Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi Freight Forwarder Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan,
2008. USU Repository © 2009
apabila ada barang yang harus diterima untuk diangkut, sedangkan pengangkut atau perwakilannya tidak ada di tempat itu.
4. Surat muatan udara
Dalam Pasal 8 Ordonansi Pengangkutan Udara OPU dinyatakan bahwa surat muatan asli dibuat oleh pengirim dalam rangkap dan diserahkan bersama
dengan barang-barang. Lembar pertama memuat kata-kata “untuk pengangkut” ditandatangani oleh pengirim. Lembar kedua memuat kata-kata “untuk penerima”
ditandatangani oleh pengirim dan pengangkut dan dikirim bersama-sama dengan barang. Lembar ketiga ditandatangani oleh pengangkut dan setelah barang
diterima, dan diserahkan kepada pengirim. Pengangkut harus menandatangani surat muatan segera setelah barang diterimanya. Tanda tangan pengangkut dapat
diganti dengan cap, jika pengangkut membuat surat muatan udara atas permintaan pengirim, maka dianggap bertindak atas tanggungan pengirim, kecuali ada bukti
yang dinyatakan sebaliknya.
Berdasarkan kenyataan, perusahaan pengangkutan udara telah menyimpan formulir surat muatan udara yang memenuhi ketentuan undang-undang dalam
bentuk catatan. Setiap orang yang ingin mengirim barang meminta formulir kepada pengangkut dan mengisi formulir tersebut dalam rangkap tiga, formulir
yang sudah diisi tersebut diserahkan bersama barang yang diangkut kepada pengangkut.
b. Tiket penumpang untuk pengangkutan penumpangorang
Dalam pengangkutan penumpang, istilah “tiket penumpang” adalah sebutan yang umum. Tetapi dalam praktek pengangkutan, setiap jenis
pengangkutan mempunyai sebutan yang tidak sama, sebutan itu selalu menunjukkan pada jenis alat pengangkutannya, yaitu :
20
Dalam pengangkutan laut, tiket penumpang disebut “tiket kapal laut”. Tiket kapal laut dapat diterbitkan “atas nama” atau “atas pengganti” atau “atas
tunjuk” atau “blanko”. Tiket yang diterbitkan blanko dianggap diterbitkan atas tunjuk. Tiket yang diterbitkan atas nama maksudnya supaya tidak dapat
diperalihkan secara bebas pada pihak lain. Tiket atas pengganti boleh diperalihkan secara bebas pada pihak lain dengan endosemen. Tiket atas
tunjuk boleh diperalihkan dengan penyerahan dari tangan ke tangan pasal 531 KUHD. Tiket atas pengganti dan atas tunjuk hanya dapat diperalihkan
a Dalam pengangkutan darat Dalam pengangkutan darat, tikep penumpang disebut “karcis”, seperti karcis
bis kota, karcis taksi antar kota, karcis kereta api. Karcis bis kota diterbitkan atas tunjuk atau blanko karena pelayanan jarak dekat dalam kota untuk
penumpang yagn jumlahnya banyak, jadi untuk kepentingan praktis. Tetapi karcis kereta api diterbitkan atas tunjuk, walaupun untuk pelayanan jarak
jauh, karena jumlah penumpang yang dilayani sangat banyak, jadi untuk kepentingan praktis juga. Dalam undang-undang tidak ada perubahan rincian
isi yang perlu dicantumkan dalam karcis atau tiket penumpang.
b Dalam pengangkutan laut
20
Ibid.
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi Freight Forwarder Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan,
2008. USU Repository © 2009
kepada pihak lain dengan persetujuan pengangkut bila penumpang yang bersangkutan sudah berada di dalam kapal Pasal 532 KUHD.
c. Dalam pengangkutan udara.
Dalam pengangkutan penumpang udara, tiket penumpang disebut “tiket pesawat udara”. Menurut ketentuan pasal 5 ayat 1 OPU, tiket penumpang
diterbitkan “tidak atas nama”, sebab dalam pasal tersebut tidak ada ketentuan mencantumkan nama penumpang.
Dalam praktek pengangkutan udara, ternyata nama penumpang justru harus dicantumkan. Jadi tiket penumpang diterbitkan “atas nama”. Pencantuman
nama dalam pengangkutan udara. Tiket pesawat diberikan kepada setiap penumpang yang telah melunasi biaya pengangkutan. Dengan demikian,
tiket pesawat berfungsi sebagai alat bukti pengangkutan penumpang udara.
B. Ketentuan Umum Mengenai Tanggung Jawab Pengangkut
Ketentuan umum mengenai tanggung jawab pengangkut Liability of the Carrier dapat dilihat di dalam Pasal 468 KUHD yang berbunyi : “perjanjian
pengangkutan mewajibkan pengangkut menjaga keselamatan barang yang diangkut sejak saat penerimaan sampai saat penyerahannya. Pengangkut
diwajibkan mengganti kerugian yang disebabkan karena tidak diserahkannya barang seluruhnya atau sebagian atau karena kerusakan barang kecuali
bilamana ia membuktikan bahwa tidak diserahkannya barang atau kerusakan itu adalah suatu peristiwa yang sepantasnya tidak dapat dicegah atau dihindarinya
akibat dari sifat keadaan atau cacat benda sendiri atau dari kesalahan pengirim. Ia bertanggung jawab terhadap perbuatan-perbuatan dari mereka yang ia
pekerjakan dan terhadap benda-benda yang ia pergunakan pada pengangkutan”.
Dalam Pasal 468 KUHD tersebut dapat dikatakan sebagai suatu pasal mengenai pertanggungjawaban pengangkut. Pertanggungjawaban ini membawa
konsekuensi yang berat bagi pengangkut kalau tidak dapat memenuhi kewajiban- kewajibannya. Pertanggungjawaban pengangkut ini juga diatur dialam The Hague
Rules 1924 dan juga diatur dalam The Hamburg Rules 1978. Menurut The Hague Rules 1924 pertanggungjawaban pengangkut
sedemikian itu terdapat di dalam artikel ke-1 ayat 2 yang berbunyi : “carriage of the goods covers the period from the time goods are loaded on to the time they are
discharge from the ship”.
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi Freight Forwarder Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan,
2008. USU Repository © 2009
Jadi pertanggungjawaban pengangkut itu menurut The Hague Rules 1924 adalah sejak saat barang itu dimuat sampai barang dibongkar. Ini terlihat dalam
kata “from the time when the goods are loaded on to the time when they are discharge from the ship”. Dengan demikian maka pertanggungjawaban
pengangkut itu berakhir sejak barang dibongkar dan diserahkan dekat kapal delivery of goods alongside the ship.
21
Jadi menurut pasal ini, pertanggungjawaban pengangkut adalah pada saat barang-barang ada di bawah penguasaannya yaitu di pelabuhan pemberangkatan,
selama berlangsungnya pengangkutan sampai di pelabuhan pembongkaran. The Hamburg Rules 1978 mengenai pertanggungjawaban pengangkut
perumusannya secara lebih terperinci. Hal ini dapat ditemukan di dalam artikel ke-4 yang mnatur tentang batas periode tanggung jawab period of responsibility.
Artikel ke-4 ayat 1 : the responsibility of the carrier for the goods under this convention covers the period during which the carrier is in charge of the goods at
the port of loading, during the carriage and at the port of discharge”.
22
Selanjutnya artkel ke-4 ayat 2 dari The Hamburg Rules 1978 menetapkan tentang sejak kapan barang berada di dalam penguasaan pengangkut sehubungan
dengan article 1 tersebut.
23
21
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Undang- Undang Kepailitan, Pradnya Paramita, Jakarta, 1991, hal. 21.
22
Ibid, hal. 22.
23
Saefullah Wiradipradja, Tanggung Jawab Pengangkut dalam Hukum Pengangkutan Udara Internasional dan Nasional, Cetakan I, Liberty, Yogyakarta, 1998, hal. 34.
Artikel ke- 4 ayat 2 mengatakan : “for the purpose of paragraph 1 of this article, the carrier is deemed to be in charge of the goods”.
a. from the time he has taken over the goods from : 1. The shipper, or a person acting on his behalf or
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi Freight Forwarder Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan,
2008. USU Repository © 2009
2. An authority or orher third party to whom pursuant to law or regulations applicable at the part of loading. The goods must be handed over for
shipment. b. until the time he has delivered the good :
1. By handing over the goods to the consignee, or 2. In cases where the consignee doen not receive the goods from the carrier,
by placing them at the disposal or the consignee in accordance with the usage of the particular trade, applicable at the part of discharge.
3. By handing over the to an authority or other third party to whom, pursuant to law or regulations applicable at the part of discharge, the goods must
be handed over. Menurut artikel ke-4 ayat 2 tersebut dianggap berada dalam penguasaan
pengangkut adalah :
24
Pertanggungjawaban yang dipikul oleh pengangkut itu adalah suatu kenyataan, bahwa pengangkut dalam perjanjian pengangkutan ini merupakan
pihak yang mengikatkan diri untuk memberikan sesuatu jasa. Sehubungan dengan a. Sejak barang diterimakan atau diserahkan kepadanya oleh :
1. Pengirim atau orang lain yang bertindak atas namanya atau 2. Seseorang yang dikausakan atau pihak ketiga yang terhadapnya hukum
atau aturan diperlakukan di pelabuhan mana barang harus diserahkan untuk diangkut.
b. Sampai saat barang diserahkan. 1. kepada consignee penerima.
2. dalam hal di mana consignee tidak menerima barang dari pengangkut, maka sebagai gantinya dalam hubungannya dengan perjanjian atau
berdasar atas hukum atau atas dasar kebiasaan dalam dunia perdagangan yang berlaku di tempat pelabuhan barang-barang dibongkar atau
3. penyerahan barang-barang keapda yang dikuasakan atau kepada pihak ketiga berdasarkan hukum atau ketentuan yang berlaku di tempat
pelabuhan pembongkaran. Dengan ketentuan demikian itu jelaslah, bahwa masa pertanggungjawaban
pengangkut period of responsibility of the carrier dalam The Hamburg Rules 1978 adalah lebih tegas,nyata, dan memberi tanggung jawab yang besar terhadap
pengangkut.
24
Ibid, hal. 38.
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi Freight Forwarder Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan,
2008. USU Repository © 2009
Pasal 1 KUHD di dalam ketentuan umum disebutkan : “Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berlaku juga bagi hal-hal yang diatur di dalam Kitab Undang-
undang ini, sekedar di dalam Kitab Undang-Undang ini tidak diatur secara khusus menyimpang”.
Dengan berdasarkan ketentuan Pasal 1 KUHD itu maka terhadap perjanjian pengangkutan itu, maka Pasal 1235 sampai dengan Pasal 1238 KUHP
tentang perikatan–perikatan untuk memberikan sesuatu dan juga Pasal 1706 dan Pasal 1707 KUHP tentang kewajiban si penerima titipan “bewaarnemer” dapat
dianggap sebagai asas pertanggungjawaban pengangkut seperti dimaksud di atas, dapat pula diperlakukan baginya. Selain tanggung jawab pengangkut, maka
pengangkut masih dibebani beberapa kewajiban, yaitu dalam hal yang diangkut itu : 1 barang dan 2 orang.
Dalam hal yang diangkut barang, maka pengangkut diwajibkan untuk menjaga keselamatan barang yang harus ia angkut serta selanjutnya adalah
menjadi tanggung jawabnya apabila barang tersebut seluruhnya atau sebagian tidak dapat diserahkan atau menjadi rusak Pasal 468 KUHD. Pasal 477 KUHD
menetapkan pula bahwa pengangkut juga bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan karena terlambat diserahkannya barang yang diangkut. Juga di dalam
Pasla 477 KUHD itu ditentukan, bahwa pengangkut bebas dari tanggung jawab sebagai demikian itu, apabila dapat dibuktikan oleh pengangkut, bahwa hal-hal itu
disebabkan karena bahaya yang tidak mungkin dapat dicegah atau dihindarkannya.
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi Freight Forwarder Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan,
2008. USU Repository © 2009
Khusus terhadap rusaknya barang, dibebaskan dari tanggung jawab apabila pengangkut dapat membuktikan, bahwa rusaknya itu disebabkan karena cacat
barang atau karena kesalahan pengirim Pasal 91 KUHD jo. Pasal 468 KUHP. Mengenai kewajiban-kewajiban dari pengangkut The Hague Rules 1924
juga memuatkannya di dalam artikel ke-3, yaitu pada sebelum dan pada awal pelayaran sebagai berikut :
Artikel ke-3 ayat 1 : The carrier shall be bound before and it the beginning of the voyage to exercise due diligence to :
a. make the ship sea worthny b. properly man, equip and supply the ship
c. make the holds, refrigerating and cool chambers, and all other parts of the
ship in which goods are carried, fit and safe for their reception, carriage and preservation.
Maka dengan memperhatikan artikel ke-3 dari The Hague Rules tersebut, mengenai kewajiban-kewajiban pengangkut pada sebelum dan pada awal
pelayaran ditetapkan bahwa pengangkut diharuskan meneliti secermat-cermatnya tentang :
25
Selanjutnya The Hague Rules tidak mengatur secara rinci mengenai tanggung jawab pengangkut, sebaliknya yang tegas dikemukakan adalah hal-hal
dimana pengangkut bebas dari tanggung jawab. Hal ini dapat ditemui dalam artikel ke-4 yang menyatakan bahwa pengangkut dapat dibebasakan dari
kewajiban dan tanggung jawab setelah dapat membuktikan bahwa pengangkut a. Kapal harus layak laut sea worthy
b. Kapal harus diawaki, diperlengkapi dan diberi persediaan sebagaimana layaknya.
c. Membuat palka, kamar-kamar pendingin, dan semua bagian lain dari kapal di mana barang-barang akan diangkut, siap dan aman untuk menerima,
mengangkut dan mengawasi barang-barang tersebut.
25
Ibid, hal. 22.
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi Freight Forwarder Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan,
2008. USU Repository © 2009
telah melakukan usaha-usaha yang sewajarnya untuk menghindari kerusakan dan kehilangan barang.
The Hamburg Rules 1978 dalam hubungannya dengan tanggung jawab pengangkut itu menetapkan dengan tegas bahwa pengangkut bertanggung jawab
atas akibat daripada hilangnya dan rusaknya barang, bahkan diperluas lagi dengan tanggung jawab atas keterlambatan penyerahan barang-barang, jika hal itu terjadi
sepanjang barang-barang itu ada di dalam penguasaan pengangkut The carrier is liable for loss resulting from loss or damage to the goods, as well as from delay in
delivery, if the occurrence which caused the loss, damage of delay took place while the goods were in his charge.
Ini berarti bahwa kalau terjadi keterlambatan penyerahan barang misalnya oleh pengangkut, maka pihak pengangkutlah yang harus membuktikan tentang
ketidaksalahannya apabila terjadi tuntutan ganti kerugian yang disebabkan oleh karena lambatnya penyerahan barang tersebut. Juga keadaan demikian itu dapat
pula terjadi dalam barang itu hilang ataupun barang itu rusak. Sesuai dengan pengertian pengangkut yang oleh The Hamburg Rules 1978
dibedakan antara carrier pengangkut dan actual carrier pengangkut sesungguhnya, maka The Hamburg Rules juga mengatur tentang tanggung jawab
untuk masing-masing pengangkut, yaitu carrier dan actual carrier, untuk mana hal ini sama sekali tidak disinggung di dalam The Hague Rules.
Kalau kita perhatikan artikel ke-10 ayat 1 dari The Hamburg Rules yang berbunyi : “where the performance of the carriage or part there of has been
entrusted to an actual carrier, whether or not in pursuance of a delivery under the
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi Freight Forwarder Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan,
2008. USU Repository © 2009
contract of carriage by sea to do so, the carrier nevertheless remains responsible for the entire carriage according to the provesions of this convention”.
Ketentuan yang terdapat di dalam artikel ke-10 ayat 1 The Hamburg Rules tersebut menetapkan suatu prinsip yang tegas, yaitu bahwa meskipun
sebagian ataupun seluruh pelaksanaan pengangkutan oleh carrier tetapi dipercayakan kepada actual carrier maka carrier masih tetap bertanggung jawab
terhadap seluruh pelaksanaan pengangkutan sesuai dengan ketentuan konvensi ini. Selanjutnya artikel ke-10 memberikan ketentuan yang lebih tegas lagi,
yaitu hal ini dapat dilihat dalam kata-kata : “the carrier is responsible, in relation to the carriage performed by the actual carrier, for the acts and commissions of
the actual carrier and of his servants and agents acting within the scope of their employment”.
Ini berarti bahwa carrier tetap bertanggung jawab atas perbuatan- perbuatan dan kealpaan yang dilakukan oleh actual carrier dan buruh-buruh dan
agen-agennya selama dalam batas lingkungan pekerjaannya, sehubungan dengan pengangkutan yang dilaksanakan oleh pengangkut yang sesungguhnya.
Bagi actual carrier itu berlakulah seluruh ketentuan-ketentuan yang mengatur tanggung jawab carrier terhadap pengangkutan yang dilakukan dari
konvensi tersebut. Setelah ditinjau pertanggungjawaban serta kewajiban pengangkut sehubungan dengan pengangkutan barang, maka masalah yang timbul
adalah bagaimana pertanggungjawaban dan kewajiban pengangkut, kalau dalam hal ini yang diangkut itu adalah orang.
26
Pertama yang harus diperhatikan adalah ketentuan yang terdapat di dalam Buku II KUHD Bab VB yang mengatur tentang pengangkutan orang. Di dalam
Pasal 521 KUHD disebutkan : “pengangkut dalam arti menurut title ini adalah
26
Sution Usman Adji, Djoko Prakoso dan Hari Pramono, Hukum Pengangkutan di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 1991, hal. 11.
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi Freight Forwarder Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan,
2008. USU Repository © 2009
orang yang baik karena penggunaan penyediaan kapal menurut waktu maupun penggunaan penyediaan kapal menurut perjalanan, ataupun karena perjanjian
lainnya mengikat diri untuk melaksanakan pengangkutan orang-orang musafir, penumpang seluruhnya atau sebagian menyeberang laut”.
Sebagai pengangkut dalam pengangkutan orang, maka ia dibebani kewajiban seperti yang terdapat di dalam Pasal 522 KUHD, yaitu : “Perjanjian
untuk pengangkut mewajibkan pengangkut untuk mengusahakan keamanan penumpang sejak saat masuk ke kapal dan saat keluar dari kapal”.
Apabila dalam pengangkutan itu terdapat penumpang yang terluka karena pengangkutannya, pengangkut wajib memberi ganti rugi dan apabila penumpang
tersebut meninggal dunia akibat lukanya, maka pengangkut wajib mengganti kerugian yang diderita karenanya oleh suami atau istri yang ditinggalkannya,
anak-anak dan orang tua si penumpang.
27
27
Ibid, hal. 23.
Di dalam pengangkutan orang ini, maka orang yang diangkut itu merupakan salah satu pihak yang berhadapan langsung dengan pihak pengangkut
di pihak lain wederparty, sehingga orang ini di dalam perjanjian pengangkutan merupakan “medecontractant”, namun demikian dapat juga terjadi seseorang
mengadakan perjanjian pengangkutan yang bukan merupakan medecontractant, tapi untuk kepentingan pihak ketiga misalnya seorang pengusaha yang mengirim
buruhnya dengan pengangkutan laut.
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi Freight Forwarder Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan,
2008. USU Repository © 2009
The Hague Rules 1924 dan The Hamburg Rules 1978 tidak mengatur mengenai pengangkutan orang, karena kedua konvensi ini hanya mengatur
pengangkutan barang.
C. Prinsip Tanggung Jawab dalam Perjanjian Pengangkutan