Pengolahan dan Pembuangan Akhir Sampah

perlu diperhatikan dalam kemungkinan sampah tercecer. Harus diusahakan agar bahan yang berbahaya tidak mencemari jalan yang ditempuh ke pembuangan. Djojodibroto, 1997. Untuk itu pengangkutan sampah perlu dipertimbangkan distribusi tempat penampungan sampah, jalur yang dilalui agar berbeda dengan jalur jalan yang dilalui pengunjung dalam rumah sakit, jenis dan jumlah sampah serta jumlah tenaga dan sarana yang tersedia. Depkes RI, 2004 Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang memiliki Tempat Penampungan Sendiri TPS yang tempatnya bersebelahan dengan tempat pemusnahan sampah. Namun kondisinya sebagian dindingnya telah rusak sehingga serangga dan binatang dapat masuk kedalamnya. Konstruksi tempat pengumpul sampah sementara bisa dari dinding semen atau container logam dengan syarat tetap yaitu kedap air, sulit dibersihkan mudah dibersihkan karena ukurannya yang besar. Pengangkutan sampah yang dilakukan tidak tentu menuju ke TPA mengakibatkan TPS ini juga dijadikan tempat pembakaran manual dari sampah rumah sakit. Sedangkan menurut pedoman sanitasi Rumah Sakit di Indonesia TPS sebaiknya disediakan dalam ukuran yang memadai dan dengan kondisi baik tidak bocor, tertutup rapat, dan terkunci. Sebaiknya sampah dari TPS juga harus diangkut setiap hari ke TPA Depkes RI, 2002.

5.3.3. Pengolahan dan Pembuangan Akhir Sampah

Proses pengelolaan sampah belum dapat dikatakan berhasil tanpa dapat mengatasi masalah pada tahap ini seperti pengelolaan sampah medis dan non medis disatukan atau penanganan sampah medis diserahkan ke Pemda yang dalam hal ini Dinas Kebersihan Kabupaten Dairi. Setelah petugas pengelola sampah membuang Universitas Sumatera Utara sampah ke TPS proses pengelolaan sampah RSUD Sidikalang telah selesai. Proses pengelolaan sampah selanjutnya menunggu angkutan dari Dinas Kebersihan Kota Sidikalang.. Lokasi incinerator terletak dalam lingkungan rumah sakit. Incinerator tersebut dibangun pada tahun 1995. Namun dari hasil penelitian incinerator tersebut dalam keadaan rusak sejak tahun 2005. Hal ini disebabkan karena kesalahan teknis pada saat penggunaan dan kurangnya biaya operasional untuk perbaikan dan pemantauan. Tenaga pengelola sampah seharusnya melaporkan hasil pelaksanaan pemusnahan sampah dan hasil penguluran uji emisi yang telah dilakukan selama 3 bulan terakhir sejak digunakan dan dilakukan pengujian kembali setiap 3 tahun untuk menjaga nilai minimum DRE Destruction and Removal Efficiency yaitu Efisiensi Penghancur dan Penghilang pada incinerator. Bapedal, 1995. Tidak ada prediksi untuk kerusakan insinerator, dimana tidak masuk dalam perencanaan pengelolaan sampah rumah sakit sehingga pada saat rusak tidak ada dana untuk menginsinerasikan sampah medis ke rumah sakit lain yang mempunyai insinerator. Pada saat ada kerusakan pada insinerator, sebagian sampah medis dibakar di tempat penampungan sementara sehingga menimbulkan polusi udara di lingkungan rumah sakit. Selain itu, suhu pembakaran yang kurang dari 1000 ÂșC tidak dapat menghancurkan semua bahan sitotoksik, pembakaran pada suhu rendah juga dapat menghasilkan uap sitotoksik yang berbahaya ke udara Kusminarno, 2004. Hendaknya dilakukan perbaikan dan pemanfaatkan kembali incinerator untuk mengurangi jumlah sampah berbahaya yang dibuang ke lingkungan. Universitas Sumatera Utara

5.4. Evaluasi Pengelolaan Sampah Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang