Pandangan yang mendukung Perbedaan Pendapat Ulama Mengenai Xenotransplantasi

seseorang menghindari praktik transplantasi organ, ia akan memperoleh keuntungan dari dua sisi. Pertama, jika transplantasi organ ternyata tergolong sebagai sesuatu yang terlarang, berarti ia telah menjaga dirinya dari melampaui batas yang telah ditetapkan Allah SWT. Kedua, jika transplantasi organ termasuk dalam kategori yang diperbolehkan, maka ia akan mendapat pahala karena telah menghindari sesuatu yang dikhawatirkan termasuk yang terlarang. 14

2. Pandangan yang mendukung

Para ulama yang mendukung pembolehan transplantasi organ berpendapat bahwa transplantasi organ harus dipahami sebagai salah satu bentuk layanan altruistik bagi sesama muslim. Pendirian mereka tentang transplantasi organ dapat diringkas sebagai berikut: a. Kesejahteraan publik Dalam Islam ada beberapa kaidah yang menyatakan: 1 تارْوﺮ ا ْﻴ تارْﻮ ْ ﻤْا 13 15 Keterpaksaan membuat sesuatu yang terlarang menjadi boleh . Maksudnya, apabila terjadi suatu keterpaksaan menggunakan sesuatu yang diharamkan dan tidak mungkin menghindar darinya, maka penggunaan yang diharamkan ini diperbolehkan. Namun, ini bukan 14 Ibid, hal. 86-88 15 Walid bin Rasyid as-Sa’idan, Fikih Kedokteran, terj. Muhammad Syafii Masykur, Yogyakarta: Pustaka Fahima, 2007, hal. 100 berarti boleh secara mutlak, melainkan terbatas dengan kaidah kelima belas yaitu: ﺎ زﺎ ْﺬ ر ﺰ وا 16 Sesuatu yang dibolehkan karena udzur, maka kebolehan itu menjadi batal jika udzurnya sudah hilang. 2 ﻓﺈ ذا ﺰ ﺣا ﺪ د ْا ﻤ ﺎ ﺪ م ﻷا ْ ﻰ ْا ﻤ ﺎ 17 17 Ketika dua kepentingan yang saling bertentangan bertemu, maka kepentingan yang dapat membawa manfaat yang lebih besarlah yang didahulukan. 3 إذ ا رﺎ ْ ْ ﺪ نﺎ ر ْو أ ﺷ ﺪ ه ﻤﺎ ْرﺎ ﻜ بﺎ أ ﻬ ﻤﺎ 18 18 Jika terpaksa harus memilih di antara dua hal, maka pilihlah yang paling ringan keburukannya. Hukum Islam akan mengizinkan pembedahan perut seseorang yang telah mati jika diketahui bahwa orang itu telah menelan sekeping intan atau sepotong emas sehingga benda berharga itu dapat dikembalikan kepada pemiliknya yang sah. Penjelasan logis untuk hal ini adalah bahwa jika benda tersebut ternyata memang milik orang yang sudah mati itu, maka ahli warislah yang akan menerima benda berharga tersebut. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa setelah seseorang mati, dibenarkan mengambil salah satu organ yang dikehendaki dari tubuh orang itu untuk ditransplantasikan pada tubuh orang lain yang masih hidup. Tindakan ini bisa dianggap sebagai langkah terpuji karena 16 Walid bin Rasyid as-Sa’idan, Fikih Kedokteran, hal. 104 17 Ibid. 18 Ibid. berkat praktek ini, kualitas hidup orang yang masih hidup itu bisa ditingkatkan. Kebolehan transplantasi organ harus dibatasi dengan ketentuan- ketentuan berikut: 1 Transplantasi organ tersebut adalah satu-satunya bentuk cara penyembuhan yang bisa ditempuh; 2 Derajat keberhasilan dari prosedur ini diperkirakan tinggi; 3 Ada persetujuan dari pemilik organ yang akan ditransplantasikan atau dari ahli warisnya; 4 Kematian orang yang organnya akan diambil itu telah benar-benar diakui oleh dokter yang reputasinya terjamin, sebelum diadakan operasi pengambilan organ; 5 Resipien organ tersebut sudah diberitahu tentang operasi transplantasi berikut implikasinya. b. Altruisme al-Îtsâr Tindakan seseorang yang masih hidup untuk mendonorkan salah satu organ tubuhnya kepada saudara kandungnya atau orang lain yang sangat membutuhkan harus dipandang sebagai tindakan altruisme dan orang- orang yang menyadari bahwa mereka memiliki sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain. Namun ada batasan-batasan yang harus diperhatikan: 1 Harus ada persetujuan dari si donor; 2 Transplantasi itu merupakan satu-satunya jalan penyembuhan yang bisa ditempuh; 3 Tidak ada bahaya yang mengancam kehidupan si donor; 4 Transplantasi itu sendiri telah terbukti berhasil dilakukan di masa lalu. “Dia tidak menemukan lainnya”. Kalimat tersebut berlaku, jika dia mendapatkan tawaran tulang najis meghaladzah berat dan tulang najis lain. Maka yang harus didahulukan adalah tulang yang tidak najis mughaladzah. Sebagaimana Al-Barmawi mengatakan: “Jika dia menemukan tulang anjing dan babi maka yang dia dahulukan adalah tulang babi sebab anjing mempunyai tingkat najis yang lebih berat. 19 Adapun mengenai transplantasi organ tubuh binatang, Dewan Akademi Fikih Islam Liga Dunia Muslim, Mekah, pada rapat kerjanya yang ke-4 1405 H1985 M, menetapkan bahwa menurut syariat diperbolehkan transplantasi organ tubuh binatang yang telah disembelih menurut tata cara Islam danatau organ tubuh binatang yang haram di makan pada tubuh manusia bila terdapat situasi yang mendesak. Resolusi tentang heterotransplantasi ini juga ditetapkan oleh Akademi Fikih Islam India dalam seminar fikihnya yang pertama Delhi, Maret 1989. Seorang muslim boleh menjadi resipien organ manusia maupun organ binatang. 20 19 Muhammad SR, “Pengobatan dari Aneka Binatang” Jombang: Lintas Media, 2007, Cet. I, h. 21 20 Walid bin Rasyid as-Sa’idan, Fikih Kedokteran, h. 98-99 Transplantasi dengan menggunakan binatang najis haram seperti, babi atau bangkai binatang dikarenakan mati tanpa disembelih secara Islami terlebih dahulu. Dalam hal ini tidak dibolehkan kecuali dalam kondisi yang benar-benar gawat darurat. dan tidak ada pilihan lain. Dalam sebuah riwayat atsar disebutkan: “Berobatlah wahai hamba-hamba Allah, namun janganlah berobat dengan barang haram.” Dalam kaedah fiqh disebutkan “Adh Dharurat Tubihul Mahdhuraat” darurat membolehkan pemanfaatan hal yang haram atau kaedah “Adh Dhararu Yuzaal” Bahaya harus dihilangkan yang mengacu surat Al Maidah: 3. “Adh Dharurat Tuqaddar Biqadarihaa” Pertimbangan kondisi darurat harus dibatasi sekedarnya Al Baqarah: 173 Majma’ Annahr : II535, An-Nawawi dalam Al- Majmu’ : III138 21 Untuk transplantasi dari organ tubuh binatang hukumnya boleh dengan syarat: binatang tersebut tidak najishalal, sapi, kerbau, kambing. Dan tidak diperbolehkan transplantasi dari binatang yang najis babi, dll atau binatang yang mati dengan tidak disembelih dengan cara yang Islami, dikecualikan dalam kondisi sangat darurat dan tidak ada pilihan lain. Dalam sebuah riwayat atsar disebutkan: “Berobatlah wahai hamba-hamba Allah, namun janganlah berobat dengan barang haram.” 22 21 Sejarah Transplantasi dan Hukum Donor Jaringan Tubuh menurut Islam, artikel diakses tanggal 20 Oktober 2009 dari http:buyung30.wordpress.com20090227sejarah-transplantasi-dan- hukum-donor-jaringan-tubuh-menurut-islam 22 Setiawan Budi Utomo, “Fikih Kontemporer”, Jakarta: Pustaka Saksi, 2000, Cet. I., h. 216 Dalam kajian kitab-kitab klasik, telah disebutkan mengenai transplantasi. Meskipun pada waktu itu ilmu kedokteran belum berkembang sepesat seperti yang sekarang ini, namun permasalahan pencangkokan organ tubuh sudah dibahas oleh para ulama. Salah satu bentuk pencangkokan yang dibahas dalam kitab-kitab klasik di antaranya adalah mengenai pencangkokan tulang. Dalam kitab Hâsyiah al-Jamal ‘alâ syarh al-Minhaj, ْﻮ و و ﻤْ ﺪْﻴ ْدز ْ ْﻮ ﺔ ﺎ ﻰ إ ْ و ْ ْ ْ ﻻ ْ ﻮ ﺮْﻴ ﻮه ﻰ ْوأ ْ ْﻮ ﺪْ ﺮهﺎ ا رﺬ ْ ﻓ ﻚ ذ ﺘﻓ ﻮ ﺔ ﺎ ﻰ إ ْ و آ ﻓ ﻮْ ا ْوأ ﻧ ﻮْ . ـها ﺮ يوﺎ . ﻃﺎﻴ و حﺮ ا ﺔﻃﺎﻴ ْ ﻧ ْﻮ ْ ْ ْيأ ْﻮ و ﺎ ﻐ ْﻮ ﻻ ْ ْ ﻮ ﺮْﻴ ْيأ ْ أ ْو دارإ ﻰﺘﺣ ْﻮ ﺮْﻴ نﺎآو اﺬه ْ أ عﺮْ أو ﻰ إ ﺮْ ا ْ ْﺰ ْ ﻮ ا ﺎﻓ ﻜ ﺚْﻴﺣ ﺚْﻴﺣ لﺎ ْهأ ةﺮْ ْا نإ ْ دﺄْا ﺎ ﺮ ْ ﺎ ْﺮ ﺎ إ ْ ْﻜْا ﺘﻴﻓ ﻧأ رْﺬ و ﺔ ﺎ ْا ْﻴ ْا ﺮْأو ﺔ ﺎ ْا ْأر ا ـه . ْﻮ و ضرﺎ ﻧ ﺮْﻴ ﻐ ﻧو ﻐ ﺎﻓ هﺎ ﺮ ْﺪ ْ ْﻴ ﺮ ْا ﻤ ﻐ ﻊ آ ْﻮ ﻧ ْ ْا ْﺮ ء و آ ْﻮ ن ْا ﻤ ﻐ ﺮ ْ ﺔ. 23 Artinya: “Seandainya penyambugan tulang dengan sesuatu karena kebutuhan yang mendesak untuk menyambungnya dengan yang najis di mana selainnya tidak bisa untuk menyambungnya karena tidak ada yang suci, maka ia dimaafkan dan boleh dipakai untuk shalat. Menurut Barmawi, pengertian kebutuhan yang mendesak tersebut, misalnya salah satu anggota tubuhnya pecah dan dijahit dengan benang najis. Pengertian tulang yang najis tersebut mencakup najis mughalladzah najis berat, seperti anjing selama selainnya tidak ada yang bisa sama sekali untuk menyambungnya. Berbeda dengan pendapat al-Subuki, seandainya ada yang tidak najis namun yang najis lebih tepat dan lebih cepat menutup dan menyembuhkan, maka tidak boleh menambal dengan yang najis tersebut. Seandainya para pakar berpendapat, bahwa daging manusia tidak bisa tertambal dengan cepat kecuali dengan tulang anjing, maka 23 Imam Syâfi’î, Hâsyiah al-Jumal ‘alâ Syarh al-Minhaj, Beirut: Dar al-Ma’arif, t.th, Juz I, hal. 416-417 ia termaafkan. Pendapat ini dianut oleh Imam al-Khatib dan senada dengan pendapat saya. Seandainya terjadi kontradiksi antara najis mughalladzah dan yang bukan mughalladzah, maka yang didahulukun yang bukan mughalladzah walaupun menyebabkan kesembuhannya agak lama, sementara yang mughalladzah bisa cepat” Kemudian dalam kitab Mughnî al-Muhtâj dikatakan bahwa: و ْﻮ و ْﻤ ْﺎ ﻜﻧ رﺎ ﺜ ﺎ و ْﺣا ﺘﻴ ﺎ إ ﻰ ْا ﻮ ْ ْ ْﺪ ا هﺎ ﺮ ا ﺎ ْﻮ ْ أْو و ْﺣ ﺪ و لﺎ أ ْه ْا ْﺮ ة أﻧ ﺎ ْ ﻊ و و ﺎ ﻓ ﻤ ْﺬ ْو ر ﻓ ﻰ ذ ﻚ ﻓﺘ ﺮ ْو ر ة .... إ ﻰ أ ْن لﺎ ... و ْﻮ لﺎ أ ْه ْا ْﺮ ة أ ن ْ ْاﺄ د ﺎ ْ ﺮ ﺮ ْ ﺎ إﺎ ْ ﻧ ْﻮ آْ ﻓﻴ ﺘ آ ﻤﺎ لﺎ ْاﺄ ْ ﻮ ي أﻧ ْﺬ ر ... إ ﻰ أ ْن لﺎ .... وإ ﻻ أ ْي وإ ْن و ﻊ و ْﻮ د ا هﺎ ﺮ ا ﺎ أْو ْ ْﺘ ْ إ ﻰ ْا ﻮ ْ ﺣ ﺮ م ْﻴ ﺘ ﺪ و و ْﻴ ﻧ ْﺰ وا ْﻴ ذ ﻚ إ ْن ْ ْ ﺮ را ا هﺎ ﺮ ا . 24 Artinya: “Kalau seandainya tulang tersebut disambung karena retak misalnya, sehingga perlu disambung dengan sesuatu yang najis karena tidak ada yang suci yang layak untuk menyambungnya, atau yang ada memang yang najis saja, maka penyambungan tersebut termaafkan, dan shalatnya dengan membawa sambungan najis tersebut sah karena darurat. ….sampai pada perkataan …. Seandainya para pakar bedah berkata, bahwa daging manusia tidak akan tertambal secara cepat kecuali dengan tulang anjing, maka menurut al-Asnawî, ia termaafkan…sampai pada perkataan…. Namun jika terdapat sesuatu yang tidak najis dan layak untuk disambungkan, ataupun tidak terlalu mendesak untuk disambung, maka haram menyambungnya dengan sesuatu yang najis tersebut, dan wajib untuk mencabutnya kembali jika memang tidak menimbulkan sesuatu bahaya yang nyata”. Dalam simposium Nasional II mengenai masalah Transplantasi organ yang telah diselenggarakan oleh Yayasan Ginjal Nasional pada tanggal 8 September 1995 di arena PRJ Kemayoran, telah ditandatangani sebuah 24 Al-Khatib al-Shirbini, Mughnî al-Muhty Sharh al-Minhaj, Beirut: Dar a;-Ma’arif, t.th, Juz I, hal. 195 persetujuan mengenai bolehnya transplantasi organ. Hal ini disetujui antara lain wakil dari PBNU, MUI, PP Muhammadiyah, dan lain-lain. 25 Fatwa dari Bahtsul Masail yang diputuskan pada muktamar ke-29 Tasikmalaya, 4 Desember 1994. Fatwa ini merupakan respons atas isu dari kesimpulan disertasi di Universitas Airlangga yang menyimpulkan dimungkikannya dilakukan transplantasi bagi manusia dengan gigi babi, juga adanya wacana yang berkembang di kalangan ahli medis tentang kemungkinan akan digunakannya organ babi sebagai pengganti organ manusia. Beriku tini petikan butir fatwa Bahtsul Masail yang berkaitan langsung dengan isu transplantasi dengan babi, sebagaimana yang dikutip dari Zuhroni: a. Transplantasi gigi dengan gigi babi dan sejenisnya hukumnya tidak boleh. Sebab masih banyak benda lain yang bisa digunakan sebagai pengganti dan karena belum sampai pada tingkat kebutuhan yang mendesak. b. Transplantasi dengan organ babi untuk menggantikan organ sejenis pada manusia, hukumnya tidak boleh, kecuali sangat diperlukan dan tidak ada organ lain yang seefektif organ babi tersebut. Maka hukumnya boleh menurut pendapat Romli, Imam Asnawi, dan Imam Subki. Adapun menurut Imam Ibnu Hajar, orang yang menerima transplantasi tersebut harus ma’shum. 26 Inti fatwa Bahtsul Masail di atas sama dengan fatwa MPKS bahwa transplantasi menggunakan organ babi haram hukumnya, kecuali jika benar- 25 Serajah Transplantasi dan hukum donor jaringan tubuh dalam Islam , artikel diakses dari http:buyung30.wordpress.com20090227sejarah-transplantasi-dan-hukum-donor-jaringan-tubuh- menurut-islam, pada tanggal 23 Januari 2010 26 Zuhroni, Respon Ulama Indonesia terhadap Isu-isu Kedokteran dan Kesehatan Indonesia, Tesis Jakarta: Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tidak diterbitkan, 2007, hal. 298 benar dalam keadaan darurat. Dalam keputusan yang membolehkannya dalam keadaan darurat dipersyaratkan ma’shum terjaga sebagaimana dipersyaratkan oleh Ibn Hajar. Maksud ma’shum di sini, di antaranya adalah orang Islam yang taat, bukan pelaku maksiat seperti pezina, bukan orang murtad, bukan orang kafir harbi. Dasar yang digunakan argumen oleh oleh bahtsul masail merujuk pada teks 9 kitab mu’tabarat, pada pendapat sejumlah ulama Syâfi’iyyat. 27 Hingga akhir tahun 2005, MUI dan Majlis tarjih belum terdengar mengeluarkan fatwa khusus tentang hukum melakukan transplantasi dengan organ atau bagian dari tubuh babi. Merujuk pada batasan sejumlah ayat tentang haramnya makan babi, keharamannya bersifat mutlak, karena zatnya. Namun, jika dalam keadaan darurat maka tidak berdosa mengkonsumsinya. Dalam isu tentang hukum transplantasi dengan organ babi ini nampaknya ulama menyelesaikannya dengan cara mengkiaskannya dengan mengkonsumsinya tersebut, hukum mengkonsumsi dan mentransplantasikannya sama, yaitu haram kecuali jika tidak ada pilihan lain ndarurat. Pembolehan melaksankan yang diharamkan dalam keadaan darurat ini sejalan dengan kaidah hukum Islam “kedaruratan menghalalkan yang terlarang”. Pembolehannya tersebut dibatasi pada batas-batas yang sangat diperlukan, tidak 27 Zuhroni, Respon Ulama Indonesia…., hal. 298 boleh melebihinya. Batasan ini sesuai dengan kaidah hukum Islam ةروﺮ ﻴ ا ﺎ ﺎهرﺪ رﺪ darurat diukur berdasarkan kadarnya. 28 Bolehnya transplantasi organ tersebut juga ditegaskan oleh Quriasy Shihab bahwa: “prinsipnya, maslahat orang yang hidup lebih didahulukan”. Selain itu, Ali Yafie juga menguatkan bahwa ada kaedah ushul fiqh yang dapat dijadikan penguat pemboleh transplantasi yaitu “kehormatan orang hidup lebih besar keharusan pemeliharaannya daripada yang mati. 29 Dari apa yang dikemukakan oleh beberapa ulama kontemporer yang membolehkan xenotransplantasi, penulis menyimpulkan bahwa hal tersebut dilakukan sebagai upaya penghormatan kepada manusia, terutama bagi mereka yang masih memiliki harapan untuk hidup lebih lama dengan melakukan pencangkokan.

C. Analisis

Dokumen yang terkait

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK GADAI KEBUN CENGKEH DI DESA PEGAYAMAN, KECAMATAN SUKASADA, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek Gadai Kebun Cengkeh Di Desa Pegayaman, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng, Bali.

0 5 16

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK PENGGARAPAN SAWAH DI DESA GEDONGAN KECAMATAN Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek Penggarapan Sawah Di Desa Gedongan Kecamatan Baki Kabupaten Sukoharjo.

0 2 18

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK PENGGARAPAN SAWAH DI DESA GEDONGAN KECAMATAN Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek Penggarapan Sawah Di Desa Gedongan Kecamatan Baki Kabupaten Sukoharjo.

0 4 18

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK AKAD PEMBIAYAAN IJĂRAH Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek Akad Pembiayaan Ijarah (Studi Kasus di BMT Al-Madinah Jajar Laweyan Surakarta).

0 3 16

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK AKAD PEMBIAYAAN IJĂRAH Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek Akad Pembiayaan Ijarah (Studi Kasus di BMT Al-Madinah Jajar Laweyan Surakarta).

0 3 16

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK AKAD JUAL BELI IKAN NELAYAN Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek Akad Jual Beli Ikan Nelayan (Studi Kasus Di Desa Pangkalan Kecamatan Sluke Kabupaten Rembang).

0 2 16

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK RENTAL MOBIL Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek Rental Mobil (Studi Kasus Rental Mobil KOPMA UMS).

0 1 12

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK MU

1 6 115

Makalah Organ Tubuh Manusia Kandung Ke

0 1 35

Organ Organ Penyusun Sistem Pencernaan Pada manusia •

0 3 16