Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Fotografi adalah seni atau proses atau metode untuk menghasilkan gambar atau foto dari suatu obyek dengan merekam pantulan cahaya yang mengenai obyek tersebut pada media yang peka cahaya melalui sebuah alat yang biasa disebut kamera. Fotografi memiliki banyak cabang atau kekhususan, diantaranya: fotografi jurnalistik, fotografi potret, fotografi alam, fotografi seni murni dan lain lain. Fotografi jurnalistik atau foto jurnalistik adalah kombinasi dari kata dan gambar yang menghasilkan satu kesatuan komunikasi. Foto Jurnalistik merupakan salah satu media penyampai berita melalui bentuk visual yang juga sebagai kombinasi dari kata dan gambar yang menghasilkan satu kesatuan komunikasi. 1 Sedangkan pengertian foto jurnalistik secara universal adalah gambar-gambar yang dihasilkan lewat proses fotografis dengan maksud menyampaikan suatu pesan, informasi, cerita tentang suatu peristiwa yang menarik bagi publik dan diserbarluaskan lewat media massa. Ciri-ciri foto jurnalistik adalah memiliki nilai berita atau menjadi berita itu sendiri, melengkapi suatu berita artikel, dimuat dalam suatu media. Melalui sebuah foto, kita juga dapat mensyiarkan ajaran agama Islam dalam bentuk pesan visual. Maka dari itu, foto jurnalistik tidak dapat 1 Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik ,Jakarta: Bumi Aksara, 2004, h. 4 diabaikan begitu saja dalam sebuah penyajian berita. Banyak media massa, terutama media cetak dan online, menyadari hal itu dengan selalu melengkapi berita yang disajikan dengan sebuah foto atau lebih. Foto-foto yang dimuat di suratkabar atau majalah merupakan visualisasi dari suatu kejadian adalah berita. Foto untuk para pers biasanya disebut foto jurnalistik. Foto-foto yang ditampilkan untuk pemberitaan, tidak hanya untuk berita tulis saja. Akan tetapi foto-foto yang disajikan itu sudah menjadi berita. Sedangkan fungsi foto pada berita sebagaimana halnya pada headline yaitu: menarik perhatian pembaca, menceritakan isinya, memberi mutu pada berita, membuat suratkabar atau majalah lebih menarik. Karena foto adalah bentuk komunikasi visual, maka secara langsung dia menyentuh perasaan sehingga mempercepat terbentuknya pendapat umum. 2 Namun terkadang kerap kali terjadi perbedaan persepsi antar penikmat foto atau khalayak terhadap sebuah foto. Perbedaan tersebut wajar terjadi, karena tiap-tiap individu memiliki pendapat sendiri terhadap sebuah foto berdasarkan latarbelakang individu tersebut. Hal ini menjadi masalah apabila khalayak tidak menerima pesan yang sampaikan fotografer, bahkan terjadi kesalahan pemahaman terhadap foto berita yang dianggap menyesatkan. Berita yang disusun dalam benak manusia bukan merupakan peristiwa manusia. Berita adalah peristiwa itu sendiri. Berita merupakan usaha rekonstruksi kerangka peristiwa yang terjadi. Berita dalam konteks komunikasi massa, lebih merupakan inti yang disesuaikan dengan kerangka 2 M. Mundaris, Dasar-Dasar Photo Jurnalism, Semarang : Aksara , 1976 h. 5 acuan yang dipertimbangkan agar peristiwa itu memiliki makna bagi para pembacanya. Berita dalam kapasitasnya sebagai pembentuk dan dinamisator pengolahan interpretasi atas peristiwa manusia, menjadi hal yang sangat penting dalam proses pembentukan konstruk sosial. Berita, pada titik tertentu, sangat mempengaruhi manusia merumuskan pandangannya tentang dunia. Pandangan terhadap dunia adalah bingkai yang dibuat oleh manusia untuk menggambarkan tentang apa dan bagaimana dunia dipahami. Berbagai pengalaman hidup manusia dimaknai dalam bingkai tersebut. Tanpa adanya bingkai yang jelas, kejadian, peristiwa dan pengalaman manusia akan terlihat “kacau” dan chaos. Bingkai pengalaman dapat dilihat sebagai “skenario awal” yang memposisikan setiap pengalaman dan peristiwa dalam plot cerita yang kurang lebih runtut, rasional dan sistematis. Dalam pemberitaan, terutama pemilihan headline media dituntut untuk bersikap adil dan netral serta objektif. Namun pada kenyataan tidak selalu demikian. Sangat banyak peristiwa yang sebenarnya sangat krusial namun media cenderung mengabaikannya. Sebagai contoh kasus model Indonesia, Manohara Odelia Pinot yang cenderung dibesar-besarkan namun pada saat bersamaan terjadi penertiban PKL yang menyebabkan meninggalnya anak kecil. Dalam kasus ini tersirat ada suatu kepentingan baik politis maupun strategis bagi suatu media. Media massa pada dasarnya sangat sulit bersikap netral karena mereka dihantui oleh berbagai kepentingan. Belum lagi aspek ideologi. Berbagai kepentingan, baik bisnis maupun politik sangat berpengaruh pada saat pembingkaian peristiwa tertentu. Koran Tempo merupakan salahsatu suratkabar yang menyajikan foto berita pada setiap penerbitannya. Dalam penempatan foto berita, Koran Tempo memiliki pertimbangan tertentu pada penyajiaannya dalam bentuk foto berita, karena bukan hal yang sederhana ketika suatu media yakni Koran Tempo memutuskan untuk menampilkan foto berita dalam setiap pemberitaanya. Koran Tempo sebagai media yang menjadi tolak ukur media di Indonesia, ternyata cukup hati-hati dalam menempatkan diri di benak orang. Profesionalisme yang harus terus dianut oleh seluruh jajaran Koran Tempo membuat mereka memiliki tempat istemewa di hati pembaca dan pelanggan setianya, termasuk pemunculan foto atau gambar pada headline suratkabar ini. Berdasarkan permasalahan tersebut, penulis bermaksud melakukan penelitian dengan judul: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO BERITA HEADLINE KORAN TEMPO.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dokumen yang terkait

Analisis semiotik foto berita headline pemilukada Banten 2011 di Koran Tangsel Pos

1 11 94

Semiotik Ilustrasi Ratu Atut Dalam Kasus Korupsi Pada Headline Koran Harian Tempo Tahun 2013

0 10 123

Analisis Semiotika Foto Headline Pada Harian Pagi Radar Bandung

8 89 150

Analisis Foto Berita Headline Di Harian Umum Bandung Ekspres Di Tinjau Dari Syarat Nilai Foto Berita

0 15 157

POLITIK KEKUASAAN KPK dan POLRI (Analisis Semiotika Foto-Foto Headline Perseteruan KPK dan Polri dalam Tiga Surat Kabar Nasional: Kompas, Koran Tempo, dan Media Indonesia edisi Rabu, 1 Agustus 2012).

0 6 16

SKRIPSI POLITIK KEKUASAAN KPK dan POLRI (Analisis Semiotika Foto-Foto Headline Perseteruan KPK dan Polri dalam Tiga Surat Kabar Nasional: Kompas, Koran Tempo, dan Media Indonesia edisi Rabu, 1 Agustus 2012).

0 4 13

PENDAHULUAN POLITIK KEKUASAAN KPK dan POLRI (Analisis Semiotika Foto-Foto Headline Perseteruan KPK dan Polri dalam Tiga Surat Kabar Nasional: Kompas, Koran Tempo, dan Media Indonesia edisi Rabu, 1 Agustus 2012).

0 3 47

KESIMPULAN DAN SARAN POLITIK KEKUASAAN KPK dan POLRI (Analisis Semiotika Foto-Foto Headline Perseteruan KPK dan Polri dalam Tiga Surat Kabar Nasional: Kompas, Koran Tempo, dan Media Indonesia edisi Rabu, 1 Agustus 2012).

0 4 14

BAB I PENDAHULUAN SEMIOTIKA FOTO JURNALISTIK TENTANG BANJIR (Analisis Semiotika Pierce dalam Foto-Foto Jurnalistik tentang Bencana Alam Banjir di Jakarta pada Surat Kabar Harian Koran Tempo).

0 2 20

PENUTUP SEMIOTIKA FOTO JURNALISTIK TENTANG BANJIR (Analisis Semiotika Pierce dalam Foto-Foto Jurnalistik tentang Bencana Alam Banjir di Jakarta pada Surat Kabar Harian Koran Tempo).

0 7 16