dari pemukiman penduduk. Sehingga stasiun III memiliki jumlah genus yang paling sedikit.
Odum 1994, hlm: 384 keanekaragaman jenis dipengaruhi oleh pembagian atau penyebaran individu dalam tiap jenisnya, karena suatu komunitas walaupun
banyak jenisnya tetapi bila penyebaran individunya tidak merata maka keanekaragaman jenis dinilai rendah. Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener H’
adalah suatu indeks keanekaragaman biota pada suatu daerah, bila nilainya semakin tinggi, maka semakin tinggi tingkat keanekaragamannya dan begitu juga sebaliknya.
Keanekaragaman makrozoobenthos pada setiap stasiun berkaitan dengan faktor lingkungan yang ada pada stasiun tersebut. Menurut Sarpodenti Sesakumar, 1997
dalam Gunarto, 2004 sebagian besar makrofauna di mangrove memakan berbagai tipe detritus organik. Komponen detritus organik tersebut terdapat dalam berbagai
tipe, yaitu material tanaman atau hewan yang didekomposisi, dan senyawa organik yang terlarut dalam bentuk bebas atau terikat dengan partikel pasir dan lumpur.
Nilai Indeks Keseragaman E yang diperoleh dari ketiga stasiun penelitian berkisar 0,914 – 0,942. Indeks Keseragaman E tertinggi pada stasiun III sebesar
0,942 dan terendah pada stasiun I sebesar 0,914. Secara keseluruhan Indeks Keseragaman pada ketiga stasiun tergolong tinggi.
Pada stasiun II mempunyai Indeks Keseragaman tertinggi yaitu 0,942. Hal ini menunjukkan bahwa pembagian jumlah individu pada stasiun tersebut lebih merata
dibandingkan dengan stasiun-stasiun penelitian yang lain. Menurut Tarumingkeng 1994, hlm: 101 penyebaran merata disebabkan oleh pengaruh negatif dari persaingan
makanan diantara individu-individu dan dapat disebabkan oleh sifat spesies yang bergerombol atau adanya keragaman habitat sehingga terjadi pengelompokan di
tempat yang terdapat banyak makanan.
3.5 Indeks Similaritas IS
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada masing-masing stasiun penelitian diperoleh nilai Indeks Similaritas IS seperti pada Tabel 3.5 berikut:
Tabel 3.5 Indeks Similaritas IS atau Kesamaan pada Stasiun Penelitian
Stasiun I
II III
I -
47,47 63,63
II -
- 47,61
III -
- -
Dari Tabel 3.5 dapat dilihat hasil penelitian menunjukkan bahwa Indeks Similaritas IS yang didapat pada stasiun penelitian bervariasi dan berkisar antara 47,47 -
63,63.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Indeks Similaritas IS yang mempunyai kriteria mirip adalah stasiun I dengan stasiun III. Kemiripan ini dikarenakan faktor
ekologis, beberapa spesies makrozoobenthos yang ditemukan memiliki kesamaan.
Kriteria tidak mirip dijumpai antara stasiun I dengan stasiun II, dan antara stasiun II dengan stasiun III. Hal ini dikarenakan faktor ekologis, dimana pada stasiun
II lebih banyak didominasi oleh beberapa genus dari kelas bivalvia karena daerah tersebut adalah daerah pertambakan. Sehingga beberapa genus lebih menyukai daerah
tersebut dan beberapa genus tersebut tidak dijumpai pada lokasi yang lain.
Menurut Krebs 1985, hlm 525 Indeks Similaritas digunakan untuk mengetahui seberapa besar kesamaan makrozoobenthos yang hidup di luar tempat
yang berbeda. Apabila semakin besar Indeks Similaritasnya, maka jenis makrozoobenthos yang sama pada stasiun yang berbeda semakin banyak. Selanjutnya
dijelaskan bahwa kesamaan makrozoobenthos antara dua lokasi yang dibandingkan sangat dipengaruhi oleh kondisi faktor lingkungan yang terdapat pada daerah tersebut.
Hal yang paling penting diantaranya adalah kondisi substrat dasar perairan dan kandungan organiknya.
Universitas Sumatera Utara
3.6 Parameter Abiotik
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh rata-rata nilai faktor fisik-kimia pada setiap stasiun seperti pada tabel berikut:
Tabel 3.6 Rata-rata Nilai Faktor Fisik Kimia yang Diperoleh pada Setiap Stasiun Penelitian di Perairan Pulau Sembilan Kecamatan Pangkalan Susu
Kabupaten Langkat Sumatera Utara.
No Parameter
Satuan Stasiun
I II
III
1 Suhu
°C 28
29 30
2 DO Dissolved Oxygen
mgl 5,7
4,6 4,2
3 BOD
5
Biochemical Oxygen Demand
mgl 2,7
3,1 3,3
4 Salinitas
o
27 27,5
28 5
Intensitas Cahaya Candela
473 562
497 6
Penetrasi Cahaya M
2,51 1,96
2,64 7
pH -
7,3 7,5
7,8 8
Kejenuhan Oksigen 73,54
60,20 55,77
9 TDS
mgl 396
402 401
10 TSS
mgl 36
28 32
11 Kandungan Organik Substrat
0,55 0,50
0,44 12
Jenis Substrat -
Lumpur berpasir
Batuan dan pasir berlumpur
Pasir Keterangan:
Stasiun I : Daerah Kontrol mangrove Stasiun II : Daerah Pertambakan Ikan
Stasiun III : Daerah Pemukiman Penduduk
a. Suhu
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa suhu air pada ketiga stasiun penelitian berkisar antara 28 – 30 °C. Dengan suhu tertinggi terdapat pada stasiun III pemukiman
sebesar 30 °C dan terendah sebesar 28 °C pada stasiun I mangrove. Tingginya suhu pada stasiun 3 disebabkan banyaknya aktifitas manusia, sehingga akibat dari aktivitas
tersebut dapat menyebabkan meningkatnya suhu di perairan tersebut. Secara keseluruhan suhu pada ketiga stasiun penelitian masih dapat mendukung bagi
kehidupan makrozoobenthos. Suhu merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan hewan benthos. Menurut James Evison, 1979, hlm: 152 batas toleransi hewan
benthos terhadap suhu tergantung pada spesiesnya. Umumnya suhu di atas 30 °C dapat menekan pertumbuhan hewan benthos.
Universitas Sumatera Utara
Kisaran suhu lingkungan perairan lebih sempit dibandingkan dengan lingkungan daratan, karena itulah maka kisaran toleransi organisme akuatik terhadap
suhu juga relatif sempit dibandingkan dengan organisme daratan. Berubahnya suhu suatu badan air besar pengaruhnya terhadap komunitas akuatik Suin, 2002, hlm: 40.
Pola suhu ekosistem air dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran gas antara air dengan udara sekelilingnya, ketinggian
geografis dan juga oleh faktor kanopi penutupan oleh vegetasi dari pepohonan yang tumbuh ditepi Brehm Meijering , 1990 dalam Barus, 2004, hlm: 45. Menurut
Hariyanto et al., 2008, hlm: 111 meskipun suhu air kurang bervariasi akan tetapi sangat berpengaruh terhadap organisme air karena umumnya organisme air memiliki
toleransi yang sempit stenothermal. Perubahan suhu akan mengubah pola sirkulasi, stratifikasi, dan gas terlarut sehingga akan mempengaruhi kehidupan organisme air.
Dari perspektif biologi, kandungan gas oksigen dalam air merupakan salah satu penentu karakteristik kualitas air yang terpenting dalam lingkungan kehidupan
akuatis. Konsentrasi oksigen dalam air mewakili status kualitas air pada tempat dan waktu tertentu saat pengambilan sampel air. Dengan kata lain keberadaan dan besar
atau kecilnya muatan oksigen di dalam air dapat dijadikan indikator ada atau tidaknya pencemaran di suatu perairan Asdak, 2004.
b. Oksigen Terlarut DO = Dissolved Oxygen