investasi di Malaysia masuk lima besar negara di dunia yang memiliki iklim investasi terbaik. Pengolahan yang baik juga mempengaruhi investasi di Malaysia dalam pengolahan pinjaman, karena adanya dana yang cukup ke dalam peningkatan investasi, pemberian kredit di dalam negeri juga meningkat selama periode terakhir.

Tujuan dari kebijakan moneter untuk mencapai target seperti pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan menjaga harga tetap stabil. Hal ini penting bagi para pembuat kebijakan untuk memahami mekanisme transmisi moneter dalam mempengaruhi variabel ekonomi. Untuk tujuan penelitian ini, dua saluran transmisi kebijakan moneter akan dibahas yaitu:

2.2.1.1Jalur Suku Bunga

Mekanisme transmisi moneter melalui jalur suku bunga telah berdiri selama lebih dari lima puluh tahun. Mekanisme ini didasarkan pada Keynesian model IS/LM (Mishkin, 1996). Saluran ini juga dikenal sebagai pandangan uang. Dalam pandangan uang, kebijakan moneter dapat mempengaruhi variabel ekonomi melalui suku bunga. Mekanisme transmisi moneter ini dapat diilustrasikan sebagai berikut, dengan asumsi bahwa terjadi kontraksi moneter:


(31)

M

↓ → i↑ → I↓ → Y↓

Ketika kontraksi moneter dilaksanakan, hal itu mempengaruhi tingkat bunga riil meningkat. Tingkat bunga riil yang tinggi akan meningkatkan biaya pinjaman kepada investor. Oleh karena itu, investasi akan menurun, yang menyebabkan penurunan permintaan agregat sehingga output ekonomi menurun. Dalam teori ekonomi disebutkan bahwa peran nilai tukar dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter adalah semakin besar terhadap sektor perekonomian. Meskipun demikian, banyak studi yang dilakukan menemukan bahwa nilai tukar tidak berperan signifikan dalam transmisi kebijakan moneter seperti yang dimuat dalam teori ekonomi. Perkiraan BNM menunjukkan bahwa rasio saluran nilai tukar terhadap jalur suku bunga adalah 1:4. Dengan kata lain, jalur suku bunga lebih efektif empat kali daripada nilai tukar dalam transmisi kebijakan moneter.

2.2.1.2Jalur Nilai Tukar

Sistem ekonomi terbuka yang diadopsi Malaysia dimana negara harus dilibatkan dengan transaksi internasional, untuk mengakomodasi perdagangan internasional nilai tukar harus diatur. Di bawah sistem nilai tukar yang fleksibel, dampak perubahan suku bunga dapat diserap oleh nilai tukar (Mishkin, 1995). Oleh karena itu, transmisi moneter juga dapat mempengaruhi variabel ekonomi seperti inflasi dan output. Skema saluran nilai tukar disajikan di bawah ini.

M

↓ → i↓ → I↓ → Y ↓

Dari skema di atas, ketika kontraksi kebijakan moneter dilaksanakan, meningkat tingkat bunga riil, yang membuat tingkat bunga riil dalam negeri menjadi relatif lebih tinggi dari tingkat bunga riil asing. Akibatnya, dana dari investor asing akan mengalir ke dalam negeri dan nilai tukar akan menghargai menyebabkan harga produk yang diekspor ke relatif lebih tinggi dari


(32)

pesaing asing lainnya. Oleh karena itu, sebagai akibat dari penurunan output permintaan agregat akan menurun.

2.3Kebijakan Moneter Singapura

2.3.1Sejarah Singkat MAS (The Monetary Authority of Singapore)

MAS didirikan di bawah Otoritas Moneter Singapura Act of 1970 , dan mulai beroperasi pada 1 Januari 1971. Hal ini menandai sebuah tonggak penting dalam sejarah perkembangan keuangan dan moneter Singapura. Sebelum ini, berbagai fungsi moneter biasanya terkait dengan bank sentral telah dilakukan oleh beberapa departemen dan instansi pemerintah. Namun, pada akhir 1969, pemerintah memutuskan bahwa berbagai badan yang bertanggung jawab untuk pengelolaan moneter harus dibawa di bawah satu organisasi. Tidak hanya akan ini membuatnya lebih nyaman untuk tujuan administratif, juga akan memberikan rasa organisasi yang lebih besar terhadap arah dan tujuan, dan menumbuhkan konsentrasi dan pertumbuhan keahlian profesional yang diperlukan dalam pelaksanaan urusan moneter.

Pada bulan April tahun 1977, Pemerintah memutuskan untuk membawa pengaturan industri asuransi di bawah naungan MAS. Fungsi regulasi berdasarkan Securities Act Industry ( 1973 ) juga dialihkan ke pihak MAS pada bulan September 1984. Setelah merger dengan Dewan Komisaris Mata Uang, Singapura pada 1 Oktober 2002, MAS kini juga bertanggung jawab atas penerbitan mata uang. Dunia prospek ekonomi terus menjadi patokan negara-negara mitra utama pertama di Singapura seperti Amerika Serikat, Jepang, Eropa atau China di mana setiap perubahan ke negara biasanya Singapura akan segera menyesuaikan diri dengan cepat karena sekali lagi ekonomi Singapura bergantung pada kegiatan perdagangan internasional. Sektor manufaktur dan industri jasa yang berorientasi ekspor mengalami peningkatan secara bertahap selama beberapa tahun terakhir. Sedangkan untuk pasar tenaga kerja, Singapura adalah negara di


(33)

mana warga masih cukup mudah untuk menemukan pekerjaan sehingga pengangguran dapat dikurangi sedikit di Singapura daripada di negara-negara Asia lainnya.

2.3.2Saluran Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Singapura 2.3.2.1 Jalur Suku Bunga

Peran Singapura sebagai pusat keuangan internasional, ekonomi Singapura sangat terbuka untuk arus modal. Akibatnya, perubahan kecil dalam perbedaan antara suku bunga domestik dan asing akan menyebabkan gerakan besar dan cepat terhadap modal. Hal ini membuat sulit untuk menargetkan jumlah uang beredar di Singapura, karena arus bersih dari dana luar negeri dengan mudah dapat mempengaruhi jumlah uang beredar dalam negeri. Demikian juga, suku bunga domestik sangat ditentukan oleh tingkat asing dan ekspektasi pasar pergerakan $ S. Dengan demikian, setiap upaya oleh MAS untuk menaikkan atau menurunkan suku bunga domestik selama periode waktu yang panjang, akan digagalkan oleh pergeseran dana masuk atau keluar dari Singapura. Dengan kata lain, mengingat konteks mobilitas modal bebas, pilihan nilai tukar sebagai fokus kebijakan moneter menyiratkan bahwa MAS tidak dapat mengendalikan suku bunga domestik atau pasokan uang pada waktu yang sama.

2.3.2.2Jalur Nilai Tukar

Sejak 1981, kebijakan moneter Singapura telah difokuskan pada nilai tukar. Hal ini karena nilai tukar adalah alat yang paling efektif dalam mengendalikan inflasi, mengingat ukuran Singapura yang kecil dan keterbukaan ekonomi Singapura. Namun, MAS tidak hanya melihat dolar Singapura (S $) nilai tukar terhadap dolar AS atau terhadap mata uang asing tunggal. Sebaliknya, MAS mengelola S $ nilai tukar terhadap banyak mata uang yang terdiri dari mata uang mitra dagang utama Singapura dan pesaing. MAS secara teratur meninjau dan merevisi


(34)

komposisi mata uang asing, untuk memperhitungkan perubahan dalam pola perdagangan Singapura.

Pemilihan nilai tukar , daripada uang beredar atau suku bunga, sebagai alat utama kebijakan moneter telah dipengaruhi oleh kecilnya ukuran negara Singapura dan tingginya tingkat keterbukaan terhadap perdagangan dan arus modal. Kurangnya sumber daya alam Singapura yang berarti bahwa Singapura harus mengimpor kebutuhan yang paling dasar sehari-hari. Bahkan, dari setiap $ 1 yang dihabiskan di Singapura, 51 sen digunakan untuk mengimpor barang-barang luar negeri. Hal ini menyiratkan bahwa harga domestik sangat dipengaruhi oleh harga asing, Juga karena ukurannya yang kecil, Singapura adalah price taker di pasar dunia. Dengan demikian, kenaikan harga asing akan menyebabkan harga domestik lebih tinggi, yang dapat diimbangi oleh perubahan nilai tukar.

2.3.3 Kebijakan Moneter Singapura berpusat Pada Nilai Tukar

Gambar 2.4: Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Singapura

Sumber: H.K. Chow Singapore Management University

Gambar diatas menggambarkan hubungan kunci dalam mekanisme transmisi moneter dari gangguan nilai tukar. Perubahan nilai tukar yang merupakan harga relatif dari mata uang domestik dan asing menyebabkan pergerakan harga relatif barang dan jasa dalam negeri dan luar

Interest Rate Asset Prices Net External

Demand Domestic Demand

Total Demand Domestic Prices Pressure

Inflation

Import Prices

Expectations / Confidence

Exchange Rate


(35)

negeri . Seperti fluktuasi harga relatif pada gilirannya dapat mempengaruhi tingkat pola akhir pengeluaran dalam perekonomian domestik. Misalnya, apresiasi nilai tukar menurunkan harga domestik impor dengan demikian mengurangi daya saing produsen dalam negeri dan impor barang dan jasa. Hal ini mendorong pengeluaran jauh dari yang dihasilkan terhadap barang yang diproduksi luar negeri dan jasa . Pada saat yang sama, apresiasi mata uang lokal menaikkan harga luar negeri ekspor dalam negeri, sehingga mengurangi daya saing produsen dalam negeri ekspor. Penurunan ekspor memberikan kontribusi terhadap penurunan neraca perdagangan. Pemilihan nilai tukar daripada jumlah uang beredar atau tingkat bunga sebagai alat utama kebijakan moneter telah dipengaruhi oleh ukuran kecil Singapura dan tingkat tinggi keterbukaan terhadap perdagangan dan arus modal.

2.4 Variabel dalam Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter dalam Jalur Suku Bunga dan Nilai Tukar

2.4.1 Suku Bunga Deposito

Menurut teori klasik tabungan merupakan fungsi dari tingkat bunga dimana pergerakan tingkat bunga pada perekonomian akan mempengaruhi tabungan yang terjadi. Berarti keinginan masyarakat untuk menabung sangat bergantung pada tingkat bunga. Makin tinggi tingkat bunga, semakin besar keinginan masyarakat untuk menabung atau masyarakat akan terdorong untuk mengorbankan pengeluarannya guna menambah besarnya tabungan. Jadi, tingkat bunga menurut klasik adalah balas jasa yang diterima seseorang karena menunda konsumsinya. Pendapat klasik ini didasarkan kepada hukum Say bahwa penawaran akan menciptakan permintaannya sendiri.

2.4.2 Suku Bunga Pinjaman

Suku bunga pinjaman adalah bunga yang diberikan kepada para peminjam atau harga yang harus dibayar oleh nasabah peminjam kepada bank. Adapun komponen dalam


(36)

menentukan suku bunga kredit antar lain sebagai berikut : a. Total biaya dana

Merupakan total bunga yang dikeluarkan oleh bank untuk memperoleh dana simpanan baik dalam bentuk simpanan giro, tabungan maupun deposito. Semakin besar bunga yang dibebankan terhadap bunga simpanan, semakin tinggi pula biaya dananya demikian sebaliknya. b. Biaya operasi

Dalam melakukan setiap kegiatan setiap bank membutuhkan berbagai sarana dan prasarana baik berupa manusia maupun alat. Penggunaan sarana dan prasarana baik manusia maupun alat. Penggunaan sarana dan prasarana ini memerlukan sejumlah biaya yang yang harus ditanggung bank sebagai biaya operasi.

c. Cadangan risiko kredit macet

Merupakan cadangan terhadap macetnya kredit yang akan diberikan, hal ini disebabkan setiap kredit yang diberikan pasti menanggung suatu risiko yang tidak berbayar. Oleh karena itu, pihak bank perlu mencadangkannya sebagai sikap bersiaga menghadapinya dengan cara membebankan sejumlah persentase tertentu terhadap kredit yang akan disalurkan.

d. Laba yang diinginkan

Setiap kali melakukan transaksi bank selalu ingin memperoleh laba yang maksimal. Penentuan ini ditentukan oleh beberapa pertimbangan penting, mengingat penentuan besarnya laba sangat mempengaruhi besarnya bunga kredit.

e. Pajak

Pajak merupakan kewajban yang dibebankan pemerintah kepada bank yang memberikan fasilitas kredit kepada nasabahnya (Kasmir, 2008).

2.4.3 Suku Bunga Riil


(37)

Menurut Karl dan Fair suku bunga adalah pembayaran bunga tahunan dari suatu pinjaman, dalam bentuk persentase dari pinjaman yang diperoleh dari jumlah bunga yang diterima tiap tahun dibagi dengan jumlah pinjaman. Suku bunga dinyatakan sebagai persentase uang pokok per unit waktu. bunga merupakan suatu ukuran harga sumber daya yang digunakan oleh debitur yang harus dibayarkan kepada debitur. Secara teori tingkat bunga yang dibayarkan bank adalah tingkat bunga nominal yang merupakan penjumlahan tingkat bunga riil ditambah inflasi (Mankiw, 2000). Adanya kenaikan atau penurunan inflasi akan berdampak pada kenaikan atau penurunan tingkat bunga kredit.

Konsep mengenai tingkat suku bunga terdiri dari berbagai macam pendekatan. Pertama adalah konsep tentang real interest rate, yaitu tingkat suku bunga yang merupakan tingkat suku bunga nominal dikurangi dengan tingkat inflasi. Kedua adalah konsep atau pendekatan yang dikenal sebagai yield to maturit. Yield to maturity dipandang sebagai konsep yang dapat menjelaskan tingkat suku bunga dengan lebih akurat. Yield to maturity di artikan sebagai tingkat suku bunga yang diperoleh dari present value (PV) atas penerimaan cash flow instrumen hutang yang dinilai dengan nilai saat ini.Tingkat Bunga Riil adalah real interest rate yaitu tingkat bunga dihitung dengan mengurangkan tingkat inflasi dari tingkat bunga nominal (yang ditetapkan); tingkat bunga rill merupakan faktor penting untuk membandingkan penghasilan efektif dari investasi yang berbeda-beda, dengan menghitung nilai sekarang atau nilai yang akan datang dengan memperkirakan tingkat inflasi pada masa yang akan datang; obligasi atau sertifikat deposito yang mempunyai tingkat penghasilan 11% pada saat inflasi sebesar 5% akan mempunyai pendapatan bersih sebelum pajak sebesar 6%; jika inflasi meningkat lebih dan 5%, nilai investasi akan turun karena pendapatan bunga yang menurun sebagai akibat kenaikan harga secara umum.


(38)

Tingkat suku bunga riil yang memperhitungkan ekspektasi perubahan tingkat harga disebut sebagai ex ante real interest rate, sedangkan tingkat suku bunga riil yang memperhitungkan perubahan tingkat harga aktual disebut sebagai ex post real interest rate.Tingkat suku bunga riil , tingkat suku bunga dan inflasi dihubungkan oleh persamaan Fisher(fisher equation) sebagaiberikut:

i = ir + πe ir = i - π

Pergerakan nilai tukar di pasar dipengaruhi oleh faktor fundamental dan nonfundamental. Faktor fundamental tercermin dari variabel-variabel ekonomi makro, seperti pertumbuhan ekonomi, laju inflasi, perkembangan ekspor impor, dan sebagainya. Sementara itu, faktor nonfundamental antara lain berupa sentimen pasar terhadap perkembangan sosial politik, faktor

e

Pada saat tingkat suku bunga riil rendah, maka borrowing cost juga menjadi rendah, sehingga insentif untuk meminjam lebih besar jika dibandingkan dengan insentif untuk memberi pinjaman.

2.4.4 Nilai Tukar

Nilai tukar suatu mata uang didefenisikan sebagai harga relatif dari suatu mata uang terhadap mata uang lainnya. Pada dasarnya terdapat tiga sistem nilai tukar, yaitu : (1) fixed

exchange rate ‘sistem nilai tukar tetap’, (2) managedfloating exchange rate ‘sistem nilai tukar

mengambang tekendali’, dan (3) floating exchange rate ‘sistem nilai tukar mengambang’. Pada sistem nilai tukar tetap, nilai tukar atau kurs suatu mata uang terhadap mata uang lain ditetapkan pada nilai tertentu. Pada nilai tukar ini bank sentral akan siap untuk menjual atau membeli kebutuhan devisa untuk mempertahankan nilaii tukar yang ditetapkan. Apalagi nilai tukar tersebut tidak lagi dapat dipertahankan, maka bank sentral dapat melakukan devaluasi ataupun revaluasi atau nilai tukar yang ditetapkan.


(39)

psikologi para pelaku pasar dalam “memperhitungkan” informasi, rumors, atau perkembangan lain dalam menentukan nilai tukar sehari-hari. (Warjiyo, 2004).

2.4.5 Inflasi

Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang.Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontiniu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadang kala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga. Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan adalah CPI dan GDP Deflator.

2.4.6 Ekspor Netto

Mankiw (2000) menyatakan bahwa ekspor adalah barang dan jasa yang diproduksi di dalam dan dijual di luar negeri. Sedangkan impor adalah barang dan jasa yang diproduksi di luar negeri dan dijual di dalam negeri. Ekspor netto (net export) adalah nilai ekpor suatu negara dikurangi nilai impornya. Karen ekpor neto membertitahu kita apakah sebuah negara menjadi pembeli atau penjual di pasar dunia, maka ekspor neto disebut juga neraca perdagangan (trade balance).


(40)

GDP / PDB diartikan sebagai nilai keseluruhan semua barang dan jasa yang diproduksi di dalam wilayah tersebut dalam jangka waktu tertentu (biasanya per tahun). PDB berbeda dari produk nasional bruto karena memasukkan pendapatan faktor produksi dari luar negeri yang bekerja di negara tersebut. Sehingga PDB hanya menghitung total produksi dari suatu negara tanpa memperhitungkan apakah produksi itu dilakukan dengan memakai faktor produksi dalam negeri atau tidak.

PDB Nominal merujuk kepada nilai PDB tanpa memperhatikan pengaruh harga. Sedangkan PDB riil (atau disebut PDB Atas Dasar Harga Konstan) mengoreksi angka PDB nominal dengan memasukkan pengaruh dari harga. PDB dapat dihitung dengan memakai dua pendekatan, yaitu pendekatan pengeluaran dan pendekatan pendapatan.

2.5 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Martha Simbolon tahun 2012 dengan judul Analisis Peranan Perbandingan Jalur Suku Bunga dan Jalur Nilai tukar dalam Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter menemukan bahwa peranan jalur suku bunga lebih cepat dan efektif dibandingkan jalur nilai tukar dalam mencapai sasaran di Indonesia.

Studi yang dilakukan oleh Noor Azlan Ghazali dan Aisyah Abdul Rahman yang berjudul

The Transmission Mechanism of Monetary Policy in Malaysia : Bank loans or Deposito?

menemukan bahwa saluran kredit dan saluran suku bunga adalah yang efektif di Malaysia. Penelitian yang dilakukan oleh Ooi Sang Kuang yang berjudul The Monetary Transmission

Mechanism In Malaysia : Current Developments and Issues, menemukan bahwa dalam

perekonomian terbuka nilai tukar memiliki dampak yang penting, tetapi dalam mentransmisikan kebijakan moneter tidak sama pentingnya seperti halnya dalam teori.


(1)

Decom

position

of

GDPM

ALAYSI

A:

Period

S.E.

SBDMALAYSI

A

SBPMALAYSI

A

SBRMALAYSI

A

INFMALAYSIA

GDPMALAYSI

A

1

0.090295

44.97877

27.93110

26.19560

0.183567

0.710964

2

0.104970

44.74976

23.79517

20.47588

9.893344

1.085844

3

0.108212

45.23266

22.80119

21.13639

9.377712

1.452038

4

0.114923

44.69267

21.61037

22.93157

9.049966

1.715428

5

0.119964

44.38339

20.65373

24.05002

8.940081

1.972781

6

0.125367

43.66545

20.32789

25.28508

8.544529

2.177045

7

0.130931

42.96576

20.05624

26.39695

8.234407

2.346635

8

0.136338

42.31676

19.88788

27.35772

7.943333

2.494310

9

0.141751

41.69384

19.80062

28.21930

7.666620

2.619623

10

0.147103

41.13242

19.73671

28.97922

7.422829

2.728820

11

0.152387

40.62401

19.69527

29.65361

7.202238

2.824874

12

0.157615

40.16412

19.66656

30.25588

7.003636

2.909801

1.2Jalur Suku Bunga Singapura

Varian

ce

Decom

position

of

GDPSI

NGAPU

RA:

Period

S.E.

SBDSINGAPU

RA

SBPSINGAPU

RA

SBRSINGAPU

RA

INFSINGAPU

RA

GDPSINGAPU

RA

1

0.046862

25.42528

7.916671

64.23833

1.661295

0.758428

2

0.059358

16.28403

11.50590

70.17725

1.121132

0.911694

3

0.066028

16.05087

15.68373

66.07637

1.098673

1.090359

4

0.073010

15.86544

21.41013

59.71831

1.808655

1.197464

5

0.079421

15.63809

25.93043

54.80545

2.353511

1.272521

6

0.085407

15.18073

29.40344

51.30299

2.787125

1.325721

7

0.090930

14.79348

31.99479

48.75667

3.088223

1.366829

8

0.096100

14.47322

34.01211

46.79529

3.320331

1.399052

9

0.100968

14.22099

35.62781

45.22191

3.504179

1.425108

10

0.105583

14.01490

36.95702

43.92569

3.655872

1.446528

11

0.109976

13.84343

38.07017

42.83897

3.782953

1.464466

12

0.114172

13.69775

39.01625

41.91523

3.891070

1.479700

1.2

Jalur Nilai Tukar Indonesia

Varian

ce

Decom

position


(2)

of

GDPIN

DONES

IA:

Period

S.E.

NTINDONESI

A

EKSNETTOIN

DONESIA

SBRINDONES

IA

INFINDONESI

A

GDPINDONE

SIA

1

0.092727

31.38052

57.71563

0.580488

7.537047

2.786314

2

0.130449

17.51184

71.38383

1.077295

7.840842

2.186193

3

0.154784

16.61127

70.35324

0.938845

9.613392

2.483257

4

0.177651

15.10109

73.19161

1.054204

8.550924

2.102177

5

0.198574

14.68046

74.53532

0.866491

8.055403

1.862330

6

0.216008

14.42665

75.28694

0.830508

7.746932

1.708964

7

0.231931

14.28666

75.90413

0.883616

7.362472

1.563122

8

0.246270

14.20759

76.37194

0.908921

7.063483

1.448065

9

0.258997

14.17147

76.68905

0.946645

6.833484

1.359358

10

0.270490

14.14766

76.94332

0.995212

6.628996

1.284818

11

0.280873

14.13592

77.14616

1.035288

6.459259

1.223368

12

0.290241

14.13092

77.30544

1.072380

6.318598

1.172663

1.3

Jalur Nilai Tukar Malaysia

Varian

ce

Decom

position

of

GDPM

ALAYSI

A:

Period

S.E.

NTMALAYSIA

EKSNETTOM

ALAYSIA

SBRMALAYSI

A

INFMALAYSIA

GDPMALAYSI

A

1

0.049711

46.96213

37.72976

6.282878

5.278803

3.746433

2

0.102669

71.12961

8.967186

1.610333

16.40441

1.888463

3

0.120565

59.45980

17.72827

8.273847

13.13983

1.398248

4

0.133936

58.00744

16.13057

13.54503

11.16402

1.152937

5

0.144347

52.52504

17.51135

19.25368

9.703992

1.005937

6

0.152785

50.28114

17.38056

22.65952

8.759770

0.919002

7

0.160725

47.53214

18.57204

25.04458

7.957373

0.893870

8

0.168175

45.84328

19.62647

26.32942

7.308291

0.892542

9

0.175725

43.86550

21.21836

27.02622

6.972312

0.917610

10

0.182795

42.25475

22.63498

27.35765

6.801937

0.950679

11

0.189413

40.64220

24.00815

27.49924

6.859624

0.990784

12

0.195186

39.30135

25.12335

27.55679

6.987472

1.031042

1.4

Jalur Nilai Tukar Singapura

Varian

ce

Decom

position

of

GDPSI

NGAPU


(3)

Period

S.E.

NTSINGAPUR

A

EKSNETTOSI

NGAPURA

SBRSINGAPU

RA

INFSINGAPU

RA

GDPSINGAPU

RA

1

0.047895

15.93830

82.82744

0.217748

0.066646

0.949865

2

0.075103

24.58061

73.29739

1.677621

0.054313

0.390061

3

0.099508

29.80563

64.23671

5.494918

0.119884

0.342861

4

0.115446

27.10326

63.76124

8.713078

0.116846

0.305570

5

0.129762

27.61396

61.33517

10.69322

0.112365

0.245285

6

0.143254

27.96286

59.35004

12.37313

0.092913

0.221050

7

0.153627

27.38276

58.48401

13.83347

0.089513

0.210246

8

0.162713

27.28172

57.65319

14.78472

0.089318

0.191050

9

0.171061

27.38258

56.80991

15.54501

0.081366

0.181129

10

0.177968

27.16323

56.36695

16.21556

0.079086

0.175169

11

0.184015

27.09978

55.95000

16.70450

0.078471

0.167246

12

0.189509

27.10518

55.56034

17.09731

0.075167

0.162007

Lampiran 8

Impulse Response Function

8.1 Jalur Suku Bunga Indonesia

8.2 Jalur Suku Bunga Malaysia

-2 -1 0 1 2

2 4 6 8 10 12 Response of SBDINDO NESIA to SBDINDO NESIA

-2 -1 0 1 2

2 4 6 8 10 12 Response of SBDINDO NESIA to SBPINDO NESIA

-2 -1 0 1 2

2 4 6 8 10 12 Response of SBDINDO NESIA to SBRINDO NESIA

-2 -1 0 1 2

2 4 6 8 10 12 Response of SBDINDO NESIA to INFINDO NESIA

-2 -1 0 1 2

2 4 6 8 10 12 Response of SBDINDO NESIA to G DPINDO NESIA

-1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0

2 4 6 8 10 12 Response of SBPINDO NESIA to SBDINDO NESIA

-1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0

2 4 6 8 10 12 Response of SBPINDO NESIA to SBPINDO NESIA

-1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0

2 4 6 8 10 12 Response of SBPINDO NESIA to SBRINDO NESIA

-1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0

2 4 6 8 10 12 Response of SBPINDO NESIA to INFINDO NESIA

-1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0

2 4 6 8 10 12 Response of SBPINDO NESIA to G DPINDO NESIA

-4 -2 0 2 4 6

2 4 6 8 10 12 Response of SBRINDO NESIA to SBDINDO NESIA

-4 -2 0 2 4 6

2 4 6 8 10 12 Response of SBRINDO NESIA to SBPINDO NESIA

-4 -2 0 2 4 6

2 4 6 8 10 12 Response of SBRINDO NESIA to SBRINDO NESIA

-4 -2 0 2 4 6

2 4 6 8 10 12 Response of SBRINDO NESIA to INFINDO NESIA

-4 -2 0 2 4 6

2 4 6 8 10 12 Response of SBRINDO NESIA to G DPINDO NESIA

-2 -1 0 1 2

2 4 6 8 10 12 Response of INFINDO NESIA to SBDINDO NESIA

-2 -1 0 1 2

2 4 6 8 10 12 Response of INFINDO NESIA to SBPINDO NESIA

-2 -1 0 1 2

2 4 6 8 10 12 Response of INFINDO NESIA to SBRINDO NESIA

-2 -1 0 1 2

2 4 6 8 10 12 Response of INFINDO NESIA to INFINDO NESIA

-2 -1 0 1 2

2 4 6 8 10 12 Response of INFINDO NESIA to G DPINDO NESIA

-.10 -.05 .00 .05 .10 .15

2 4 6 8 10 12 Response of G DPINDO NESIA to SBDINDO NESIA

-.10 -.05 .00 .05 .10 .15

2 4 6 8 10 12 Response of G DPINDO NESIA to SBPINDO NESIA

-.10 -.05 .00 .05 .10 .15

2 4 6 8 10 12 Response of G DPINDO NESIA to SBRINDO NESIA

-.10 -.05 .00 .05 .10 .15

2 4 6 8 10 12 Response of G DPINDO NESIA to INFINDO NESIA

-.10 -.05 .00 .05 .10 .15

2 4 6 8 10 12 Response of G DPINDO NESIA to G DPINDO NESIA

Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E.


(4)

8.3 Jalur Suku Bunga Singapura

-.8 -.4 .0 .4 .8

2 4 6 8 10 12 Response of SBDMALAYSIA to SBDMALAYSIA

-.8 -.4 .0 .4 .8

2 4 6 8 10 12 Response of SBDMALAYSIA to SBPMALAYSIA

-.8 -.4 .0 .4 .8

2 4 6 8 10 12 Response of SBDMALAYSIA to SBRMALAYSIA

-.8 -.4 .0 .4 .8

2 4 6 8 10 12 Response of SBDMALAYSIA to INFMALAYSIA

-.8 -.4 .0 .4 .8

2 4 6 8 10 12 Response of SBDMALAYSIA to GDPMALAYSIA

-.4 -.2 .0 .2 .4 .6

2 4 6 8 10 12 Response of SBPMALAYSIA to SBDMALAYSIA

-.4 -.2 .0 .2 .4 .6

2 4 6 8 10 12 Response of SBPMALAYSIA to SBPMALAYSIA

-.4 -.2 .0 .2 .4 .6

2 4 6 8 10 12 Response of SBPMALAYSIA to SBRMALAYSIA

-.4 -.2 .0 .2 .4 .6

2 4 6 8 10 12 Response of SBPMALAYSIA to INFMALAYSIA

-.4 -.2 .0 .2 .4 .6

2 4 6 8 10 12 Response of SBPMALAYSIA to GDPMALAYSIA

-5 0 5 10

2 4 6 8 10 12 Response of SBRMALAYSIA to SBDMALAYSIA

-5 0 5 10

2 4 6 8 10 12 Response of SBRMALAYSIA to SBPMALAYSIA

-5 0 5 10

2 4 6 8 10 12 Response of SBRMALAYSIA to SBRMALAYSIA

-5 0 5 10

2 4 6 8 10 12 Response of SBRMALAYSIA to INFMALAYSIA

-5 0 5 10

2 4 6 8 10 12 Response of SBRMALAYSIA to GDPMALAYSIA

-2 -1 0 1 2

2 4 6 8 10 12 Response of INFMALAYSIA to SBDMALAYSIA

-2 -1 0 1 2

2 4 6 8 10 12 Response of INFMALAYSIA to SBPMALAYSIA

-2 -1 0 1 2

2 4 6 8 10 12 Response of INFMALAYSIA to SBRMALAYSIA

-2 -1 0 1 2

2 4 6 8 10 12 Response of INFMALAYSIA to INFMALAYSIA

-2 -1 0 1 2

2 4 6 8 10 12 Response of INFMALAYSIA to GDPMALAYSIA

-.12 -.08 -.04 .00 .04 .08 .12

2 4 6 8 10 12 Response of GDPMALAYSIA to SBDMALAYSIA

-.12 -.08 -.04 .00 .04 .08 .12

2 4 6 8 10 12 Response of GDPMALAYSIA to SBPMALAYSIA

-.12 -.08 -.04 .00 .04 .08 .12

2 4 6 8 10 12 Response of GDPMALAYSIA to SBRMALAYSIA

-.12 -.08 -.04 .00 .04 .08 .12

2 4 6 8 10 12 Response of GDPMALAYSIA to INFMALAYSIA

-.12 -.08 -.04 .00 .04 .08 .12

2 4 6 8 10 12 Response of GDPMALAYSIA to GDPMALAYSIA

Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E.

- .2 - .1 .0 .1 .2

2 4 6 8 1 0 1 2 Response of SBDSING APURA to SBDSING APURA

- .2 - .1 .0 .1 .2

2 4 6 8 1 0 1 2 Response of SBDSING APURA to SBPSING APURA

- .2 - .1 .0 .1 .2

2 4 6 8 1 0 1 2 Response of SBDSING APURA to SBRSING APURA

- .2 - .1 .0 .1 .2

2 4 6 8 1 0 1 2 Response of SBDSING APURA to INFSING APURA

- .2 - .1 .0 .1 .2

2 4 6 8 1 0 1 2 Response of SBDSING APURA to G DPSING APURA

- .08 - .04 .00 .04 .08

2 4 6 8 1 0 1 2 Response of SBPSING APURA to SBDSING APURA

- .08 - .04 .00 .04 .08

2 4 6 8 1 0 1 2 Response of SBPSING APURA to SBPSING APURA

- .08 - .04 .00 .04 .08

2 4 6 8 1 0 1 2 Response of SBPSING APURA to SBRSING APURA

- .08 - .04 .00 .04 .08

2 4 6 8 1 0 1 2 Response of SBPSING APURA to INFSING APURA

- .08 - .04 .00 .04 .08

2 4 6 8 1 0 1 2 Response of SBPSING APURA to G DPSING APURA

- 4 - 2 0 2 4

2 4 6 8 1 0 1 2 Response of SBRSING APURA to SBDSING APURA

- 4 - 2 0 2 4

2 4 6 8 1 0 1 2 Response of SBRSING APURA to SBPSING APURA

- 4 - 2 0 2 4

2 4 6 8 1 0 1 2 Response of SBRSING APURA to SBRSING APURA

- 4 - 2 0 2 4

2 4 6 8 1 0 1 2 Response of SBRSING APURA to INFSING APURA

- 4 - 2 0 2 4

2 4 6 8 1 0 1 2 Response of SBRSING APURA to G DPSING APURA

- 2 - 1 0 1 2 3

2 4 6 8 1 0 1 2 Response of INFSING APURA to SBDSING APURA

- 2 - 1 0 1 2 3

2 4 6 8 1 0 1 2 Response of INFSING APURA to SBPSING APURA

- 2 - 1 0 1 2 3

2 4 6 8 1 0 1 2 Response of INFSING APURA to SBRSING APURA

- 2 - 1 0 1 2 3

2 4 6 8 1 0 1 2 Response of INFSING APURA to INFSING APURA

- 2 - 1 0 1 2 3

2 4 6 8 1 0 1 2 Response of INFSING APURA to G DPSING APURA

- .08 - .04 .00 .04 .08

2 4 6 8 1 0 1 2 Response of G DPSING APURA to SBDSING APURA

- .08 - .04 .00 .04 .08

2 4 6 8 1 0 1 2 Response of G DPSING APURA to SBPSING APURA

- .08 - .04 .00 .04 .08

2 4 6 8 1 0 1 2 Response of G DPSING APURA to SBRSING APURA

- .08 - .04 .00 .04 .08

2 4 6 8 1 0 1 2 Response of G DPSING APURA to INFSING APURA

- .08 - .04 .00 .04 .08

2 4 6 8 1 0 1 2 Response of G DPSING APURA to G DPSING APURA

Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E.


(5)

8.4 Jalur Nilai Tukar Indonesia

8.5 Jalur Nilai Tukar Malaysia

8.6 Jalur Nilai Tukar Singapura

-.10 -.05 .00 .05 .10

2 4 6 8 10 12 R es pons e of N TIN D ON ESIA to N TIN D ON ESIA

-.10 -.05 .00 .05 .10

2 4 6 8 10 12 R es po ns e o f N TIN D ON ESIA to EKSN ETTOIN D ON ESIA

-.10 -.05 .00 .05 .10

2 4 6 8 10 12 R es pons e of N TIN D ON ESIA to SBR IN D ON ESIA

-.10 -.05 .00 .05 .10

2 4 6 8 10 12 R es pons e of N TIN D ON ESIA to IN FIN D ON ESIA

-.10 -.05 .00 .05 .10

2 4 6 8 10 12 R es pons e of N TIN D ON ESIA to GD PIN D ON ESIA

-.2 -.1 .0 .1 .2

2 4 6 8 10 12 R es po ns e o f EKSN ETTOIN D ON ESIA to N TIN D ON ESIA

-.2 -.1 .0 .1 .2

2 4 6 8 10 12 R es pon s e o f EKSN ETTOIN D ON ESIA to EKSN ETTOIN D ON ESIA

-.2 -.1 .0 .1 .2

2 4 6 8 10 12 R es po ns e o f EKSN ETTOIN D ON ESIA to SBR IN D ON ESIA

-.2 -.1 .0 .1 .2

2 4 6 8 10 12 R es p ons e of EKSN ETTOIN D ON ESIA to IN FIN D ON ESIA

-.2 -.1 .0 .1 .2

2 4 6 8 10 12 R es pons e of EKSN ETTOIN D ON ESIA to GD PIN D ON ESIA

-2 -1 0 1 2

2 4 6 8 10 12 R es pons e of SBR IN D ON ESIA to N TIN D ON ESIA

-2 -1 0 1 2

2 4 6 8 10 12 R es po ns e o f SBR IN D ON ESIA to EKSN ETTOIN D ON ESIA

-2 -1 0 1 2

2 4 6 8 10 12 R es pons e of SBR IN D ON ESIA to SBR IN D ON ESIA

-2 -1 0 1 2

2 4 6 8 10 12 R es pons e of SBR IN D ON ESIA to IN FIN D ON ESIA

-2 -1 0 1 2

2 4 6 8 10 12 R es pons e of SBR IN D ON ESIA to GD PIN D ON ESIA

-4 -2 0 2 4

2 4 6 8 10 12 R es pons e of IN FIN D ON ESIA to N TIN D ON ESIA

-4 -2 0 2 4

2 4 6 8 10 12 R es p ons e of IN FIN D ON ESIA to EKSN ETTOIN D ON ESIA

-4 -2 0 2 4

2 4 6 8 10 12 R es pons e of IN FIN D ON ESIA to SBR IN D ON ESIA

-4 -2 0 2 4

2 4 6 8 10 12 R es p ons e of IN FIN D ON ESIA to IN FIN D ON ESIA

-4 -2 0 2 4

2 4 6 8 10 12 R es pons e of IN FIN D ON ESIA to GD PIN D ON ESIA

-.2 -.1 .0 .1 .2

2 4 6 8 10 12 R es pons e of GD PIN D ON ESIA to N TIN D ON ESIA

-.2 -.1 .0 .1 .2

2 4 6 8 10 12 R es pons e of GD PIN D ON ESIA to EKSN ETTOIN D ON ESIA

-.2 -.1 .0 .1 .2

2 4 6 8 10 12 R es pons e of GD PIN D ON ESIA to SBR IN D ON ESIA

-.2 -.1 .0 .1 .2

2 4 6 8 10 12 R es pons e of GD PIN D ON ESIA to IN FIN D ON ESIA

-.2 -.1 .0 .1 .2

2 4 6 8 10 12 R es pons e of GD PIN D ON ESIA to GD PIN D ON ESIA

Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E.

-.10 -.05 .00 .05 .10 .15

2 4 6 8 10 12 R es pons e of N TMALAYSIA to N TMALAYSIA

-.10 -.05 .00 .05 .10 .15

2 4 6 8 10 12 R es pons e of N TMALAYSIA to EKSN ETTOMALAYSIA

-.10 -.05 .00 .05 .10 .15

2 4 6 8 10 12 R es pons e of N TMALAYSIA to SBR MALAYSIA

-.10 -.05 .00 .05 .10 .15

2 4 6 8 10 12 R es pons e of N TMALAYSIA to IN FMALAYSIA

-.10 -.05 .00 .05 .10 .15

2 4 6 8 10 12 R es pons e of N TMALAYSIA to GD PMALAYSIA

-.2 -.1 .0 .1 .2

2 4 6 8 10 12 R es pons e of EKSN ETTOMALAYSIA to N TMALAYSIA

-.2 -.1 .0 .1 .2

2 4 6 8 10 12 R es pons e of EKSN ETTOMALAYSIA to EKSN ETTOMALAYSIA

-.2 -.1 .0 .1 .2

2 4 6 8 10 12 R es pons e of EKSN ETTOMALAYSIA to SBR MALAYSIA

-.2 -.1 .0 .1 .2

2 4 6 8 10 12 R es pons e of EKSN ETTOMALAYSIA to IN FMALAYSIA

-.2 -.1 .0 .1 .2

2 4 6 8 10 12 R es pons e of EKSN ETTOMALAYSIA to GD PMALAYSIA

-.4 .0 .4

2 4 6 8 10 12 R es pons e of SBR MALAYSIA to N TMALAYSIA

-.4 .0 .4

2 4 6 8 10 12 R es pons e of SBR MALAYSIA to EKSN ETTOMALAYSIA

-.4 .0 .4

2 4 6 8 10 12 R es pons e of SBR MALAYSIA to SBR MALAYSIA

-.4 .0 .4

2 4 6 8 10 12 R es pons e of SBR MALAYSIA to IN FMALAYSIA

-.4 .0 .4

2 4 6 8 10 12 R es pons e of SBR MALAYSIA to GD PMALAYSIA

-2 -1 0 1 2

2 4 6 8 10 12 R es pons e of IN FMALAYSIA to N TMALAYSIA

-2 -1 0 1 2

2 4 6 8 10 12 R es pons e of IN FMALAYSIA to EKSN ETTOMALAYSIA

-2 -1 0 1 2

2 4 6 8 10 12 R es pons e of IN FMALAYSIA to SBR MALAYSIA

-2 -1 0 1 2

2 4 6 8 10 12 R es pons e of IN FMALAYSIA to IN FMALAYSIA

-2 -1 0 1 2

2 4 6 8 10 12 R es pons e of IN FMALAYSIA to GD PMALAYSIA

-.2 -.1 .0 .1 .2

2 4 6 8 10 12 R es pons e of GD PMALAYSIA to N TMALAYSIA

-.2 -.1 .0 .1 .2

2 4 6 8 10 12 R es pons e of GD PMALAYSIA to EKSN ETTOMALAYSIA

-.2 -.1 .0 .1 .2

2 4 6 8 10 12 R es pons e of GD PMALAYSIA to SBR MALAYSIA

-.2 -.1 .0 .1 .2

2 4 6 8 10 12 R es pons e of GD PMALAYSIA to IN FMALAYSIA

-.2 -.1 .0 .1 .2

2 4 6 8 10 12 R es pons e of GD PMALAYSIA to GD PMALAYSIA

Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E.


(6)

-.04 .00 .04

2 4 6 8 10 12 R es pons e of N TSIN GAPU R A to N TSIN GAPU R A

-.04 .00 .04

2 4 6 8 10 12 R es pons e of N TSIN GAPU R A to EKSN ETTOSIN GAPU R A

-.04 .00 .04

2 4 6 8 10 12 R es pons e of N TSIN GAPU R A to SBR SIN GAPU R A

-.04 .00 .04

2 4 6 8 10 12 R es pons e of N TSIN GAPU R A to IN FSIN GAPU R A

-.04 .00 .04

2 4 6 8 10 12 R es pons e of N TSIN GAPU R A to GD PSIN GAPU R A

-.10 -.05 .00 .05 .10

2 4 6 8 10 12 R es pons e of EKSN ETTOSIN GAPU R A to N TSIN GAPU R A

-.10 -.05 .00 .05 .10

2 4 6 8 10 12 R es pons e of EKSN ETTOSIN GAPU R A to EKSN ETTOSIN GAPU R A

-.10 -.05 .00 .05 .10

2 4 6 8 10 12 R es pons e of EKSN ETTOSIN GAPU R A to SBR SIN GAPU R A

-.10 -.05 .00 .05 .10

2 4 6 8 10 12 R es pons e of EKSN ETTOSIN GAPU R A to IN FSIN GAPU R A

-.10 -.05 .00 .05 .10

2 4 6 8 10 12 R es pons e of EKSN ETTOSIN GAPU R A to GD PSIN GAPU R A

-.08 -.04 .00 .04 .08

2 4 6 8 10 12 R es pons e of SBR SIN GAPU R A to N TSIN GAPU R A

-.08 -.04 .00 .04 .08

2 4 6 8 10 12 R es pons e of SBR SIN GAPU R A to EKSN ETTOSIN GAPU R A

-.08 -.04 .00 .04 .08

2 4 6 8 10 12 R es pons e of SBR SIN GAPU R A to SBR SIN GAPU R A

-.08 -.04 .00 .04 .08

2 4 6 8 10 12 R es pons e of SBR SIN GAPU R A to IN FSIN GAPU R A

-.08 -.04 .00 .04 .08

2 4 6 8 10 12 R es pons e of SBR SIN GAPU R A to GD PSIN GAPU R A

-4 -2 0 2 4

2 4 6 8 10 12 R es pons e of IN FSIN GAPU R A to N TSIN GAPU R A

-4 -2 0 2 4

2 4 6 8 10 12 R es pons e of IN FSIN GAPU R A to EKSN ETTOSIN GAPU R A

-4 -2 0 2 4

2 4 6 8 10 12 R es pons e of IN FSIN GAPU R A to SBR SIN GAPU R A

-4 -2 0 2 4

2 4 6 8 10 12 R es pons e of IN FSIN GAPU R A to IN FSIN GAPU R A

-4 -2 0 2 4

2 4 6 8 10 12 R es pons e of IN FSIN GAPU R A to GD PSIN GAPU R A

-.10 -.05 .00 .05 .10

2 4 6 8 10 12 R es pons e of GD PSIN GAPU R A to N TSIN GAPU R A

-.10 -.05 .00 .05 .10

2 4 6 8 10 12 R es pons e of GD PSIN GAPU R A to EKSN ETTOSIN GAPU R A

-.10 -.05 .00 .05 .10

2 4 6 8 10 12 R es pons e of GD PSIN GAPU R A to SBR SIN GAPU R A

-.10 -.05 .00 .05 .10

2 4 6 8 10 12 R es pons e of GD PSIN GAPU R A to IN FSIN GAPU R A

-.10 -.05 .00 .05 .10

2 4 6 8 10 12 R es pons e of GD PSIN GAPU R A to GD PSIN GAPU R A Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E.