pada kebanyakan ekosistem mangrove. Penyebaran yang luas ini menyebabkan komposisi kelas Gastopoda dan Crustaceae lebih besar dibandingkan kelas-kelas lain.
Umumnya kelompok Crrustacea memiliki adaptasi dalam menghindarkan diri dari mangsanya yaitu dengan cara membenamkan diri di dalam lubang lumpur, dan lebih
aktif pada malam hari, sehingga jarang ditemukan pada siang hari. Menurut Kasry, 1996 dalam Agus, 2008 pada tingkat juvenile, kepiting jarang kelihatan di daerah
bakau pada siang hari, karena lebih suka membenamkan diri di lumpur, sehingga kepiting ini juga disebut kepiting lumpur.
3.2 Kepadatan K, Kepadatan Relatif KR, dan Frekuensi Kehadiran FK Makrozoobenthos
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada masing-masing stasiun penelitian diperoleh nilai Kepadatan Populasi ind.m
2
, Kepadatan Relatif dan Frekuensi Kehadiran pada setiap stasiun penelitian pada Tabel 3.2 berikut:
Tabel 3.2 Kepadatan Populasi ind.m
2
, Kepadatan Relatif dan Frekuensi Kehadiran Pada Setiap Stasiun Penelitian
Genus I
II III
K KR
FK K
KR FK
K KR
FK
Anadara -
- -
13,55 8,95
66,66 8,55
7,33 55,55
Anomia -
- -
16 10,56
66,66 -
- -
Argopecten -
- -
16 10,56
66,66 -
- -
Cerithidae 44,44
25,81 99,99
20,88 13,79
77,77 20,88
17,92 77,77
Cymatium 18,44
10,71 66,66
- -
- 8,55
7,33 55,55
Ephitonium 8,55
4,96 55,55
- -
- 7,33
6,29 55,55
Litophaga -
- -
12,33 8,14
55,55 -
- -
Littorina -
- -
- -
- 29,55
25,36 99,99
Murex 16
9,29 66,66
- -
- 8,55
7,33 44,44
Nassarius 12,33
7,16 55,55
- -
- -
- -
Neanthes -
- -
13,55 8,95
55,55 3,66
3,14 33,33
Nerita 23,44
13,61 77,77
12,33 8,14
55,55 13,55
11,63 66,66
Ophiomastix -
- -
1,22 0,80
11,11 -
- -
Palaemonetes 7,33
4,25 55,55
25,88 17,09
77,77 -
- -
Pugilina 7,33
4,25 55,55
- -
- -
- -
Rhinoclavis 8,55
4,96 55,55
- -
- 7,33
6,29 55,55
Scylla 6,11
4,21 44,44
8,55 5,64
55,55 -
- -
Telescopium 13,55
7,86 77,77
11 7,33
66,66 8,55
7,33 55,55
Terebralia 6,11
3,54 44,44
- -
- -
- -
∑Taksa
12 11
10
Total 172,18
100 755.48
151,29 100
655,49 116,5
100 599,94
Universitas Sumatera Utara
Keterangan: Stasiun I : Daerah Kontrol mangrove
Stasiun II : Daerah Pertambakan Ikan Stasiun III : Daerah Pemukiman Penduduk
Pada stasiun I didapatkan genus Cerithidae memiliki Kepadatan, Kepadatan Relatif dan Frekuensi Kehadiran tertinggi sebesar 44,44 indm
2
K, 25,81 KR dan 99,99 FK. Hal ini karena kondisi lingkungan perairan yang sesuai dengan
pertumbuhan Cerithidae yaitu substrat dasar perairan yang berupa lumpur dengan kandungan organik substrat pada stasiun I yang paling tinggi dari ketiga stasiun
sebesar 0,55 yang berasal dari dekomposisi serasah mangrove yang terdapat pada stasiun I sehingga dapat mendukung kehidupannya serta pH 7,3 Tabel 3.6. Hal ini
didukung oleh Hynes 1976, hlm: 8 dalam Wargadinata 1995, hlm : 14, menyatakan bahwa Cerethidae adalah genus yang menyukai habitat yang berlumpur
dan berpasir. Menurut Budiman, 1984 dalam Heryanto, 2008 Cerithidae mendominasi lingkungan dikarenakan lingkungan daratan basah berubah menjadi
lingkungan air serta predator yang selalu mengancam tidak ada lagi. Maka terjadi keseimbangan baru di lingkungan yang baru sehingga dari semua kepadatan populasi
genus yang ditemukan, kepadatan Cerithidae menempati posisi tertinggi. Menurut Koesbiono 1979, hlm: 27 kadar organik adalah satu hal yang sangat berpengaruh
pada kehidupan makrozoobenthos, dimana kadar organik ini adalah sebagai nutrisi bagi makrozoobenthos tersebut. Tingginya kadar organik pada suatu perairan
umumnya akan mengakibatkan meningkatnya jumlah populasi hewan benthos dan sebagai organisme dasar, benthos menyukai substrat yang kaya akan bahan organik.
Maka pada perairan yang kaya bahan organik, umumnya terjadi peningkatan populasi hewan benthos.
Kepadatan, Kepadatan Relatif dan Frekuensi Kehadiran terendah didapatkan pada genus Scylla dan Terebralia sebesar 6,11 indm
2
K, 3,54 KR, dan 44,44 FK. Hal ini karena substrat dasar yang berupa lumpur sehingga kedua genus tersebut
mampu membenamkan diri pada lubang di dalam substrat dasar untuk menghindari predator. Genus Scylla lebih aktif pada malam hari. Menurut Kasry, 1996 dalam
Agus, 2008 pada tingkat juvenile, kepiting jarang kelihatan di daerah bakau pada siang hari, karena lebih suka membenamkan diri di lumpur, sehingga kepiting ini juga
disebut kepiting lumpur. Menurut Mossa, et al,. 1985, dalam Agus, 2008 kepiting
Universitas Sumatera Utara
bakau termasuk golongan hewan nocturnal, karena kepiting beraktivitas pada malam hari. Kepiting ini bergerak sepanjang malam untuk mencari pakan bahkan dalam
semalam kepiting ini mampu bergerak mencapai 219 – 910 meter.
Pada stasiun II genus Palaemonetes memiliki nilai Kepadatan, Kepadatan Relatif dan Frekuensi Kehadiran tertinggi sebesar 25,88 indm
2
K, 17,09 KR dan 77,77 FK. Hal ini dikarenakan, pH pada stasiun II sangat mendukung bagi
kehidupan genus tersebut sebesar 7,5 serta karena kondisi lingkungan perairan yang sesuai seperti substrat dasar perairan yang berupa pasir berlumpur dan kandungan
organik substrat 0,50 Tabel 3.6. Menurut Turgeon 1998, Palaemonetes pada umumnya hidup pada kondisi perairan dengan pH lebih dari 5 dan suhu yang cukup
tinggi. Hal ini karena kondisi lingkungan perairan yang sesuai bagi kehidupannya. Nilai Kepadatan, Kepadatan Relatif, Frekuensi Kehadiran terendah pada genus
Ophiomastix sebesar 1,22 indm
2
, 0,80 KR, dan 11,11 FK. Hal ini karena kondisi perairan tersebut tidak mendukung bagi kehidupannya, dikarenakan genus
tersebut hidup di daerah terumbu karang. Menurut Nontji 1993 Ophiomastix biasanya sukar dijumpai karena hidup pada tempat-tempat gelap di bawah batu atau
celah-celah karang.
Pada stasiun III genus Littorina memiliki nilai Kepadatan, Kepadatan Relatif dan Frekuensi Kehadiran tertinggi yaitu sebesar 29,55 indm
2
K, 25,36 KR dan 99,99 FK. Hal ini karena kondisi lingkungan perairan yang sesuai bagi
pertumbuhan Littorina tersebut seperti suhu yang tinggi yaitu 30 °C dan substrat dasar perairan berupa pasir. Menurut Nybakken 1988, hlm: 223 pada genus Littorina
memiliki mekanisme lain untuk mengurangi panas adalah dengan cara mengurangi kontak antara jaringan tubuh dengan substrat. Hilangnya panas dapat diperbesar pula
jika organisme mempunyai warna yang terang. Hal ini merupakan strategi adaptasi untuk mendinginkan tubuh dengan jalan penguapan dan sekaligus menghindarkan
kekeringan yang berlebihan. Sehingga pada kondisi ekstrim seperti suhu yang tinggi tidak menyebabkan penurunan jumlah genus tersebut. Menurut Budiman, 1984
dalam Heryanto 2008 genus Littorina merupakan kelompok moluska yang tidak terlalu bergantung pada air untuk kehidupannya kecuali saat perkembangbiakannya
dan terbiasa hidup menempel.
Universitas Sumatera Utara
Kepadatan, Kepadatan Relatif dan Frekuensi Kehadiran terendah didapat pada genus Neanthes yaitu sebesar 3,66 indm
2
K, 3,14 KR dan 33,33 FK. Hal ini karena kondisi lingkungan yang tidak sesuai dengan kelangsungan hidup genus
tersebut seperti substrat dasar berupa pasir. Menurut Alcantara et al., 1991 dalam Junardi Wardoyo, 2008 genus Neanthes sangat menyukai kondisi sedimen dengan
komposisi lumpur yang tinggi. Substrat dasar yang berupa batu-batuan pipih dan batu kerikil merupakan lingkungan hidup yang baik bagi makrozoobenthos sehingga bisa
mempunyai kepadatan dan keanekaragaman yang besar Odum, 1994, hlm: 385. Koesbiono 1979, hlm: 26 dasar perairan berupa pasir dan sedimen halus merupakan
lingkungan hidup yang kurang baik untuk hewan benthos.
Secara keseluruhan hasil penelitian menunjukkan bahwa total kepadatan populasi tertinggi terdapat pada stasiun I yaitu sebesar 172,18 indm
2
. Hal ini disebabkan karena pada stasiun I yang merupakan daerah kontrol mangrove mampu
mengangkut nutrien dan detritus ke perairan sehingga produksi primer perairan di sekitar mangrove cukup tinggi yang juga berasal dari dedaunan, ranting, bunga dan
buah dari tanaman mangrove yang mati dan dimanfaatkan oleh makrozoobenthos. Menurut Indrianto Mulyadi 1991, hlm: 169 serasah yang dihasilkan oleh
tumbuhan mangrove terutama dalam bentuk daun merupakan sumber karbon dan nitrogen bagi hutan itu sendiri dan perairan sekitarnya.
Total kepadatan populasi terendah terdapat pada stasiun III yaitu sebesar 116,5 indm
2
. Stasiun III merupakan lokasi pemukiman penduduk, rendahnya total kepadatan populasi makrozoobenthos, karena adanya aktivitas manusia seperti
membuang hasil limbah rumah tangga domestik ke badan air sehingga akan mempengaruhi keberadaan makrozoobenthos. Menurut Odum, 1994, hlm: 385
perairan yang tercemar akan mempengaruhi kelangsungan hidup organisme makrozoobenthos karena makrozoobenthos merupakan biota air yang mudah
terpengaruh oleh adanya bahan pencemar, baik bahan pencemaran kimia maupun fisik. Hal ini disebabkan makrozoobenthos pada umumnya tidak dapat bergerak
dengan cepat dan habitatnya di dasar yang umumnya adalah tempat bahan tercemar. Menurut Wilhm 1975 dalam Marsaulina 1994, hlm: 9 perubahan sifat substrat dan
Universitas Sumatera Utara
penambahan pencemaran akan berpengaruh terhadap kelimpahan dan keanekaragamannya.
Pada genus Nassarius, Pugilina dan Terebralia hanya terdapat pada stasiun I dikarenakan stasiun I merupakan daerah mangrove, maka kelompok Gastropoda lebih
mendominasi pada stasiun tersebut. Pada umumnya kelompok Gastropoda merupakan pemakan serasah. Menurut Kennish, 1990 dalam Fitriana, 2006 Gastropoda
memakan deposit materi di permukaan lumpur dan akan mangrove. Tempat yang ideal bagi pemakan deposit adalah substrat berlumpur.
Pada genus Anomia, Argopecten, dan Litophaga hanya terdapat pada stasiun II dikarenakan karena beberapa kelompok bivalvia sangat mendominasi di daerah
pertambakan. Disebabkan oleh melimpahnya nutrisi yang berasal dari sisa-sisa pakan ikan yang secara langsung dikonsumsi oleh kelompok bivalvia tersebut. Selain itu,
dikarenakan pada stasiun II yang memiliki substrat berupa batuan dan pasir berlumpur, sehingga kelompok tersebut mendominasi pada stasiun II. Menurut
Nybakken, 1988, hlm: 261 pantai berlumpur cenderung untuk mengakumulasi bahan organik, yang berarti bahwa tersedia cukup banyak makanan yang potensial untuk
organisme penghuni pantai. Sedangkan genus Ophiomastix, ditemukan pada stasiun 2 dikarenakan pada genus tersebut merupakan kelompok Echinodermata yang tersesat
terbawa arus, sehingga hanya ditemukan pada stasiun II.
Pada genus Littorina hanya terdapat pada stasiun III dikarenakan pada stasiun III memiliki suhu yang paling tinggi diantara stasiun lainnya yaitu sebesar 30 °C,
dimana genus Littorina hidup pada suhu yang relatif tinggi. Menurut Nybakken 1988, hlm: 223 pada genus Littorina memiliki mekanisme lain untuk mengurangi panas
adalah dengan cara mengurangi kontak antara jaringan tubuh dengan substrat. Hilangnya panas dapat diperbesar pula jika organisme mempunyai warna yang terang.
Hal ini merupakan strategi adaptasi untuk mendinginkan tubuh dengan jalan penguapan dan sekaligus menghindarkan kekeringan yang berlebihan. Sehingga pada
kondisi ekstrim seperti suhu yang tinggi tidak menyebabkan penurunan jumlah genus tersebut. Menurut Budiman, 1984 dalam Heryanto 2008 genus Littorina merupakan
Universitas Sumatera Utara
kelompok moluska yang tidak terlalu bergantung pada air untuk kehidupannya kecuali saat perkembangbiakannya dan terbiasa hidup menempel.
3.3 Nilai KR 10 dan FK 25 dari Makrozoobenthos yang Didapatkan pada Setiap Stasiun Penelitian.