Pelayanan kebidanan adalah pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, yang diberikan kepada ibu dalam kurun waktu
masa reproduksi dan bayi baru lahir.
2.2. Bidan adalah Jabatan Profesional
Sesuai dengan uraian tersebut di atas, sudah jelas bahwa bidan adalah jabatan profesional. Persyaratan dari bidan sebagai jabatan profesional telah dimiliki oleh
bidan tersebut. Persyaratan tersebut adalah: 1.
Memberikan pelayanan kepada masyarakat yang bersifat khusus atau spesialis.
2. Melalui jenjang pendidikan yang menyiapkan bidan sebagai tenaga
profesional. 3.
Keberadaannya diakui dan diperlukan oleh masyarakat. 4.
Mempunyai kewenangan yang disahkan atau diberikan oleh pemerintah. 5.
Mempunyai peran dan fungsi yang jelas. 6.
Mempunyai kompetensi yang jelas dan terukur. 7.
Memiliki organisasi profesi sebagai wadah. 8.
Memiliki kode etik bidan. 9.
Memiliki etika kebidanan. 10.
Memiliki standar pelayanan. 11.
Memiliki standar praktek.
12. Memiliki standar pendidikan yang mendasari dan mengembangkan profesi
sesuai dengan kebutuhan pelayanan. 13.
Memiliki standar pendidikan berkelanjutan sebagai wahana pengembangan kompetensi.
14. Keselamatan dan kesejahteraan ibu secara menyeluruh merupakan perhatian
yang paling utama bagi bidan. Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan bertanggung jawab dan mempertanggungjawabkan prakteknya. Dalam
melaksanakan praktek, bidan sering dihadapkan dalam pertanyaan, apa yang dikerjakan bidan dan bagaimana ia berkarya, maka sangat ditegaskan
kompetensi pendukung yang harus dimiliki bidan Wastidar, 2001.
2.3. Dasar-Dasar Susu Formula
2.3.1. Pengertian Susu Formula
Susu formula bayi adalah cairan atau bubuk dengan formula tertentu yang diberikan pada bayi dan anak-anak. Susu formula berfungsi sebagai pengganti ASI.
Susu formula memiliki peranan yang penting dalam makanan bayi karena seringkali bertindak sebagai pengganti ASI. Susu formula memiliki peranan yang penting dalam
makanan bayi karena seringkali bertindak sebagai satu-satunya sumber gizi bagi bayi, karenanya komposisi susu formula yang diperdagangkan dikontrol dengan hati-hati
dari FDA Food and Drugs Association Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika mensaratkan produk ini harus memenuhi standar ketat tertentu Ruslina,
2004.
2.3.2. Kandungan dalam Susu Formula
Asam Arakhidonat AA dan Asam Dokoheksaenoat DHA merupakan asam lemak tak jenuh ganda rantai panjang LCPUFA, dibentuk dari prekursor yaitu Asam
Linoleat Omega-3. Asam Linoleat merupakan asam lemak tidak essensial yang tidak dapat dibuat oleh tubuh sendiri, harus didapat makanan. Tetapi menurut
penelitian terakhir ternyata pada periode emas perkembangan otak, AA dan DHA merupakan kebutuhan essensial yang juga harus disuplai dari luar tubuh.
Rachmawati, 2006. AA dan DHA adalah komponen struktural dan fungsional otak dan retina
yang penting. Terdapat cukup bukti bahwa AA dan DHA mempunyai potensi memperbaiki perkembangan dan fungsi otak serta ketajaman penglihatan. AA dan
DHA dalam jumlah yang cukup sangat dibutuhkan pada periode Pacu Tumbuh Kembang Otak Brain Growth Support, yaitu terjadi pada usia 2 bulan sebelum lahir
sampai 4 tahun. Pada masa itu dibutuhkan AA dan DHA dalam bentuk siap pakai dan dalam jumlah yang lebih banyak sesuai dengan perbandingan seperti dalam ASI
Rachmawati, 2006. Sumber terbaik AA dan DHA adalah ASI, selain itu AA dan DHA juga dapat
diperoleh dari minyak ikan, kuning telur, dan sel tunggal dari lemak nabati. Kelemahan dari AA dan DHA yang berasal dari minyak ikan adalah berbau amis,
mengandung DHA terlalu tinggi dan mengandung EPA Asam Eksosa Pentanoat yang dapat menekan sintesa AA. Sumber minyak ikan ini kemungkinan juga
mengandung polusi industri dan endapan logam berat. Sumber dari kuning telur
mengandung kolesterol yang tinggi dan lemak berbentuk fosfolipid. Sumber AA dan DHA lainnya adalah lemak nabati yang merupakan sel tunggal yang bebas kolesterol
dan dalam bentuk trigliserida seperti yang terdapat pada ASI Muchtadi, 1986. Dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh para ahli, ditemukan bahwa bayi
yang memperoleh ASI, mengalami perkembangan psikomotorik yang lebih baik dibandingkan bayi yang tidak memperoleh ASI. Dari hasil penelitian menunjukkan
bahwa bayi yang mengkonsumsi AA dan DHA memiliki kemampuan kognitif, ketajaman penglihatan, perkembangan mental dan psikomotor yang lebih baik dari
bayi yang hanya mengkonsumsi DHA saja atau tanpa keduanya. Hal ini dimungkinkan karena AA dan DHA adalah komponen yang penting dari membrane
sel, dan secara khusus terdapat dalam jumlah lebih banyak pada jaringan otak dan retina. Karena itu pemberian AA dan DHA dalam bentuk siap pakai sangat
dianjurkan oleh para ahli nutrisi untuk anak terutama pada periode emas pertumbuhan otak Kalangi, 1994.
AA dan DHA adalah bentuk lemak siap pakai yang merupakan hasil dari asam linoleat omega - 6 dan asam linolenat omega - 3. Pada periode emas
pertumbuhan otak, anak lebih membutuhkan AA dan DHA dalam bentuk siap pakai. Karena jaringan lemak yang banyak terdapat di dalam membrane sel otak adalah AA
dan DHA, sintesa AA dan DHA sangat dipengaruhi oleh system enzimatis dalam tubuh, oleh karena itu untuk hasil optimal lebih baik diberikan AA dan DHA dalam
bentuk siap pakai Hamid, 1996.
2.4. Perilaku
2.4.1. Definisi dan Determinan Perilaku
Perilaku manusia pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain, berbicara,
berjalan, menangis, tertawa, membaca, dan sebagainya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati
langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar Notoatmodjo, 2003. Skiner merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang
terhadap stimulus rangsangan dari luar, namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan.
Hal ini berarti bahwa meskipun stimulusnya sama bagi beberapa orang, namun respon tiap-tiap orang berbeda. Faktor yang membedakan respons terhadap stimulus
yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua, yakni:
1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan,
yang bersifat given atau bawaan, misalnya: tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.
2. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik,
sosial budaya, ekonomi, dan sebagainya. Menurut Green 1980 dalam Notoatmodjo 2003 faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku ada tiga faktor utama, yakni:
a. Faktor-faktor predisposisi
Faktor-faktor ini mencakup; pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan
dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan sebagainya, ikhwal ini dapat dijelaskan sebagai berikut, untuk
berperilaku kesehatan, misalnya pemeriksaan kesehatan bagi ibu hamil diperlukan pengetahuan dan kesadaran ibu tersebut tentang manfaat pemeriksaan hamil, baik
bagi kesehatan ibu sendirinya dan janinnya, di samping itu kadang-kadang kepercayaan, tradisi dan sistem nilai masyarakat juga dapat mendorong atau
menghambat ibu untuk periksa hamil, faktor-faktor yang positif mempermudah terwujudnya perilaku, maka sering disebut faktor pemudah.
b. Faktor-faktor pemungkin
Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya, air bersih, tempat pembuangan sampah,
ketersediaan makanan yang bergizi, termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti Pusat Kesehatan Masyarakat puskesmas, rumah sakit, poliklinik, Pelayanan
Terpadu posyandu, Poliklinik Desa polindes, dokter dan bidan praktek swasta, untuk berperilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana dan prasarana pendukung,
fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut faktor pendukung atau faktor pemungkin.
c. Faktor-faktor penguat
Faktor-faktor ini meliputi sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan, undang-undang,
peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu
pengetahuan dan sikap positif dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh dari para tokoh masyarakat, petugas kesehatan dan undang-undang
diperlukan untuk memperkuat perilaku masyarakat tersebut.
2.5. Karakteristik Bidan terhadap Pemberian Susu Formula
Sutrisna 1994 menyatakan bahwa karakteristik individu merupakan suatu proses psikologis yang mempengaruhi individu dalam memperoleh, mengkonsumsi
serta menerima barang dan jasa serta pengalaman. Karakteristik individu merupakan faktor internal interpersonal yang menggerakkan dan mempengaruhi perilaku.
Adapun yang termasuk karakteristik individu yaitu Bidan dalam mempengaruhi pemberian susu formula antara lain umur, pendidikan, pengetahuan,
sikap dan lama kerja.
2.5.1. Umur
Umur adalah lamanya hidup dihitung sejak dilahirkan hingga saat ini. Umur merupakan periode penyesuaian terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan baru.
Pada masa ini merupakan usia produktif, masa bermasalah, masa ketegangan emosi, masa keterasingan sosial, masa komitmen, masa ketergantungan, masa perubahan
nilai, masa penyesuaian dengan cara hidup baru, masa kreatif. Pada masa dewasa ditandai oleh adanya perubahan jasmani dan mental, kemahiran dan keterampilan
profesional yang dapat menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian Soekanto, 1990.
2.5.2. Pendidikan
Pendidikan dalam arti formal adalah suatu proses penyampaian materi guna mencapai perubahan dan tingkah laku Notoatmodjo, 2003. Pendidikan secara umum
adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang
diharapkan oleh pelaku pendidikan. Dari batasan ini tersirat unsur-unsur pendidikan yakni:
a. Input adalah sasaran pendidikan individu, kelompok, masyarakat dan
pendidikan pelaku pendidikan. b.
Procses upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain. c.
Output melakukan apa yang diharapkan atau perilaku Notoatmodjo, 2003. Menurut Notoatmodjo 2003 konsep dasar dari pendidikan adalah suatu
proses belajar yang berarti di dalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, perubahan kearah yang lebih baik, lebih dewasa dan lebih matang
sehingga dapat menghasilkan perubahan perilaku pada diri individu, kelompok atau masyarakat.
Koentjoroningrat 1997 mengatakan pendidikan adalah kemahiran menyerap pengetahuan akan meningkat sesuai dengan pendidikan seseorang dan kemampuan
ini berhubungan erat dengan sikap seseorang terhadap pengetahuan yang diserapnya. Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin mudah untuk dapat menyerap
pengetahuan.
2.5.3. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk
tindakan seseorang overt behavior Bloom, dalam Notoatmodjo, 2003. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada
perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan Rogers dalam Notoatmodjo 2003, mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru berperilaku baru,
dalam dirinya orang tersebut terjadi proses berurutan, yaitu: a.
Awarenes kesadaran, di mana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus obyek.
b. Interest, di mana orang mulai tertarik kepada stimulus.
c. Evaluation, orang sudah mulai menimbang-nimbang terhadap baik tidaknya
stimulus tersebut bagi dirinya. d.
Trial, di mana orang telah mulai mencoba perilaku baru. e.
Adoption, di mana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
2.5.4. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat,
tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus
tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan
tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku Bloom 1908 dalam Notoatmodjo 2003.
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek. Menurut Newcomb, menyatakan sikap itu
merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu, sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi
adalah merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang ada
dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi bersifat emosional terhadap stimulus sosial.
2.6. Motivasi
2.6.1. Definisi Motivasi
Robert C. Beck dalam Uno 2007 menyatakan bahwa motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai tenaga penggerak yang mempengaruhi
kesiapan untuk memulai melakukan rangkaian kegiatan dalam suatu perilaku. Motivasi tidak dapat diamati secara langsung, tetapi dapat diinterpretasikan dari
tingkah lakunya. Menurut Purwanto 1999 motivasi diartikan sebagai keadaan dalam pribadi
seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan.
Motivasi adalah perasaan atau pikiran yang mendorong seseorang melakukan pekerjaan atau menjalankan kekuasaan terutama dalam berperilaku Sbortell
Kaluzny dalam Soekanto 1990. Dalam suatu organisasi motivasi mempersoalkan cara mendorong gairah kerja bawahan, agar mereka mau bekerja keras dengan
memberikan semua kemampuannya dan keterampilannya untuk menwujudkan tujuan. Sehubungan dengan definisi di atas, Malone membedakan dua bentuk motivasi yang
meliputi motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik timbul tidak memerlukan rangsangan dari luar karena memang telah ada dalam diri individu
sendiri, yaitu sesuai atau sejalan dengan kebutuhan. Sedangkan motivasi ekstrinsik timbul karena adanya rangsangan dari luar individu, misalnya insentif.
Dari berbagai macam definisi motivasi, Scanford 1970, terdapat tiga point penting dalam pengertian motivasi yaitu hubungan antara kebutuhan, dorongan, dan
tujuan. Kebutuhan muncul karena adanya sesuatu yang kurang dirasakan oleh seseorang, baik fisiologis maupun psikologis. Dorongan merupakan arahan untuk
memenuhi kebutuhan tadi Tahir, 1984.
2.6.2. Teori Motivasi
1. Teori Kebutuhan Maslow
Teori Maslow sering disebut disebut dengan hirarki kebutuhan, karena menyangkut kehidupan manusia. Maka teori ini dapat digunakan untuk menunjukkan
kebutuhan seseorang yang harus dipenuhi untuk termotivasi bekerja. Lima hirakhi kebutuhan manusia menurut Maslow: 1 kebutuhan fisologis physiological needs
yaitu kebutuhan yang paling mendasar termasuk kebutuhan makan, minum, tempat tinggal, 2 rasa aman safety needs, 3 kebutuhan sosial social needs di mana
adanya rasa keterlibatan emosional yang mengikat persamaan dan persahabatan 4 penghargaan dan 5 aktualisasi diri yakni senantiasa percaya pada diri sendiri
menjadi seseorang hidup berarti Purwanto, 1999. 2.
Teori Motivasi Hyginis Frederick Herberg mengusulkan teori Hyginis yang juga dikenal dengan teori
motivasi dua faktor. Dalam teori ini dijelaskan beberapa karakteristik mempunyai hubungan dengan kepuasan kerja dan karakteristik lainnya dengan ketidakpuasan
kerja. Faktor intrinsik seperti keberhasilan, pengakuan, sering dihubungkan dengan kepuasan kerja. Sebaliknya apabila menemukan ketidakpuasan kerja maka cenderung
untuk mengatakan termasuk dalam faktor ekstrinsik seperti kondisi kerja, supervisi
dan hubungan kerja. Kemudian Herberg menyimpulkan kepuasan kerja dan ketidakpuasan dalam bekerja muncul dari dua faktor yang terpisah Purwanto, 1999.
3. Teori Mc. Clelland
Memiliki tiga jenis kebutuhan, yaitu: 1 kebutuhan untuk mencapai prestasi needs for achievement yaitu dorongan untuk menjadi baik sesuai standar yang telah
ditetapkan, 2 kebutuhan untuk kekuatan needs of power kebutuhan membuat orang lain dapat berperilaku sesuai dengan cara-cara yang dikehendaki, 3 kebutuhan untuk
berafiliasi atau berhubungan dekat dengan orang lain Purwanto, 1999.
2.7. Landasan Teori
Agar penelitian ini relevan dengan topiknya, perlu digali beberapa pendapat para ahli terdahulu yang ada kaitannya dengan faktor internal dan eksternal yang
diperkirakan ada pengaruhnya terhadap perilaku bidan dalam pemberian susu formula pada bayi baru lahir.
Blum dalam Notoatmodjo 2003 yang menyatakan bahwa ada 4 faktor yang mempengaruhi status kesehatan individumasyarakat yaitu lingkungan, perilaku,
pelayanan kesehatan dan keturunan, di mana perilaku memberi pengaruh terbesar kedua setelah faktor lingkungan.
Untuk menganalisis determinan perilaku dari analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku dan erat kaitannya dengan faktor internal dan eksternal dapat
ditelusuri melalui salah satu konsep teori yang dikemukan oleh Lawrence Green Notoatmodjo, 2005 yang menyebutkan bahwa perilaku ini ditentukan oleh tiga
faktor utama yakni; faktor predisposisi predisposing factors, faktor pemungkin enabling factors, dan faktor penguat reinforcing factors.
Faktor predisposisi predisposing factors, yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya. Faktor pemungkin
enabling factors, yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidaknya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan,
alat-alat kontrasepsi, jamban, dan sebagainya. Faktor penguat reinforcing factors yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan, atau petugas yang lain,
yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Dengan demikian Notoatmodjo 2007 menyimpulkan bahwa faktor
determinan perilaku itu dibedakan menjadi dua yaitu; faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah merupakan karakteristik orang yang bersangkutan,
yang bersifat given atau bawaan, misalnya: tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin dan sebagainya. Faktor eksternal yaitu lingkungan, baik lingkungan
fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik dan lain sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang.
Motivasi adalah perasaan atau pikiran yang mendorong seseorang melakukan pekerjaan atau menjalankan kekuasaan terutama dalam berperilaku Sbortell
Kaluzny dalam Soekanto 1990. Dalam suatu organisasi motivasi mempersoalkan cara mendorong gairah kerja bawahan, agar mereka mau bekerja keras dengan
memberikan semua kemampuannya dan keterampilannya untuk mewujudkan tujuan. Sehubungan dengan definisi di atas, Malone membedakan dua bentuk motivasi yang
meliputi motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik timbul tidak memerlukan rangsangan dari luar karena memang telah ada dalam diri individu
sendiri, yaitu sesuai atau sejalan dengan kebutuhan. Sedangkan motivasi ekstrinsik timbul karena adanya rangsangan dari luar individu, misalnya insentif, kebutuhan dan
keberhasilan.
2.8. Kerangka Konsep