Perjanjian Sewa-menyewa Kios sebagai Obyek Jaminan Kredit

dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 yang mensyaratkan perjanjian penyerahannya diperbuat dalam bentuk PPAT dan kemudian di daftar. Di sini hak milik bangunan horizontal yang terjadi karena jual beli memiliki sifat ebendaan. nnya debitur wanprestasi dan beritikad tidak baik untuk pelunasan nggupan nasabah debitur untuk melakukan pelunasan sebagai kewajibannya. k

D. Perjanjian Sewa-menyewa Kios sebagai Obyek Jaminan Kredit

Masalah jaminan dalam perjanjian membuka kredit merupakan persyaratan mutlak dan harus dipenuhi, hakekat harus tersedianya barang jaminan bagi bank yaitu untuk mendapatkan kepastian atas kredit yang diberikan kepada orang yang berutang dapat diterimanya kembali sesuai dengan persyaratan yang disetujukan dalam perjanjian kredit. Jadi eksistensi jaminan dalam pemberian kredit adalah menghindari risiko dan dengan adanya jaminan bank akan merasa aman atas keselamatan kreditnya jika terjadi wanprestasi ingkar janji di pihak debitur, bank akan menjual atau melelang barang yang dijadikan sebagai obyek jaminan tersebut, sebaliknya jika bank mengabaikan persyaratan harus adanya barang jaminan maka dapat dipastikan bank itu menghadapi risiko atas kemungkina hutangnya. Fungsi perbankan sebagai penyalur dana kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan didasarkan kepada prinsip kehati-hatian. Prinsip ini telah di atur dan di akomodir oleh Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dalam sistem penilaian yang dilakukan oleh bank yaitu prinsip keyakinan atas kemampuan dan kesa Adelina Lestari Ginting : Perjanjian Sewa Menyewa Kios Sebagai Jaminan Kresit, 2007. USU e-Repository © 2008 Praktek perbankan dalam pemberian kredit terlebih dahulu melakukan lima pertimbangan yang lazim dilakukan perbankan adalah character watak, kepribadian, capital modal, collateral jaminan, agunan, capacity kemampuan dan conditions of ekonomic. Hal yang sangat krusial dalam pemberian kredit kepada nasabah adalah masalah penilaian jaminan atau agunan menyangkut tentang harta benda milik nasabah debitur atau dapat juga milik pihak ketiga yang merupakan jaminan tambahan dan merupakan jalan terakhir untuk mengamankan kredit perbankan. Sebenarnya jaminan bukan merupakan hal yang diharuskan, namun secara tersirat Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan menyebutkan bahwa lembaga jaminan itu penting. Hal ini di sebutkan dalam Pasal 8 ayat 1 : “Dalam memberikan kredit atau Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.” Sementara Penjelasan Pasal 8 ayat 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 menyebutkan bahwa kredit mengandung risiko, karenanya untuk mengurangi risiko tersebut maka keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi hutangnya adalah dengan adanya jaminan. Kalimat yang terdapat dalam substansi undang-undang perbankan tersebut terlihat bahwa bank dalam memberikan kredit tidak lagi terpaku kepada jaminan sebagai syarat mutlak untuk memberikan kredit, melainkan berdasarkan kepada Adelina Lestari Ginting : Perjanjian Sewa Menyewa Kios Sebagai Jaminan Kresit, 2007. USU e-Repository © 2008 keyakinan atas kemampuan dari si debitur untuk dapat mengembalikan kredit beserta bunga-bunganya. Dalam hal bank telah memperoleh keyakinan berdasarkan unsur-unsur lainnya, maka agunan dapat hanya berupa proyek atau hak tagih yang dibiayai oleh dana kredit tersebut. Indonesia saat ini sangat membutuhkan berbagai perangkat hukum yang di anggap mampu memenuhi kebutuhan hukum perekonomian nasional dari dunia usaha pada umumnya. 61 Sejarah menunjukkan bahwa kegiatan-kegiatan ekonomi di dalam pengertian yang sangat luas mampu mempengaruhi berbagai hal di dalam masyarakat di mana kegiatan yang bersangkutan terjadi. 62 Masalah pembangunan hukum nasional hingga kini tetap menjadi topik menarik di kalangan pengamat hukum. Lebih dari setengah abad negara hukum ini berdiri, namun produk hukum peninggalan kolonial masih mendominasi tata hukum nasional. Pembangunan ekonomi yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila merupakan sub sistem dari pembangunan nasional yang pada prinsipnya mengatur ketentuan privat yang berdimensi publik. 63 Dalam rangka pembangunan ekonomi Indonesia bidang hukum yang meminta perhatian yang serius dalam pembinaan hukumnya diantaranya ialah lembaga jaminan. 64 Hukum jaminan tergolong 61 Sri Redjeki Hartono,Op.Cit, hal. 26. 62 Ibid, hal.7. 63 Pada umumnya hukum publik bersifat imperatif sedangkan hukum perdata bersifat fakultatif. Prof.A.Pittlo mengkonstatir adanya pergeseran dari hukum perdata ke arah hukum publik dan semakin bertambah banyaknya peraturan-peraturan hukum yang bersifat memaksaimperatif. Lebih jauh lihat Soerjono Soekanto dan Purnadi Purbacaraka. Aneka Cara Pembedaan Hukum, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1989, hal. 21-26. 64 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Buku II Op.Cit, hal.1. Adelina Lestari Ginting : Perjanjian Sewa Menyewa Kios Sebagai Jaminan Kresit, 2007. USU e-Repository © 2008 bidang hukum yang akhir-akhir ini secara populer disebut The Economic Law Hukum Ekonomi, Wiertschaftrecht atau Droit Economique. 65 Hukum jaminan mempunyai kaitan yang erat dengan bidang hukum benda dan perbankan. Dalam bidang hukum benda, kaitan ini terletak pada penentuan klasifikasi dan karakter benda yang akan dijadikan obyek jaminan dan dalam bidang hukum perbankan, kaitan ini terletak pada fungsi perbankan yakni sebagai penghimpun dan penyalur dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit. Pengertian kredit secara yuridis dapat dilihat dalam pasal 1 angka 11 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yaitu : “penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”. Dari rumusan pengertian kredit tersebut terkandung makna pinjam- meminjam sebagai dasar diadakannya perjanjian kredit. Mengenai pinjam- meminjam ini, Pasal 1754 KUH Perdata mengatakan bahwa : “Pinjam-meminjam ialah persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabiskan karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula”. Sebagai suatu perjanjian, maka pengertian perjanjian kredit tidak dapat dipisahkan dari KUH Perdata dan 65 Ibid. Adelina Lestari Ginting : Perjanjian Sewa Menyewa Kios Sebagai Jaminan Kresit, 2007. USU e-Repository © 2008 Undang-undang Perbankan. Menurut Mariam Darus Badrulzaman 66 , perjanjian kredit bank adalah perjanjian pendahuluan dari penyerahan uang. Perjanjian ini merupakan hasil permufakatan antara pemberi dan penerima pinjaman mengenai hubungan-hubungan antara keduanya. Perjanjian ini bersifat konsensuil 67 . Dalam memberikan kredit, bank bersandar kepada prinsip kehati-hatian. Prinsip ini terlihat dalam sistem penilaian yang dilakukan bank yaitu prinsip keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi kewajibannya. Sistem penilaian dengan melakukan analisis terhadap keyakinan tersebut hanya merupakan suatu paradigma bank dengan menggunakan beberapa faktor sebagai indikator. Saat ini lembaga perbankan untuk memperoleh keyakinan sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari debitur. Dari lima faktor penilaian yang dilakukan bank, faktor terpenting yang berfungsi sebagai pengaman yuridis dari kredit yang disalurkan adalah jaminan kredit. Larangan pemberian fasilitas kredit tanpa jaminan dapat dilihat dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang mewajibkan dalam memberikan kredit, bank umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya. 66 Mariam Darus Badrulzaman, Buku IV Op.Cit, hal. 23. 67 Konsekuensi hukum yang timbul, saat ini perjanjian kredit bank tunduk kepada Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Adelina Lestari Ginting : Perjanjian Sewa Menyewa Kios Sebagai Jaminan Kresit, 2007. USU e-Repository © 2008 Keberadaan hak sewa kios yang diterima oleh bank sebagai jaminan kredit muncul sebagai akibat adanya tuntutan dari kegiatan ekonomi, di satu sisi pelaku kegiatan usaha membutuhkan modal usaha untuk meningkatkan laju roda kegiatan usahanya, sementara di sisi lain modal usaha dapat disalurkan oleh lembaga perbankan kepada nasabah debitur, apabila adanya suatu jaminan bahwa dana yang akan disalurkan lewat pinjaman kredit yang akan dinikmati debitur tersebut dapat dilunasi pada waktunya sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam perjanjian kredit perjanjian pokok. Kios yang terdapat dalam bangunan mallplaza, dinilai secara ekonomis memiliki harga jual yang tinggi sehingga membuat para pelaku usaha berkeinginan menjadikan hak sewa kios yang dimilikinya untuk dijadikan sebagai jaminan kredit. Fenomena perjanjian sewa menyewa kios sebagai jaminan kredit, mau tidak mau, harus di respon oleh lembaga perbankan, karena di sisi lain, bank sebagai lembaga keuangan yang berfungsi sebagai penyimpan dana masyarakat juga berfungsi sebagai peyalur dana melalui pinjaman kredit, juga memiliki target pasar yang hendak dicapai dalam rangka meningkatkan pelayanannya di bidang perbankan sehingga harus tanggap dalam menyikapi adanya permintaan pasar. Bagi perbankan, setiap pemberian kredit yang disalurkan selalu mengandung resiko. Resiko tersebut berupa kegagalan atau kemacetan dalam pelunasan sehingga berpengaruh terhadap keselamatan dan kesehatan bank dan mengingat bahwa kredit yang di berikan seluruh atau sebahagian dananya berasal dari masyarakat yang disimpan pada bank, maka resiko yang dihadapi bank akan Adelina Lestari Ginting : Perjanjian Sewa Menyewa Kios Sebagai Jaminan Kresit, 2007. USU e-Repository © 2008 berpengaruh kepada keamanan dari dana masyarakat. Oleh karena itu perlu unsur pengamanan dalam pengembaliannya. Unsur pengamanan safety adalah salah satu prinsip dasar dalam peminjaman kredit selain unsur keserasian suitability dan keuntungan profitability. Bentuk pengamanan kredit dalam praktek dilakukan dengan pengikatan jaminan. Persyaratan untuk mendapatkan fasilitas kredit bank berupa keharusan untuk menyediakan barang jaminan, bagi pencari modal memungkinkan untuk menjaminkan bangunan gedung yang berada di atas dan bagian dari tanah secara konsepsi asas pemisahan horizontal dan asas assesi vertikal, maka untuk menampung kebutuhan bagi pencari modal tersebut diperlukanlah lembaga jaminan bagi pengamanan kredit bank. Bagi debitur dengan adanya benda jaminan, maka dapat diperoleh fasilitas kredit dari bank dan tidak khawatir dalam mengembangkan usahanya. Karena dengan modal yang dimilikinya dapat mengembangkan bisnisnya lebih lanjut. Apabila debitur tidak mampu dalam mengembalikan pokok kredit dan bunga, bank atau pemilik modal dapat melakukan eksekusi terhadap benda jaminan. Pembagian benda sangat rentan dengan sistem jaminan, karena jaminan merupakan sub sistem dari hukum benda. Pembentukan hukum lebih banyak dilakukan secara parsial dengan tujuan bahwa kebutuhan hukum jaminan yang mendesak disegerakan untuk menampung kegiatan perdagangan dan perkreditan. Istilah jaminan berasal dari kata jamin yang berarti tanggung, sehingga jaminan dapat diartikan sebagai tanggungan. 68 68 Oey Hoey Tiong, Fiducia sebagai Jaminan Unsur-Unsur Perikatan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983, hal.14. Adelina Lestari Ginting : Perjanjian Sewa Menyewa Kios Sebagai Jaminan Kresit, 2007. USU e-Repository © 2008 Jaminan itu sendiri terdiri atas : a. Jaminan umum adalah tanggungan atas segala perikatan seseorang. b. Jaminan khusus, adalah tanggungan atas perikatan tertentu dari seseorang, yang terbagi atas jaminan orang dan jaminan kebendaan 69 . Jaminan umum itu terdapat dalam Pasal 1131 dan 1132 KUH Perdata. Pasal 1131 KUH Perdata menetapkan bahwa: “segala kebendaan si berhutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatannya perseorangan”. Hal ini disebut juga haftung yaitu bahwa debitur berkewajiban untuk membiarkan harta kekayaannya diambil oleh kreditur sebanyak utang debitur, guna pelunasan utang tadi, apabila debitur tidak memenuhi kewajibannya membayar utang tersebut. 70 Pasal 1132 KUH Perdata menegaskan : “kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang menghutang padanya; pendapatan penjualan benda- benda itu dibagi-bagikan menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila diantara para kreditur itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan”. Pasal ini menetapkan asas persamaan kedudukan dari para kreditur sehingga mereka disebut kreditur konkuren. Bagi para kreditur yang tidak puas dengan kedudukannya sebagai kreditur pada umumnya atau dengan kata lain tidak puas dengan kedudukannya sebagai kreditur konkuren, diberikan kesempatan untuk memperjanjikan hak-hak jaminan kebendaan, atau hak jaminan pribadi, sebagai hak jaminan khusus, yang dapat memberikan kepadanya suatu kedudukan 69 Ibid. 70 Mariam Darus Badrulzaman, buku I, Op.Cit.hal.8 Adelina Lestari Ginting : Perjanjian Sewa Menyewa Kios Sebagai Jaminan Kresit, 2007. USU e-Repository © 2008 yang lebih baik dari pada kreditur konkuren. Di mana kreditur tersebut dapat didahulukan dalam mengambil pelunasan atas hasil eksekusi harta benda debitur kreditur preferen. Mengenai jaminan khusus dibagi lagi atas jaminan kebendaan dan jaminan perorangan. 71 Pemberian jaminan kebendaan selalu berupa mengkhususkan suatu bagian dari kekayaan seseorang si pemberi jaminan dan menyediakannya guna pemenuhan pembayaran kewajiban seorang debitur. Kekayaan tersebut dapat berupa kekayaan si debitur sendiri atau kekayaan pihak ketiga penjamin. Dengan demikian, maka pemberian jaminan kebendaan kepada seorang kreditur tertentu, memberikan kepada kreditur tersebut Privilege kedudukan istimewa terhadap para kreditur lainnya. Jaminan yang bersifat kebendaan tersebut mempunyai ciri-ciri antara lain sebagai berikut : a. Dapat dipertahankan terhadap siapapun juga hak mutlak b. Selalu mengikuti bendanya kemanapun benda itu berada droit de suite c. Mengenal asas prioriteit d. Mengenal asas droit de preference e. Dapat diperalihkan 72 Jaminan kebendaan itu sendiri terbagi lagi atas 2 dua bagian, yaitu: benda tidak bertubuh seperti gadai atas surat-surat berharga dan benda bertubuh yang terdiri atas benda bergerak dan benda tidak bergerak, pembentuk undang- undang waktu itu memisahkan hak kebendaan dari dan hak perorangan. Disebut dengan hak kebendaan, karena hak tersebut melekat pada kebendaan tersebut ke manapun kebendaan tersebut beralih, pemegang hak ini tetap memiliki hak atas kebendaan tersebut. 73 71 R.Subekti, Ditulis Kembali Oleh Johannes Gunawan, Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Termasuk Hak Tanggungan Menurut Hukum Indonesia selanjutnya disebut buku III, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hal 71. Adelina Lestari Ginting : Perjanjian Sewa Menyewa Kios Sebagai Jaminan Kresit, 2007. USU e-Repository © 2008 Pada dasarnya apabila yang dijadikan jaminan adalah benda bergerak, maka pembebanannya menggunakan gadai dan fidusia. Sebaliknya apabila yang dijadikan jaminan adalah benda tidak bergerak maka pembebanannya menggunakan hipotik, hak tanggungan dan credit verband. Jaminan perorangan adalah suatu perjanjian antara seorang berpiutang dengan orang ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban si berutang 74 . Dalam jaminan perorangan terdapat hak yang memberikan wewenangkekuasaan kepada orang tertentu untuk menuntut orang lain guna berbuattidak berbuatmemberikan sesuatu hak perorangan. Disebut hak perorangan, karena hak yang dimiliki hanya dapat dilaksanakan dan dipertahankan terhadap pihak tertentu, dan tidak dapat dilaksanakan terhadap pihak diluar pihak tertentu tersebut, karena hak ini lahir sebagai akibat dibuatnya perjanjian antara pihak-pihak yang berkepentingan azas perorangan dari perjanjian. 75 Jaminan perorangan ini bersifat relatif karena hanya dapat dipertahankan terhadap pihak yang mengadakan perjanjian dengan pemilik hak perorangan tersebut 76 . Jaminan perorangan dapat berupa borgtocht Personal Gurantee, jaminan perusahaan Corporete Guarantee dan bank garansi Bank Guarantee. Dalam praktek pembedaan ciri atau sifat antara jaminan kebendaan dengan jaminan perorangan tidak mutlak seperti tersebut di atas, karena ada ditemukan jaminan perorangan yang mempunyai sifat hak kebendaan, misalnya : 72 Komariah, Hukum Perdata,,UMM Press, Malang, 2001, hal 93-95. 73 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op.Cit,hal.61 74 R.Subekti, buku III Loc.Cit. 75 Ibid. 76 Komariah, Op.Cit, hal 92 Adelina Lestari Ginting : Perjanjian Sewa Menyewa Kios Sebagai Jaminan Kresit, 2007. USU e-Repository © 2008 1. Mempunyai sifat absolute mutlak yaitu dapat dipertahankandilindungi terhadap setiap gangguan dari pihak ketiga misalnya hak penyewa yang mendapat perlindungan berdasarkan pasal 1365 KUH Perdata setelah adanya Arrest HR.1919. 2. Mempunyai sifat mengikuti bendanya droit de suite misalnya hak sewa senantiasa mengikuti bendanya. Perjanjian sewa menyewa tidak akan putus dengan berpindahnyadijualnya barang yang disewa. 3. Mempunyai sifat tingkatan yang lebih tinggi yaitu pada hak perorangan dijumpai juga adanya hak yang lebih dahulu terjadinya dimenangkan dengan hak yang terjadi kemudian, misalnya pembelipenyewa pertama berhadapan dengan pembelipenyewa kedua. 77 Secara yuridis, jaminan dapat diartikan sebagai tanggungan atas segala perikatan dari seseorang, hal ini berdasarkan Pasal 1131 KUH Perdata atau dapat diartikan juga sebagai tanggungan atas perikatan tertentu dari seseorang, hal ini berdasarkan Pasal 1150-1160 KUH Perdata tentang Gadai, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan dan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Berdasarkan jaminan atas perikatan tertentu ini, dapat dikelompokkan secara garis besar bahwa jaminan ini terdiri dari 2 jenis yakni jaminan atas benda bergerak dan jaminan atas benda tidak bergerak Pasal 504 KUH Perdata. 78 Hak jaminan atas benda bergerak adalah gadai dan fidusia. Dalam perkembangannya benda yang menjadi obyek jaminan fidusia termasuk benda yang tidak berwujud, maupun benda tidak bergerak sebagaimana diatur dalam Pasal 15 UUPP. Sedangkan dalam UURS diatur fidusia atas tanah hak pakai atas tanah Negara. Dengan berlakunya UURS, fidusia dapat dilakukan atas benda tidak bergerak, peraturan tersebut termuat dalam Pasal 1 ayat 8 yang menyatakan bahwa Fidusia adalah jaminan yang berupa penyerahan hak atas 77 Ibid. hal 95-96. 78 J.Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hal.3. Adelina Lestari Ginting : Perjanjian Sewa Menyewa Kios Sebagai Jaminan Kresit, 2007. USU e-Repository © 2008 benda berdasarkan kepercayaan yang disepakati sebagai jaminan bagi pelunasan piutang kreditur. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, membedakan jaminan materiil kebendaan dan jaminan perorangan, menurut beliau : “Jaminan materiil adalah jaminan berupa hak mutlak atas suatu benda, yang mempunyai ciri-ciri hubungan langsung atas benda tertentu, dapat dipertahankan terhadap siapa pun, selalu mengikuti bendanya dan dapat dialihkan. Sedangkan jaminan perorangan adalah jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu, hanya daapt dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap harta kekayaan debiitur umumnya.” 79 Dalam rangka asas pemisahan horizontal benda-benda yang merupakan satu kesatuan dengan tanah menurut hukum bukan merupakan bagian dari tanah yang bersangkutan. Oleh karena itu setiap perbuatan hukum mengenai hak-hak atas tanah tidak dengan sendirinya meliputi benda-benda tersebut. Penerapan asas-asas hukum adat tidaklah mutlak, melainkan selalu memperhatikan dan disesuaikan dengan perkembangan kenyataan dan kebutuhan dalam masyarakat yang dihadapinya. Atas dasar kenyataan sifat hukum adat itu dalam rangka asas pemisahan horizontal tersebut dinyatakan dalam Pasal 4 UUHT bahwa pembebanan hak tanggungan HT atas tanah, dimungkinkan pula meliputi benda-benda yang melekat atas tanah. Hal tersebut telah dilakukan dan dibenarkan oleh hukum dalam praktek melalui yurisprudensi pengadilan sepanjang benda-benda itu merupakan satu kesatuan dengan tanah yang bersangkutan dan keikutsertaannya dijadikan jaminan dengan tegas dinyatakan dalam akta pemberian hak tanggungannya. Namun dalam perkembangan kebutuhan masyarakat Indonesia, 79 H.Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Rajawali Press, Jakarta, 2004, hal 24 Adelina Lestari Ginting : Perjanjian Sewa Menyewa Kios Sebagai Jaminan Kresit, 2007. USU e-Repository © 2008 di mana banyak orang yang menguasai tanah dengan hak-hak atas tanah yang tidak bisa dijaminkan dengan Hak Tanggungan, seperti hak sewa, hak pakai, hak menumpang dan sebagainya. Bangunan-bangunan yang terletak di atas tanah tersebut tidak dapat dijaminkan dengan Hak Tanggungan dan ini dapat diatasi dengan jaminan fidusia. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan kredit dengan menjaminkan benda yang melekat atas tanah maka dikeluarkanlah UURS. Ketentuan yang tercantum dalam Pasal 1 angka 8 UURS menyatakan pemilikan rumah dapat di jadikan jaminan utang dan pembebanan fidusia atas rumah tersebut dilakukan dengan akte otentik yang dibuat oleh notaris, norma ini kemudian di ikuti oleh UUPP yang menitiberatkan bahwa lembaga jaminan yang tepat atas rumah yang terlepas dari hak atas tanahnya adalah jaminan fidusia. Pasal 15 UUPP menyebutkan bahwa : 1. Pemilikan rumah dapat dijadikan jaminan utang 2. a. Pembebanan fidusia atas rumah dilakukan dengan akte otentik yang dibuat oleh notaris sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. b. Pembebanan hipotik atas rumah beserta tanah yang haknya di miliki pihak yang sama di lakukan dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bertalian dengan uraian Pasal 15 UUPP, penjelasan Pasal 15 UUPP ayat 1 menyebutkan bahwa pemilik rumah oleh bukan pemilik hak atas tanah atas persetujuan tertulis pemilik hak atas tanah dapat dibebani fidusia. Jika penjelasan ini di tarik ke dalam obyek penelitian, maka satuan kios yang terdapat dalam bangunan mallplaza yang dikuasai oleh penyewa atas dasar perjanjian sewa menyewa kios yang dibuat secara tertulis antara penyewa dengan pengelola yang Adelina Lestari Ginting : Perjanjian Sewa Menyewa Kios Sebagai Jaminan Kresit, 2007. USU e-Repository © 2008 juga sekaligus merupakan pemilik tanah dan bangunan mallplaza, maka terhadap hak sewa kios yang terdapat dalam bangunan mallplaza dapat dibebani fidusia. Introduksi jaminan fidusia yang terurai dalam Pasal 15 UUPP, kemudian melahirkan UUJF yang menyatakan secara eksplisit objek jaminan fidusia adalah benda apapun yang dapat dimiliki dan dialihkan hak kepemilikannya. 80 Benda itu dapat berupa berwujud maupun tidak berwujud, terdaftar maupun tidak terdaftar, bergerak maupun tidak bergerak dengan syarat bahwa benda tersebut tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan sebagaimana yang telah dimaksudkan dalam substansi UUHT atau hipotik sebagaimana yang dimaksudkan dalam Pasal 314 Kitab Undang Hukum Dagang selanjutnya disebut KUH Dagang jo Pasal 1162 KUH Perdata. Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam UUJF, maka jaminan fidusia menggantikan FEO dan cessie jaminan atas piutang-piutang zekerbeidscessie van schuldvordderigen, fiduciary assigment of receivables yang dalam prakteknya pemberian kredit banyak digunakan. 81 80 Lihat, Pasal 1 angka 2 dan 4 serta Pasal 3 UUJF. 81 Lihat, Subekti, Buku III Op.Cit., hal.154, bahwa pada dasarnya hanya orang yang berkepentingan saja yang dapat melakukan pembayaran secara sah, seperti seorang yang turut berhutang atau penanggung borgh, demikianlah Pasal 1382 KUHPerdata. Tetapi pasal ini selanjutnya menerangkan juga pihak ketiga yang tidak berkepentingan dapat membayar secara sah asal saja pihak ketiga itu bertindak atas nama si berhutang, atau bilamana ia bertindak atas namanya sendiri, asal saja ia tidak menggantikan hak-haknya siberhutang. Menggantikan hak-hak seorang berpiutang ini dinamakan “subrogatie” yang diatur dalam pasal-pasal 1400 sd 1403 KUHPerdata. Subrogatie harus dibendakan dengan cessie pemindahan suatu piutang, yang biasanya merupakan suatu akibat penjualan piutang. Dalam hal subrogatie, hutang telah terbatas lunas oleh pihak ketiga. Hanya perikatan hutang-hutang masih hidup terus karena pihak ketiga itu lalu menggantikan hak-hak si berhutang terhadap diri si berhutang. Cessie, suatu perbuatan pemindahan suatu piutang kepada seorang yang telah membeli piutang itu. Subrogatie dapat terjadi karena ditetapkan oleh undang-undang. Dengan demikian, subrogatie dapat terjadi dengan tiasa memakai bantuan si berpiutang, sedangkan cessie selalu dibutuhkan bantuan ini. Lagi pula terdapat perbedaan dari sudut formil, dimana untuk subrogatie tidak diharuskan sesuatu cara, sedangkan untuk cessie diharuskan suatu akte yang harus diberitahukan pula secara resmi kepada si berhutang. Adelina Lestari Ginting : Perjanjian Sewa Menyewa Kios Sebagai Jaminan Kresit, 2007. USU e-Repository © 2008 Sejalan dengan ketentuan yang mengatur mengenai hipotik dan UUHT maka akta hak jaminan fidusia juga harus dibuat oleh dan atau dihadapan pejabat yang berwenang. Pasal 1970 KUH Perdata mengatakan bahwa akta notaris merupakan akte otentik yang memiliki kekuatan pembuktian sempurna tentang apa yang dimuat di dalam kesepakatan para pihak beserta ahli warisnya atau para pengganti haknya. Itulah sebabnya mengapa UUJF menetapkan perjanjian fidusia pada umumnya adalah barang bergerak mengingat obyek jaminan fidusia pada umumnya adalah barang bergerak yang tidak terdaftar, maka sudah sewajarnya berbentuk akta otentik yang dianggap paling menjamin kepastian hukum berkenaan dengan obyek jaminan. Khusus mengenai hasil atau ikutan dari kebendaan yang menjadi obyek jaminan fidusia, Pasal 10 UUJF menyatakan bahwa kecuali diperjanjikan lain : a. Jaminan fidusia meliputi dari benda yang menjadi obyek jaminan fidusia, yaitu segala sesuatu yang diperoleh dari benda yang dibebani jaminan fidusia. b. Jaminan fidusia meliputi klaim asuransi dalam benda obyek jaminan fidusia dijaminkan. Dengan demikian apabila benda itu diasuransikan maka klaim asuransi tersebut merupakan hak penerima fidusia. Pasal 2 UUJF memberikan batasan berlakunya yaitu berlaku terhadap setiap perjanjian yang bertujuan untuk membebani benda jaminan fidusia yang dipertegas lagi oleh rumusan yang di muat dalam UUJF ini tidak berlaku terhadap: a. Hak tanggungan yang berkaitan dengan tanah dan bangunan, sepanjang peraturan perundang-undangan yang berlaku menentukan jaminan atas benda- benda tersebut wajib didaftar. Namun demikian bangunan diatas milik orang Adelina Lestari Ginting : Perjanjian Sewa Menyewa Kios Sebagai Jaminan Kresit, 2007. USU e-Repository © 2008 lain yang tidak dapat dibebani hak tanggungan berdasarkan UUHT dapat di jadikan jaminan; b. Hipotik atas kapal yang di daftar dengan isi kotor berukuran 20 dua puluh M3 atau lebih; c. Hipotik atas pesawat terbang; dan d. Gadai. Oleh karena itu hak kebendaan jaminan baru lahir pada tanggal di catatnya jaminan fidusia di dalam buku daftar fidusia, maka konsekuensi yuridis adalah pemberlakuan asas droit de suite baru diakui sejak tanggal pencatatan jaminan fidusia dalam buku daftar fidusia. Maksud penegasan ini tidak lain adalah kalau jaminan fidusia tidak didaftarkan dalam buku daftar fidusia berarti hak jaminan bukan merupakan hak kebendaan melainkan memiliki karakter perorangan. Akibatnya bagi pihak ketiga adalah tidak dihormatinya hak jaminan fidusia dari kreditur pemegang jaminan fidusia. 82 Dengan demikian pendaftaran jaminan dalam buku daftar fidusia merupakan perbuatan konstitutif yang melahirkan jaminan fidusia. Penegasan ini dapat kita temukan dalam Pasal 28 UUJF yang menyatakan apabila benda yang menjadi obyek jaminan fidusia lebih dari satu perjanjian jaminan fidusia, maka kreditur terlebih dahulu mendaftarkannya adalah penerima fidusia. Hal ini perlu di perhatikan oleh karena kreditur yang menjadi pihak dalam perjanjian ini adalah yang boleh melakukan pendaftaran jaminan fidusia. 82 Lihat, A. Pitlo, Het Systeem Van Het Nederlandse Privaatrecht, Bewekt Door P.H.M.Gerver, H. Sorgdranger, R. HH.Stutterheim, T. R. Hidman, Amhem : Gouda Quint-D. Brouwer en Zoon, 1995 hal. 117 mengatakan bahwa hak perorangan tidak memiliki karakter droit de suite, sebagaimana yang dinyatakannya “persoonlijk recht heft zaaksgevolg” dalam Tan Kamello Op.Cit. hal.161. Adelina Lestari Ginting : Perjanjian Sewa Menyewa Kios Sebagai Jaminan Kresit, 2007. USU e-Repository © 2008 Dalam perjanjian sewa menyewa kios yang terdapat dalam bangunan plazamall, maka yang menjadi obyek dari perjanjian tersebut adalah hak sewa kios. Jika jangka waktu sewa hak meliputi puluhan tahun timbul pertanyaan apakah hak sewa tersebut dapat dijadikan sebagai jaminan kredit? Hak sewa merupakan subyek hukum. Karena hak yang terdapat dalam perjanjian sewa menyewa kios merupakan prestasi dari pemilik bangunan kios untuk memberikan kepada penyewa kios kenikmatan untuk mengelola usahanya dalam ruangan kios tersebut selama waktu yang ditentukan dalam perjanjian sewa-menyewa kios itu. Karena hak sewa kios lahir dari suatu perjanjian maka hak itu di sebut juga hak perseorangan. Dalam teorinya Struycken menyatakan bahwa sebagai suatu ciri dari hak- hak dalam hukum kekayaan ialah bahwa hak-hak itu dapat dialihkan overdraagbaarheid artinya dilepaskan dari penguasaan orang yang berhak untuk diserahkan kepada orang lain. Sifat dapat dialihkannya hak ini memungkinkan untuk difidusiakan. 83 Sumardi Mangunkusumo, berpendapat bahwa kalau hak itu bisa dialihkan maka terbuka kemungkinan untuk memfidusiakannya. Sejalan dengan pendapat ini maka hak sewa kios yang terdapat pada mallplaza, sepanjang pemilik bangunan mallplaza tersebut memberikan persetujuan untuk mengalihkan hak sewa kiosnya kepada pihak lain, maka hak sewa itu dapat difidusiakan. 83 Oey Hoey Tiong, Op.Cit.hal.63 Adelina Lestari Ginting : Perjanjian Sewa Menyewa Kios Sebagai Jaminan Kresit, 2007. USU e-Repository © 2008

BAB III PRINSIP PENGIKATAN PERJANJIAN SEWA MENYEWA