Tujuan dan Manfaat Penelitian Metodologi Penelitian

‘Ulum al-Dîn, karya-karyanya, serta gambaran umum tentang kitab Mukhtasar Ih yȃ’ ‘Ulum al-Dîn.

Bab III, membahas kritik sanad dan menganalisa hadis dalam kitab

Mukhtasar Ih yȃ’ ‘Ulum al-Dîn tentang hak-hak muslim, keluarga dan tetangga, yang di dalamnya dilakukan pentakhrijan hadis-hadis yang terdapat di dalam objek yang telah dise butkan, kemudian dilakukan I’tibar hadis 15 agar dapat diketahui ada atau tidaknya muttabi’ atau syawahidnya, kemudian meneliti para perawi yang terdapat di dalam rangkaian hadis tersebut. Kemudian dianalisa hingga didapatilah kualitas hadis tersebut.

Bab IV, penutup, yang berisi kesimpulan dan saran-saran.

15 I’tibar hadis adalah: menyertakan sanad yang lain untuk hadis tertentu, di mana hadis itu pada bagian sanadnya tampak seorang periwayat saja. Dengan menyertakan sanad-sanad yang lain tersebut akan dapat diketahui apakah ada periwayat lain ataukah tidak, untuk bagian sanad dari sanad hadis yang dimaksud Totok Jumantoro, Kamus Ilmu Hadis, Jakarta: Bumi Aksara, 2007, h. 91. Dikutip dari Ibnu Shalah, Ulumul Hadis, h. 74-75 12

BAB II BIOGRAFI PENGARANG KITAB MUKHTASAR IH

Y ’ ‘ULUM AL-DȊN

A. Riwayat Hidup al-Ghazȃlî

Nama lengkapnya adalah Abû Hamîd Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad al- Ghazȃlî, beliau lebih dikenal dengan panggilan hujjatul isl ȃm, beliau merupakan seorang al-faqîh ahli fiqih yang bermazhabkan al- Syafi’i. Orang-orang yang datang kemudian menyebut laqab panggilan beliau yang sesungguhnya dari Abû Hamid menjadi al-Ghaz ȃlî. Ada yang berpendapat, sebutan Ghazala dinisbatkan pada satu wilayah yang cukup terkenal di dataran Thusi. 16 Ada pula yang mengatakan dengan sebutan Ghazzala dengan dua “z” atau dalam bahasa Arab dengan tasydid, yang disandarkan kepada pensifatan atas diri beliau sebagai seorang yang berusaha untuk senantiasa menyucikan diri dan melembutkan sanubari. 17 Nama beliau akhirnya dikenal dengan panggilan yang dibuat lebih mudah atau telah disepakati, yaitu al-Ghaz ȃlî. 18 Imam al-Ghaz ȃlî dilahirkan di kota Thusi, pada sekitar pertengahan abad ke-5 Hijriah 450 H. Beliau memiliki seorang ayah yang lembut sanubarinya, sederhana pola hidupnya, pekerja keras dan pedagang yang cukup sabar. Ayah al- Ghaz ȃlî dikenal sebagai seorang yang gemar menuntut ilmu ke banyak ulama pada masa itu. Sebelum sang ayah meninggal dunia, beliau sempat berpesan 16 Wilayah Thusi berada di sebuah provinsi Khurasan, salah satu wilayah di negeri Persia saat ini lebih dikenal dengan Iran 17 Kata Ghazzȃlȃ sendiri dalam bahasa aslinya bermakna ‘pemintal benang’ atau ‘penenun kain’. Dan kakek beliau Imam al-Ghazali merupakan seorang pengusaha tenun terkemuka di wilayahnya, dan menjadi tokoh panutan yang cukup disegani 18 Al-Ghazali, Ih yȃ’ ‘Ulûm al-Dîn menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama, jld. 1. Diterjemahkan oleh: Ibnu Ibrahim Ba’adillah, Jakarta: Republika, 2011, h. vii kepada seorang sahabatnya yang ahli fiqih dan tasawuf Ahmad al-Radzikîn al- Tusî, agar melanjutkan pengasuhan al- Ghazȃlî dan saudara kandungnya, Ahmad al- Ghazȃlî. Beliau berpesan agar kedua putranya dididik secara khusus dan medapatkan pengajaran yang sesuai dengan apa yang beliau dapatkan dari sang ahli. 19 Imam al- Ghazȃlî memulai rangkaian menuntut ilmunya pada masa kecil beliau, di negeri sendiri. Kemudian dilanjutkan dengan mengadakan perjalanan menuju wilayah Jurjan, dan belajar dengan seorang guru yang bernama pada Imȃm Abû Nasr al-Ismȃʻîlî. Setelah selesai, beliau kembali ke Thusi. Sekembali dari Jurjan, al- Ghazȃlî menetap dan mengabdikan ilmunya di sana untuk beberapa waktu. Setelah itu, beliau kembali berangkat untuk menuntut ilmu ke wilayah Naisabur, guna mendalami ilmu kepada Imam al-Haramain yang bernama Abû Ma’ali al-Juwainî. Al-Ghazȃlî tetap mendampingi gurunya, al-Juwainî, sampai gurunya wafat. 20 Al- Ghazȃlî tetap mendampingi gurunya, al-Juwainî, sampai gurunya meninggal dunia tahun 478 H. Beliau lalu meninggalkan Naisabur menuju al- Askar. Di situlah beliau bertemu dengan seorang Menteri yang terkenal, Nizam al- Mulk dan menyampaikan pesan sang guru al-Juwainî kepadanya. Kedatangannya begitu mendapat sambutan baik dari Menteri ini, sebab Nizam al- Mulk telah mengetahui kedudukan al- Ghazȃlî yang tinggi. 21 Kemudian al- Ghazȃlî 19 Al-Ghazali, Ih yȃ’ ‘Ulûm al-Dîn menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama, jld. 1. Diterjemahkan oleh: Ibnu Ibrahim Ba’adillah, Jakarta: Republika, 2011, h. vii-viii 20 Al-Ghazali, Ih yȃ’ ‘Ulûm al-Dîn menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama, jld. 1. Diterjemahkan oleh: Ibnu Ibrahim Ba’adillah, Jakarta: Republika, 2011, h. ix-x 21 Al-Ghazali, Ih yȃ’ ‘Ulûm al-Dîn menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama, jld. 1. Diterjemahkan oleh: Ibnu Ibrahim Ba’adillah, Jakarta: Republika, 2011, h. x