Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi Freight Forwarder Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan,
2008. USU Repository © 2009
1. Penerimaan barang 2. Penyimpanan barang
3. Sortasi. 4. Pengepakan barang
5. Pengukuran 6. Penimbangan
7. Pengurusan penyelesaian dokuman 8. Penerbitan dokumen angkutan
9. Penghitungan biaya angkutan 10. Mengurus klaim asuransi atas pengiriman barang
11. Penyelesaian tagihan dan biaya lain yang berkatian dengan pengiriman barang . Freight forwarder harus dapat mendisain dengan baik proses pengangkutan
barang mulai dari mewakili kepentingan pemilik barang untuk mengurus semua kegiatan yang diperlukan bagi terlaksananya pengiriman dan penerimaan barang
melalui transportasi darat, laut atau udara yang sampai dengan diterimanya barang oleh yang berhak menerima dengan selamat, dengan kata lain proses
penyelenggaraan pengangkutan yang dilakukan oleh freight forwarder adalah dengan sistem “door to door service”, yaitu mulai dari pintu gudang pemilik
barang sampai pintu gudang penerima barang. Oleh karena itu pula sebenarnya, kerja-kerja Freight Forwarder ini termasuk dalam kategori pekerjaan yang
menghendaki profesionalisme, dengan mengacu pada prinsip-prinsip manajemen modern dan bukan manajemen kekeluargaan yang cenderung mengacu pada
prinsip-prinsip manajemen tradisional.
50
Istilah Freight Forwarder tidak dijumpai di dalam KUHP maupun di dalam KUHD. Di dalam KUHD Buku I, Bab V Bagian II pasal 86 sampai dengan
pasal 90 hanya mengatur mengenai apa yang disebut dengan “ekspeditur”. Pasal 86 ayat 1 KUHD berbunyi : “ ekspeditur adalah orang, yang pekerjaannya
menyuruh orang lain untuk menyelenggarakan pengangkutan barang-barang dagangan dan barang-barang lainnya melalui daratan atau perairan”. Di sini jelas,
bahwa ekspeditur menurut undang-undang hanya merupakan seseorang yang
C. Peraturan Perundang-Undangan tentang Freight Forwarder
50
Ibid.
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi Freight Forwarder Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan,
2008. USU Repository © 2009
menjadi perantara yang tugasnya mencarikan pengangkut bagi pengirim dan tidak mengangkut sendiri barang-barang yang telah diserahkan kepadanya itu.
51
Perjanjian yang dibuat antara ekspeditur dan pengirim disebut perjanjian ekspedisi, sedangkan perjanjian antara ekspeditur atas nama pengirim dengan
pengangkut disebut perjanjian pengangkutan. Perjanjian ekspedisi adalah perjanjian timbal-balik antara ekspeditur dengan pengirim, dimana ekspeditur
mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkuan yang baik bagi si pengirim, sedangkan si pengirim mengikatkan diri untuk membayar ongkos freight
kepada ekspeditur.
52
Sedangkan di dalam Pasal 1 Keputusan Mentri Perhubungan No. 10 Tahun 1998 keberadaan freight forwarder dirumuskan dengan sangat kompleks
dan elastis sebagai arsitek pengangkutan. Di dalam peraturan tersebut dinyatakan Di dalam Pasal 43 PP No. 82 tahun 1999 tentang Angkutan di Perairan,
dinyatakan bahwa usaha Freight Forwarder merupakan salah satu kegiatan usaha penunjang angkutan laut.
Di dalam PP No. 82 tahun 1999 tentang Angkutan di Perairan, Pasal 43 dinyatakan Jenis Kegiatan Usaha Penunjang Angkutan Laut, adalah :
a. usaha bongkar muat barang PBM b. usaha jasa pengurusan transportasi Freight Forwarder
c. usaha ekspedisi muatan kapal laut EMKL e. usaha angkutan perairan pelabuhan;
f. usaha penyewaan peralatan angkutan
lautperalatan penunjang angkutan laut;
g. usaha tally; dan h. usaha depo peti kemas.
51
Soekardono, R, 1981, Hukum Perkapalan Indonesia, Dian Rakyat, Jakarta, hal. 27.
52
Ibid.
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi Freight Forwarder Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan,
2008. USU Repository © 2009
bahwa freight forwarder merupakan usaha yang ditujukan untuk mewaikili kepentingan pemilik barang untuk mengurus semua kegiatan yang diperlukan
bagi terlaksananya pengiriman dan penerimaan barang melalui transportasi darat, laut atau udara yang mencakup kegiatan penerimaan, penyimpanan, sortasi
pengepakan, penandaan, pengukuran, penimbangan, pengurusan penyelesaian dokumen, penerbitan dokumen angkutan, perhitungan biaya angkutan, klaim
asuransi atas pengiriman barang serta penyelesaian tagihan dan biaya-biaya lainnya berkenaan dengan pengiriman barang-barang tersebut sampai dengan
diterimanya barang oleh yang berhak menerima. Sebelum disahkannya UU Pelayaran Tahun 2008, UU No. 21 Tahun 1992
menempatkan freight forwarder bukan sebagai bagian dari sistem perhubungan nasional, tetapi hanya sebagai usaha ekspedisi yang bersifat menunjang
perhubungan. Hal tersebut seperti terlihat dalam Pasal 71 ayat 1 yang berbunyi : Untuk menunjang usaha atau kegiatan angkutan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 69
53
dan pasal 70
54
53
Pasal 69 tersebut berbunyi : 1 Usaha angkutan di perairan diselenggarakan berdasarkan izin pemerintah. 2 Penyelenggaraan usaha angkutan sebagaimana dimaksud dalam
ayat 1 dilakukan oleh badan hukum Indonesia yang bergerak khusus di bidang usaha angkutan perairan. 3 Usaha angkutan di perairan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat 1 dan Pasal
79 dapat juga diselenggarakan oleh warga negara Indonesia. 4 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dan 2 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
54
Pasal 70 ini berbunyi : 1 Untuk menunjang usaha tertentu dapat dilakukan kegiatan angkutan laut serta angkutan sungai dan danau untuk kepentingan sendiri. 2 Kegiatan angkutan
sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dapat dilakukan oleh badan huum atau wwarga negara Indonesia dengan izin pemerintah. 3 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dan ayat
2 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
dapat diselenggarakan usaha penunjang angkutan laut serta angkutan sungai dan danau.
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi Freight Forwarder Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan,
2008. USU Repository © 2009
Ayat 2 : Usaha penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat 1
diselenggarakan oleh badan hukum Indonesia atau warga negara Indonesia dengan izin Pemerintah.
Hal di atas memperlihatkan bahwa di samping adanya kegiatan angkutan nasional yang terakumulasi dalam sistem perhubungan nasional, Pemerintah
memberi peluang untuk adanya usaha penunjang angkutan nasional tersebut. Lebih jelas usaha usaha penunjang angkutan nasional tersebut dapat dilihat pada
Penjelasan pasal tersebut, yang berbunyi :”usaha penunjang angkutan laut adalah usaha yang bersifat menunjang kelancaran proses perpindahan barang dari
pengirim ke penerima barang antara lain, ekspedisi muatan kapal laut, bongkar muat, angkutan bandar dan lain sebagainya sesuai perkembangan teknologi”.
UU Pelayaran Tahun 2008 mengatur mengenai Freight Forwarder dan tidak mengatur lagi mengenai EMKL.
Di dalam Pasal 31 UU Pelayaran Tahun 2008 diatur dalam : Ayat 1 :
Untuk kelancaran kegiatan angkutan di perairan sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 dapat diselenggarakan usaha jasa terkait dengan
angkutan di perairan. Ayat 2 :
Usaha jasa terkait sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat berupa :
a. bongkar muat barang. b. jasa pengurusan transportasi.
c. angkutan perairan pelabuhan. d. penyewaan peralatan angkutan lautperalatan jasa terkait dengan angkutan
laut. e. tally mandiri.
f. depo peti kemas.
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi Freight Forwarder Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan,
2008. USU Repository © 2009
g. pengelolaan kapal ship management. h. perantaraan jual beli danatau sewa kapal ship broker.
i. keagenan awak kapal ship manning agency. j. keagenan kapal, dan
k. perawatan dan perbaikan kapal ship repairing and maintenance. Selanjutnya Pasal 32 UU Pelayaran 2008 ada mengatur mengenai :
Ayat 1 : Usaha jasa terkait sebagaimana dimaksud Pasal 31 ayat 2
dilakukan oleh Badan Usaha yang didirikan khusus untuk itu. Ayat 2 :
Selain Badan Usaha yang didirikan khusus untuk itu sebagaimana dimaksud pada ayat 1 kegiatan bongkar muat dapat dilakukan oleh
perusahaan angkutan laut nasional hanya untuk kegiatan bongkar muat barang tertentu untuk kapal yang dioperasikannya.
Ayat 3 : Selain Badan Usaha yang didirikan khusus untuk itu sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 kegiatan angkutan perairan pelabuhan dapat dilakukan oleh perusahaan angkutan nasional.
Jadi, dalam hal ini UU Pelayaran Tahun 2008 merupakan usaha dibentuk terkait dalam upaya memperlancar angkutan perairan, yang berarti juga bukan
merupakan bagian dari sistem angkutan atau perhubungan nasional.
D. Tata Cara, Izin Pendirian dan Kewajiban Freight Forwarder