23
1 Talak Bain Sughra, ialah talak yang suami tidak boleh ruju’ kepada mantan
istrinya, tetapi ia dapat kawin lagi dengan nikah baru tanpa melalui muhalil. 2 Talak Bain Kubra
, yaitu talak yang tidak memungkinkan suami ruju’ kembali kepada mantan isrinya. Dia boleh kembali lagi kepada istrinya setelah
istrinya itu kawin dengan laki-laki laindan bercerai pula dengan laki-laki itu dan habis masa iddahnya.
13
B. Cerai Gugat
Gugat cerai khulu’ terdiri dari lafdz kha-la-‟a yang berasal dari bahasa arab, secara etimologi berarti menanggalkan atau membuka pakaian. Dihubungkan kata
khulu’ dengan perkawinan karena dalan Al-Qur’an disebutkan suami itu sebagai pakaian bagi istrinya dan istrinya merupakan pakaian bagi suaimnya
14
. Dalam surat Al-Baqarah ayat 187 Allah swt berfirman :
Artinya: ”Mereka merupakan pakaian bagimu dan kamu merupakan pakaian bagi
mereka ”.
Khulu’ menurut bahasa berarti tebusan. Dan menurut istilah khulu’ ialah talak yang diucapkan istri dengan mengembalikan mahar yang pernah dibayarkan suami,
15
Muhammad Jawad Mughniyah dalam fiqh lima mazhab bahwa khulu’ ialah
13
Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, h. 221-222
14
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2006, Cet. Ke-1, h. 231
15
Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Keluarga, Terj. M.Abdul Ghaffar.E.M, Jakarta: Pustaka Al- Kautsar, 2006, Cet. Ke-5, h. 305
24
penyerahan harta yang dilakukan oleh istri untuk menebus dirinya ikatan perkawinan dari suaminya.
16
Khulu’ secara harfiah berarti ”lepas” atau ”copot”, ulama mendenifisikan
علخ وا اط ط لب ض وعب ةق رف
17
Artinya: ”Peceraian dengan tebusan dari pihak isteri kepada pihak suami dengan
menggunakan lafadz talak atau khulu ”.
Dari beberapa definisi dapat ditarik kesimpu lan bahwa khulu’ ialah
permintaan cerai oleh pihak istri kepada pihak suami dengan memberi kembali mahar yang telah diberikan suami.
C. Dasar Hukum Cerai Gugat
Khulu’ itu peceraian dengan kehendak istri. Hukumnya menurut ulama adalah boleh atau mubah. Khulu’ boleh dilakukan apabila ada sebab yang menghendakinya,
seperti bentuk suami atau akhlaknya yang buruk atau suami mengganggu istri dan tidak menunaikan haknya, atau istri takut jauh dari Allah dalam bergaul dengan
suaminya. Jika tidak ada sebab yang mendorongnya, maka khulu’ dilarang. Dasar dari kebolehannya tedapat dalam surat Al-Baqarah ayat 229:
18
16
Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqh Lima Mazhab, Beirut: Dar al-Jawad, 2006, h. 456
17
Amir Syarifudin, Garis-garis Besar Fiqh, Jakarta: Kencana Prenada Media, 2003, Cet. Ke-1, h. 131
18
Kamal Muchtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Jakarta: Bulan Bintang, 1974, Cet. Ke-1, h. 184
25
Artinya: ”Talak yang dapat dirujuk dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan
cara yang makruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu yang telah kamu berikan kepada
mereka istriu kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya
tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya.
Itulah hukum-hukum Allah maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, merreka itulah orang-
orang yang dianiaya Al-
Baqarah: 229”. Dalam melaksanakan kehidupan suami istri kemungkinan terjadi kesalah
pahaman antara suami istri, atau salah satu dari mereka, atau keduanya tidak melaksanakan kewajiban-kewajibannya, dan tidak adanya kepercayaan satu sama
lain. Keadaan tersebut adakalanya dapat diselesaikan dan hubungan suami istri tersebut menjadi baik, adakalanya hal tersebut tidak dapat diselesaikan dan bahkan
kadang-kadang menimbulkan kebencian, kebengisan dan pertengkaran yang terus menerus terjadi antara suami istri tersebut. Melanjutkan perkawinan yang demikian
akan dapat menimbulkan perceraian yang lebih besar dan meluas diantara anggota- anggota keluarga yang telah dibentuk.
19
19
Kamal Muchtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, h. 145
26
Untuk menjaga hubungan keluarga dan menghindari suatu pertengkaran yang terjadi terus menerus, maka agama Islam mens
yari’atkan perceraian, akan tetapi bukan berarti agama Islam menyukai perceraian, agama Islam tetap memandang
perceraian sebagai suatu yang tidak diharapkan.
20
Adapun dalil-dalil yang dijadikan dasar hukum perceraian adalah 1.
Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 19
Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita
dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka Karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang Telah kamu berikan
kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak
menyukai mereka, maka bersabarlah Karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang
banyak
”. 2.
Al-Hadist
21
20
Kamal Muchtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, h. 147
21
Al-Imam Hafidz Abi Daud Sulaiman, Sunan Abi Daud, Kairo: Dar al-Harin, 1988 M1408 H, Juz 2, h. 261
27
Artinya: ”Dari Ibnu Umar ra, berkata bahwasanya Nabi Muhammad saw bersabda:
sesuatu perbuatan yang halal yang paling dibenci oleh Allah adalah talak perceraian. HR. Abu Daud, Ibnu Majah dan Al Hakim dari Ibnu
Umar ”.
Karena itu hadits tersebut menunjukkan bahwa talak atau perceraian merupakan alternatif terakhir sebagai ”pintu darurat” yang boleh ditempuh manakala
bahtera kehidupan rumah tangga tidak dapat lagi dipertahankan keutuhan dan kesinambungannya. Sifatnya sebagai alternatif terakhir karena Islam menunjukkan
sebelum terjadinya talak atau perceraian, harus ditempuh jalan damai terlebih dahulu antara kedua belah pihak dengan melalui hakim arbirator dan kedua belah pihak.
22
D. Rukun dan Syarat Cerai Gugat