38
rezeki berupa hasil buruan di hutan atau hasil tangkapan di sungai atau yang disebut dengan pana’na.
Selain ritual-ritual di atas ada ritual khusus yang berkaitan dengan mengadopsi anak, yaitu lia pasiurau atau upacara pengangkatan anak.
Mengangkat anak bisa saja dilakukan karena beberapa alasan antara lain anak itu sering sakit-sakitan atau karena calon orang tua angkat sayang kepada si anak.
Tentu saja pengangkatan anak ini dilakukan dengan persetujuan orang tua anak. Tidak sama dengan kebudayaan barat dimana anak angkat tinggal dengan orang
tua angkatnya di Salappa’ ini meskipun sudah menjadi anak angkat, si anak tetap bisa saja diasuh dan tinggal bersama orang tua kandungnya.
2.2.1.2 Akil Balig
Ketika masa akil balig pada masyarakat Salappa’ tidak ditandai dengan upacara khusus karena pada masa anak-anak mereka telah hidup bersama kaum
dewasa, dan mereka telah lama membiasakan diri dengan alam kehidupan tersebut. Namun ada satu upacara yang dilakukan untuk meresmikan mereka saat
memasuki masa akil baliq yaitu dengan pengasahan gigi depan dan bawah sehingga berbentuk runcing Schefold, 1991:101-106. Hal ini mereka lakukan
agar kelihatan lebih anggun sehingga tidak ada hubungannya dengan perilaku yang relegius atau pantangan yang manapun juga.
Pengasahan gigi ini dilakukan dapat dilakukan oleh setiap pria dewasa termasuk ayah remaja yang bersangkutan, prosesnya hanya memakan waktu
setengah jam saja. Walaupun sebentar, proses ini sangat sakit sekali rasanya, dan sampai beberapa waktu sesudah proses itu baik gigi dan gusi masih terasa sakit
39
dan ngilu kalau suhu berubah. Namun beberapa jam setelah proses itu remaja bisa makan lagi dan lima hari setelah itu baru rasa sakitnya hilang.
Setelah pengasahan gigi ini upacara kedua yang dilakukan sebagai bentuk peresmian bahwa mereka telah masuk masa akil baliq adalah dengan proses
perajahan tubuh atau mentato diri mereka untuk menjalani proses ini tubuh harus tidak mengalami pertumbuhan lagi, agar garis-garis tato itu tidak memudar
Schefold, 1991:101-106. Pembuatan rajah dilakukan dalam beberapa tahap: pada pria umumnya
dilakukan tujuh kali sedangkan pada wanita dilakukan sebanyak tiga kali, dan proses ini tidak dilakukan secara sekaligus karena rasa nyeri yang dirasakan tidak
akan mungkin dapat ditahan maka proses pentatoan ini dilakukan sekian tahun lamanya. Cairan yang dipakai untuk membuat rajah ini terbuat dari campuran
jelaga lampu minyak dulu getah pohon muno dengan air tebu. Mula-mula dibuat dahulu pola gambarnya. Sebatang lidi yang lentur dicelupkan ke dalam cairan
pewarna, lalu ditekan kekulit dengan membuat lengkungan yang diinginkan: spiral-spiral halus ditangan digambar dengan tongkat kecil. Jika yang dirajah
adalah pemuda maka pria yang merajahnya menjadikan tato yang ada ditubuhnya sebagai contoh, namun jika yang ditato adalah perempuan maka seorang wanita
disuruh duduk didekat gadis itu untuk dijadikan contoh Schefold, 1991:101-106. Langkah selanjutnya setelah pembuatan gambar itu selesai maka proses
berikutnya adalah pentatoan secara permanen mulai dilakukan dengan menggunakan kayu pemukul lilipat yang kemudian digenggam dengan dengan
tangan kanannya, sementara tangan kiri memegang alat perajah patiti. Alat ini
40
terbuat dari tanduk rusa yang melengkung, yang dipasangi jarum kuningan yang mencuat tegak lurus. Jarum itu diolesi cairan pewarna yang dioleskan dengan
menggunakan tangan, lalu patiti tersebut dipukul hingga terbenam ke dalam kulit sesuai motif yang telah digambarkan tadi, dan ini dilakukan secara berulang-ulang
kali. Cairan yang dioleskan pada jarum kuningan tadi tertinggal sedikit dikulitnya, kadang-kadang tercampur dengan sedikit tetesan darah, tentu saja proses ini
menimbulkan rasa sakit yang luar biasa. Begitu selesai dirajah, pekerjaan itu harus diulangi sekali lagi, dan pada beberapa bagian bahkan diulangi sampai tiga kali
berturut-turut. Hal ini dilakukan agar garis yang dibuat tampak dengan jelas Schefold, 1991:101-106.
2.2.1.3 Perkawinan