BAB 3
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Parameter Biotik
Hasil penelitian yang telah dilakukan pada 3 tiga stasiun di Perairan Pulau Sembilan Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat Sumatera Utara didapat 19 genus
makrozoobenthos, yang termasuk ke dalam 4 filum, 5 kelas, 9 ordo, dan 18 famili seperti terlihat pada Tabel 3.1 berikut:
Tabel 3.1 Klasifikasi Makrozoobenthos yang Didapatkan Pada Setiap Stasiun Penelitian di Beberapa Lokasi di Perairan Pulau Sembilan Kecamatan
Pangkalan Susu Kabupaten Langkat Sumatera Utara.
No Filum
No Kelas
No Ordo
No Famili
No Genus
1 Annelida
1 Chaetopoda
1 Polychaeta
1 Serpulidae
1 Neanthes
2 Arthropoda
2 Crustaceae
2 Decapoda
2 Palaemonidae
2 Palaemonetes
3 Scylladae
3 Scylla
3 Echinodermata 3
Asteroidea 3
Holothuroida 4
Ophiuroidae 4
Ophiomastix 4
Molusca 4
Bivalvia 4
Taxodonta 5
Arcidae 5
Anadara 5
Pterioida 6
Anomiidae 6
Anomia 7
Pectenidae 7
Argopecten 6
Mytiloida 8
Mytilidae 8
Litophaga 5
Gastropoda 7
Caenogastropoda 9
Neritidae 9
Nerita 8
Neogastropoda 10
Muricidae 10
Murex 11
Nassariidae 11
Nassarius 12
Melongidae 12
Pugilina 9
Mesogastropoda 13
Potamididae 13
Cerithidea 14
Telescopium 14
Cerithiidae 15
Rhinoclavis 15
Naticidae 16
Terebralia 16
Cymatiidae 17
Cymatium 17
Littorinidae 18
Littorina 18
Epitoniidae 19
Ephitonium
Dari Tabel 3.1 menunjukkan bahwa makrozoobenthos yang banyak didapatkan adalah dari filum Molusca yaitu dari kelas Gastropoda sebanyak 11 genus, sedangkan
Universitas Sumatera Utara
yang paling sedikit didapatkan adalah dari filum Annelida dan filum Echinodermata masing-masing sebanyak 1 genus. Banyaknya genus dari kelas Gastropoda yang
didapatkan di lokasi penelitian menunjukkan bahwa kondisi fisik-kimia di perairan ini dapat mendukung kehidupannya dan kelompok tersebut mempunyai kisaran toleransi
yang luas terhadap faktor lingkungan
mampu berkembangbiak dengan cepat dan disebabkan oleh cara penyebaran yang luas serta mempunyai daerah jelajah yang
digunakan untuk mencari dan memanfaatkan sumber daya yang diperlukan. Keadaan ini menunjukkan bahwa kondisi lingkungan perairan, seperti substrat dasar perairan yang
berupa lumpur berpasir, kandungan oksigen terlarut dalam air, kandungan organik substrat, pH air dan suhu lihat pada tabel 3.6, sesuai untuk kehidupan genus tersebut.
Menurut Hynes 1976, hlm: 134 beberapa Gastropoda dapat hidup dan berkembang dengan baik pada berbagai jenis substrat yang memiliki ketersediaan nutrisi yang
berlimpah, kandungan oksigen terlarut dalam air tinggi, dan pH air yang normal. Menurut Odum 1993 jenis dominan sebagian besar mengendalikan arus energi dan kuat sekali
mempengaruhi lingkungan.
. Menurut Nirarita et al., 1996 dalam Suwondo et al., 2005 pada umumnya substrat dasar yang berlumpur disenangi oleh hewan benthos
daripada dasar yang berupa pasir, sedangkan mengelompoknya jenis Gastropoda yang lain diduga karena sifatnya yang hidup bergerombol, seragam dan menempel pada
satu tempat sepanjang waktu.
Filum Annelida lebih sedikit didapatkan karena filum tersebut lebih menyukai DO Dissolved Oxygen yang rendah disebabkan oleh kandungan organik yang tinggi.
Menurut Alcantara et al., 1991 dalam Junardi Wardoyo, 2008 kelompok Annelida merupakan pemakan deposit ini lebih dapat cepat beradaptasi dengan kondisi bahan
organik tinggi. Kandungan karbon organik yang tinggi dalam sedimen akan berdampak pada rendahnya oksigen dalam sedimen. Filum Echinodermata yaitu
genus Ophiomastix lebih sedikit ditemukan, karena filum tersebut terbawa oleh arus, sehingga tidak sesuai dengan kehidupannya dimana habitat alaminya adalah terumbu
karang. Menurut Nontji 1993 Ophiomastix biasanya sukar dijumpai karena hidup pada tempat-tempat gelap di bawah batu atau celah-celah karang.
Filum Arthropoda dari kelas Crustaceae merupakan fauna mangrove dengan penyebaran yang luas. Crustaceae dan Molusca mendominasi komunitas fauna bentik
Universitas Sumatera Utara
pada kebanyakan ekosistem mangrove. Penyebaran yang luas ini menyebabkan komposisi kelas Gastopoda dan Crustaceae lebih besar dibandingkan kelas-kelas lain.
Umumnya kelompok Crrustacea memiliki adaptasi dalam menghindarkan diri dari mangsanya yaitu dengan cara membenamkan diri di dalam lubang lumpur, dan lebih
aktif pada malam hari, sehingga jarang ditemukan pada siang hari. Menurut Kasry, 1996 dalam Agus, 2008 pada tingkat juvenile, kepiting jarang kelihatan di daerah
bakau pada siang hari, karena lebih suka membenamkan diri di lumpur, sehingga kepiting ini juga disebut kepiting lumpur.
3.2 Kepadatan K, Kepadatan Relatif KR, dan Frekuensi Kehadiran FK Makrozoobenthos