31
E. Akibat dan Hikmah Cerai Gugat
1. Akibat Cerai Gugat
Adapun akibat dari cerai gugat adalah bahwa seorang istri yang telah dikhulu’
oleh suaminya, ia berhak atas dirinya karena istri telah memiliki dirinya, ia bebas menentukan dirinya sendiri. Menurut jumhur ulama termasuk imam mazhab
berpendapat bahwa suami tidak boleh merujuk lagi dengan mantan istrinya setelah ia menerima iwadh sebagai tebusan dari sang istri.
26
Dan mantan suami tersebut tidak berhak rujuk
dalam masa iddah, sebab dengan khulu’ tersebut telah terjadi talak bain.
27
a. Rujuk
Rujuk sesudah khulu’ jumhur ulama berpendapat bahwa tidak boleh melakukan rujuk setelah
khulu’, karena meskipun khulu’ itu berbentuk talak, namun termasuk talak bain sugra yang tidak memungkinkan untuk rujuk kembali, kecuali
dengan pernikahan yang baru, dimana harus terpenuhi rukun-rukun dan syarat-syarat sahnya nikah.
b. Iddah
Wanita yang dicera ikan melalui proses khulu’ harus menunggu sampai ia haid
satu kali sebelum nikah dengan lelaki lain. Dikisahkan bahwa Rabiah binti Mu’awidz diceraikan melalui proses khulu’ oleh suaminya. Ia lalu mendatangani Ustman dan
26
Tengku Muhamad Hasbi Ash-Shidieqiy, Koleksi Hadist-hadist Hukum, Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2001, h. 290
27
Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Keluarga, Terj. M.Abdul Ghaffar.E.M, h. 307
32
bertanya, ”bagaimana iddah ku?” Ustman menjawab tidak ada kewajiban iddah bagimu. Jika engkau baru saja diceraikan melalui khulu’, maka engkau tidak boleh
menikah hingga engkau mengalami haid satu kali. Dalam hal ini, aku mengikuti keputusan Rasulullah saw terhadap Maryam al-Mughaliyah, istri Tsabit bin Qais
yang meminta khulu’ dari suaminya.
28
2. Hikmah Cerai Gugat
Adapun hikmah dari cerai gugat adalah hik mah dibolehkan khulu’ adalah
memberikan kemaslahatan kepada umat manusia yang telah dan sedang menempuh hidup berumah tangga dalam masa perkawinan itu mungkain ditemukan hal-hal yang
tidak memungkinkan keduanya mencapai tujuan perkawinan. Menurut Amir Syarifuddin bahwa hikmah
khulu’ adalah tampaknya keadilan Allah sehubungan dengan hubungan suami istri. Bila suami berhak melepaskan diri dari hubungan
dengan istrinya menggunakan dengan cara talak, istri juga mempunyai hak dan kesempatan bercerai dari suaminya dengan cara khulu’.
29
Jadi jelas dengan adanya khulu’, pihak istri bisa menggunakan haknya yang mana hak bercerai bukan untuk pihak laki-laki suami saja, melainkan istri bisa
mempergunakannya dan dengan alasan-alasan yang tepat.
28
Abu Malik Kamal, Fiqih Sunnah Wanita, Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2007, h. 264
29
Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, h. 234
33
BAB III PROFIL PENGADILAN AGAMA JAKARTA TIMUR
A. Sejarah Singkat
Di wilayah Nusantara, sebelum pemerintahan kolonial Belanda terdapat empat macam lembaga Pengadilan, Pengadilan Pradata, Padu, Adat dan Peradilan Serambi.
Pengadilan Pradata merupakan Pengadilan Kerajaan yang menangani kasus-kasus tindak pidana dan kasus-kasus makar yang ditangani oleh Raja secara langsung.
Sedangkan Pengadilan Padu ditangani oleh pejabat yang ditunjuk oleh Raja menangani kasus-kasus perdata dan pidana ringan.
Pengadilan Adat menangani yang berhubungan dengan sengketa masyarakat adat ditangani oleh Kepala Adat kebanyakan terdapat di wilayah Indonesia diluar
Pulau Jawa. Pengadilan Serambi, pada masa Sultan Agung memerintah kerajaan Mataram, mengggantikan pengadilan Pradata yang kewenangannya meliputi kasus
pidana dan perdata. Kekuasaan Pengadilan serambi dijabat oleh Raja, akan tetapi dalam prakteknya ditangani oleh para Penghulu yang diangkat oleh Raja.
1
Pada awal pemerintahan Kolonial Belanda, keberadaan Pengadilan Agama masih tetap dipertahankan. Bahkan keberadaanya diakui dalam Staats Blaad 1882
Nomor 152 tanggal 19 Januari 1882 untuk Pengadilan Agama di wilayah Jawa dan Madura dan dalam Staatsblaad 1937 Nomor 638 untuk Pengadilan Agama diwilayah
Kalimantan Selatan dan Timur, meliputi perkawinan, perceraian, waris dan wakaf.
1
Laporan Tahunan Pengadilan Agama Jakarta Timur Tahun 2009, hal. 7