Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Korupsi

Delima Mariaigo Simanjuntak : Penerapan Hukum Terhadap Tindak Pidana Korupsi Secara BerlanjutStudi Kasus No. 1636Pid.B2006PN-MDN dan No. 354PID2006PT-MDN, 2008. USU Repository © 2009 c. Jika korporasi sebagai pembuat, maka korporasi yang bertanggung jawab.

B. Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Korupsi

1.Tindak Pidana Korupsi dengan Memperkaya Diri Sendiri, Orang Lain, atau Suatu Korporasi Pasal 2 a. Rumusan Pasal 2 ayat 1 terdiri atas unsur-unsur sebagai berikut: 116 1 Perbuatannya memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi 2 Dengan cara melawan hukum 3 Yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara Semua unsur di atas bersifat objektif. Pada dasarnya, maksud “memperkaya diri sendiri di sini dapat ditafsirkan suatu perbuatan bahwa si pelaku offender bertambah kekayaannya atau menjadi lebih kayak arena perbuatan tersebut. 117 Menurut Darwan Prinst, “memperkaya orang lain” maksudnya akibat perbuatan melawan hukum dari pelaku, ada orang lain yang menikmati bertambahnya kekayaannya atau bertambahnya harta bendanya. 118 Demikian juga halnya dengan memperkaya suatu korporasi, bukan si pembuat yang memperoleh atau bertambah kekayaannya oleh perbuatannya tetapi suatu korporasi. 119 Secara “melawan hukum” maksudnya mencakup perbuatan melawan hukum dalam arti formal maupun dalam arti materil, yakni meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, tetapi apabila 116 UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 117 Lilik Mulyadi, Tindak Pidana Korupsi di Indonesia Normatif, Teoretis, Praktik, dan Masalahnya, Edisi Pertama, Cetakan Ke-I, PT. Alumni, Bandung, 2007, hal. 81 118 Darwan Prinst, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, PT. Citra Aditya Bakti, 2002, hal. 31 119 Adami Chazawi buku III, op. cit., hal. 42 Delima Mariaigo Simanjuntak : Penerapan Hukum Terhadap Tindak Pidana Korupsi Secara BerlanjutStudi Kasus No. 1636Pid.B2006PN-MDN dan No. 354PID2006PT-MDN, 2008. USU Repository © 2009 perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat, perbuatan tersebut dapat dipidana. 120 Menurut R. Wiyono bahwa ajaran sifat melawan hukum materil yang diikuti oleh Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 adalah ajaran sifat melawan hukum materil dalam fungsinya yang positif. 121 Indriyanto Seno Adji mengemukakan bahwa kriteria yang menentukan alasan-alasan yang mendasari diimplementasikannya ajaran perbuatan melawan hukum materil dalam fungsi positif antara lain: 122 a. Perbuatan pelaku yang tidak termasuk atau tidak memenuhi rumusan delik, dipandang dengan kepentingan hukum, ternyata menimbulkan kerugian yang jauh tidak seimbang bagi masyarakat atau negara, dibandingkan dengan keuntungan yang disebabkan oleh perbuatannya yang tidak melanggar peraturan perundang-undangan. b. Menimbulkan kerugian yang jauh tidak seimbang bagi masyarakatnegara apabila seorang pegawai negeri atau penyelenggara negara, meskipun tidak melakukan pelanggaran peraturan yang ada sanski pidananya, tetapi menerima fasilitas yang berlebihan serta keuntungan lainnya dari seseorang korporasi dengan maksud agar pegawai negeri atau penyelenggara negara itu menggunakan kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatannya secara berlebihan atau menyimpang. 120 Penjelasan Pasal 2 ayat 1 dan Penjelasan Umum UU RI No. 31 Tahun 1999 jo. UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 121 R. Wiyono buku I, op. cit., hal.. 28 122 Indriyanto Seno Adji, Korupsi Kebijakan Aparatur Negara dan Hukum Pidana, Edisi Pertama, Cetakan Ke-II, CV. Diadit Media, Jakarta, 2007, hal. 200 Delima Mariaigo Simanjuntak : Penerapan Hukum Terhadap Tindak Pidana Korupsi Secara BerlanjutStudi Kasus No. 1636Pid.B2006PN-MDN dan No. 354PID2006PT-MDN, 2008. USU Repository © 2009 Akan tetapi, ketentuan Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 telah dibatalkan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi No. 003PUU-IV2006 tanggal 25 Juli 2006 yang menyatakan penjelasan Pasal 2 ayat 1 tersebut sepanjang mengenai frasa: “Yang dimaksud dengan ‘secara melawan hukum’ dalam pasal ini mencakup perbuatan- perbuatan melawan hukum dalam arti formil maupun dalam arti materil, yakni meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana”, dinyatakan telah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dan telah dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. 123 “Merugikan keuangan negara” adalah sama artinya dengan menjadi ruginya keuangan negara atau berkurangnya keuangan negara. 124 Keuangan negara adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau tidak dipisahkan, termasuk di dalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena: 125 a. berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban pejabat negara, baik di tingkat pusat maupun daerah; dan 123 Chaerudin, op. cit., hal. 11 124 R. Wiyono buku I, op. cit., hal.. 32 125 Penjelasan Umum UU RI No. 31 Tahun 1999 jo. UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Delima Mariaigo Simanjuntak : Penerapan Hukum Terhadap Tindak Pidana Korupsi Secara BerlanjutStudi Kasus No. 1636Pid.B2006PN-MDN dan No. 354PID2006PT-MDN, 2008. USU Repository © 2009 b. berada dalam pengurusan dan pertanggungjawaban Badan Usaha Milik NegaraBadan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum, dan perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan negara. Perekonomian negara adalah kehidupan perekonomian yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan ataupun usaha masyarakat secara mandiri yang berdasarkan pada kebijakan pemerintah, baik di tingkat pusat maupun di daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bertujuan memberikan manfaat, kemakmuran, dan kesejahteraan kepada seluruh kehidupan masyarakat. 126 Kerugian negara bukanlah menkadi syarat untuk terjadinya tindak pidana korupsi Pasal 2 secara sempurna, tetapi akibat kerugian negara dapat timbul dari perbuatan memperkaya diri dengan melawan hukum tersebut. 127 b. Rumusan ayat 2 unsur-unsurnya yaitu semua unsur yang ada dalam ayat 1 ditambah unsur “yang dilakukan dalam keadaan tertentu”. 128 Yang dimaksud dengan “keadaan tertentu” dalam Pasal 2 ayat 2 adalah keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi, yaitu apabila tindak pidana tersebut dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku, pada waktu terjadi bencana alam nasional, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter. 129 126 Ibid. 127 Adami Chazawi buku III, op. cit., hal. 45 128 UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 129 Penjelasan Pasal 2 ayat 2 UU RI No. 31 Tahun 1999 jo. UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan tIndak Pidana Korupsi Delima Mariaigo Simanjuntak : Penerapan Hukum Terhadap Tindak Pidana Korupsi Secara BerlanjutStudi Kasus No. 1636Pid.B2006PN-MDN dan No. 354PID2006PT-MDN, 2008. USU Repository © 2009 2.Tindak Pidana Korupsi dengan Menyalahgunakan Kewenangan, Kesempatan, Sarana, Jabatan, atau Kedudukan Pasal 3 Rumusan Pasal 3 tersebut mengandung unsur-unsur: 130 a. Perbuatannya: menyalahgunakan kewenangan atau kesempatan atau jabatan Unsur objektif b. Yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan c. Yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara Menyalahgunakan kewenangan artinya perbuatan yang dilakukan oleh orang yang sebenarnya berhak untuk melakukannya tetapi dilakukan secara salah atau diarahkan pada hal yang salah dan bertentangan dengan hukum atau kebiasaan. 131 Menyalahgunakan kesempatan artinya adanya penyalahgunaan waktu atau kesempatan pada diri pelaku karena eksistensi kedudukan atau jabatan. 132 Sedangkan menyalahgunakan sarana terjadi apabila seseorang menggunakan sarana yang ada pada dirinya karena jabatan atau kedudukan untuk tujuan-tujuan lain di luar tujuan yang berhubungan dengan tugas pekerjaan yang menjadi kewajibannya. 133 “Ada padanya karena jabatan atau kedudukannya” maksudnya adalah kewenangan, kesempatan, dan sarana karena jabatan atau kedudukan yang dipangku seseorang. Menurut Sudarto, istilah “kedudukan” di samping perkataan 130 Pasal 3 UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 131 Adami Chazawi buku III, op. cit., hal. 51 132 Lilik Mulyadi, op. cit., hal. 93 133 Adami Chazawi buku III, op. cit., hal 52 Delima Mariaigo Simanjuntak : Penerapan Hukum Terhadap Tindak Pidana Korupsi Secara BerlanjutStudi Kasus No. 1636Pid.B2006PN-MDN dan No. 354PID2006PT-MDN, 2008. USU Repository © 2009 “jabatan” adalah meragukan. Jika kedudukan ini diartikan fungsi pada umumnya, seorang direktur bank swasta juga mempunyai kedudukan. 134 3.Tindak Pidana Korupsi dengan Memberikan atau Menjanjikan Sesuatu Pasal 5 a. Rumusan ayat 1 huruf a berasal dari Pasal 209 ayat 1 KUHP, yang dikategorisasikan ke dalam penyuapan aktif aktieve omkoping, yang terdiri atas unsur-unsur: 135 1 Perbuatannya memberi atau menjanjikan sesuatu Unsur objektif 2 Objeknya sesuatu 3 Kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara Memberikan sesuatu berarti perbuatan itu telah diselesaikan sebelum pegawai negeri yang disuap berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya sebagaimana yang dimaksudkan si pembuat. Menjanjikan sesuatu mengenai apa yang dijanjikan bisa belum diwujudkan sebelum pegawai negeri yang disuap melakukan perbuatan atau tidak melakukan perbuatan sebagaimana kehendak si pembuat. 136 Sesuatu adalah baik merupakan benda berwujud seperti; mobil, tv, atau tiket pesawat terbang maupun benda tidak berwujud, seperti; yang termasuk 134 Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1981, hal. 142 selanjutnya disebut buku II 135 UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 136 Adami Chazawi buku III, op. cit., hal. 61-62 Delima Mariaigo Simanjuntak : Penerapan Hukum Terhadap Tindak Pidana Korupsi Secara BerlanjutStudi Kasus No. 1636Pid.B2006PN-MDN dan No. 354PID2006PT-MDN, 2008. USU Repository © 2009 dalam hak kekayaan intelektual atau berupa fasilitas, misalnya: fasilitas untuk bermalam di suatu hotel berbintang. 137 b. Rumusan ayat 1 huruf b berasal dari Pasal 209 ayat 1 angka 2 KUHP, yang unsur-unsurnya: 138 1 Perbuatannya memberi sesuatu 2 Objeknya sesuatu 3 Kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara 4 Karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan. Pada tindak pidana korupsi bentuk ini tidak dicantumkan unsur kesalahan sehingga untuk terwujudnya tindak pidana korupsi ini tidak diperlukan gambaran batin si pembuat yang ditujukan terhadap pemberian sesuatunya dan kedudukan dari orang yang disuapnya. Tindak pidana korupsi bentuk ini baru dapat terwujud apabila pegawai negeri itu telah berbuat atau tidak berbuat dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya. 139 c. Rumusan Pasal 5 ayat 2 terdiri atas unsur-unsur: 140 1 Pembuatnya pegawai negeri atau penyelenggara negara 2 Perbuatannya menerima pemberian atau janji 3 Objeknya sesuatu yang diberikan atau sesuatu yang dijanjikan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 huruf a dan b. 137 R. Wiyono buku I, op. cit., hal.. 47 138 UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 139 Adami Chazawi buku III, op. cit., hal. 73 140 UU RI No. 20 Tahun 2001tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Delima Mariaigo Simanjuntak : Penerapan Hukum Terhadap Tindak Pidana Korupsi Secara BerlanjutStudi Kasus No. 1636Pid.B2006PN-MDN dan No. 354PID2006PT-MDN, 2008. USU Repository © 2009 Untuk selesainya suap ini perbuatan menerima pemberian suatu benda bergantung pada selesainya perbuatan menerima pemberian atau janji. Pada ayat ini tidak diperlukan gambaran batin si pembuat pegawai negeri sebelum atau ketika hendak menerima sesuatu atau janji tersebut. 141 4.Tindak Pidana Korupsi pada Hakim dan Advokat Pasal 6 Rumusan tindak pidana suap pasal ini diadopsi dari Pasal 210 KUHP yang dikategorisasikan ke dalam penyuapan aktif aktieve omkoping a. Rumusan Pasal 6 ayat 1 huruf a terdiri atas unsur-unsur: 142 1 Perbuatannya memberi atau menjanjikan sesuatu Unsur objektif 2 Objeknya sesuatu 3 Kepada hakim b. Rumusan Pasal 6 ayat 1 huruf b, unsur-unsurnya sebagai berikut: 143 1 Perbuatan memberikan atau menjanjikan sesuatu Unsur objektif 2 Objeknya sesuatu 3 Kepada advokat yang menghadiri sidang pengadilan Nasihat atau pendapat adalah nasihat atau pendapat bagi kepentingan kliennya, baik diberikan di luar sidang pengadilan maupun di dalam sidang 141 Adami Chazawi buku III, op. cit., hal. 79 142 UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 143 UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Delima Mariaigo Simanjuntak : Penerapan Hukum Terhadap Tindak Pidana Korupsi Secara BerlanjutStudi Kasus No. 1636Pid.B2006PN-MDN dan No. 354PID2006PT-MDN, 2008. USU Repository © 2009 pengadilan. Perkara bukan hanya meliputi tindak pidana termasuk perkara tindak pidana korupsi, tetapi juga meliputi perkara yang bukan perkara tindak pidana, yaitu perkara perdata, sengketa TUN, dan perkara yang menjadi tugas dan wewenang di lingkungan peradilan agama. 144 c. Rumusan Pasal 6 ayat 2, unsur-unsurnya: 145 1 Pembuatnya hakim atau advokat 2 Perbuatannya menerima sesuatu pemberian atau janji 3 Objeknya sesuatu 4 Yang dimaksudkan dalam ayat 1 huruf a dan b Korupsi suap ayat 2 ini sama perbuatannya dan objeknya dengan korupsi suap Pasal 5 ayat 2, yang berbeda adalah kualitas subjek hukumnya. 5.Korupsi Dalam Hal Membuat Bangunan dan Menjual Bahan Bangunan dan Korupsi Dalam Hal Menyerahkan Alat Keperluan TNI dan KNRI Pasal 7 Tindak pidana korupsi Pasal 7 berasal dari Pasal 387 dan 388 KUHP yang berupa tindak pidana penipuan oplichting a. Rumusan Pasal 7 ayat 1 huruf a berasal dari Pasal 387 ayat 1 KUHP, yang unsur-unsurnya: 146 1 Pembuatnya pemborong, ahli bangunan, penjual bahan bangunan 2 Perbuatannya perbuatan curang 144 R. Wiyono buku I, op. cit., hal.. 55 145 UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 146 Ibid. Delima Mariaigo Simanjuntak : Penerapan Hukum Terhadap Tindak Pidana Korupsi Secara BerlanjutStudi Kasus No. 1636Pid.B2006PN-MDN dan No. 354PID2006PT-MDN, 2008. USU Repository © 2009 3 Pada waktu membuat bangunan, menyerahkan bahan bangunan 4 Yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang atau keselamatan negara dalam keadaan perang. Pemborong adalah seorang yang mengikatkan dirinya dalam suatu perjanjian perjanjian pemborongan pada pihakorang lain untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu dengan harga tertentu yang disepakati. Ahli bangunan adalah seorang staf ahli khusus bangunan yang berfungsi dan bertugas sebagai pembantu pemborong dalam hal menjalankan pekerjaan membuat bangunan tersebut. Penjual bahan bangunan adalah orang-orang yang pekerjaannya menyediakan atau menyuplai bahan-bahan bangunan yang digunakan oleh pemborong dan ahli bangunan untuk membuat atau menjadikan bangunan. 147 Perbuatan curang diadopsi dari bedriegelijke handeling dalam Pasal 387 KUHP, juga disebut perbuatan menipu yakni melakukan perbuatan yang bersifat tidak jujur dalam melakukan pekerjaan membangun bangunan atau menyerahkan bahan bangunan. 148 Menurut Simons dan Noyon Lengemejer dapat diketahui bahwa pembuat dalam hal ini tidak perlu sampai mengetahui akibat berbahaya dari perbuatan curang yang telah dilakukannya. 149 b. Rumusan ayat 1 butir b mempunyai unsur-unsur: 150 1 Pembuatnya pengawas bangunan, pengawas penyerahan bahan bangunan Unsur objektif 147 Adami Chazawi buku III, op. cit., hal. 95 148 Ibid. hal. 96 149 P.A.F. Lamintang buku II, op. cit., hal. 202 dan 290 150 UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Delima Mariaigo Simanjuntak : Penerapan Hukum Terhadap Tindak Pidana Korupsi Secara BerlanjutStudi Kasus No. 1636Pid.B2006PN-MDN dan No. 354PID2006PT-MDN, 2008. USU Repository © 2009 2 Perbuatannya membiarkan dilakukan perbuatan curang waktu membuat bangunan atau menyerahkan bahan bangunan Pengawas bangunan tugasnya mengawasi agar kegiatan pembangunan yang dijalankan oleh pemborong yang dibantu oleh ahli bangunan berjalan secara benar dan sesuai dengan teknis bangunan. Pengawas penyerahan bahan bangunan bertugas mengawasi bahan-bahan bangunan yang diterima oleh pemborong dari penjual bahan bangunan agar sesuai dengan mutu. 151 Unsur “membiarkan” atau memberikan kesempatan atau peluang maksudnya adalah membiarkan atau memberikan kesempatan atau peluang pada waktu orang lain melakukan tindak pidana, yakni pada waktu pemborong, ahli bangunan, atau penjual bahan bangunan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat 1 huruf a. 152 c. Rumusan ayat 1 huruf c diadopsi dari Pasal 388 ayat 1 KUHP, yang unsur- unsurnya sebagai berikut: 153 1 Perbuatannya perbuatan curang 2 Pada waktu menyerahkan barang keperluan TNI dan atau KNRI 3 Dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang. Barang yang dimaksud dalam ayat ini adalah barang-barang untuk keperluan pertahanan dan keamanan negara serta ketertiban masyarakat. Untuk dapat dijerat dengan pasal ini tidak perlu sampai menimbulkan akibat tetapi dapat 151 Adami Chazawi buku III, op. cit., hal. 98 152 R. Wiyono buku I, op. cit., hal.. 62 153 UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Delima Mariaigo Simanjuntak : Penerapan Hukum Terhadap Tindak Pidana Korupsi Secara BerlanjutStudi Kasus No. 1636Pid.B2006PN-MDN dan No. 354PID2006PT-MDN, 2008. USU Repository © 2009 kemungkinan menimbulkan akibat yang berupa membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang. Keadaan perang ini harus ada pernyataan dari presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No. 23 Prp. Tahun 1960 tentang Keadaan Bahaya demi tercapainya kepastian hukum. 154 d. Rumusan ayat 1 huruf d diadopsi dari Pasal 388 ayat 2 KUHP, yang unsur- unsurnya: 155 1 Pembuatnya orang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan TNI dan KNRI Unsur objektif 2 Perbuatannya membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud huruf c Perbuatan membiarkan bergantung pada perbuatan curang karena merupakan perbuatan pasif yang sepenuhnya bergantung pada apakah perbuatan curang terjadi dengan sempurna atau tidak. 156 e. Rumusan Pasal 7 ayat 2 unsur-unsurnya sebagai berikut: 157 1 Pembuatnya orang yang menerima penyerahan bahan bangunan atau orang yang menerima penyerahan barang keperluan TNI danatau KNRI 2 Perbuatannya membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf a dan c Menyerahkan sebagaimana dimaksudkan ayat 1 huruf a dan c tidaklah diserahkan dalam arti melepaskan kekuasaan semata-mata atas benda yang diserahkan, melainkan juga mengalihkan kekuasaan atas barang yang diserahkan 154 R. Wiyono buku I, op. cit., hal.. 64 155 UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 156 Adami Chazawi buku III, op. cit., hal. 105 157 UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Delima Mariaigo Simanjuntak : Penerapan Hukum Terhadap Tindak Pidana Korupsi Secara BerlanjutStudi Kasus No. 1636Pid.B2006PN-MDN dan No. 354PID2006PT-MDN, 2008. USU Repository © 2009 kepada orang lain yang menerimanya. Perbuatan yang dilarang dilakukan oleh si pembuat yang menerima penyerahan barang tadi adalah membiarkan perbuatan curang, berupa perbuatan pasif yang artinya dia tidak berbuat sesuatu apa pun. 6.Korupsi Pegawai Negeri Menggelapkan Uang dan Surat Berharga Pasal 8 Rumusan Pasal 8 ini diadopsi dari Pasal 415 KUHP, yang unsur-unsurnya sebagai berikut: 158 1 Pembuatnya pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan jabatan umum sementara atau terus-menerus Unsur objektif 2 Perbuatannya: menggelapkan; membiarkan orang lain mengambil; membiarkan orang lain menggelapkan; membantu dalam melakukan perbuatan itu. 3 Objeknya uang atau surat berharga 4 Yang disimpan karena jabatannya Orang selain pegawai negeri adalah orang yang tidak tercakup dalam pengertian pegawai negeri dari Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999, namun pekerjaannya menjalankan tugas sebagai seorang pegawai negeri. Unsur perbuatan menggelapkan dalam pasal ini berasal dari kata aslinya “verduitstert” dalam rumusan Pasal 415 KUHP. Walupun ada persamaan hakikat dan latar belakang dibentuknya kejahatan Pasal 372 dengan Pasal 8, namun secara jelas ada perbedaannya. Perbuatan “membiarkan orang lain mengambil” terdapat 158 Ibid. Delima Mariaigo Simanjuntak : Penerapan Hukum Terhadap Tindak Pidana Korupsi Secara BerlanjutStudi Kasus No. 1636Pid.B2006PN-MDN dan No. 354PID2006PT-MDN, 2008. USU Repository © 2009 dua perbuatan materil yang digabungkan yakni antara perbuatan membiarkan pasif dengan perbuatan mengambil aktif. Untuk selesainya perbuatan ini bergantung pada selesainya perbuatan orang lain mengambil. Perbuatan membiarkan orang lain menggelapkan merupakan perbuatan negatif atau pasif yang karena tidak berbuat sesuatu seseorang dipersalahkan karena melanggar kewajiban hukum untuk berbuat. Perbuatan membantu sama artinya dengan perbuatan bantuan yang diatur dalam Pasal 56 KUHP. 159 Disimpan karena jabatannya maksudnya jabatan tersebut menjadi dasar penyimpanan uang atau surat berharga yang dimaksud dimana harus memuat tentang tugas dan wewenang untuk menyimpan uang atau surat berharga. 160 7.Tindak Pidana Korupsi Pegawai Negeri Memalsu Buku-Buku dan Daftar-Daftar Pasal 9 Rumusan Pasal 9 diadopsi dari Pasal 416 KUHP yang unsur-unsurnya sebagai berikut: 161 a. Pembuatnya pegawai negeri atau selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan jabatan umum Unsur objektif b. Perbuatannya memalsu 159 Adami Chazawi buku III, op. cit., hal. 120-126 160 R. Wiyono buku I, op. cit., hal.. 73 161 UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Delima Mariaigo Simanjuntak : Penerapan Hukum Terhadap Tindak Pidana Korupsi Secara BerlanjutStudi Kasus No. 1636Pid.B2006PN-MDN dan No. 354PID2006PT-MDN, 2008. USU Repository © 2009 c. Objeknya buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi Memalsu dalam pasal ini adalah dalam pengertian vaschelijk opmaakt dan vervalscht dalam Pasal 416 KUHP, karena dengan dihapus dan digantinya suatu kata atau angka dalam buku atau register sehingga tidak sesuai dengan maksud semula sudah merupakan perbuatan yang dilarang, apalagi jika kata atau angka dalam buku atau register seluruhnya tidak benar, lebih-lebih lagi merupakan perbuatan yang dilarang. Pengertian mengenai buku-buku dan daftar-daftar merupakan pengertian menurut arti bahasa. 162 8.Tindak Pidana Korupsi Pegawai Negeri Merusakkan Barang, Akta, Surat, atau Daftar Pasal 10 a. Rumusan Pasal 10 butir a diadopsi dari Pasal 417 KUHP yang unsur- unsurnya: 163 Unsur objektif 1 Pembuatnya pegawai negeri atau selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus-menerus atau untuk sementara waktu. 2 Perbuatannya menggelapkan; menghancurkan; merusakkan; membikin tidak dapat dipakai 162 R. Wiyono buku I, op. cit., hal.. 76 163 UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Delima Mariaigo Simanjuntak : Penerapan Hukum Terhadap Tindak Pidana Korupsi Secara BerlanjutStudi Kasus No. 1636Pid.B2006PN-MDN dan No. 354PID2006PT-MDN, 2008. USU Repository © 2009 3 Objeknya barang atau akta atau surat atau daftar; yang digunakan untukmeyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang. Perbuatan menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai lagi yang sebenarnya merupakan perbuatan kejahatan terhadap perusakan dan penghancuran benda yang terdapat dalam Pasal 406 KUHP. Perbuatan menghancurkan apabila barang, akta, surat atau daftar dibuat sedemikian rupa, sehingga bentuk dari objek tersebut sudah tidak seperti bentuk yang semula. Perbuatan merusakkan apabila ada bagian dari objek yang tidak dapat dipergunakan lagi. Dikatakan membuat tidak dapat dipakai jika objek tersebut tidak dapat dipakai sesuai dengan kegunaannya. 164 b. Rumusan Pasal 10 butir b terdiri atas unsur-unsur: 165 1 Pembuatnya pegawai negeri atau atau selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus-menerus atau untuk sementara waktu. Unsur objektif 2 Perbuatannya membiarkan orang lain menghilangkan; menghancurkan; merusakkan; membuat tidak dapat dipakai 3 Objeknya barang, surat, akta, daftar tersebut pada huruf a Pengertian orang lain dalam hal ini adalah siapa saja, baik pegawai negeri atau bukan yang penting orang lain itu ada hubungannya baik objek ataupun subjek dengan si pembuat pegawai negeri yang membiarkan tadi. 166 164 R. Wiyono buku I, op. cit., hal.. 81 165 UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 166 Adami Chazawi buku III, op. cit., hal. 161 Delima Mariaigo Simanjuntak : Penerapan Hukum Terhadap Tindak Pidana Korupsi Secara BerlanjutStudi Kasus No. 1636Pid.B2006PN-MDN dan No. 354PID2006PT-MDN, 2008. USU Repository © 2009 c. Rumusan Pasal 10 butir c terdiri atas unsur-unsur: 167 1 Pembuatnya pegawai negeri atau atau selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus-menerus atau untuk sementara waktu. Unsur objektif 2 Perbuatannya membantu orang lain menghilangkan; menghancurkan; merusakkan; membuat tidak dapat dipakai 3 Objeknya barang, surat, akta, daftar tersebut Pengertian membantu dalam hal ini sama dengan di dalam Pasal 7 ayat 2. 9.Korupsi Pegawai Negeri Menerima Hadiah atau Janji yang Berhubungan Dengan Kewenangan Jabatan Pasal 11 Rumusan Pasal 11 terdiri atas unsur-unsur: 168 a. Pembuatnya pegawai negeri atau penyelenggara negara Unsur objektif b. Perbuatannya menerima hadiah atau janji Hadiah adalah segala sesuatu yang bernilai, janji adalah tawaran sesuatu yang diajukan dan akan dipenuhi oleh si pemberi tawaran. Menurut R. Wiyono, tidak setiap penerimaan hadiah atau janji oleh pembuat merupakan tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam pasal ini, tetapi baru merupakan tindak pidana korupsi jika pembuat tersebut mengetahui atau patut menduga bahwa “penerimaan hadiah atau janji dilakukan karena kekuasaan atau kewenangan yang 167 UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 168 Ibid. Delima Mariaigo Simanjuntak : Penerapan Hukum Terhadap Tindak Pidana Korupsi Secara BerlanjutStudi Kasus No. 1636Pid.B2006PN-MDN dan No. 354PID2006PT-MDN, 2008. USU Repository © 2009 ada hubungannya dengan jabatannya” atau “menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungannya dengan jabatannya”. 169 10. Korupsi Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara atau Hakim atau Advokat Menerima Hadiah atau Janji; Pegawai Negeri Memaksa Membayar, Memotong Pembayaran, Meminta Pekerjaan, Menggunakan Tanah Negara, dan Turut Serta Dalam Pemborongan Pasal 12 Pasal 12 tersebut diadopsi dari 5 pasal KUHP yang dikelompokkan menjadi: a. Korupsi pegawai negeri atau penyelenggara negara menerima suap yang diketahui atau patut diduga untuk menggerakkan agar melakukan yang bertentangan dengan kewajiban jabatannya Pasal 12 huruf a dan b diadopsi dari Pasal 419 KUHP. 1 Rumusan Pasal 12 huruf a unsur-unsurnya: 170 Unsur objektif a Pembuatnya pegawai negeri atau penyelenggara negara b Perbuatnnya menerima hadiah atau janji c Objeknya hadiah atau janji Oleh karena salah satu pertimbangan dibuatnya Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 adalah karena tindak pidana korupsi digolongkan sebagai kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa, 171 169 R. Wiyono buku I, op. cit., hal.. 86-87 170 UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 171 Penjelasan Umum UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi maka kiranya dapat diterima jika kata “menggerakkan” dalam ayat ini ditafsirkan atau sama artinya Delima Mariaigo Simanjuntak : Penerapan Hukum Terhadap Tindak Pidana Korupsi Secara BerlanjutStudi Kasus No. 1636Pid.B2006PN-MDN dan No. 354PID2006PT-MDN, 2008. USU Repository © 2009 dengan kata “menganjurkan” dalam Pasal 55 ayat 1 KUHP. 172 Hadiah atau janji itu diterima si pembuat sebelum ia melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewenangan jabatannya. 173 2 Rumusan Pasal 12 huruf b unsur-unsurnya: 174 a Pembuatnya pegawai negeri atau penyelenggara negara Unsur objektif b Perbuatannya menerima hadiah c Objeknya hadiah b. Korupsi hakim atau advokat menerima suap Pasal 12 huruf c dan d yang diadopsi dari Pasal 420 ayat 1 KUHP. 1 Rumusan Pasal 12 huruf c, unsur-unsurnya: 175 Unsur objektif a Pembuatnya hakim b Perbuatannya menerima hadiahjanji c Objeknya hadiah atau janji 2 Rumusan Pasal 12 huruf d, unsur-unsurnya: 176 Unsur objektif a Pembuatnya advokat yang menghadiri sidang pengadilan b Perbuatannya menerima hadiahjanji c Objeknya hadiah atau janji 172 R. Wiyono buku I, op. cit., hal.. 92 173 Adami Chazawi buku III, op. cit., hal. 199-200 174 UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 175 Ibid. 176 Ibid. Delima Mariaigo Simanjuntak : Penerapan Hukum Terhadap Tindak Pidana Korupsi Secara BerlanjutStudi Kasus No. 1636Pid.B2006PN-MDN dan No. 354PID2006PT-MDN, 2008. USU Repository © 2009 c. Korupsi pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan menyalahgunakan kekuasaan dengan memaksa orang memberikan sesuatu Pasal 12 huruf e, yang unsur-unsurnya sebagai berikut: 177 1 Pembuatnya pegawai negeri atau penyelenggara negara Unsur objektif 2 Perbuatannya memaksa seseorang memberikan sesuatu; membayar; menerima pembayaran dengan potongan; untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri. 3 Dengan menyalahgunakan kekuasaan 4 Objeknya seseorang Unsur perbuatannya merupakan akibat perbuatan yang dalam doktrin hukum pidana disebut dengan “unsur akibat konstitutif” constitutief gevolg. 178 d. Korupsi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu tugas meminta pembayaran Pasal 12 huruf f, yang unsur-unsurnya sebagai berikut: 179 1 Pembuatnya pegawai negeri atau penyelenggara negara Unsur objektif 2 Perbuatannya pada waktu menjalankan tugas meminta; menerima; memotong pembayaran 3 Objeknya pembayaran 4 Kepada pegawai negarai atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum 177 Ibid. 178 Adami Chazawi buku III, op. cit., hal. 235 179 UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Delima Mariaigo Simanjuntak : Penerapan Hukum Terhadap Tindak Pidana Korupsi Secara BerlanjutStudi Kasus No. 1636Pid.B2006PN-MDN dan No. 354PID2006PT-MDN, 2008. USU Repository © 2009 5 Seolah-olah pegawai negeri; penyelenggara negara yang lain; atau kas umum berutang kepadanya. Perbuatan meminta pembayaran mengandung makna bahwa yang memberikan pembayaran adalah pegawai negeri atau pejabat negara lain yang diminta atau kas umum, bukan pegawai negeri pembuat korupsi. Sedangkan pada perbuatan menerima pembayaran dan menerima pembayaran dengan potongan, pihak yang melakukan pembayaran adalah pegawai negeri si pembuat korupsi. Yang dimaksud dengan “kas umum” dalam Pasal 12 huruf f adalah kas yang dikelola oleh bendaharawan seperti yang dimaksud dalam Pasal 77 ICW. Sedangkan yang dimaksud dengan “utang” dalam hal ini bukan merupakan sebagai akibat perjanjian utang-piutang, tetapi merupakan kewajiban untuk memberikan sesuatu. 180 e. Korupsi pegawai negeri atau penyelenggara negara meminta atau menerima pekerjaan atau penyerahan barang Pasal 12 huruf g, yang unsur-unsurnya: 181 1 Pembuatnya pegawai negeri atau penyelenggara negara Unsur objektif 2 Perbuatannya pada waktu menjalankan tugas: meminta atau menerima pekerjaan atau menerima penyerahan barang 3 Seolah-olah merupakan utang kepada dirinya Sifat melawan hukum dari tiga perbuatan pegawai negeri pembuat korupsi terletak pada pengetahuannya juga secara objektif orang itu tidak mempunyai utang. Dilihat dari sifat melawan hukum formil, maka setiap perbuatan yang 180 R. Wiyono buku I, op. cit., hal.. 99 181 UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Delima Mariaigo Simanjuntak : Penerapan Hukum Terhadap Tindak Pidana Korupsi Secara BerlanjutStudi Kasus No. 1636Pid.B2006PN-MDN dan No. 354PID2006PT-MDN, 2008. USU Repository © 2009 ditetapkan sebagai tindak pidana adalah dengan sendirinya mengandung sifat melawan hukum, walaupun di dalam rumusan tidak dicantumkan. 182 f. Korupsi pegawai negeri atau penyelenggara negara dalam menjalankan tugas menggunakan tanah negara merugikan yang berhak Pasal 12 huruf h, yang unsur-unsurnya: 183 1 Pembuatnya pegawai negeri atau penyelenggara negara Unsur objektif 2 Perbuatannya pada waktu menjalankan tugas menggunakan tanah negara 3 Objeknya tanah negara yang di atasnya ada hak pakai. 4 Seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-undangan 5 Telah merugikan yang berhak “Tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai” maksudnya adalah tanah negara baik dalam arti luas maupun dalam arti sempit yang di atasnya terdapat hak yang diberikan kepada pemegang hak untuk menggunakan danatau memungut hasil dari tanah, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang. 184 g. Tindak pidana korupsi pegawai negeri atau penyelenggara negara turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan Pasal 12 huruf i, yang unsur- unsurnya terdiri dari: 185 1 Pembuatnya pegawai negeri atau penyelenggara negara Unsur objektif 182 Adami Chazawi buku III, op. cit. hal. 247-248 183 UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 184 R. Wiyono buku I, op. cit., hal.. 103 185 UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Delima Mariaigo Simanjuntak : Penerapan Hukum Terhadap Tindak Pidana Korupsi Secara BerlanjutStudi Kasus No. 1636Pid.B2006PN-MDN dan No. 354PID2006PT-MDN, 2008. USU Repository © 2009 2 Perbuatannya baik langsung atau tidak langsung, trurt serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaaan. 3 Yang pada saat dilakukan perbuatan untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya. 11. Tindak Pidana Korupsi Suap Pegawai Negeri Menerima Gratifikasi Pasal 12 B Dilihat dari perumusan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 12 B ayat 1, “gratifikasi” bukan merupakan kualifikasi dari tindak pidana korupsi tentang gratifikasi, tetapi hanya merupakan unsur dari tindak pidana korupsi tentang gratifikasi. 186 “Gratifikasi”, yaitu pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat discount, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut, baik diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik. 187 Menurut ketentuan Pasal 12 B ayat 1 tersebut, setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap. Dengan syarat pemberian itu harus berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajibannya atau tugasnya. Selanjutnya Pasal 12 B ayat 1 menentukan sebagai berikut: 188 186 Barda Nawawi Arief, op. cit., hal. 109 187 Penjelasan Pasal 12 B ayat 1 UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 188 UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Delima Mariaigo Simanjuntak : Penerapan Hukum Terhadap Tindak Pidana Korupsi Secara BerlanjutStudi Kasus No. 1636Pid.B2006PN-MDN dan No. 354PID2006PT-MDN, 2008. USU Repository © 2009 a. gratifikasi yang nilainya Rp. 10.000.000,00 sepuluh juta rupiah atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi; b. gratifikasi yang nilainya kurang dari Rp. 10.000.000,00 sepuluh juta rupiah, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut merupakan suap dilakukan oleh Penuntut Umum. Berdasarkan ketentuan tersebut dapat diketahui bahwa terhadap tindak pidana korupsi ini diberlakukan pembuktian terbalik, karena yang dibebani kewajiban pembuktian adalah penerima gratifikasi, bukan Penuntut Umum. 12. Korupsi Suap Pada Pegawai Negeri dengan Mengingat Kekuasaan Jabatan Pasal 13 Unsur-unsur Pasal 13 adalah sebagai berikut: 189 a. Perbuatannya memberi hadiah atau janji b. Objeknya hadiah atau janji c. Pada pegawai negeri d. Dengan mengingat kekuasaan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut. Ketentuan pasal tersebut terdiri dari dua ketentuan tindak pidana korupsi, yakni: 190 189 Ibid. 190 R. Wiyono, Tindak Pidana Korupsi di Indonesia, Cetakan Ke-III, Alumni, Bandung, 1986, hal. 26 selanjutnya disebut buku II Delima Mariaigo Simanjuntak : Penerapan Hukum Terhadap Tindak Pidana Korupsi Secara BerlanjutStudi Kasus No. 1636Pid.B2006PN-MDN dan No. 354PID2006PT-MDN, 2008. USU Repository © 2009 a. Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya. b. Setiap orang yang memberi hadiah atau janji pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukannya dari pegawai negeri tersebut. Pelaku tindak pidana korupsi tersebut tidak perlu mempunyai maksud, tetapi sudah cukup jika pelaku tindak pidana korupsi itu pada waktu memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri ada hubungannya dengan kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukan atau yang oleh pelaku tindak pidana korupsi dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan pegawai negeri tersebut. 191 KUHP tidak ada mengatur tentang batasan dari “kemampuan bertanggung jawab”.KUHP hanya mengatur tentang pengertian negatifnya, yaitu kapan seseorang tidak dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya vide Pasal 44 KUHP. Pasal 44 KUHP menentukan sebagai berikut, bahwa barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya, karena jiwanya cacat dalam tubuhnya atau jiwa yang terganggu karena penyakit, maka ia tidak boleh dihukum. Moeljatno berpendapat bahwa jika tidak dapat

C. Pertanggungjawaban Tindak Pidana Korupsi

Dokumen yang terkait

Pertanggungjawaban Pidana Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Korporasi (Studi Kasus Putusan Pengadilan Tinggi Banjarmasin No. 04/Pid. Sus/2011/Pt. Bjm)

1 140 155

Kajian Hukum Terhadap Tindak Pidana Korupsi Dalam Dunia Perbankan (Studi Putusan Nomor: : 79/Pid.Sus.K/2012/PN.MDN

1 55 94

Penyelesaian Tindak Pidana Malpraktek Yang Dilakukan Oleh Bidan Dalam Perawatan Pasiennya (Analisis Kasus No. 3344/pid.B/2006/PN Mdn)

6 166 101

Penyelesaian Tindak Pidana Malpraktek Yang Dilakukan Oleh Bidan Dalam Perawatan Pasiennya (Analisis Kasus No. 3344/pid.B/2006/PN Mdn)

3 71 101

Analisis Hukum Terhadap Putusan Bebas Dalam Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan No. 63 K/Pid/2007)

1 72 106

Analisis Hukum Terhadap Dakwaan Tindak Pidana Korupsi Oleh Jaksa Penuntut Umum (Putusan Mahkamah Agung No.2642 K/Pid/2006)

0 37 127

Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn)

5 71 124

Asas Ne Bis In Idem Dalam Hukum Pidana (Pendekatan Kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 1384 / Pid.B / Pn. Mdn / 2004 Jo Putusan Pengadilannegeri Medan No. 3259 / Pid.B / Pn. Mdn / 2008)

2 49 163

Hak Restitusi Sebagai Bentuk Perlindungang Terhadap Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (Studi Kasus Nomor 1554/Pid.B/2012/PN.MDN)

1 65 92

Pertanggungjawaban Pidana Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Korporasi (Studi Kasus Putusan Pengadilan Tinggi Banjarmasin No. 04/Pid. Sus/2011/Pt. Bjm)

3 98 139