Test Granger Causality Model ARCHGARCH

1. Library Research Data yang diperoleh dari berbagai literatur seperti buku, majalah, jurnal, koran, internet dan hal lain yang berhubungan dengan aspek penelitian sebagai upaya untuk memperoleh data yang valid. 2. Field Research Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang bersifat sekunder yaitu data yang diperoleh pihak lain yang berkaitan dengan penulisan proposal ini, seperti pusat referensi pasar modal di Bursa Efek Indonesia. 3. Internet Research Terkadang buku referensi atau literature yang kita miliki atau pinjem diperpustakaan tertinggal selama beberapa waktu atau kadarluarsa, karena ilmu yang selalu berkembang, penulis melakukan penelitian dengan teknologi yang berkembang yaitu internet sehingga data yang diperoleh up to date seperti: www.yahoo.finance.com, www.wikipedia.com.

D. Metode Analisis

Dalam penelitian ini akan dipergunakan sebagai alat analisis adalah program Eviews, dengan berbagai metode analisis yang ada dalam ekonometri, yaitu:

1. Test Granger Causality

Merupakan metode untuk melihat bentuk hubungan antar variabel searah atau dua arah. Pada Uji Granger Causalitas yang dilihat adalah 37 pengaruh masa lalu terhadap kondisi sekarang, sehingga data yang digunakan adalah data time series. Pertanyaan yang sering muncul dalam uji kausalitas granger adalah: “berapa lag yang harus digunakan?”. Lag yang kecil biasanya lebih baik karena pada umumnya pengaruh lag yang berdekatan lebih tinggi dibanding lag yang lebih jauh Nachrowi 2006,264. Dalam penelitian ini, uji Granger Causality digunakan untuk memlihat apakah terdapat hubungan langsung maupun Bilateral Causality diantara variabel-variabel penelitian.

2. Metode Estimasi

Metode yang digunakan adalah metode kuadrat kecil Ordinary Least Square Method yaitu metode yang berusaha meminimalkan jumlah Deviasi Kuadrat. Deviasi atau residual dari sampel sample error adalah selisih antara nilai prediksi dengan nilai sesungguhnya dari variabel terikat. Keakuratan dan validitas model tergantung dari 10 sepuluh asumsi dasar dari OLS yaitu: a. Model bersifat linier b. Variabel independen bersifat non stokastik c. Faktor disturbance atau error mempunyai nilai mean nol d. Homokedasticity atau nilai residual sama besar e. Tidaka ada otokorelasi antara sesama error dan residual f. Tidak ada korelasi antara errorresidual dengan variabel bebas g. Jumlah observasi harus lebih besar dari variabel yang akan diestimasi 38 h. Nilai variabel independen tidak boleh sama dalam satu kolom i. Model dispesifikasi dengan benar j. Tidak terjadi multikolinearitas hubungan antara variabel independen yang sempurna. Bila seluruh asumsi terpenuhi, maka pendugaan yang diperoleh dari metode kuadrat terkecil ini memiliki karakteristikbersifat BLUE Best Linier Unbissed Estimator . Disebut Unbiassed karena nilai harapan dari pendugaan sama dengan nilia para meter, dan disebut best karena dengan metode ini akan diperolah varianspenyimpanan terkecil. Pengujian Asumsi Klasik Menurut Gujarati agar karakteristik BLUE dapat dicapai model harus memenuhi asumsi klasik yaitu tidak terdapat gejala Autokorelasi, Heteroskedastsitas dan Multikolinearitas. Sebelum pengujian asumsi klasik perlu dilakukan uji normalitas data, apabila data yang diuji telah berdistribusi normal, maka errorresidual dari model regresi yang dibuat akan mempunyai distribusi normal yang baik pula, sehingga kesimpulan yang akan diambil secara statistic sudah benar.

a. Uji Stasioneritas

Data time series menyimpan banyak berbagai permasalahan salah satunya adalah masalah otokorelasi. Otokorelasi merupakan penyebab yang mengakibatkan data menjadi tidak stasioner, jika data dapat distasioneritaskan maka otokorelasi dapat diatasi. Merupakan hal yang sangat penting dalam anlisis time series. Dalam analisis time 39 series masalah stasioneritas merupakan masalah yang sangat penting. Untuk mengetahui data stasioner atau tidak dapat dilihat dari nilai rata- rata varian dari data time series tidak mengalami perubahan yang sistematis Nachrowi,2006;340. Tujuan uji stasioner adalah agar meannya stabil dan random errornya = 0, sehingga model regresi yang diperoleh mempunyai prediksi yang tidak spurious regresi semu. Data dikatakan stasioner nilai probabilitasnya tingkat kepercayaan = 0,05 atau ADF test nilai kritis ADF. Apabila data yang diperoleh belum stasioner pada tingkat level, maka diperlukan langkah untuk membuat data menjadi stasioner melalui proses differensi data. Uji stasioner data melalui proses differensi ini disebut dengan uji derajat integrasi. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan setiap variabel dengan membuat selisih nilai suatu variabel terhadap nilai variabel tersebut beberapa periode sebelumnya difference, maka variabel ini dapat disebut sebagai yang berintegrasi pada derajat satu, demikian seterusnya Han dan Hertanto,2006;28. Pada penelitian ini akan dilakukan pengujian stasioner dengan menggunakan metode Augment Dickey Fuller ADF test. Adapun langkah-langkah pengujiannya adalah sebagai berikut : 1. Uji hipotesis H : data tidak stasioner H 1 : data stasioner 40 2. Nilai ADF test statistic yang terdapat dalam output dibandingkan, jika nilai ADF test statistic critical value pada = 5 maka data sudah stasioner atau tolak H dan sebaliknya jika ADF test statistic critical value maka data tidak stasioner. Untuk mengatasi data tidak stasioner maka akan dilakukan 1 st differene. Agar tehindar dari masalh spurious regression, maka regresi harus dilakukan pada data variabel yang telah ditransformasikan dari data non stasioner ke data yang telah stasioner.

b. Uji Atokorelasi

Syarat agar pendugaan OLS akan bersifat BLUE Best Linier Unbiased estimate salah satunya adalah jika memenuhi asumsi bebas atokorelasi. Atokorelasi adalah korelasi antara variabel itu sendiri, pada pengamatan yang berbeda waktu atau individu. Umumnya kasus autokorelasi terjadi pada data time series. Deteksi autokorelasi dapat dilakuakn dengan uji Lagrenge Multiplier. Penentuan ada tidaknya masalah autokorelasi dapat dilihat dari nilai probabilitas Chi square. Jika nilai probabilitas lebih besar dari nilai á = 5 berarti tidak ada masalah autokorelasi. Sebaliknya jika nilai probabilitas lebih kecil dari nilai á = 5 berarti ada masalah autokorelasi.

c. Uji Heteroskedasticity

Heteroskedastisitas berarti variasi varians variabel tidak sama untuk semua pengamataan. Pada heteroskedastisitas kesalahan yang 41 terjadi tidak acak, tetapi menunjukan hubungan yang bersifat sistematis sesuai dengan besarnya satu variabel bebas. Pada Heteroskedastisitas terdapat fakta hubungan positif antara X dan Y, dimana nilai Y meningkat searah dengan nilai X, semakin besar nilai variabel bebas X dan variabel Y, semakin jauh koordinat X,Y dari garis regresi error makin besar. Untuk mengetahui apakah suatu data bersifat heteroskedastisitas atau sudah homokedastisitas akan dilakukan pengujian dimana dalam penelitian ini akan digunakan uji White Heteroskedastisitas. Adapun langkah-langkah pengujiannya adalah sebagai berikut : 1. Uji Hipotesis H = tidak ada Heteroskedasticity H 1 = ada Heteroskedasticity 2. Pada output Eviews, jika probability ObsR-squared lebih kecil dari = 5, maka disimpulkan untuk menolak hipotesis yang berarti tidak cukup bukti untuk menyatakan tidak ada Heteroskedastisitas Nacrowi, Usman, 2006.

3. Model ARCHGARCH

Dalam metode OLS dikenal teorema Gauss Markov, yang salah satunya varians dari error bersifat konstan, atau tidak berubah-ubah homoheteroskedastisitas, agar estimator yang didapat BLUE. Akan tetapi 42 dalam pembuatan model tidak jarang ditemui bahwa prasyarat tersebut tidak terpenuhi. Sekalipun keberadaan Heteroskedastisitas masih memberikan estimator OLS yang tidak bias dan konsisten, tetapi estimator tersebut sudah tidak efisien, yaitu varians dari estimator tidak minimum. Dan akibatnya uji t, interval kepercayaan, dan berbagai ukuran lainnya, menjadi tidak tepat. Oleh karena itu, masalah ini harus diatasi dalam mengestimasi dengan metode OLS. Untuk menghadapi situasi ini ada model yang dikenal yaitu ARCH AutoRegressive Conditional Heteroscedasticity. Dalam perkembangannya muncul variasi dari model ini yang dikenal dengan GARCH Generalized AutoRegressive Conditional Heteroscedasticity. Model ARCH dikembangkan oleh Robert Engle 1982 dan modifikasi oleh Mills 1999. GARCH dimaksudkan untuk memperbaiki ARCH dan dikembangkan oleh Tim Bollerslev 1986 dan 1994. Dalam model ARCH, varian residual data runtun waktu tidak hanya dipengaruhi oleh nilai residual variabel yang diteliti. Model ARCH menggunakan persamaan berikut: Dengan Varian Keterangan: = Varian Residual 43 Konstanta Komponen ARCH Agar varian selalu positif maka harus dipenuhi syarat . Sedangkan persamaan untuk model GARCH sebagai berikut: Dengan varian: Keterangan: Varian Residual Konstanta Komponen ARCH = Komponen GARCH

4. Model VAR