Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi Freight Forwarder Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan,
2008. USU Repository © 2009
d. Peraturan-peraturan mengenai pengangkutan pos, Undang-Undang No. 4 tahun 1959, Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 1959, Peraturan
Pemerintah No. 27 tahun 1959, Peraturan Pemerintah No. 29 tahun 1965, Undang-Undang No. 13 tahun 1969 dan sebagainya.
e. Peraturan-peraturan mengenai pengangkutan melalui telekomunikasi, Undang-Undang No. 5 tahun 1964, Peraturan Pemerintah No. 30 tahun
1965, Peraturan Pemerintah No. 35 tahuin 1965, Undang-Undang No. 4 tahun 1957, Undang-Undang No. 10 tahun 1969 dan sebagainya.
2. Pengangkutan Udara
a. Undang-Undang No. 83 tahun 1958 tentang Penerbangan. b. Stb. 1936-425 tentang Lalu Lintas Udara.
c. Stb. 1939-42 tentang Pengawasan atas Penerbangan. d. Stb. 1939-149 jo Stb. 1939-150 tentang persoalan-persoalan yang
berhubungan dengan pencegahan disebarluaskannya penyakit menular oleh penumpang pesawat terbang.
e. Stb. 1939-100 tentang Ordonansi Pengangkutan udara yang mengatur pengangkutan penumpang, bagasi, dan pengangkatan barang, serta
pertanggungjawaban pengangkutan udara. f. Perjanjian Roma tanggal 23 Mei 1933, perjanjian tentang tanggung jawab
pengangkut udara mengenai kerusakankerugian yang ditimbulkan pada pihak ketiga di muka bumi.
g. Di samping itu ada perjanjian internasional khusus yang dihasilkan oleh International Air Tranport Association IATA dalam bentuk General
Condition of Carriage.
3. Pengangkutan Perairan Darat
a. Stb. 1927-289 jo. Stb. 1929-111 tentang pengawasan atas kapal-kapal yang berlayar di sungai dan perairan darat lainnya.
b. Stb. 1914-266 yang diubah dengan Stb. 1947-50 tentang tubrukan kapal di sungai dan perairan darat lainnya.
c. Surat Keputusan Menteri Perhubungan tanggal 4 Agustus 1964, No. Kab. 41225 pengaturan tentang penyelenggaraan pelayaran sungai, terusan dan
danau. d. Surat Keputusan Menteri Perhubungan tanggal 15 April 1970 No.
SK117M70 tentang penggunaan perairan pedalaman untuk angkutan umum dan angkutan barang khusus.
e. KUHDBuku I, Bab V, Bagian III Pasal 91 s.d. Pasal 98 tentang pengangkutan barang melalui jalan darat dan perairan darat.
f. KUHD Buku II, pasal 748 s.d. Pasal 754 mengenai kapal-kapal yang melalui perairan darat.
g. KUHD pasal 749, pasal 215 s.d. 319, pasal 714 s.d. 746 dan sebagainya.
4. Pengangkutan Laut
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi Freight Forwarder Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan,
2008. USU Repository © 2009
a. KUHD Buku II, Bab V tentang Perjanjian Charter Kapal. b. KUHD Buku II, Bab VA tentang Pengangkutan Barang-Barang.
c. KUHD Buku II, Bab VB tentang Pengangkutan orang. d. Peraturan khusus lainnya, yaitu Stb. 1936-700 bsd 1948-224, Stb. 1936-
703 bsd 1937-445, Stb. 1940-62, Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 1969, Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1985, PP No. 17 tahun 1988 tentang
Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan Laut.
e. Disamping peraturan-peraturan tersebut terdapat konvensi-konvensi internasional mengenai pengangkutan laut, yaitu :
1 The Charter Act yang dibentuk pada tanggal 13 Februari 1893 yang isi
pokoknya melarang adanya syarat beding pembebasan
pertanggungan jawab terhadap laiknya kapal laut, untuk kemampuan kapal bagi pelayaran yang telah diperjanjikan, untuk penganakbuahan
dan perlengkapan yang baik dan sempurna, begitu juga penataan barang-barang muatan yang teliti dan tertib serta perlakuan yang hati-
hati terhadap muatan. Peraturan yang sejenis dengan The Charter Act ini terdapat di beberapa Negara dengan nama yang berbeda-beda,
seperti Australia disebut dengan The Sea-Carriage of Goods Act, 1904.
2 The Hague Rules dibentuk untuk pertama kali oleh International Law
Association pada tahun 1921, yang kemudian dirubah pada tahun 1922 dan terakhir dirubah di Brussel pada tanggal 25 Agustus 1924, yang
secara resmi disebut International Convention for Unification of Certain Rules of Law Relating to Bill of Lading yang pada pokoknya
mengatur tanggung jawab pengangkut terhadap pengiriman barang.
Selanjutnya dokumen-dokumen yang dibutuhkan dalam perjanjian pengangkutan, adalah :
19
Dalam pasal 90 KUHD dinyatakan bahwa surat muatan merupakan perjanjian antara pengirim atau ekspeditur dengan pengangkut, ditanda tangani
oleh pengirim atau ekspeditur. Memperhatikan ketentuan pasal itu, maka dapat dinyatakan bahwa surat muatan dibuat oleh pengirim atau nama pengirim, dan
a. Surat muatan untuk pengangkutan barang b. Tiket penumpang untuk pengangkutan penumpangorang
Baik surat muatan maupun tiket penumpang diatur dalam undang- undang. Dokumen pengangkutan berfungsi sebagai alat bukti adanya perjanjian
pangangkutan antara pengangkutan an pengirim atau penumpang. Surat muatan untuk pengangkutan barang di dalam pengangkutan, adalah :
1. surat muatan vrachbrief untuk pengangkutan darat. 2. surat muatan kereta api spoorvrachbrief untuk pengangkutan kereta api.
3. surat muatan laut cognossement untuk pengangkutan laut. 4. surat muatan udara luchtvachtbrief untuk pengangkutan udara.
a Surat muatan untuk pengangkutan barang 1 Surat muatan vracbrief
19
Ibid.
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi Freight Forwarder Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan,
2008. USU Repository © 2009
baru berfungsi sebagai surat perjanjian bukti ada perjanjian jika pengangkut menandatangani juga surat muatan tersebut.
Berdasarkan kenyataan, dalam pengangkutan darat dengan truk, surat muatan dibuat oleh pengirim atau ekspeditur atas nama pengirim dan
ditandatangani. Ketika barang diserahkan kepada pengangkut untuk diangkut, surat muatan diperiksa guna mengetahui kesesuaian isinya dengan barang yang
ada. Kemudian surat itu diparaf dan diberi stempel pengangkut. Satu lembar dipegang pengirim. Satu lembar dipegang oleh pengangkut, dan satu lembar
lainnya disertakan bersama barang yang diangkut untuk diserahkan kepada penerima, diparaf dan stempel disamakan dengan penandatanganan.
2Surat muatan kereta api
Dalam Pasal 36 ayat 1 BVS dinyatakan bahwa pengirim berkewajiban menyertai tiap barang kirimannya dengan surat muatan yang sudah diisi dan
ditandatangani dengan baik. Jika menurut ketentuan pasal ini surat muatan kereta api dibuat dan ditandatangani oleh pengirim, bukan oleh pengangkut. Dengan
demikian surat muatan kereta api merupakan surat bukti bagi pengangkut, bukan bagi pengirim. Berdasarkan kenyataannya, surat muatan yang sudah diisi dan
ditandatangani oleh pengirim itu diserahkan kepada pengangkut bersama dengan barang muatan. Pengangkut menerima barang dan dicocokkan dengan isi surat
muatannya. Setelah itu surat muatan distempel oleh pangangkut dan ditulis tanggal penerimaannya. Surat muatan asli disertakan dengan muatannya, dan surat
muatan kopinya diterima oleh pengirim. Dalam hal ini surat muatan berfungsi sebagai alat bukti adanya perjanjian pengangkutan antara kedua belah pihak.
3. Surat muatan laut.