Meskipun kedua peraturan daerah ini juga memicu pro dan kontra tetapi itu merupakan sesuatu yang wajar dalam demokrasi karena setiap orang memiliki hak
untuk berbicara dan berpendapat. Dan usaha pemerintah untuk mengatasi masalah minuman keras dan pelacuran melalui kedua peraturan daerah ini memberikan
perubahan yang cukup baik karena di daerah-daerah yang biasa dijadikan sebagai tempat prostitusi seperti di pigggir jalan raya Taman Makam Pahlawan, di Cisadane,
dan sebagainya sudah tidak ada.
42
6. Bentuk-Bentuk Partisipasi Tokoh Agama Katolik terhadap Proses
Pembuatan Perda No. 7 dan 8 Tahun 2005
Berdasarkan hasil wawancara dengan tokoh agama Katolik Pendeta Michael Tan Wibiksana, bahwasanya tujuan pemerintah daerah membuat peraturan daerah tentang
pelarangan minuman keras dan prostitusi adalah baik. Menurutnya tujuan pemerintah daerah membuat peraturan tersebut adalah untuk mencegah dampak negatif dari
minuman keras dan prostitusi yang juga bertentangan dengan ajaran agama mana pun.
43
Sedangkan keikutsertaan tokoh agama Katolik dalam pembuatan Peraturan Daerah No. 7 dan 8 ini hanya sebatas menghadiri dan memberikan pendapat pada acara
hearing atau dengar pendapat dengan para tokoh agama yang diadakan oleh pemerintah
daerah. Seperti halnya tokoh agama lain, tokoh agama Katolik juga memberikan tanggapan positif terhadap kedua peraturan daerah ini.Selain hadir dalam hearing yang
42
Wawancara Penulis dengan Tokoh Agama Hindu Drs. Anak agung Gede Anom S.
43
Wawancara Penulis dengan Tokoh Agama Katolik Michael Tan Wibiksana, Tangerang, tanggal 25 April 2007.
diadakan oleh pemerintah, tokoh agama Katolik juga mensosialisasikan kedua perda tersebut.
Dari bentuk-bentuk partisipasi keenam tokoh agama di atas dapat digambarkan ke dalam bentuk tabel di bawah ini:
Tabel.4.1 Bentuk-Bentuk Partisipasi Tokoh Agama
NO .
TOKOH AGAMA
BENTUK PARTISIPASI MOBIL
ISASI OTONOM
1. BUDHA -
Hearing Diskusi Politik dengan Pemda -
Sosialisasi Perda kepada Umat - Ikut serta dalam pemusnahan Miras
dengan Pemda √
- √
- √
- 2.
KONG HU CHU
- Hearing Diskusi Politik dengan Pemda
- Sosialisasi Perda kepada Umat
√ -
- √
3. PROTESTAN Hearing Diskusi Politik dengan Pemda
√ -
4. ISLAM -
Lobbying -
Hearing Diskusi Politik dengan Pemda -
Kontak langsung dengan pihak yang berwenang untuk membuat kebijakan
publik Legislatif
- Sosialisasi Perda kepada Umat -
√ -
- √
- √
√ 5. HINDU
- Kontak langsung dengan Walikota
- √
dengan memberikan masukan kepada Walikota agar segera mencari solusi
untuk mengatasi masalah Miras dan Prostitusi yang kian marak di Kota
Tangerang
- Hearing Diskusi Politik dengan Pemda
- Sosialisasi Perda kepada Umat √
- -
√
6. Katolik -
Hearing Diskusi Politik dengan Pemda Sosialisasi Perda kepada Umat
√ -
- √
Sumber: Diolah dari hasil wawancara penulis dengan tokoh-tokoh agama.
Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa bentuk partisipasi yang dilakukan oleh para tokoh agama merupakan bentuk konvensional yaitu bentuk
partisipasi yang normal dalam demokrasi, bersifat legal tidak melanggar hukum dan tidak menimbulkan kekerasan. Dan tidak semua bentuk partisipasi yang dilakukan oleh
tokoh agama berdasarkan keinginan atau inisiatif sendiri otonom melainkan atas kehendak pemerintah atau dimobilisasi oleh pemerintah. Karena keikutsertaan para
tokoh agama dalam hearing atau diskusi politik adalah untuk memenuhi undangan dari pemerintah Kota Tangerang. Pemerintah Kota Tangerang mengundangn para tokoh
agama untuk memberikan tanggapan atau pendapat terhadap dua peraturan daerah yang baru dibuat dan telah disahkan oleh pemerintah yaitu Peraturan Daerah No. 7 Tahun
2005 tentang pelarangan minuman keras dan Peraturan Daerah No. 8 Tahun 2005 tentang pelarangan prostitusi. Sedangkan dalam perumasan kedua peraturan daerah
tersebut para tokoh agama tidak dilibatkan. Ini berarti bahwa partisipasi tokoh agama bersifat reaktif terhadap kebijakan pemerintah karena partisipasi yang dilakukan ketika
pemerintah Kota Tangerang telah mensahkan kedua perda tersebut.
Akan tetapi ada dua tokoh agama yang berpartisipasi secara informal dalam proses perumusan kedua perda tersebut yaitu tokoh agama Islam dan Hindu. Tokoh
agama Islam melobi dan mendatangi langsung badan legislatif agar segera mengesahkan kedua perda tersebut. Sedangkan tokoh agama Hindu memberikan masukan secara
langsung kepada Walikota agar mencari solusi untuk mengatasi maraknya minuman keras dan pelacuran di Kota Tangerang.
Meskipun ada partisipasi tokoh agama yang dimobilisasi oleh pemerintah tetapi mobilisasi tersebut dapat menimbulka partisipasi sukarela otonom yang dilakukan
oleh beberapa tokoh agama seperti tokoh agama Budha, Konguchu, Islam, dan Hindu yaitu mensosialisasikan kedua peraturan daerah terrsebut kepada umat masing-masing.
Dalam pengertian partisipasi yang dikemukakan oleh Huntington sebagaimana telah dijelaskan dalam bab dua, Huntington membatasi pengertian partisipasi sebagai
“kegiatan warga negara biasa yang bertujuan mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah.” Pengertian ini mengandung konotasi bahwa proses perumusan
kebijakan dilakukan oleh pemerintah “ di luar ” rakyat. Partisipasi rakyat hanya bersifat memberi pengaruh kepada proses tersebut.
Seperti partisipasi yang dilakukan oleh tokoh-tokoh agama dalam proses pembuatan Perda No. 7 dan 8 Tahun 2005 hanya bersifat memberi pengaruh pada
proses perumusan hingga disahkannya kedua perda tersebut. Tokoh agama Islam misalnya, melakukan partisipasi di luar proses perumusan secara formal. Tokoh agama
Islam hanya mempengaruhi pemerintah agar secepatnya mensahkan kedua peraturan daerah tersebut melalui lobi-lobi politik dan menghubungi agnggota legislatif.
B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Tokoh Agama dalam Proses