Delima Mariaigo Simanjuntak : Penerapan Hukum Terhadap Tindak Pidana Korupsi Secara BerlanjutStudi Kasus No. 1636Pid.B2006PN-MDN dan No. 354PID2006PT-MDN, 2008.
USU Repository © 2009
tuntutan jaksa penuntut umum, putusan hakim di Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi Medan serta analisa kasus tindak pidana korupsi tersebut.
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan dari masalah-masalah yang telah dibahas pada bab-bab terdahulu dan saran yang berguna bagi semua
pihak untuk mengantisipasi perkembangan tindak pidana korupsi yang cenderung meningkat saat ini.
BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM HUKUM POSITIF
INDONESIA
A. Subjek Hukum Tindak Pidana Korupsi
1. Subjek Hukum Orang Subjek hukum tindak pidana korupsi tidak terlepas pada sistem
pembebanan tanggung jawab pidana yang dianut. Menurut UU No. 3 Tahun 1971 hanya orang yang dapat menjadi subjek hukum pidana sedangkan badan atau
korporasi tidak. Pertanggungjawaban bersifat pribadi, artinya orang yang dibebani tanggung jawab pidana dan dipidana hanyalah orang yang berbuat atau subjek
hukum yang lain vicarious liability. Hukum pidana kita yang menganut asas
Delima Mariaigo Simanjuntak : Penerapan Hukum Terhadap Tindak Pidana Korupsi Secara BerlanjutStudi Kasus No. 1636Pid.B2006PN-MDN dan No. 354PID2006PT-MDN, 2008.
USU Repository © 2009
concordantie dari hukum pidana Belanda menganut sistem pertanggungjawaban pribadi, yang dalam hukum pidana khusus ada kalanya menganut perkataan
“setiap orang”, yang maksudnya adalah orang pribadi.
105
a. Cara pertama disebutkan sebagai subjek hukum orang pada umumnya, artinya
tidak ditentukan kualitas pribadinya. Kata permulaan dalam kalimat rumusan tindak pidana yang menggambarkan atau menyebutkan subjek hukum tindak
pidana orang pada umumnya, in casu tindak pidana korupsi disebutkan dengan perkataan “setiap orang” misalnya Pasal 2, 3, 21, 22, tetapi juga
subjek hukum tindak pidana juga diletakkan di tengah rumusan misalnya Pasal 5 dan Pasal 6.
Hukum pidana yang bersumber pada Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001, subjek hukum orang ini ditentukan
melalui dua cara, yakni:
106
Subjek hukum pada Pasal 5 itu berupa pegawai negeri, yang dimaksud dengan pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 Undang-
Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 terdiri atas:
107
1 Pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang
Kepegawaian No. 43 Tahun 1999; 2
Pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 KUHP;
105
Adami Chazawi, Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia, Edisi Pertama, Cetakan Ke-II, Bayumedia Publishing, Malang, 2005, hal. 342 selanjutnya disebut buku
III
106
Ibid., hal. 343
107
Himpunan Peraturan Perundang-undangan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Edisi Lengkap, Penerbit Fokusmedia
Delima Mariaigo Simanjuntak : Penerapan Hukum Terhadap Tindak Pidana Korupsi Secara BerlanjutStudi Kasus No. 1636Pid.B2006PN-MDN dan No. 354PID2006PT-MDN, 2008.
USU Repository © 2009
3 Orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara;
4 Orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima
bantuan dari keuangan negara atau daerah; 5
Orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang mempergunakan modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat.
Subjek hukum pada Pasal 6 yaitu hakim dan advokat, hakim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat 1 dengan berpedoman pada Pasal 1 angka 8
KUHAP yaitu pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang- undang untuk mengadili, dengan merujuk pada ketentuan yang terdapat dalam
Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Undang- Undang No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, yang termasuk hakim
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat 1 huruf a adalah hakim pada semua lingkup peradilan yang terdiri atas: hakim peradilan umum, peradilan agama,
militer, peradilan tata usaha negara, hakim agung pada Mahkamah Agung, hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi. Sedangkan advokat yaitu: mereka yang
melakukan pekerjaan atau jasa atau bantuan hukum termasuk bantuan hukum yang menjalankan pekerjaannya baik dilakukan di luar pengadilan ataupun di
dalam pengadilan.
108
b. Cara kedua menyebutkan kualitas pribadi dari subjek hukum orang tersebut,
yang in casu terdapat banyak kualitas pembuatnya, antara lain 1 pegawai negeri; penyelenggara negara misalnya Pasal 8, 9, 10, 11,12, huruf a, s, e, f,
g, h, i; 2 pemborong, ahli bangunan Pasal 7 ayat 1 huruf a; 3 hakim
108
R. Wiyono, Pembahasan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Cetakan Ke-I, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hal. 53 selanjutnya disebut buku I
Delima Mariaigo Simanjuntak : Penerapan Hukum Terhadap Tindak Pidana Korupsi Secara BerlanjutStudi Kasus No. 1636Pid.B2006PN-MDN dan No. 354PID2006PT-MDN, 2008.
USU Repository © 2009
Pasal 12 huruf c; 4 advokat Pasal 12 huruf d; 5 saksi Pasal 24; bahkan 6 tersangka bisa juga menjadi subjek hukum Pasal 22 jo. Pasal 28.
109
2. Subjek Hukum Korporasi Konsep korporasi pada mulanya dikembangkan pada hukum Romawi
lebih dari seribu tahun yang lalu, tetapi sebegitu jauh hingga abad ke-XVII, tidak mengalami perkembangan dan dalam sistem hukum perdata Belanda yang sampai
saat ini masih dianut oleh sistem hukum Indonesia, maka dikenal sebagai subjek hukum terbagi dua bentuk, yaitu manusia dan badan hukum. Berdasarkan
perkembangan subjek hukum tersebut, korporasi dapat melakukan hubungan hukum maka korporasi termasuk ke dalam kualifikasi badan hukum.
110
Konsep mengenai badan hukum yang muncul dalam bidang hukum perdata, sebagai kebutuhan untuk menjalankan kegiatan yang diharapkan lebih
baik dan lebih berhasil yang dinamakan badan hukum itu sendiri sebenarnya tiada lain sekedar satu ciptaan hukum, yaitu dengan menunjuk kepada adanya suatu
badan, terhadap badan ini diberi status sebagai subjek hukum yang berwujud manusia alamiah.
111
Ada beberapa teori yang sering digunakan dalam rangka mengetahui hakikat badan hukum, yaitu:
112
a. Teori Fictie dari Von Savigny
109
Adami Chazawi buku III, loc. cit.
110
Edy Yunara, Korupsi dan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Berikut Studi Kasus, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hal. 9
111
Mahmud Mulyadi, op. cit., hal. 65
112
Ali Rido, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf, Alumni, Bandung, 1983, hal. 15-18
Delima Mariaigo Simanjuntak : Penerapan Hukum Terhadap Tindak Pidana Korupsi Secara BerlanjutStudi Kasus No. 1636Pid.B2006PN-MDN dan No. 354PID2006PT-MDN, 2008.
USU Repository © 2009
Menurut teori ini badan hukum itu semata-mata bukan negara saja. Badan hukum itu hanyalah fiksi yaitu yang sesungguhnya tidak ada, tetapi orang
menghidupkan dalam subjek hukum yang dapat melakukan perbuatan hukum seperti manusia.
b. Teori Harta Kekayaan Bertujuan Doel Vermogens Theorie
Menurut teori ini hanya manusia saja yang dapat menjadi subjek hukum namun ada kekayaan yang bukan merupakan kekayaan seseorang, tetapi
kekayaan itu terikat dengan tujuan tertentu dan kekayaan inilah disebut badan hukum.
c. Teori Organ dari Otto van Gierke
Badan hukum menurut teori ini bukan sesuatu yang abstrak dan bukan kekayaan yang tidak bersubjek, tetapi badan hukum merupakan suatu
organisme yang riil, yang menjelma sungguh-sungguh dalam pergaulan hukum, yang dapat membentuk kemauan sendiri dengan perantaraan alat-alat
yang ada padanya, seperti manusia yang mempunyai panca indera. Sedangkan menurut Pasal 1635 BW, badan hukum dapat dibagi tiga,
yaitu:
113
a. Badan hukum yang diadakan pemerintahkekuasaan umum, misalnya Daerah
Tingkat I, Daerah Tingkat IIKotamadya, bank-bank yang didirikan oleh negara, dan sebagainya.
b. Badan hukum yang diakui oleh pemerintahkekuasaan umum, misalnya
perkumpulan, organisasi keagamaan, dan sebagainya.
113
Mahmud Mulyadi, op. cit., hal. 68
Delima Mariaigo Simanjuntak : Penerapan Hukum Terhadap Tindak Pidana Korupsi Secara BerlanjutStudi Kasus No. 1636Pid.B2006PN-MDN dan No. 354PID2006PT-MDN, 2008.
USU Repository © 2009
c. Badan hukum yang didirikan untuk suatu maksud tertentu yang tidak
bertentangan dengan undang-undang dan kesusilaan, seperti Perseroan Terbatas, perkumpulan asuransi, dan sebagainya.
Bentuk badan hukum yang terdapat pada Pasal 1635 BW ini sangat luas dan mencakup berbagai bentuk perkumpulan.
Abdulkadir Muhammad mengatakan bahwa badan usaha yang berbentuk bukan badan hukum dapat dikategorikan:
114
a. Perusahaan perseorangan, merupakan perusahaan swasta yang didirikan dan
dimiliki oleh pengusaha perseorangan. Misalnya: perusahaan industri, perusahaan dagang dan perusahaan jasa.
b. Perusahaan persekutuan, merupakan perusahaan swasta yang didirikan dan
dimiliki oleh beberapa orang pengusaha secara bekerja sama. Perusahaan ini dapat menjalankan usaha dalam bidang perekonomian, yaitu bidang industri,
dagang dan jasa, yang dapat berbentuk perusahaan firma Fa dan persekutuan komanditer CV
Mengikuti apa yang disampaikan oleh Mardjono Reksodiputro bahwa dalam perkembangan hukum pidana Indonesia ada 3 sistem pertanggungjawaban
pidana terhadap korporasi sebagai subjek hukum tindak pidana, yakni:
115
a. Jika pengurus korporasi sebagai pembuat, maka pengurus korporasi yang
bertanggung jawab; b.
Jika korporasi sebagai pembuat, maka pengurus yang bertanggung jawab; dan
114
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hal. 63-64
115
Adami Chazawi buku III, op. cit., hal. 345
Delima Mariaigo Simanjuntak : Penerapan Hukum Terhadap Tindak Pidana Korupsi Secara BerlanjutStudi Kasus No. 1636Pid.B2006PN-MDN dan No. 354PID2006PT-MDN, 2008.
USU Repository © 2009
c. Jika korporasi sebagai pembuat, maka korporasi yang bertanggung jawab.
B. Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Korupsi