Bentuk-Bentuk Partisipasi Politik PARTISIPASI POLITIK

berkuasa dalam parlemen dan pemerintahan sehingga cukup beralasan kalau rakyat pada masa itu menganggap partisipasi politik sebagai upaya menggugurkan kewajiban sebagai warga negara yang memiliki hak pilih. Ketiga, alasan orang untuk tidak berpartisipasi politik mungkin disebabkan karena tidak adanya perangsang untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik. Dalam hal ini tidak ada hasil yang dapat dipetik dari partisipasi tersebut maka orang pun enggan untuk melakukan partisipasi dalam aktivitas politik.

D. Bentuk-Bentuk Partisipasi Politik

Partisipasi politik sebagai peran serta masyarakat secara kolektif di dalam proses penentuan pemimpin, pembuatan kebijakan publik, dan pengawasan proses pemerintahan di sepanjang Indonesia merdeka mengalami penurunan secara terus- menerus. Untuk merealisasikan hak berpartisipasi dalam politik, masyarakat dan negara waktu itu mengembangkan berbagai wadah mulai dari kelompok kepentingan, ormas, partai politik, dan lembaga perwakilan rakyat sampai kepada sistem perwakilan politik yang otonom dan fungsional. Lebih jauh dari itu, kegiatan partisipasi politik pun dilakukan pula melalui opini publik dan kekuatan masa sehingga media masa dipenuhi tuntutan rakyat dan tempat umum serta kantor lembaga publik dipenuhi demonstran. Kegiatan tersebut lebih disemarakkan dengan aksi mogok dan demonstrasi unjuk kekuatan massa. Semua kegiatan tersebut terkait dan bermuara kepada tiga hal yakni fungsi partisipasi politik yaitu menentukan kedudukan pada posisi kekuasaan, mempengaruhi pembuatan kebijakan, dan mengawasi proses politik. Mungkin harus disadari bersama, bahwa pada moment itulah partisipasi politik mulai dimanfaatkan sebagai mekanisme beroperasinya nilai moral di dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan negara. Partisipasi politik masyarakat dapat dilakukan dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, partisipasi politik dilakukan melalui kontak- kontak langsung dengan para pejabat negara yang ikut dalam menentukan pembuatan kebijakan publik. Sedangkan secara tidak langsung kegiatan partisipasi dapat dilakukan melalui media massa yang ada, misalnya dengan menuliskan pikiran dan pandangan pada sebuah koran atau majalah terhadap hal-hal yang menjadi sorotan publik. Pada umumnya partisipasi politik rakyat ada yang bersifat mandiri autonomous, dimana individu dapat melakukan kegiatannya atas inisiatif dan keinginan dari yang bersangkutan semata-mata karena rasa tanggung jawabnya dalam kehidupan politik, atau didorong oleh keinginan untuk mewujudkan keinginannya atau kelompoknya. Partisipasi politik juga dapat dilakukan bukan atas inisiatif dan kehendak sendiri, melainkan karena diminta atau digerakkan oleh orang lain ataupun kelompoknya. Partisipasi semacam inilah yang disebut partisipasi yang dimobilisasikan. 15 Menurut Samuel Huntington, peran serta atau partisipasi masyarakat dapat dikategorikan ke dalam bentuk-bentuk sebagai berikut : 16 1. Electoral activity, adalah segala kegiatan yang secara langsung ataupun tidak langsung berkaitan dengan pemilu termasuk dalam kegiatan ini adalah ikut serta 15 Samuel P Huntington Joan Nelson, Partisipasi Politik di Negara Berkembang, h. 8 16 Samuel P Huntington Joan Nelson, Partisipasi Politik di Negara Berkembang, h. 17. memberikan dana untuk kampanye sebuah partai politik, memberikan suara, mengawasi perhitungan dan pemilihan suara, dan mengajak serta mempengaruhi seseorang untuk mendukung partai tertentu. 2. Lobbying, yaitu tindakan seseorang maupun kelompok untuk menghubungi pejabat pemerintah ataupun tokoh politik dengan tujuan untuk mempengaruhi pejabat atau tokoh politik tersebut ikut serta dalam masalah yang menyangkut dan mempengaruhi kehidupan mereka. 3. Organizational Activity, adalah keterlibatan warga masyarakat ke dalam berbagai organisasi politik dan sosial baik sebagai pemimpin, aktivis, maupun anggota. 4. Contacting, yaitu partisipasi yang dilakukan oleh warga negara dengan langsung mendatangi maupun menghubungi lewat telepon pejabat pemerintah ataupun tokoh politik. 5. Violence, adalah cara-cara yang ditempuh melalui jalan kekerasan untuk mempengaruhi pemerintah, cara yang ditempuh ini dapat dilakukan dengan cara pengrusakan terhadap barang ataupun individu. Bentuk-bentuk partisipasi politik seseorang tampak dalam aktivitas-aktivitas politiknya dan memiliki perbedaan bentuk dan intensitasnya. Perbedaan tersebut biasanya didasarkan atas frekuensi dan intensitasnya.Orang yang melakukan partisipasi secara tidak intensif yaitu kegiatan yang tidak banyak menyita waktu dan biasanya tidak berdasarkan prakarsa sendiri, seperti memberikan suara dalam pemilu, besar sekali jumlahnya. Sebaliknya, orang yang secara aktif dan sepenuh waktu melibatkan diri dalam politik jumlahnya sangat sedikit dan terbatas. Seperti mencalonkan diri sebagai Presiden, anggota legislative, dan sebagainya. 17 Hal tersebut dapat digambarkan dalam bentuk piramida partisipasi politik. Menduduki jabatan politik atau administratif Mencari jabatan politik atau administratif Menjadi anggota aktif dalam suatu organisasi politik Menjadi anggota pasif dalam suatu organisasi politik Menjadi anggota aktif dalam suatu organisasi semi-politik Menjadi anggota pasif dalam suatu organisasi semi-politik Partisipasi dalam rapat umum, demonstrasi, dan sebagainya Partisipasi dalam diskusi politik formal Partisipasi dalam pemungutan suara voting 17 Miriam Budiardjo, Partisipasi dan Partai Politik Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1998 h, 8. Pernyataan tersebut dapat digambarkan dalam sebuah hierarki dengan statement pertama sebagai puncak hierarki. Hierarki tersebut berlaku untuk berbagai tipe sistem politik. Pada puncak hierarki terdapat orang-orang yang menduduki berbagai macam jabatan, baik para pemegang jabatan politik maupun para anggota birokrasi pada berbagai tingkatan. Mereka yang menempati puncak hierarki ini memiliki kepentingan langsung dengan pelaksanaan kekuasaan politik formal. Di bawah para pemegang jabatan politik formal adalah para anggota berbagai organisasi politik atau semi politik. Termasuk di dalamnya adalah semua jenis partai politik dan kelompok kepentingan. Baik partai politik dan kelompok kepentingan merupakan organisasi yang berfungsi sebagai wadah yang memungkinkan para anggota masyarakat berpartisipasi dalam aktivitas politik yang meliputi upaya mempertahankan gagasan, posisi, orang atau kelompok-kelompok tertentu melalui sistem politik yang bersangkutan. 18 Partisipasi dalam bentuk partai politik dan kelompok kepentingan dapat bersifat aktif maupun pasif. Partisipasi aktif merupakan kegiatan seseorang dalam aktivitas politik dengan menduduki jabatan-jabatan tertentu dalam suatu organisasi politik, memberikan dukungan keuangan, atau membayar iuran anggota dan aktif menjaga dan melaksanakan Anggaran Dasar partai. 19 Bentuk partisipasi yang lain adalah dengan mengikuti rapat-rapat umum dan diskusi terbuka yang diselenggarakan oleh suatu organisasi politik maupun kelompok kepentingan tertentu. Partisipasi semacam ini dapat bersifat spontan namun sering juga difasilitasi oleh partai-partai politik untuk memenuhi agenda politiknya. Melalui 18 Rafael raga Maran, Pengantar SosiologiPolitik, h. 149. 19 Rafael raga Maran, Pengantar SosiologiPolitik, h. 149. keadaan seperti ini, partisipasi politik seseorang bukan didasarkan atas kesadarannya sendiri melainkan karena dimobilisasi. 20 Sejak berkembangnya reformasi di negeri ini, hal-hal yang diangkat dan dikaji melalui forum diskusi baik di media televisi maupun rapat umum sering kita jumpai. Apalagi menjelang pemilihan umum, biasanya para kandidat calon pemimpin maupun partai politik yang mengusulkan dan mendukung pasangan calonnya masing-masing, mengadakan diskusi mengangkat permasalahan yang menarik dan marak untuk diperbincangkan. Melalui wahana inilah orang bebas mengemukakan pendapat serta sikap politiknya. Hal ini dimungkinkan karena adanya hubungan yang familiar dan bersahabat antara peserta diskusi dengan penyaji dan narasumber. Bentuk partisipasi politik yang tidak menuntut banyak upaya adalah memberikan suara dalam suatu pemungutan suara. Kegiatan ini merupakan aktivitas yang paling sederhana karena untuk melakukan partisipasi ini yang diperlukan hanyalah sedikit inisiatif. 21 Bentuk-bentuk partisipasi politik yang hampir sama dengan pernyataan Samuel Huntington juga dikemukakan oleh Collin Andrews yang membagi bentuk partisipasi politik menjadi bentuk yang Konvensional dan Non-Konvensional. Menurutnya, kegiatan politik konvensional adalah bentuk partisipasi politik yang ”normal” dalam demokrasi modern. Sedangkan bentuk partisipasi non-konvensional adalah beberapa kegiatan partisipasi politik yang dilakukan secara legal maupun ilegal dan 20 Rafael raga Maran, Pengantar SosiologiPolitik, h. 150. 21 The British Council, Mewujudkan Partisipasi Jakarta,2001, h. 37. revolusioner. 22 Aktivitas dan partisipasi politik konvensional dapat berupa : pemberian suara voting, diskusi politik, kegiatan kampanye, membentuk dan bergabung dalam kelompok kepentingan, serta komunikasi individual dengan pejabat politik dan administratif. Berbeda dengan partisipasi non-konvensional yang terdiri atas : pengajuan petisi, demonstrasi, konfrontasi, aksi mogok, tindak kekerasan politik terhadap benda- benda anarki, tindakan kekerasan terhadap manusia seperti penculikan dan pembunuhan, serta perang gerilya dan revolusi. Pemberian suara voting merupakan bentuk partisipasi politik aktif yang paling umum digunakan. Dalam negara-negara yang totaliter misalnya, cara ini digunakan lebih sebagai alat bagi penguasa untuk memilih siapa yang seharusnya menjalankan kekuasaan. Bagi negara yang berpartai tunggal, voting lebih ditujukan untuk memberi kesempatan kepada penguasa untuk dapat memobilisasi rakyatnya dan bukan sebagai kesempatan bagi rakyat dalam mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah atau bahkan memilih pemimpin pemerintahan. Sebenarnya terdapat kekurang-efektifan dalam melaksanakan partisipasi politik ini, penolakan untuk ikut dan berperan serta dalam memberikan suara dapat dianggap sebagai penolakan dan protes halus bagi mereka yang tidak setuju terhadap cara ini. Demonstrasi, protes, dan tindakan kekerasan kadangkala menjadi pilihan bagi mereka yang menganggap ini adalah bagian dari partisipasi politiknya. Sejak digelarnya fase reformasi di Indonesia, demonstrasi dan protes terhadap kebijakan publik bahkan sampai kepada tindakan kekerasan melawan aparat menjadi hal yang tak asing lagi 22 Mochtar Mas’oed Collin Andrews, Perbandingan Sistem Politik, h. 46. untuk dilihat. Hampir di setiap konflik kepentingan yang melibatkan pejabat atau pemimpin dengan rakyat dan bawahannya selalu diselesaikan dan diakhiri dengan sebuah demonstrasi. Agaknya kita mulai salah mengartikan reformasi sebagai bagian dan kesempatan untuk meluapkan emosi yang selama ini terpendam. Reformasi yang kebablasan inilah yang merusak citra demonstrasi sebagai bagian partisipasi politik non-konvensional. Disamping demonstrasi dan protes, tindakan kekerasan yang umum terjadi adalah kudeta, dimana sekelompok kecil konspirator, biasanya dari kalangan militer, berusaha untuk menggulingkan pemerintahan yang sah dan menggantikannya dengan suatu kelompok penguasa baru atau bahkan menciptakan rezim baru. Di Indonesia, kudeta pernah terjadi ketika terjadi pemberontakan G30SPKI oleh sekelompok pejabat militer untuk mengganti dasar dan ideologi negara. Kini, yang nampak mengancam adalah bukan lagi bahaya laten tersebut, melainkan pemberontakan terhadap negara kesatuan Republik Indonesia untuk melepaskan dan menyatakan referendum, seperti halnya Tim-tim yang berhasil meneriakkan referendumnya. Bentuk partisipasi politik yang berwujud demonstrasi, protes, dan tindakan kekerasan ini biasanya dipergunakan oleh orang untuk mempengaruhi kehidupan politik dan kebijaksanaan pemerintah bila bentuk-bentuk dan aktivitas partisipasi politik lainnya tidak dapat dilakukan dan dipandang tidak efektif untuk mempengaruhi pemerintahan yang sedang berkuasa. Bentuk-bentuk dan frekuensi partisipasi politik dapat dipakai sebagai ukuran untuk menilai stabilitas sistem politik, integritas kehidupan politik, serta kepuasan warga negara. 23 23 Mochtar Mas’oed Collin Andrews, Perbandingan Sistem Politik, hal. 4.9

BAB III KEBIJAKAN PUBLIK PEMERINTAH KOTA TANGERANG