Bentuk-Bentuk Partisipasi Tokoh Agama Konguchu terhadap Proses Bentuk-Bentuk Partisipasi Politik Tokoh Agama Protestan terhadap Proses

dalam ajaran Budha. Meminum minuman keras dan melakukan praktik prostitusi atau free sex merupakan perbuatan yang dapat merusak moral bangsa Indonesia. 35 Oleh karena itu, tokoh agama Budha mendukung dibuatnya kedua peraturan daerah tersebut yaitu tentang pelaranga minuman keras dan prostitusi. Bentuk partisipasi yang dilakukan oleh tokoh agama Budha yang diwakili oleh Pdt. T. Harmanto merupakan bentuk partisipasi konvensional yaitu melakukan diskusi politik dengan pemerintah eksekutif maupun legislatif tepatnya ketika pemerintah mengadakan hearing lintas agama dengan para tokoh agama.. Selain itu tokoh agama Budha juga melakukan sosialisasi kepada umat Budha untuk mendukung ke dua perda tersebut. Dan umat Budha sendiri menyambut positif ke dua perda tersebut. Namun sayangnya, partisipasi politik yang dilakukan tokoh agama Budha ketika pemerintah sudah mengesahkan ke dua perda tersebut. Sedangkan dalam proses pembuatannya, tokoh agama Budha tidak berpartisipasi atau bahkan tidak dilibatkan.

2. Bentuk-Bentuk Partisipasi Tokoh Agama Konguchu terhadap Proses

Pembuatan Perda No. 7 dan 8 Tahun 2005 Ajaran Konguchu yang disebut dengan ajaran Purba yang disebut juga dengan ajaran Jhikau yaitu agama bagi orang-orang yang lembut hati, yang terpelajar. Jadi manusia hendaknya dididik untuk mendapatkan pengetahuan sehingga memiliki kontribusi terhadap lingkungan sekitar, bangsa dan negara serta dunia. Keharmonisan merupakan ajaran inti dari ajaran tersebut. Dimana manusia harus saling tolong 35 Wawancara Penulis dengan Tokoh Agama Budha Pdt. T . Harmanto. Tangerang, tanggal 25 Maret 2007. menolong, saling mengisi kekurangan dan kelebihan satu sama lain di dalam kehidupan sehingga tercipta suatu keharmonisan. 36 Bertitik tolak dari ajaran Jhikau itulah maka tokoh agama Konguchu tidak keberatan dengan Perda No. 7 dan 8 Tahun 2005. Karena kedua peraturan itu merupakan upaya pemerintah untuk menciptakan keharmonisan hidup. Sama halnya dengan tokoh aama Budha, tokoh agama Konguchu hanya melakukan diskusi politik atau hearing yang diadakan oleh pemerintah dan mensosialisasikan kedua perda tersebut kepada umat sebagai bentuk partisipasi.

3. Bentuk-Bentuk Partisipasi Politik Tokoh Agama Protestan terhadap Proses

Pembuatan Perda No. 7 dan 8 Tahun 2005 Berdasarkan hasil wawancara dengan tokoh agama Protestan Pendeta Victor Hutauruk Ketua Umum Persekutuan Gereja-Geraja di IndonesiaPGI Wilayah Kota Tangerang menurutnya masalah minuman keras dan pelacuran semua agama tidak setuju dengan kedua hal tersebut. Tetapi pemerintah tidak perlu membuat peraturan daerah untuk mengatasinya karena kedua masalah tersebut merupakan masalah moral yang menjadi urusan agama. Sedangkan ketika proses pembuatan Perda No. 7 dan 8 2005 Tokoh agama Prortestan tidak melakukan suatu kegiatan yang bertujuan untuk mempengaruhi kebijakan publik pemerintah Kota Tangerang yaitu untuk mempengaruhi pemerintah agar tidak membuat kedua peraturan daerah tersebut tentang pelarangan minuman keras 36 Wawancara Penulis dengan Tokoh Agama Konguchu WS Asyunta Pura, Tangerang, tanggal 29 Maret 2007. dan prostitusi. Namun, ketika pemerintah telah mengesahkan kedua perda tersebut, pemerintah mengundang tokoh-tokoh agama untuk memberikan pendapatnya terhadap kedua perda tersebut yang telah disahkan. Dan salah satu tokoh agama yang diundang oleh pemerintah adalah Pendeta Victor Hutauruk sebagai tokoh agama Protestan dan ia menghadirinya. Ketika itu pemerintah meminta tanggapan dari masing-masing tokoh agama dan Pendeta Victor memberikan tanggapan bahwasanya ia tidak setuju dengan perbuatan minuman keras hingga memabukan dan praktik prostitusi namun ia juga tidak setuju dengan langkah pemerintah untuk membuat suatu peraturan daerah atau undang-undang untuk mengatur hal tersebut. Karena menurutnya, lebih baik pemerintah memfasilitasi kepada para tokoh agama untuk melakukan pembinaan moral untuk umat masing- masing agama. Tentunya dalam pembuatan kedua perda tersebiut memakan biaya yang cukup besar, menurut pandangan tokoh agama Protestan lebih baik dana itu dialokasikan untuk pembinaan umat dari pada untuk membuat kedua peraturan daerah ini. Bahwasanya latar belakang masalah dari kedua perda ini adalah masalah moral dan masalah moral sebaiknya diserahkan kepada masing-masing agama untuk mengadakan pembinaan terhadap umat masing-masing dan pemerintah tidak perlu mengaturnya secara formal ke dalam bentuk undang-undang atau peraturan daerah. 37 Dan mengenai Peraturan Daerah No. 8 tentang pelarangan prostitusi, menurut pandangan tokoh agma Protestan, perda ini merugikan kaum perempuan karena seolah- olah perempuan lah yang menjadi objek. Perda ini hanya menilai penampilan luar 37 Wawancara Penulis dengan tokoh agama Protestan Pendeta Victor Hutauruk, Tangerang, tanggal 27 April 2007. seseorang yaitu menilai seseorang dari cara berpakaian dan berpenampilan yang tidak valid jika dijadikan indikator untuk menilai seseorang sebagai pelacur. 38

4. Bentuk-Bentuk Partisipasi Politik Tokoh Agama Islam terhadap Proses