membahas kritik sanad dan menganalisa hadis dalam kitab penutup, yang berisi kesimpulan dan saran-saran.
                                                                                dipercaya  untuk  mengajar  di  sebuah  lembaga  pendidikan  yang  terkemuka  di bawah naungan pemerintahan yang bernama Madrasah Nizamiyah.
Berkat  prestasinya  yang  kian  meningkat,  pada  usia  34  tahun  al- Ghazȃlî
diangkat  menjadi  pimpinan  rektor  Universitas  Nizamiyah  di  Baghdad.  Ahmad Hanafi, mengisahkan: “dan selama itu beliau tertimpa keraguan tentang kegunaan
pekerjaannya,  sehingga  akhirnya  beliau  menderita  penyakit  yang  tidak  bisa diobati  dengan  obat  lahiriyah  psikoterapi.  Pekerjaan  itu  kemudian
ditinggalkannya pada tahun 488 H, untuk menuju Damsyik dan di kota ini beliau merenung, membaca dan menulis selama kurang lebih dua tahun dengan tasawuf
sebagai jalan hidupnya”
22
. Hampir  dua  tahun,  al-Ghaz
ȃlî  menjadi  hamba  Allah  yang  betul-betul mampu  mengendalikan  gejolak  hawa  nafsunya.  Beliau  menghabiskan  waktunya
untuk  berkhalwat,  ibadah  dan  I’tikaf  di  sebuah  masjid  di  Damaskus.  Untuk melanjutkan  taqarrubnya  kepada  Allah,  beliau  pindah  ke  Bait  al-Maqdis.  Di
sinilah beliau mulai menulis kitab Ih yȃ’ ‘Ulum al-Dîn.
Setelah  melanglang  buana  antara  Syam  -  Bait  al-Maqdis –  Hijaz selama
sekitar  sepuluh  tahun,  atas  desakan  Fakhrul  Mulk,  pada  tahun  499  H  al- Ghazȃlî
kembali ke Naisabur untuk melanjutkan mengajar di Madrasah Nizamiyah. Tidak lama  setelah  Fakhrul  Mulk  terbunuh  pada  tahun  500  H,  al-
Ghazȃlî  kembali  ke tempat  asalnya  di  Thus  dan  menghabiskan  waktunya  di  sana,  sampai  pulang
22
M. Ladzi Safroni, al-Ghazali Berbicara tentang Pendidikan Islam, Malang: Aditya Media Publishing, 2013, h. 15 dikutip dari: Ahmad Hanafi, Theology Islam, Jakarta: Bulan
Bintang, 1988
kehadirat  Allah  pada  hari  senin  14  Jumadi  al-Tsani  tahun  505  H  dalam  usia  55 tahun
23
. Dalam  Islam,  al-
Ghazȃlî  dipandang  sebagai  pembela  terbesar  tasawuf sunni,  yakni  tasawuf  yang  berdasarkan  doktrin  Ahlu  Sunnah  wal  Jama’ah,  juga
berdasarkan  kehidupan  yang  asketis,  kehidupan  yang  sederhana,  pendidikan maupun  pembinaan  jiwa.  Beliau  dipandang  sebagai  seorang  sufi  terbesar,  dan
pengaruhnya atas tasawuf begitu mendalam.
24