Faktor Predisposing, Enabling Dan Reinforcing Terhadap Penggunaan Alat Pelindung Diri Dalam Asuhan Persalinan Normal Di Rumah Sakit Meuraxa Banda Aceh Tahun 2008

(1)

FAKTOR PREDISPOSING, ENABLING DAN REINFORCING TERHADAP PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI DALAM ASUHAN PERSALINAN

NORMAL DI RUMAH SAKIT MEURAXA BANDA ACEH TAHUN 2008

T E S I S

Oleh

DEDEK MULYANTI 067010002/KK

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2008


(2)

FAKTOR PREDISPOSING, ENABLING DAN REINFORCING TERHADAP PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI DALAM ASUHAN PERSALINAN

NORMAL DI RUMAH SAKIT MEURAXA BANDA ACEH TAHUN 2008

T E S I S

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Kekhususan Kesehatan Kerja

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

DEDEK MULYANTI 067010002/KK

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2008


(3)

PERNYATAAN

FAKTOR PREDISPOSING, ENABLING DAN REINFORCING TERHADAP PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI DALAM ASUHAN PERSALINAN

NORMAL DI RUMAH SAKIT MEURAXA BANDA ACEH TAHUN 2008

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Agustus 2008

Dedek Mulyanti 067010002


(4)

Judul Tesis: : FAKTOR PREDISPOSING, ENABLING DAN REINFORCING TERHADAP PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI DALAM ASUHAN PERSALINAN NORMAL DI RUMAH SAKIT MEURAXA BANDA ACEH TAHUN 2008

Nama Mahasiswa : Dedek Mulyanti Nomor Pokok : 067010002

Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat Konsentrasi : Kesehatan Kerja

Menyetujui Komisi Pembimbing :

(DR. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM) (dr. Halida Sari Lubis, MKKK) Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(DR. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM) (Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B, MSc)


(5)

Telah diuji pada

Tanggal : 22 Agustus 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : DR. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM Anggota : 1. dr. Halida Sari Lubis, M.KKK 2. Ir. Kalsum, M.Kes


(6)

ABSTRAK

Asuhan Persalinan Normal merupakan upaya yang dilakukan oleh bidan dalam pertolongan persalinan secara sehat dan normal yang dilakukan dengan menggunakan peralatan yang steril, serta penatalaksanaan komplikasi. Tenaga kesehatan yang bertanggung jawab terhadap asuhan persalinan normal adalah bidan. Bidan wajib menggunakan Alat Pelindung Diri yang diperuntukkan menghindari dari resiko keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit dalam memberikan asuhan persalinan normal. Ada beberapa faktor yang berhubungan dengan penggunaan alat pelindung diri yaitu faktor predisposing, enabling dan faktor reinforcing.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional study bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor predisposing, enabling

dan faktor reinforcing dengan penggunaan APD oleh bidan dalam memberikan asuhan persalinan normal di RSU Meuraxa Banda Aceh. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh bidan yang bertugas di RSU Meuraxa dan sekaligus menjadi sampel penelitian sebanyak 29 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara berpedoman pada kuesioner dan observasi. Analisis data menggunakan uji korelasi pearson dan uji regresi linear berganda pada taraf kepercayaan 95% (g=0,05).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 45% bidan di RSU Meuraxa Banda Aceh menggunakan APD dengan baik dan benar dalam melakukan tindakan asuhan persalinan normal. Hasil uji korelasi pearson, menunjukkan bahwa tidak ada hubungan signifikan variabel umur (p=0,110), pendidikan (p=0,418), masa kerja (p=0,293), dan ketersediaan sarana APD (p=0,968) dengan penggunaan APD oleh bidan dalam asuhan persalinan normal di RSU Meuraxa Banda Aceh, dan terdapat hubungan signifikan antara pengetahuan (p=0,004), sikap (p=0,019), penilaian (p=0,023), dan kebijakan (p=0,024) dengan penggunaan APD oleh bidan dalam asuhan persalinan normal di RSU Meuraxa Banda Aceh. Hasil uji regresi berganda menunjukkan bahwa variabel penilaian (p=0,004) merupakan variabel paling dominan yang berhubungan dengan penggunaan APD oleh bidan dalam asuhan persalinan normal di RSU Meuraxa Banda Aceh.

Disarankanuntuk meningkatkan pengetahuan bidan dalam menggunakan Alat Pelindung Diri, peningkatan pengawasan dan penilaian terhadap perilaku bidan dan kinerja bidan dalam melaksanakan asuhan persalinan normal, dan perlu kebijakan penerapan manajemen K3 di rumah sakit secara menyeluruh dan terpadu, dan perlu penelitian lanjutan dengan jumlah sampel yang lebih banyak dan membandingkannya dengan beberapa rumah sakit.


(7)

ABTRACT

Normal Delivery Care is an effort done by q midwife in a normal and healthty delivery aid by using sterle equitment and management of compilation. The health worker who is responsible for the normal delivery care is midwife. A midwife. A midwife is obliged to use a personal protection equipment (PPE) to avoid the risk of occupational health and safety when performing a normal delivery care in a hospital. There are several factors such as pedisporsing, enabling and reinforcing which are related to uses of personal pretection equipment (PPE).

The purpose of descriptive study with cross sectional approach is to wxamine the relationship between the factors of predisporsing, enabling and reinforcing and the use of personal protection equipment (PPE) by a midwife when performing a normal delivery care in Meuraxa General Hospital, Banda Aceh. The population for study is all of the 29 midwives serving in Meuraxa General Hospital, Banda Aceh and, at the same time, all of the 29 midwives were also selected to be the samples for this study. The data for this study were collected by means of questionnaire-based interviews and observation. The data obtained were analiysed through Pearson’s correlation and multiple linear regression tests with the level of confident of 95% ( =0,005).

The result of this study shows that 45% of the midwives serving in Meuraxa General Hospital, Banda Aceh use PPE well correctly in performing a normal delivery care. The result of Pearson’s correlation test shows that there is no significant relationship between age (p=0,110), education (p=0,418), length of service (p=0,293), and the availability of PPE facility (p=0,968) and the use of PPE by midwife in performing a normal delivery care in Meuraxa General Hospital, Banda Aceh. Yet, there is a significant relationships between knowledge (p=0,004), attitude (p=0,019), evaluation (p=0,023) and policy (p=0,024) and the use of PPE by midwives in performing a normal delivery care in Meuraxa General Hospital, Banda Aceh. The result of multiple linear regression test shows that evaluation (p=0,007; =0,743) is the most dominant variable which is related to the use of PPE by midwives in performing a normal delivery care in Meuraxa General Hospital, Banda Aceh.

It is suggested that evaluation of midwive’s behavior and work performance in the impelementation of normal delivery care be increased and improve the knowledge of midwives on the use of PPE and a further study with more samples comparing it with several hospitals be needed.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat Rahmat dan KaruniaNya penulis telah dapat menyelesaikan tesis yang berjudul ”Faktor Predisporsing, Enabling, Reinforcing Terhadap Penggunaan Alat Pelindung Diri Dalam Asuhan Persalinan Normal di Rumah Sakit Meuraxa Banda Aceh Tahun 2008”. Dalam menyusun tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak.

Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada bapak Dr.Drs R Kintoko Rochadi selaku ketua komisi pembimbing, dan sekaligus sebagai Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Ibu dr. Halinda Sari Lubis, MKKK, selaku komisi pembimbing yang telah banyak membantu dan meluangkan waktu dan pikiran serta dengan penuh kesabaran

membimbing penulis dalam penyusunan tesis ini. Kepada Bapak

Prof.dr.Chairuddin P.Lubis,DTM&H,DSAK selaku Rektor Universitas Sumatera Utara dan Ibu Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B,M.Sc. selaku Direktur Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara yang telah menyediakan fasilitas perkuliahan.

Kepada Ibu Hj. Rosnita selaku Kepala Rumah Sakit Umum Meuraxa Banda Aceh, dan ibu Hj Rosnita selaku kepala Keperawatan Rumah Sakit Umum Meuraxa Banda Aceh yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian, dukungan dan bimbingan selama melakukan penelitian.


(9)

Kepada Bapak Ibu Ir. Kalsum, M.Kes, dan bapak dr. Muhammad Rusda, Sp.OG sebagai pembanding yang telah memberikan masukan, saran dan bimbingan dalam penyelesaian tesis ini.

Terima kasih penulis ucapkan yang tak terhingga kepada suami dan kedua anak tercinta yang telah memberikan motivasi untuk kuliah magister, dan dukungan doa dan dana dalam menyelesaikan perkulaihan dan terima kasih juga kepada keluarga yang telah memberikan dorongan bagi penulis untuk meniti karir dan motivasi untuk kuliah magister.

Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan tesis ini hingga selesai.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini.

Medan, Agustus 2008


(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Dedek Mulyanti yang dilahirkan di Keude Krueng Guekeuh Kabupaten Aceh Utara tanggal 20 Maret 1976 beragama Islam, sudah menikah dan dikaruniai 2 (dua) orang anak. Penulis beralamat di jalan Tgk Cek Lorong Ibrahim Lueng Bata Banda Aceh.

Penulis menamatkan pendidikan Sekolah Dasar di SDN No 31 Banda Aceh Tahun 1986 , dan Tahun 1993 menamatkan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Banda Aceh, Tahun 1995 Sekolah Perawat Kesehatan Departemen Kesehatan Banda Aceh, Tahun 1994 Menamatkan Pendidikan Bidan Deparetemen Kesehatan Banda Aceh, menamatkan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Cut Meutia Banda Aceh kemudian pada Tahun 2004 menamatkan kuliah Sarjana Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiah Banda Aceh

Penulis sejak tahun 1994 sebagai bidan Pegawai Tidak Tetap di Puskesmas Meuraxa Aceh Besar, dan tahun 2001 menjadi Pegawai Negeri Sipil sebagai Staf Puskesmas Kuta Alam Banda Aceh, dan tahun 2004 sebagai staf puskesmas Banda Raya Banda Aceh.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB 1. PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Hipotesa Penelitian ... 8

1.5 Manfaat Penelitian ... 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 9

2.1 Asuhan Persalinan Normal... 9

2.2 Alat Pelindung Diri (APD)... 16

2.3 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemakaian APD .. 24

2.4 Landasan Teori... 31

2.5 Kerangka Konsep ... 32

BAB 3 METODE PENELITIAN... 33

3.1 Jenis Penelitian ... 33

3.2 Lokasi Penelitian Dan Waktu Penelitian ... 33

3.3 Populasi Dan Sampel ... 33

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 34

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 34

3.6 Metode Pengukuran ... 35

3.7 Metode Analisis Data ... 37

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 38

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 38

4.2 Analisis Univariat ... 40

4.3 Analisis Bivariat ... 45

4.4 Analisis Multivariat ... 49


(12)

BAB 5 PEMBAHASAN... 52

5.1 Penggunaan APD dalam Asuhan Persalinan Normal ... 52

5.2 Hubungan Faktor Predisposing terhadap Penggunaan APD .. 53

5.3 Hubungan Faktor Enabling terhadap Penggunaan APD... 57

5.4 Hubungan Faktor Reinforcing Terhadap Penggunaan APD .... 57

5.5 Faktor Paling Dominan Berhubungan dengan Penggunaan APD 60

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 62

6.1 Kesimpulan ... 62

6.2 Saran ... 62


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1. Metode Pengukuran ... ...36 4.1. Distribusi Ketenagaan di Rumah Sakit Umum Meuraxa Tahun 2008...

...39 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Faktor Predisposing dalam

Asuhan Persalinan Normal di Rumah Sakit Meuraxa Tahun 2008 ... ...41 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Faktor Enabling dalam Asuhan

Persalinan Normal di Rumah Sakit Meuraxa Tahun 2008 ... ...42 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Faktor Reinforcing dalam

Asuhan Persalinan Normal di Rumah Sakit Meuraxa Tahun 2008 ... ...43 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Penggunaan Alat Pelindung Diri dalam

Asuhan Persalinan Normal di Rumah Sakit Meuraxa tahun 2008 ... ...45 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Penggunaan Alat Pelindung Diri

dalam Asuhan Persalinan Normal di Rumah Sakit Meuraxa Tahun 2008 . ...45 4.7. Hubungan Faktor Predisposing, Enabling dan Reinforcing dengan

Penggunaan Alat Pelindung Diri dalam Asuhan Persalinan Normal di Rumah Sakit Meuraxa ... ...47 4.8. Hubungan Faktor Enabling dengan Penggunaan Alat Pelindung Diri ...

...48 4.9. Hubungan Faktor Reinforcing dengan Penggunaan Alat Pelindung Diri

dalam Asuhan Persalinan Normal di Rumah Sakit Meuraxa ... ...49 4.10. Analisis Multivariat Uji Regresi Linear Berganda antara Variabel

Independen Terhadap Dependen ... ...50


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner ... 67

2. Hasil Output Statistik ... 72

3. Surat Keterangan Izin Penelitian ... 84


(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan kerja merupakan bagian dari kesehatan masyarakat atau aplikasi kesehatan masyarakat di dalam suatu masyarakat pekerja dan masyarakat lingkungannya. Kesehatan kerja bertujuan untuk memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik, mental, dan sosial bagi masyarakat pekerja dan masyarakat lingkungan perusahaan atau organisasi melalui usaha-usaha preventif, promotif, dan kuratif terhadap gangguan kesehatan akibat kerja atau lingkungannya (Natoatmodjo, 2003).

Secara implisit, kesehatan kerja mencakup sebagai alat mencapai derajat kesehatan tenaga kerja setinggi-tingginya, yang terdiri dari pekerja informal dan formal, dan sebagai alat untuk meningkatkan produksi yang berlandaskan kepada meningkatnya efesiensi dan produktivitas (Suma’mur, 1992).

Salah satu tenaga kerja sektor formal yang berpotensi terhadap keadaan kesehatan kerjanya adalah bidan di rumah sakit. Bidan adalah seseorang yang telah mengikuti program pendidikan bidan yang diakui di negaranya, telah lulus dari pendidikan tersebut, serta memenuhi kualifikasi untuk didaftar dan atau memiliki izin yang sah untuk melakukan praktik bidan dan dapat ditempatkan pada unit-unit kerja pemerintah bidang kesehatan (Depkes RI, 2007).


(17)

Bidan diakui sebagai tenaga profesional yang bertanggung jawab dan akuntabel yang bekerja sebagai mitra perempuan untuk memberikan dukungan, asuhan dan nasehat selama masa hamil, masa persalinan dan masa nifas, memimpin persalinan atas tanggung jawab sendiri dan memberikan asuhan kepada bayi baru lahir. Asuhan ini mencakup upaya pencegahan, promosi persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anak, dan akses bantuan medis atau bantuan lain yang sesuai, serta melaksanakan tindakan kegawat-daruratan di sarana kesehatan (Depkes RI, 2007).

Salah satu bentuk pelayanan utama yang diberikan bidan adalah Asuhan Persalinan Normal (APN). APN merupakan upaya yang dilakukan oleh bidan dalam pertolongan persalinan secara sehat dan normal yang dilakukan dengan menggunakan peralatan yang steril, serta penatalaksanaan komplikasi. Asuhan Persalinan Normal (APN) dapat dijadikan sebagai standar persalinan normal pada bidan-bidan yang ada di Rumah Sakit Umum dan puskesmas (Depkes RI, 2007).

Rumah sakit merupakan salah satu unit tugas bidan, dan merupakan salah satu sarana kesehatan yang berpotensi terhadap kecelakaan dan mempengaruhi kesehatan kerja bidan dan tenaga medis lainnya. Beberapa faktor yang mempengaruhi kesehatan kerja di rumah sakit antara lain faktor lingkungan seperti paparan radiasi dari alat kesehatan yang digunakan, kecelakaan kerja akibat disfungsi alat yang digunakan, paparan bahan-bahan kimia serta faktor manusianya yaitu faktor kelalaian bidan dalam bekerja, penggunaan alat-alat medis yang tidak disterilkan terlebih dahulu, serta akibat tidak menggunakan alat pelindung diri (Hasyim, 2005).


(18)

Berdasarkan mekanisme pelaksanaan APN juga tidak terlepas dari pengunaan alat kesehatan, bahkan berpotensi terhadap gangguan kesehatan bidan, baik yang ditimbulkan oleh kondisi udara dalam ruangan, adanya paparan bahan kimia, maupun kesalahan tehnis secara tidak sengaja yang dilakukan oleh bidan. Sebagaimana diketahui bahwa para pekerja seperti bidan sering dihadapkan pada pejanan atau beban kerja yang berbahaya terhadap kesehatannya sehingga para pekerja dan pasien mempunyai potensi untuk mengalami gangguan kesehatan yang penanganannya memerlukan upaya-upaya khusus, baik di tempat kerjanya maupun dalam memberikan pelayanan kesehatan asuhan pertolongan persalinan normal. (Sulistono,2002).

Melihat tingginya risiko terhadap gangguan kesehatan di rumah sakit khususnya pada bidan,maka perlu dilakukan upaya-upaya pencegahan terhadap kejadian penyakit atau traumatik akibat lingkungan kerja dan faktor manusianya. Salah satu diantaranya adalah penggunaan alat pelindung diri (Suma’mur, 1981)

Alat pelindung diri adalah suatu alat yang dipakai untuk melindungi diri atau tubuh terhadap bahaya-bahaya kecelakaan kerja, dimana secara tehnis dapat mengurangi tingkat keparahan dari kecelakaan kerja yang terjadi. Peralatan pelindung tidak menghilangkan ataupun mengurangi bahaya yang ada. Peralatan ini hanya mengurangi jumlah kontak dengan bahaya dengan cara penempatan penghalang antara tenaga kerja dengan bahaya (Suma’mur, 1981).

Demikian juga dengan profesi bidan di rumah sakit yang tidak terlepas dari kecelakaan kerja yang mengakibatkan gangguan kesehatan dan traumatik bagi


(19)

mereka dalam bekerja wajib menggunakan alat-alat perlindungan diri, seperti sarung tangan, baju khusus bagi bekerja di ruang operasi, penggunaan sepatu, dan alat pelindung diri lainnya (Hasyim, 2005). Mengingat bahwa rumah sakit adalah sarana kerja yang tidak terlepas dari kecelakaannya maka perlindungan keselamatan bidan sangat penting dipertimbangkan, sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang (UU) No. 14 tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Tenaga Kerja. Pada pasal 9 ditegaskan bahwa “Setiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan atas keselamatan, kesusilaan, pemeliharan kerja serta perlakuan yang sesuai dengan harkat dan moral agama” (Depnaker, 2003).

Penjabaran UU No.1 Tahun 1970, menyebutkan “Setiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan atas keselamatan dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan dan peningkatan produktivitas Nasional. Setiap tenaga kerja dan orang lain yang berada di tempat kerja perlu dijamin keselamatannya dan setiap sumber produksi dipakai dan dipergunakan secara aman dan efisien” (Depnaker, 2003).

Beberapa penelitian membuktikan bahwa pekerjaan bidang medis berisiko terhadap kecelakaan dan kesehatan kerja. Menurut Imamkhasani, (1990) kelompok petugas laboratorium menempati urutan ke empat terbesar untuk resiko terinfeksi VHB setelah kelompok pekerja lembaga transfusi darah PMI DKI, kelompok petugas pembersih rumah sakit dan kelompok perawat rumah sakit. Di rumah sakit Yale New Haven, AS, resiko terinfeksi VHB ini banyak terdapat pada mereka yang selalu berhubungan dengan jarum suntik seperti yang bekerja di unit gawat darurat, unit hemodialisa, pekarya RS, petugas laboratorium, perawat dan petugas pembantu


(20)

lainnya). Selama delapan tahun pengamatan didapatkan 34 petugas RS dengan seropositive VHB dengan insidensi rata-rata 1,2 kasus per 100 petugas RS yang berkapasitas 900 tempat tidur atau 2 sampai 9 orang terinfeksi virus Hepatitis B setiap tahunnya.

Hasil penelitian Anwar dan Perwitasari (2006), tentang tingkat risiko pemakaian APD dan Higiene Petugas Laboratorium Klnik RSUPN Ciptomangunkusumo Jakarta, ditemukan bahwa berdasarkan penggunaan APD, dari 4 laboratorium yang ada di RSUPN Cipto Mangunkusumo, ternyata lebih dari 40 % petugas di tiga laboratorium (IGD, Hematologi, dan anak) berisiko tinggi terinfeksi penyakit berbahaya seperti HIV/AIDS. Adapun alasan petugas tidak menggunakan APD ketika bekerja, pada umumnya (52%) karena di tempat kerjanya tidak tersedia APD. Tidak tersedianya APD di sebagian besar laboratorium yang diteliti kemungkinan disebabkan karena kurangnya perhatian dari kepala laboratorium dalam penyediaan APD, atau anggaran rumah sakit yang terbatas sehingga dana untuk pengadaan APD juga menjadi terbatas. Alasan lain petugas tidak menggunakan APD adalah malas, lupa, tidak terbiasa, dan repot. Pelayanan APN yang dilakukan oleh bidan juga mempunyai risiko besar terhadap kecelakaan kerja dan akhirnya dapat mengakibatkan gangguan kesehatan bagi mereka, apalagi tidak menggunakan alat pelindung diri.

Rumah Sakit Meuraxa Banda Aceh merupakan salah satu rumah sakit yang banyak mempekerjakan bidan dalam memberikan asuhan persalinan normal bagi masyarakat yang ada di Kota Banda Aceh maupun dari luar Kota Banda Aceh. Secara


(21)

umum rata-rata persalinan normal yang diberikan oleh bidan mencapai 30-35 pasien setiap bulannya. Dilihat dari lingkungan kerjanya yaitu ruangan persalinan, secara umum dari aspek hiegine sanitasi sudah memenuhi syarat kesehatan, baik ventilasi maupun sterilisasi ruangan, demikian juga dilihat dari aspek ketersediaan alat pelindung diri juga sudah disediakan oleh manajemen rumah sakit (RSU Meuraxa, 2006).

Berdasarkan hasil pengamatan peneliti pada bulan Desember 2007, masih banyak bidan yang belum menggunakan alat pelindung diri dalam melakukan Asuhan Persalinan Normal. Berdasarkan wawancara singkat dengan bidan yang ada diruangan persalinan mengungkapkan bahwa mereka malas dan terlalu repor menggunakan APD dalam memberikan tindakan persalinan kepada pasien.

Keadaan tersebut dinilai sangat berpotensi terhadap timbulnya berbagai penyakit akibat paparan terhadap darah pasien, paparan bahan kimia lainnya, tusukan jarum suntik atau peralatan medis lainnya, seperti hepatitis B, HIV. Fenomena tersebut tidak mendapatkan perhatian dari manajemen RS, karena belum pernah terjadi kasus penyakit akibat kerja yang berarti akibat kelalaian atau ketidakmauan bidan menggunakan APD, namun hal ini dianggap seperti fenomena gunung es, dimana kasus Penyakit Akibat Kerja (PAK) bisa saja terjadi ketika bidan tidak bekerja di RS Meuraxa lagi atau gejala-gejala yang ditimbulkan masih pada fase awal.

Hasil telaah catatan dan kenyataan dilapangan, pihak rumah sakit belum melaksanakan kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) seperti rencana


(22)

berkala atau rutin pelatihan-pelatihan K3, tidak adanya media informasi tentang K3, pengawasan yang rutin terhadap penggunaan APD, pencatatan dan pelaporan, bahkan tidak ada sanksi tegas terhadap kelalaian bidan tersebut. Hal ini diduga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan bidan tidak menggunakan Alat Pelindung Diri.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, peneliti tertarik untuk meneliti tentang faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan penggunaan Alat Pelindung diri dalam asuhan persalinan normal, sehingga dapat diambil suatu kebijakan konkrit terhadap peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja bagi bidan dan petugas kesehatan lainnya di Rumah Sakit Meuraxa Banda Aceh.

1.2 Permasalahan

Profesi bidan di rumah sakit merupakan salah satu penggolongan dari tenaga kerja pada sektor formal. Lingkungan kerja dan kelalaian bidan dalam pelayanan asuhan persalinan normal sebagai salah satu tugasnya di rumah sakit berpotensi terhadap keselamatan dan kesehatan kerja mereka. Hasil pengamatan diketahui bahwa hampir 70% bidan dalam melakukan tindakan asuhan persalinan normal tidak menggunakan alat pelindung diri, sehingga berpotensi terhadap paparan penyakit dan gangguan kesehatan lainya. Untuk itu peneliti dapat memformulasikan rumusan penelitian yaitu apakah faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan Alat Pelindung diri dalam asuhan persalinan normal.


(23)

1.3 Tujuan Penelitian

Menjelaskan faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan Alat Pelindung diri dalam Asuhan Persalinan Normal di Rumah Sakit Meuraxa Banda Aceh.

1.4 Hipotesa Penelitian

1. Ada hubungan Predisposing factor (pengetahuan, sikap, umur, pendidikan, dan masa kerja) terhadap penggunaan APD dalam asuhan persalinan normal di Rumah Sakit Meuraxa Banda Aceh.

2. Ada hubungan Enabling factor (sarana) terhadap penggunaan APD dalam asuhan persalinan normal di Rumah Sakit Meuraxa Banda Aceh.

3. Ada hubungan Reinforcing factor (kebijakan, dan penilaian) terhadap penggunaan APD dalam asuhan persalinan normal di Rumah Sakit Meuraxa Banda Aceh.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Sebagai masukan bagi pihak manajemen Rumah Sakit Meuraxa Banda Aceh dalam menentukan kebijakan dalam bidang keselamatan dan kesehatan kerja dan tindakan pencegahan khususnya dalam penggunaan APD pada saat pertolongan persalinan normal.

2. Sebagai masukan bagi bidan itu sendiri untuk mengetahui potensi bahaya dan pentingnnya penggunaan APD pada saat pertolongan persalinan normal.


(24)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Asuhan Persalinan Normal

Fokus utama asuhan persalinan normal adalah mencegah terjadinya komplikasi, hal ini merupakan suatu pergeseran paradigma dari sikap menunggu dan menangani komplikasi menjadi mencegah komplikasi yang mungkin terjadi. Pencegahan komplikasi selama persalinan dan setelah bayi lahir akan mengurangi kesakitan dan kematian ibu serta bayi baru lahir (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004).

Tujuan asuhan persalinan normal adalah mengupayakan kelangsungan hidup dan mencapai derajat kesehatan yang tinggi bagi bidan dan bayinya, melalui berbagai upaya yang terintegrasi dan lengkap serta intervensi minimal sehingga prinsip keamanan dan kualitas pelayanan dapat terjaga pada tingkat optimal (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002).

Menyebutkan definisi kelahiran normal adalah yang memiliki pengertian sebagai peristiwa spontan, berisiko rendah pada awal persalinan dapat tetap demikian sepanjang kehamilan dan kelahiran. Tujuan perawatan dalam kelahiran normal adalah mendapatkan ibu dan anak yang sehat dengan tingkat intervensi seminimal mungkin yang memperhatikan keselamatan (Burhan, 2003).


(25)

Berdasarkan definisi dan tujuan asuhan persalinan normal diatas, maka Departemen Kesehatan Republik Indonesia menetapkan 60 langkah asuhan persalinan normal yang terbaru tahun 2004, diantaranya adalah :

1. Mendengar dan melihat adanya tanda persalinan kala dua : b. Ibu mempunyai dorongan kuat untuk meneran

c. Ibu merasa adanya tekanan pada anus d. Perineum menonjol

e. Vulva dan anus membuka

2. Memastikan kelengkapan alat pertolongan persalinan termasuk mematahkan ampul oksitosin dan memasukkan satu buah alat suntik sekali pakai 2 ½ ml kedalam wadah partus set.

3. Memakai celemek plastik

4. Memastikan lengan/tangan tidak memakai perhiasan, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir

5. Memakai sarung tangan DTT pada tangan kanan yang akan digunakan untuk pemeriksaan dalam

6. Mengambil alat suntik sekali pakai dengan tangan yang bersarung tangan, isi dengan oksitosin dan letakkan kembali kedalam wadah partus set.

7. Membersihkan vulva dan perineum menggunakan kapas basah dengan gerakan dari vulva keperineum (bila daerah perineum dan sekitarnya kotor karena kotoran ibu yang keluar, bersihkan daerah tersebut dari kotoran)


(26)

8. Melakukan pemeriksaaan dalam, pastikan pembukaan sudah lengkap dan selaput ketuban sudah pecah dan bila pembukaan belum lengkap catat hasil pemeriksaan pada partograf dan nilai kemajuan persalinan.

9. Mencelupkan tangan kanan yang bersarung tangan kedalam larutan klorin 0,5%, membuka sarung tangan dalam keadaan terbalik dan merendamnya dalam larutan klorin 0,5%

10.Memeriksa denyut jantung janin setelah kontraksi uterus selesai, pastikan DJJ dalan batas normal (120-160x/menit)

11.Memberitahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik, meminta ibu untuk meneran saat ada his bila ia sudah merasa ingin meneran.

12.Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk meneran (pada saat his)

13.Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang kuat untuk meneran.

a. Memimpin ibu untuk meneran saat timbul his, menyesuaikan pimpinan meneran dengan kecepatan lahirnya kepala

b. Mendukung usaha ibu untuk meneran

c. Memberi ibu kesempatan istirahat disaat tidak ada his (diantara his) d. Meminta bantuan keluarga untuk memberi ibu minum saat beristirahat e. Memeriksa DJJ setiap kontraksi uterus selesai


(27)

14.Saat kepala janin terlihat pada vulva dengan diameter 5-6 cm, memasang handuk bersih untuk mengeringkan janin pada perut ibu

15.Mengambil kain bersih, melipat 1/3 bagian dan meletakkanya di bawah bokong ibu

16.Membuka tutup partus set

17.Memakai sarung tangan DTT pada kedua tangan

18.Saat sub occiput tampak dibawah simfisis, tangan kanan melindungi perineum dengan dialas lipatan kain di bawah bokong ibu, sementara tangan kiri menahan puncak kepala agar tidak terjadi defleksi yang terlalu cepat saat kepala lahir (minta ibu untuk tidak meneran dengan bernafas pendek-pendek).

19.Mengusapkan kasa/kain bersih untuk membersihkan muka janin dari lendir dan darah

20.Memeriksa adanya lilitan tali pusat pada leher janin

21.Menunggu hingga kepala janin selesai melakukan putaran paksi luar secara spontan

22.Setelah kepala janin menghadap ke paha ibu, tempatkan kedua tangan biparietal kepala janin, tarik secara hati-hati kearah bawah sampai bahu anterior/depan lahir, kemudian tarik secara hati-hati keatas sampai bahu posterior/belakang lahir. 23.Setelah bahu lahir, tangan kanan menyangga kepala, leher dan bahu janin bagian

posterior dengan posisi ibu jari pada leher (bagian bawah kepala) dan keempat jari pada bahu dan dada/punggung janin, sementara tangan kiri memegang lengan dan bahu janin bagian anterior saat badan dan lengan lahir.


(28)

24.Setelah badan dan lengan lahir, tangan kiri menyusuri punggung kearah bokong dan tungkai bawah janin untuk memegang tungkai bawah (selipkan jari telunjuk tangan kiri diantara kedua lutut janin)

25.Setelah seluruh badan bayi lahir pegang bayi bertumpu pada lengan tangan sedemikian rupa hingga bayi menghadap kearah penolong. Nilai bayi, kemudian letakkan bayi di atas perut ibu dengan posisi kepala lebih rendah dari badan. 26.Segera mengeringkan bayi, membungkus kepala dan badan bayi kecuali bagian

tali pusat

27.Menjepit tali pusat menggunakan klem kira-kira 3 cm dari umbilicus bayi, melakukan urutan pada tali pusat kearah ibu dan memasang klem kedua 2 cm dari klem pertama.

28.Memegang tali pusat diantara 2 klem menggunakan tangan kiri, dengan

perlindungan jari-jari tangan kiri, memotong tali pusat di antara kedua klem 29.Mengganti pembungkus bayi dengan kain kering dan bersih, membungkus bayi

hingga kepala

30.Memberikan bayi kepada ibu untuk disusui

31.Memeriksa fundus uteri untuk memastikan kehamilan tunggal 32.Memberi tahu ibu akan disuntik

33.Menyuntikkan oksitosin 10 unit secara intra muscular pada bagian luar paha kanan 1/3 bagian atas setelah melakukan aspirasi terlebih dahulu untuk memastikan bahwa ujung jarum tidak mengenai pembuluh darah


(29)

35.Meletakkan tangan kiri di atas simfisis menahan bagian bawah uterus, sementara tangan kanan memegang tali pusat menggunakan klem atau kain kasa dengan jarak 5-10 cm dari vulva

36.Saat uterus kontraksi, memegang tali pusat dengan tangan kanan sementara tangan kiri menekan fundus dengan hati-hati kearah dorso cranial

37.Jika dengan penegangan tali pusat terkendali, tali pusat terlihat bertambah panjang dan terasa adanya pelepasan plasenta, minta ibu untuk meneran sedikit sementara tangan kanan menarik tali pusat kearah bawah kemudian keatas sesuai dengan kurve jalan lahir hingga plasenta tampak pada vulva

38.Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta dengan hati-hati. Bila perlu (terasa ada tahanan), pegang plasenta dengan kedua tangan dan lakukan putaran searah untuk membantu pengeluaran plasenta dan mencegah robeknya selaput ketuban

39.Segera setelah plasenta lahir, melakukan massage pada fundus uteri, dengan menggosok fundus secara sirkuler menggunakan bagian palmar 4 jari tangan kiri hingga kontraksi uterus baik (uterus teraba keras)

40.Sambil tangan kiri melakukan massage pada fundus uteri, periksa bagian maternal dan bagian fetal plasenta dengan tangan kanan untuk memastikan bahwa seluruh kotiledon dan selaput ketuban sudah lahir lengkap, dan memasukkan kedalam kantong plastik yang tersedia

41.Memeriksa apakah ada robekan pada introitus vagina dan perineum yang menimbulkan perdarahan aktif


(30)

42.Periksa kembali kontraksi uterus dan tanda adanya perdarahan pervaginam, pastikan kontraksi uterus baik

43.Membersihkan sarung tangan dari lendir dan darah di dalam larutan klorin 0,5%, kemudian bilas tangan yang masih mengenakan sarung tangan dengan air yang sudah didesinfeksi tingkat tinggi dan mengeringkannya

44.Mengikat tali pusat + 1 cm dari umbilicus dengan simpul mati 45.Mengikat balik tali pusat dengan simpul mati untuk kedua kalinya.

46.Melepaskan klem pada tali pusat dan memasukkannya dalam wadah berisi klorin 0,5%

47.Membungkus kembali bayi

48.Berikan bayi kepada ibu untuk disusui

49.Lanjutkan pemantauan terhadap kontraksi uterus, tanda perdarahan pervaginam dan tanda vital ibu

50.Mengajarkan ibu/keluarga untuk memeriksa/merasakan uterus yang memiliki kontraksi baik dan mengajarkan untuk melakukan massage uterus apabila kontraksi uterus tidak baik

51.Mengevaluasi jumlah perdarahan yang terjadi 52.Memeriksa nadi ibu

53.Merendam semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5%

54.Membuang bahan-bahan yang terkontaminasi ketempat sampah yang disediakan 55.Membersihkan ibu dari sisa air ketuban, lendir, darah dan mengganti pakaiannya


(31)

56.Memastikan ibu merasa nyaman dan memberi tahu keluarga untuk membantu apabila ibu ingin minum

57.Dekontaminasi tempat persalinan dengan larutan klorin 0,5%

58.Membersihkan sarung tangan di dalam larutan klorin 0,5% melepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik dan merendamnya dalam larutan klorin 0,5% 59.Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir

60.Melengkapi partograf dan memeriksa tekanan darah.

WHO telah menetapkan isi kotak persalinan yang bersih serta penggunaannya yang benar dan efektif. Program yang sudah ada perlu di pertahankan atau di perluas untuk memberi dukungan terhadap efek positif penggunaan tiga bersih “ tangan, daerah perineum, daerah umbilikus “ instrumen yang akan di gunakan kembali harus disterilkan dengan cara yang benar (WHO, 1994).

Beberapa tindakan harus diambil selama persalinan untuk mencegah kemungkinan infeksi pada klien atau penolong persalinan berdasarkan petunjuk yang ditetapkan oleh (WHO, 1995).

2.2 Alat Pelindung Diri (APD)

2.2.1 Pengertian Alat Pelindung Diri

Menurut Suma’mur P.K (1992), alat pelindung diri adalah suatu alat yang dipakai untuk melindungi diri atau tubuh terhadap bahaya-bahaya kecelakaan kerja (Suma’mur P.K,1992). Jadi alat pelindung diri adalah merupakan salah satu cara untuk mencegah kecelakaan, dan secara teknis APD tidaklah sempurna dapat


(32)

melindungi tubuh akan tetapi dapat mengurangi tingkat keparahan dari kecelakaan yang terjadi.

Peralatan pelindung tidak menghilangkan ataupun mengurangi bahaya yang ada. Peralatan ini hanya mengurangi jumlah kontak dengan bahaya dengan cara penempatan penghalang antara tenaga kerja dengan bahaya. Banyak faktor yang dapat mengurangi efektivitas dari peralatan pelindung. Efektivitas sistem ini juga sangat bergantung pada perilaku tenaga kerja. Tanpa peralatan yang tepat, pelatihan yang memadai, penyimpanan dan perawatan yang baik, aplikasi peralatan pelindung tenaga kerja tidak akan efektif dalam mengendalikan bahaya (Anonim, 2000)

2.2.2 Syarat-syarat APD

Pemilihan APD yang handal secara cermat adalah merupakan persyaratan mutlak yang sangat mendasar. Pemakaian APD yang tidak tepat dapat mencelakakan tenaga kerja yang memakainya karena mereka tidak terlindung dari bahaya potensial yang ada di tempat mereka terpapar. Oleh karena itu agar dapat memilih APD yang tepat, maka perusahaan harus mampu mengidentifikasi bahaya potensi yang ada, khususnya yang tidak dapat dihilangkan ataupun dikendalikan, serta memahami dasar kerja setiap jenis APD yang akan digunakan di tempat kerja dimana bahaya potensial tersebut ada (Budiono,2003) ketentuan yang harus dipenuhi adalah :

1. Harus dapat memberikan perlindungan yang adekuat terhadap bahaya yang spesifik atau bahaya–bahaya yang dihadapi oleh tenaga kerja.

2. Berat alat hendaknya seringan mungkin, dan alat tersebut tidak menyebabkan rasa ketidaknyamanan yang berlebihan.


(33)

3. Harus dapat dipakai secara fleksibel. 4. Bentuknya harus cukup menarik. 5. Tahan untuk pemakaian yang lama.

6. Tidak menimbulkan bahaya-bahaya tambahan bagi pemakainya, yang

dikarenakan bentuk dan bahayanya tidak tepat atau karena salah dalam penggunaannya.

7. Harus memenuhi standard yang telah ada.

8. Tidak membatasi gerakan dan persepsi sensoris pemakainya.

9. Suku cadangnya harus mudah didapat guna mempermudah pemeliharaannya. Menurut Suma’mur (1992) menyatakan persyaratan yang harus dipenuhi alat pelindung diri :

1. Enak dipakai.

2. Tidak mengganggu kerja.

3. Memberikan perlindungan efektif terhadap jenis bahaya.

Menurut Boediono (2003) yang mengutip anjuran ILO (1989), beberapa kriteria dasar yang harus dipenuhi oleh semua jenis peralatan pelindung, ada dua hal yang terpenting yaitu :

1. Apapun sifat bahayanya, peralatan pelindung harus memberikan perlindungan terhadap bahaya tersebut.

2. Peralatan pelindung tersebut harus ringan dipakainya dan awet, dan membuat rasa kurang nyaman sekecil mungkin, tetapi memungkinkan mobilitas, penglihatan, dan sebagainya yang maksimum .


(34)

2.2.3 Perundang-undangan

Kewajiban pengurus dan tenaga kerja dalam kaitannya dengan alat pelindung diri diatur dalam pasal 9 dan pasal 12 UU No.1 tahun 1970 sebagai berikut :

a. Pasal 9 ayat 1 sub c menyebutkan bahwa pengurus diwajibkan menunjukkan kepada tenaga kerja baru tentang alat pelindung diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan.

b. Pasal 9 ayat 1 menyebutkan bahwa pengurus hanya dapat mempekerjakan tenaga kerja yang baru setelah ia yakin bahwa tenaga kerja telah memahami syarat-syarat tersebut di atas.

c. Pasal 12 sub c menyebutkan bahwa dengan peraturan perundang-undangan tersebut diatur kewajiban dan atau hak tenaga kerja untuk memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan.

d. Pasal 12 sub e menyebutkan bahwa tenaga kerja berhak menyatakan

keberatan kerja pada pekerjaan dimana syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diragukan olehnya kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan oleh pegawai pengawas yang masih dapat dipertanggung jawabkan.

Pasal 4 ayat 3 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.1/MEN/1991 tentang “kewajiban melaporkan penyakit akibat kerja”, menyebutkan bahwa pengurus wajib menyediakan secara cuma-cuma alat pelindung diri yang diwajibkan penggunaannya oleh tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya untuk mencegah penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja.


(35)

2.2.4 Jenis-jenis APD

Alat-alat proteksi diri beraneka ragam bentuknya. Menurut Suma’mur P.K (1992) ada 8 jenis APD, dimana penggolongannya berdasarkan bagian-bagian tubuh yang dilindunginya :

1. Alat Pelindung Kepala

Alat ini terdiri dari alat pengikat rambut, penutup rambut, topi dari berbagai bahan. Penggunaan alat ini bertujuan untuk melindungi kepala dari bahaya terbentur dengan benda tajam atau keras yang menyebabkan luka tergores, terpotong, tertusuk, terpukul oleh benda-benda jatuh, melayang dan meluncur, juga melindungi kepala dari panas radiasi, api, percikan bahan-bahan kimia korosif dan mencegah rambut rontok dengan bagian mesin yang berputar. Tenaga kerja wanita dengan rambut yang panjang sering mengalami kecelakaan akibat rambutnya terjerat dalam mesin yang berputar.

2. Alat Pelindung Mata.

Kacamata pengaman diperlukan untuk melindungi mata dari kemungkinan kontak dengan bahaya karena kepercikan atau kemasukan debu-debu, gas-gas, uap, cairan korosif, partikel-partikel melayang, atau terkena radiasi gelombang elektromagnetis. Ada lima tipe alat pelindung mata (Hasman, 1992) :

1. Spectacles., 2. Eye shields (kacamata tanpa pelindung samping); 3. Gogles (cup type dan box type) ; 4. Face screen; 5. Visors.


(36)

Alat ini digunakan untuk melindungi wajah dari bahaya cedera dari percikan api atau bahan berbahaya lainnya pada saat bekerja seperti pada pengelasan.

4. Alat Pelindung Tangan dan Jari

Menurut bentuknya sarung tangan dapat dibedakan menjadi : 1. Sarung tangan biasa (gloves). 2. Grantles : sarung tangan yang dilapisi plat logam. 3. Mitts : sarung tangan yang keempat jarinya terbungkus menjadi satu.

5. Alat Pelindung Kaki

Sepatu keselamatan kerja dipakai untuk melindungi kaki dari bahaya kejatuhan benda-benda berat, percikan larutan asam dan basa yang korosif atau cairan yang panas, terinjak benda-benda tajam.

6. Alat Pelindung Pernapasan/ Masker

Alat pelindung pernapasan/ masker diperlukan di tempat kerja dimana udara di dalamnya tercemar. Pencemaran udara berkisar dari pencemaran yang tidak berbahaya sampai kepada pencemaran yang sangat berbahaya. Bahan pencemar udara biasanya dalam bentuk debu, uap, gas, asap, atau kabut. Untuk menentukan alat pelindung diri pernapasan, maka lebih dahulu harus ditentukan jenis dan kadar bahan pencemar yang ada serta dievaluasi tingkat bahayanya.

7. Alat Pelindung Telinga.

Alat ini bekerja sebagai penghalang antara bising dan telinga dalam. Ada dua macam alat pelindung telinga yaitu :


(37)

2. Tutup telinga (ear muff) : mempunyai daya atenuasi suara sebesar 10-15 dB lebih besar dari ear plug.

8. Alat Pelindung Tubuh.

Pakaian pelindung dapat berbentuk apron yang menutupi sebagian tubuh yaitu mulai dari dada sampai lutut dan overalls yang menutupi seluruh badan. Pakaian pelindung digunakan untuk melindungi pemakainya dari percikan cairan, api, larutan bahan-bahan kimia korosif dan oli, cuaca kerja (panas, dingin, kelembaban).

Dalam melakukan asuhan persalinan normal alat pelindung diri yang digunakan adalah:

1. Alat Pelindung Kepala 2. Alat Pelindung Mata

3. Alat Pelindung Tangan dan Jari 4. Alat Pelindung Kaki

5. Alat Pelindung Pernapasan /masker 6. Alat Pelindung Tubuh

2.2.5 Tujuan dan Manfaat Pemakaian APD.

Pemakaian APD bertujuan untuk melindungi tenaga kerja dan juga merupakan salah satu upaya mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja oleh bahaya potensial pada suatu perusahaan yang tidak dapat dihilangkan atau dikendalikan (Suma’mur, 1992).


(38)

Keuntungan penggunaan APD dapat dirasakan oleh tiga pihak yaitu perusahaan, tenaga kerja, masyarakat dan pemerintah (Suma’mur, 1992) :

1. Perusahaan.

a. Meningkatkan keuntungan karena hasil produksi dapat terjamin baik jumlah maupun mutunya.

b. Penghematan biaya pengobatan serta pemeliharaan kesehatan para tenaga kerja. c. Menghindari terbuangnya jam kerja akibat absentisme tenaga kerja sehingga

dapat tercapai produktivitas yang tinggi dengan efisiensi yang optimal. 2. Tenaga kerja.

a. Menghindari diri dari resiko pekerjaan seperti kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.

b. Memberikan perbaikan kesejahteraan pada tenaga kerja sebagai akibat adanya keuntungan perusahaan.

3. Masyarakat dan pemerintah.

a. Meningkatkan hasil produksi dan menguntungkan perekonomian negara dan jaminan yang memuaskan bagi masyarakat.

b. Menjamin kesejahteraan masyarakat tenaga kerja, berarti melindungi sebagian penduduk Indonesia dan membantu usaha-usaha kesehatan pemerintah.

c. Kesejahteraan tenaga kerja, berarti dapat menjamin kesejahteraan keluarga secara langsung.

d. Merupakan suatu usaha kesehatan masyarakat yang akan membantu kearah pembentukan masyarakat sejahtera.


(39)

e. Kebiasaan hidup sehat diperusahaan akan membantu penerapannya dalam pembinaan kesehatan keluarga yang akan membawa hasil bagi usaha kesehatan masyarakat.

2.3 Faktor-Faktor yang berhubungan dengan Pemakaian APD 2.3.1 Faktor Predisposing (Predisposing Factor)

Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut oleh masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan sebagainya.

2.3.1.1 Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan (sebagian besar diperoleh dari indra mata dan telinga) terhadap objek tertentu. Menurut Notoatmodjo (1997) pengetahuan merupakan domain yang paling penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior) dan pengetahuan dapat diukur dengan melakukan wawancara. Perilaku yang didasari dengan pengetahuan dan kesadaran akan lebih bertahan lama dari pada perilaku yang tidak didasari ilmu pengetahuan dan kesadaran.

Pengetahuan yang mencakup di dalamnya 6 (enam) tingkatan yaitu (Notoatmodjo, 1993):

1. Tahu (Know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.


(40)

2. Memahami (Comprehension) diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui.

3. Aplikasi (Application) diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang real (sebenarnya).

4. Analisis (Analysis) diartikan suatu kemampuan untuk menjabarkan atau materi suatu objek terhadap komponen-komponennya tetapi masih dalam suatu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis (Synthesis) menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. 6. Evaluasi. (Evaluation) hal ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

Pengukuran dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menyatakan tentang isi materi yang diukur dari objek penelitian. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan tersebut di atas (Notoatmodjo ,1993).

2.3.1.2 Sikap

Menurut Notoatmodjo (1993) sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Menurut Newcomb yang dikutip oleh Notoatmodjo (1997) bahwa


(41)

sikap merupakan kesiapan/kesediaan seseorang untuk bertindak sebagai objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.

Menurut Ahmadi (1990) yang dikutip oleh Notoadmodjo (1997) sikap dibedakan menjadi:

a. Sikap positif, yaitu: sikap yang menunjukan atau memperlihatkan menerima atau mengakui, menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku dimana individu itu berada.

b. Sikap negatif yaitu: menunjukan penolakan atau tidak menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku dimana individu itu berada.

Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap juga terdiri dari berbagai tingkatan, yakni (Notoatmodjo, 1993):

1. Menerima (Receiving) diartikan orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

2. Merespon (Responding) diartikan sebagai memberikan jawaban apabila ditanya mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan.

3. Menghargai (Valuing) diartikan sebagai mengajak orang lain untuk mengerjakan dan mendiskusikan suatu masalah.

4. Bertanggung-jawab (Responsible) adalah bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu


(42)

objek, secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pertanyaan–pertanyaan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden

2.3.1.3 Umur

Menurut Gilmer yang dikutip oleh Suwita (2001) yang menyatakan bahwa ada pengaruh antara umur terhadap penampilan kerja dan seterusnya akan berkaitan dengan tingkat kinerja. Dalam perkembangannya manusia akan mengalami perubahan fisik dan mental akan digunakan tergantung dari jenis pekerjaan. Pada umumnya tenaga yang telah berusia tua relatif tenaga fisiknya lebih terbatas dari tenaga kerja yang masih muda.

2.3.1.4 Pendidikan

Pendidikan seseorang mempengaruhi cara berpikir dalam menghadapi

pekerjaan. De Partie Santis (1996) dikutip oleh Laurenta (2001) dimana dalam penelitiannya membuktikan bahwa pendidikan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi pendapatan dan cara kerja seseorang.

Faktor pendidikan adalah salah satu hal yang sangat besar pengaruhnya terhadap peningkatan produktivitas kerja yang dilakukan. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin besar kemungkinan tenaga kerja dapat bekerja dan melaksanakan pekerjaannya (Ravianto, 1990).


(43)

2.3.1.5 Masa Kerja

Pengalaman untuk kewaspadaan terhadap kecelakaan bertambah sesuai dengan usia, masa kerja diperusahaan dan lamanya bekerja ditempat kerja yang bersangkutan. Tenaga kerja baru biasanya belum mengetahui secara mendalam seluk beluk pekerjaan dan keselamatannya, selain itu tenaga kerja baru sering mementingkan selesainya sejumlah pekerjaan yang diberikan kepada mereka sehingga keselamatan tidak cukup mendapatkan perhatian mereka. Dalam suatu perusahaan pekerja-pekerja baru yang kurang pengalaman sering mendapat kecelakaan sehingga perhatian khusus perlu diberikan kepada mereka. Lama kerja seseorang dapat dikaitkan dengan pengalaman yang didapatkan di tempat kerja. Semakin lama seseorang bekerja semakin banyak pengalaman dan semakin tinggi pengetahuannya dan keterampilannya (Silalahi, 1985).

Masa kerja sangat mempengaruhi pengalaman seseorang terhadap pekerjaan dan lingkungan dimana ia bekerja, semakin lama ia bekerja semakin banyak pengalamannya. Hal ini akan mempengaruhi persepsi, sikap, melakukan pekerjaan yang lebih terkontrol (Ravianto, 1990). Menurut Pandji ( 2001) tenaga kerja yang mempunyai masa kerja yang lama akan lebih terampil dan berpengalaman di dalam mengerjakan pekerjaannya sehingga hasilnya akan lebih baik dan aman.


(44)

2.3.2 Faktor Pemungkin (Enabling Factor)

Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi, dan sebagainya.

2.3.2.1 Sarana

Dibutuhkan pedoman tertentu tentang penempatan fasilitas dan penanganannya, disamping untuk memenuhi kebutuhan jabatan seseorang, asas keserasian juga tetap untuk meningkatkan efisiensi kerja pegawai (Nurdin, 1992). Keserasian perbandingan antara manusia dengan alat kerja sehingga turut menjamin adanya suasana kerja yang menggairahkan. Peralatan dan perlengkapan harus tepat guna dan tidak mewah. Setiap alat dan perlengkapan harus diadakan sesuai dengan tingkat kemungkinan terjadinya kecelakaan (Laurenta, 2001).

2.3.3 Faktor Penguat (Reinforcing Factor)

Faktor ini meliputi faktor sikap dan prilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan prilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga di sini undang-undang, peraturan-peraturan, baik dari pusat maupun pemerintah daerah, yang terkait dengan kesehatan.


(45)

2.3.3.1 Kebijakan K3

Kebijakan adalah arah yang ditentukan untuk dipatuhi dalam proses kerja dan organisasi perusahaan. Kebijakan yang ditetapkan manajemen menuntut partisipasi dan kerjasama semua pihak. Setiap peserta diberikan pengarahan dan pemikiran yang akan membantu mencapai sasaran dan hasil (Silalahi dkk,1985)

Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: PER.05/MEN/1996 Kebijakan adalah pernyataan tertulis yang dapat dibuat melalui proses konsultasi antara pengurus dan wakil tenaga kerja yang memuat keseluruhan tujuan perusahaan, komitmen dan tekad melaksanakan K3 kerangka dan program kerja perusahaan yang bersifat umum dan operasional yang ditandatangani oleh pengusaha atau pengurus.

Awal penerapan K3 di perusahaan harus dilandasi dengan kebijakan K3 dari manajemen perusahaan yang merupakan komitmen Top Manajemen terhadap kebijakan Undang-Undang No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja sebagai usaha perlindungan terhadap aset perusahaan. Kebijakan K3 merupakan komponen dasar kebijakan manajemen yang akan memberi arah bagi setiap pertimbangan yang menyangkut aspek operasional dari kualitas, volume dan lingkungan kerja.

Adapun yang termasuk kedalam kebijakan K3 di perusahaan meliputi: kebersihan rumah tangga perusahaan, penggunaan mesin-mesin, penggunaan APD, prosedur pemeliharaan, laporan kecelakaan, P3K, pencegahan kebakaran, pembatasan peralatan listrik, merokok dan minum, larangan bersenda gurau, izin masuk pabrik lain-lain diterapkan ditempat kerja (Widjanarko, 1997 cit Laurenta, 2001).


(46)

2.3.3.2 Penilaian

Salah satu lagi tugas pimpinan adalah evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan dalam upaya pencapaian tujuan. Evaluasi yang digunakan berdasarkan pada efektivitas dan efisiensi. Ada dua kategotri evaluasi yaitu kesesuaian

(appropriateness) yang dihubungkan dengan kebutuhan memenuhi tujuan program dan prioritas pilihan dan nilai-nilai yang tersedia, dan kecukupan (adequency) yang berhubungan dengan masalah dapat terselesaikan melalui kegiatan yang telah diprogramkan (Syamsi, 2001).

2.4 Landasan Teori

Penggunaan alat pelindung diri merupakan usaha terakhir dalam upaya keselamatan dan kesehatan kerja. Faktor manusia memegang peranan penting dalam mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja. Perilaku pekerja dalam penggunaan alat pelindung diri penting diperhatikan dalam upaya mencapai keselamatan dan kesehatan kerja.

Menurut teori Green 1980 yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007) , yang mendasari timbulnya perilaku dapat dikelompokan menjadi faktor predisposing, enabling, dan reinforcing. Faktor-faktor yang tergolong sebagai faktor predisposing

antara lain pengetahuan, sikap, umur, pendidikan, dan masa kerja. Faktor enabling

(faktor pemungkin) , mencakup ketersedian sarana dan prasarana dalam hal ini sarana alat pelindung diri.


(47)

Sedangkan faktor reinforcing (faktor penguat) mencakup penyebab tidak langsung yang mempengaruhi perilaku bidan sehubungan dengan penggunaan alat pelindung diri berupa kebijakan perusahaan dalam hal pengawasan, serta sanksi yang diberikan (Notoatmodjo, 1997).

2.5 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen Faktor Predisposing:

- Pengetahuan - Sikap - Umur - Pendidikan - Masa Kerja

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

Penggunaan APD

Faktor Enabling:

- Ketersediaan APD/sarana

Faktor Reinforcing:

- Kebijakan - Penilaian


(48)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan menggunakan studi cross sectional untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan Alat Pelindung diri dalam asuhan persalinan normal di Rumah Sakit Meuraxa Banda Aceh tahun 2008.

3.2 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan Rumah Sakit Meuraxa Banda Aceh. Penelitian dimulai dengan penelusuran daftar pustaka, survei awal, persiapan proposal penelitian, pelaksanaan penelitian, sampai penyusunan laporan akhir. Penelitian ini berlangsung selama Desember-Agustus 2008.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi adalah seluruh bidan yang melakukan asuhan persalinan normal yang berjumlah 20 orang tenaga di Rumah Sakit Meuraxa Banda Aceh tahun 2008.

3.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi yang berjumlah 20 orang tenaga bidan, dengan kriteria yang telah mendapatkan Asuhan Persalinan Normal di Rumah Sakit Meuraxa Banda Aceh tahun 2008.


(49)

3.4 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini melalui observasi dan wawancara langsung dengan responden yang berpedoman pada kuesioner yang telah dipersiapkan. Kuesioner tersebut telah dilakukan uji Validitas dan Reliabilitas alat ukur. Kuesioner diadopsi dari hasil penelitian Indra Siregar (2003) dan modifikasi oleh peneliti. Data yang diperoleh dalam bentuk data sekunder dari Rumah Sakit Meuraxa Banda Aceh, yaitu: Gambaran Umum Rumah Sakit Meuraxa Banda Aceh, yang meliputi profil Rumah Sakit Meuraxa Banda Aceh dan Data tenaga kesehatan di Rumah Sakit Meuraxa Banda Aceh.

3.5 Variabel dan Defenisi Operasional

1. Penggunaan alat pelindung diri adalah alat atau sarana pelindung diri yang digunakan bidan pada saat melakukan asuhan persalinan normal yang berfungsi melindungi pekerja dan juga pasien.

2. Pengetahuan adalah pemahaman bidan yang melakukan asuhan persalinan normal di Rumah Sakit Meuraxa Banda Aceh terhadap penggunaan APD.

3. Sikap adalah reaksi bidan yang melakukan asuhan persalinan normal di Rumah Sakit Meuraxa Banda Aceh terhadap penggunaan APD.

4. Umur adalah ulang tahun terakhir bidan dalam hitungan tahun sampai pada saat penelitian berlangsung.


(50)

6. Sarana adalah adalah ada tidaknya sarana yang APD di rumah sakit serta pemanfataannya oleh bidan dalam melakukan asuhan persalinan normal berdasarkan pengamatan dan persepsi bidan

7. Kebijakan adalah pedoman pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja yang merupakan komitmen pimpinan dan pekerja di Rumah Sakit Meuraxa Banda Aceh.

8. Penilaian adalah pengawasan dan penilaian pihak rumah sakit terhadap bidan yang melakukan asuhan persalinan normal di Rumah Sakit Meuraxa Banda Aceh terhadap penggunaan APD.

3.6 Metode Pengukuran

Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan adalah wawancara langsung dengan kuesioner.

1. Untuk mengukur tingkat penggunaan APD pada asuhan persalinan normal

digunakan lembaran pengamatan peneliti dengan hasil ukur bila Ya (nilai2), Tidak (1).

2. Untuk faktor pengetahuan dan sikap diukur dengan skala tipe likert dimana jawaban setiap item instrumen mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, yaitu untuk pengetahuan nilai yang diberikan adalah sangat tahu (nilai 5), tahu (nilai 4), ragu-ragu (nilai 3), tidak tahu (nilai 2), dan sangat tidak tahu (nilai1), sedangkan nilai faktor sikap adalah sangat setuju (nilai 5),setuju (nilai 4), ragu-ragu (nilai 3), tidak setuju (nilai 2), dan sangat tidak setuju (nilai1).


(51)

Nilai faktor kebijakan dan penilaian adalah sangat baik (nilai 5), baik (nilai 4), kurang baik (nilai 3), tidak baik (nilai 2), dan sangat tidak baik (nilai 1).

3. Faktor sarana APD diukur dengan skala likert dengan skor 5 (sangat baik), 4 (baik), 3 (kurang baik), 2 (tidak baik), dan 1 (sangat tidak baik). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.1:

Tabel 3.1 Metode Pengukuran

No Nama

variabel Cara Ukur

Skala

Ukur Kategori Hasil Ukur

1. Penggunaan APD

Observasi 1. Ya (2)

2. Tidak(1)

2. Pengetahuan Wawancara Interval 1. Sangat tidak tahu

2. Tidak tahu 3. Ragu-ragu 4. Tahu 5. Sangat tahu

1. Sangat Tidak Baik (10-17) 2. Tidak Baik (18-25) 3. Cukup Baik (26-33) 4. Baik (34-41) 5. Sangat Baik (42-50)

3. Sikap Wawancara Interval 1. Sangat tidak setuju

2. Tidak setuju 3. Ragu-ragu 4. Setuju 5. Sangat setuju

1. Sangat tidak Baik (11-19) 2. Tidak Baik (20-28) 3. Cukup Baik (29-37) 4. Baik (38-46) 5. Sangat Baik (47-55)

4. Umur Wawancara Interval 1. ≤ Mean

2. > Mean

1. ≤ 33 Tahun

2. > 33 Tahun

5. Pendidikan Wawancara Ordinal 1. D-I

2. D-III 3. D-IV 4. S1

1. D-I Kebidanan 2. D-III Kebidanan 3. D-IV Kebidanan 4. S1-Kebidanan

6. Masa kerja wawancara Interval 1. ≤ Mean

2. > Mean

1. ≤ 4 Tahun

2. >4 Tahun

7. Kebijakan wawancara Interval 1. Sangat tidak baik

2. Tidak baik 3. Cukup baik 4. Baik 5. Sangat baik

1. Sangat tidak baik (1-8) 2. Tidak baik (9-16) 3. Cukup baik (17-24) 4. Baik (25-32) 5. Sangat baik (33-40)

8 Sarana Wawancara Interval 1. Sangat tidak baik

2. Tidak baik 3. Cukup baik 4. Baik 5. Sangat baik

1. Sangat tidak baik (12-20) 2. Tidak baik (21-30) 3. Cukup baik (31-40) 4. Baik (41-50) 5. Sangat baik (51-60)

9. Penilaian Wawancara Interval 1. Sangat tidak baik

2. Tidak baik 3. Cukup baik 4. Baik 5. Sangat baik

1. Sangat tidak baik (1-4) 2. Tidak baik (5-8) 3. Cukup baik (9-12) 4. Baik (13-16) 5. Sangat baik (21-20)


(52)

3.7 Metode Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini meliputi analisis univariat untuk melihat distribusi frekuensi setiap variabel penelitian, kemudian dilanjutkan dengan analisis bivariat untuk untuk melihat ada tidaknya hubungan faktor individu (pengetahuan sikap, umur, pendidikan, dan masa kerja) dan faktor manajemen (kebijakan dan penilaian) terhadap penggunaan APD dalam asuhan persalinan normal di Rumah Sakit Meuraxa Banda Aceh 2008 dengan menggunakan uji korelasi Pearson, dengan pertimbangan skala data merupakan skala interval dan rasio (Umar, 2008).

Kemudian untuk mengetahui faktor paling dominan dari variabel independen terhadap penggunaan APD dilakukan analisis multivariat dengan menggunakan uji regresi berganda pada tingkat kepercayaan 95% ( =0,05).


(53)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Meuraxa merupakan salah satu RS Pemerintah dengan Type C dengan kode RS 1171110 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor.009-E/Menkes/SK/I/2003. secara defacto RSU Meuraxa diresmikan sejak tanggal 26 April 1997 dengan Type D, dan mengalami perubahan sebelum dan sesudah Tsunami menjadi Kelas C pada tanggal 19 Desember 2003. RSU Meuraxa beralamat di Jalan Iskandar Muda Ulee Lheu Kecamatan Meuraxa Banda Aceh dengan luas lahan 15.800 m2. Adapun Visi RSU Meuraxa adalah “menuju pelayanan prima dan profesional bertaraf daerah pada tahun 2010”, dengan rincian misi:

1. Meningkatkan pelayanan kesehatan secara paripurna, sesuai standar profesional, bermutu dan terjangkau dalam rangka pencapaian dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat secara optimal;

2. Meningkatkan manajemen SDM RSU Meuraxa melalui penjenjangan karir,

pendidikan, dan pelatihan, training sesuai profesionalitasnya;

3. Menerapkan RSU Meuraxa sebagai Rumah Sakit rujukan, sarana pendidikan, penelitian dan pengembangan kesehatan sesuai dengan kebutuhan, secara tepat guna dan berdaya guna;

4. Meningkatkan sarana dan prasarana RSU Meuraxa sesuai denga standart yang berlaku


(54)

Sedangkan dilihat dari keadaan Tenaga di Rumah Sakit Umum Meuraxa bervariasi berdasarkan latar belakang pendidikan. Data menunjukkan tenaga mdis yang paling banyak adalah D-3 tehnis yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu ketehnisan seperti Aakademi Kesehatan Lingkungan, Akademi Rontgent, dan lain sebagainya yaitu sebanyak 41 orang (20,6%), disusul tenaga keperawatan dengan pendidikan D-3 Keperawatan yaitu sebanyak 29 orang (14,6%), sedangkan jumlah bidan dengan latar belakang D-1 dan D-3 Kebidanan sebanyak 20 orang (10,1%). Secara terperinci dapat dilihat pada pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Distribusi Ketenagaan di Rumah Sakit Umum Meuraxa Tahun 2008

Ketenagaan Jumlah

(orang) %

1. Dokter Spesialis 1 0.5

2. Dokter Umum 23 11.6

3. Dokter Gigi 4 2.0

4. S-2 Kesehatan Masyarakat 4 2.0

5. S-2 MARS 8 4.0

6. S-1 Kesehatan Masyarakat 8 4.0

7. Apoteker 2 1.0

8. D-3 Farmasi 1 0.5

9. SMF 9 4.5

10. Psikologi 2 1.0

11. D-III Kesehatan Tehnis 41 20.6

12. S-1 Keperawatan 3 1.5

13. Akper 29 14.6

14. SPK 17 8.5

15. Bidan 20 10.1

16. AKG 3 1.5

17. SPRG 4 2.0

18. Anestesi 1 0.5

19. Tenaga Non Medik 19 9.5

Jumlah 199 100


(55)

Berdasarkan Peraturan Daerah Nomo 07 Tahun 2000, struktur organisasi RSU Meuraxa terdiri dari :

1) Direktur Rumah Sakit;

2) Kasie Pelayanan membawahi 3 sub seksi;

3) Kasie Keperawatan yang membawahi asuhan keperawatan, mutu dan etika keperawatan, dan logistik keperawatan;

4) Kasubbag Sekretariat dan Rekam Medik, yang membawahi Kaur Tata Usaha, kepegawaian, rumah tangga dan rekam medik;

5) Kasubabg Keuangan dan program, yang membawahi program dan anggaran, akuntansi, mobilisasi dana dan pembendaharaan.

4.2 Analisis Univariat 4.2.1 Faktor Predisposing

Analisis univariat merupakan salah satu analisis data hasil penelitian dengan mendistribusikan variabel penelitian dalam tabel distribusi frekuensi. Faktor

Predisposing merupakan faktor yang mendukung yang berasal dari individu terhadap penggunaan alat pelindung diri dalam melaksanakan asuhan persalinan normal. Faktor tersebut terdiri dari umur, masa kerja, pendidikan, pengetahuan dan sikap responden. Hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.2


(56)

Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Faktor Predisposing dalam Asuhan Persalinan Normal di Rumah Sakit Meuraxa Tahun 2008

No Faktor Predisposing Jumlah

(orang) Persentase (%)

1 Umur

a. ≤ 33 Tahun 7 35,0

b. > 33 Tahun 13 65,0

Jumlah 20 100

2 Pendidikan

a. D-1 Kebidanan 9 45,0

b. D-III Kebidanan 11 55,0

Jumlah 20 100

3 Masa Kerja

a. ≤ 4 Tahun 11 55,0

b. > 4 Tahun 9 45,0

Jumlah 20 100

4 Pengetahuan

a. Cukup Baik 11 55.0

b. Baik 7 35.0

c. Sangat Baik 2 10.0

Jumlah 20 100

5 Sikap

a. Cukup Baik 9 45.0

b. Baik 8 40.0

c. Sangat Baik 3 15.0

Jumlah 20 100

Berdasarkan Tabel 4.2 di atas, menunjukkan mayoritas responden merupakan bidan yang berusia >33 tahun yaitu sebanyak 13 orang (65%), dengan pendidikan D-III kebidanan yaitu sebanyak 11 responden (55%). Berdasarkan masa kerja responden mayoritas mempunyai masa kerja ≤4 tahun, yaitu sebanyak 11 responden (55,0%). Dilihat dari pengetahuan responden, mayoritas responden mempunyai pengetahuan tentan penggunaan alat pelindung diri dalam persalinan normal termasuk kategori


(57)

cukup baik yaitu sebanyak 11 responden (55%), dan hanya 2 orang (10%) yang mempunyai pengetahuan kategori sangat baik, sedangkan sikap responden tentang penggunaan alat pelindung diri dalam asuhan persalinan normal relatif tidak ada perbedaan persentase antara sikap yang cukup baik dan baik, masing-masing 9 responden (45,0%) dan 8 responden (40%), dan hanya 3 responden (15%) termasuk sikap kategori sangat baik terhadap penggunaan ala pelindung diri dalam asuhan persalinan normal.

4.2.2 Faktor Enabling

Faktor enabling merupakan faktor yang memungkinkan seseorang bidan

untuk menggunakan alat pelindung diri dalam melakukan asuhan persalinan normal di rumah sakit, yaitu ketersediaan sarana Alat Pelindung Diri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden mengatakan bahwa mayoritas ketersediaan sarana APD termasuk kategori cukup baik, yaitu sebanyak 11 responden (55,0%), dan realtif sama responden yang mengatakan baik dan sangat baik terhadap ketersediaan APD, masing-masing 5 responden (25%), dan 4 responden (20%), seperti pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Faktor Enabling dalam Asuhan Persalinan Normal di Rumah Sakit Meuraxa Tahun 2008

No Faktor Predisposing Jumlah

(orang) Persentase (%)

1. Cukup Baik 11 55,0

2. Baik 5 25,0

3. Sangat Baik 4 20,0


(58)

4.2.3 Faktor Reinforcing

Faktor reinforcing merupakan faktor yang menguatkan seseorang untuk menggunakan alat pelindung diri dalam asuhan persalinan normal. Faktor tersebut terdiri dari penilaian dan pengawasan manajemen terhadap perilaku bidan dalam menggunakan APD, dan faktor kebijakan yaitu pedoman pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja yang merupakan komitmen pimpinan dan pekerja di Rumah Sakit Meuraxa Banda Aceh.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 70% responden mengatakan penilaian yang dilakukan pihak manajemen rumah sakit kategori cukup baik, dan hanya 30% yang mengatakan baik, sedangkan berdasarkan variabel kebijakan menunjukkan persentase yang sama antara kategori cukup baik dan baik masing-masing 50%, dan tidak ditemukan responden yangmengatakan sangat buruk dan sangat baik. Hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.4

Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Faktor Reinforcing dalam Asuhan Persalinan Normal di Rumah Sakit Meuraxa Tahun 2008

No Faktor Reinforcing Jumlah

(orang) Persentase (%)

1 Penilaian

a. Cukup Baik 14 70.0

b. Baik 6 30.0

Jumlah 20 100

2 Kebijakan

a. Cukup Baik 10 50.0

b. Baik 10 50.0


(59)

4.2.4. Variabel Penggunaan Alat Pelindung Diri

Penggunaan alat pelindung diri merupakan alat yang digunakan bidan pada saat melakukan asuhan persalinan normal yang berfungsi melindungi pekerja dan juga pasien. Sebelum dilakukan pengukuran variabel penggunaan alat pelindung diri terlebih dahulu dilakukan penggalian informasi tentang pengawasan dan penyuluhan terhadap bidan yang menggunakan alat pelindung diri dalam melakukan asuhan persalinan normal di rumah sakit.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 55% responden mengatakan pihak manajemen tidak melakukan pengawasan APD, dengan frekuensi 20% mengatakan pengawasan dilakukan seminggu sekali, 30% mengatakan pengawasan sebulan sekali, sedangkan berdasarkan pemberian sanksi, 10% responden mengatakan pihak manajemen melakukan pemberian denda terhadap bidan jika tidak menggunakan APD, dan sanksi berupa teguran lisan 60% respoden mengatakan pernah mendapatkan teguran secara lisan jika tidak menggunakan APD, dan hanya 30% yang mendapatkan pujian dari manajemen jika menggunakan APD secara rutin dan tepat. Dilihat dari penyuluhan penggunaan APD, 15% menyatakan penyuluhan yang dilakukan dengan frekuensi 1 kali seminggu, 25% menyatakan penyuluhan yang dilakukan dengan frekuensi 1 kali sebulan, seperti pada Tabel 4.5.


(60)

Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Penggunaan Alat Pelindung Diri dalam Asuhan Persalinan Normal di Rumah Sakit Meuraxa Tahun 2008

Ya Tidak

No Penggunaan Alat Pelindung Diri n % n %

1 Pengawasan Penggunaan APD 9 45 11 55

2 Frekuensi Pengawasan 1 kali seminggu 4 20 16 80

3 Frekuensi Pengawasan 1 kali sebulan 6 30 14 70

4 Pemberian denda jika bidan tidak menggunakan APD 2 10 18 90

5 Teguran lisan jika bidan tidak menggunakan APD 12 60 8 40

6 Pemberian pujian 6 30 14 70

7 Penyuluhan penggunaan APD 1 kali seminggu 5 25 15 85

8 Penyuluhan penggunaan APD 1 kali sebulan 3 15 17 75

Berdasarkan evaluasi pengawasan dan pengamatan peneliti, 55% responden yang tidak menggunakan Alat Pelindung Diri dengan baik dalam melakukan asuhan persalinan normal, dan 45% responden menggunakan APD dalam melakukan asuhan persalinan normal, seperti pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Penggunaan Alat Pelindung Diri dalam Asuhan Persalinan Normal di Rumah Sakit Meuraxa Tahun 2008

Penggunaan Alat Pelindung Diri Jumlah

(orang) Persentase (%)

a. Ya 11 55,0

b. Tidak 9 45,0

Jumlah 20 100

4.3 Analisis Bivariat

Analisis bivariat merupakan analisis lanjutan dari analisis univariat yang melakukan tabulasi silang antara variabel independen dengan dependen, dan dapat dilihat hubungan antara dua variabel tersebut melalui pengujian statistik.


(61)

4.3.1 Hubungan Faktor Predisposing dengan Penggunaan Alat Pelindung Diri

Hasil penelitian berdasarkan variabel umur menunjukkan bahwa proporsi responden yang menggunakan APD, diketahui pada responden berusia ≤33 tahun (71,4%) dibandingkan pada responden berusia >33 tahun (69,2%). Hasil uji korelasi pearson menunjukkan tidak ada hubungan umur dengan penggunaan APD dengan nilai p=0,110 (p<0,05).

Berdasarkan pendidikan, diketahui proporsi responden dengan pendidikan D-1 kebidanan 55,6% yang menggunakan APD dibandingkan dengan responden berpendidikan D-III kebidanan yaitu hanya 36,4%. Hasil uji korelasi pearson

menunjukkan tidak ada hubungan signifikan antara pendidikan dengan penggunaan APD dengan nilai p=0,418 (p<0,05).

Berdasarkan masa kerja, diketahui proporsi responden yang menggunakan APD, 63,6% pada responden dengan masa kerja ≤4 tahun. Hasil uji korelasi pearson

menunjukkan tidak ada hubungan signifikan antara masa kerja dengan penggunaan APD dengan nilai p=0,393 (p<0,05).

Berdasarkan pengetahuan, diketahui proporsi responden yang menggunakan APD 100% terdapat pada responden dengan pengetahuan kategori sangat baik, 71,4% terdapat pada responden dengan pengetahuan kategori baik, dibandingkan responden

dengan pengetahuan cukup baik yaitu 18,2%. Hasil uji korelasi pearson

menunjukkan terdapat hubungan signifikan antara pengetahuan dengan penggunaan APD dengan nilai p=0,004 (p<0,05).


(62)

Berdasarkan sikap, diketahui proporsi responden yang menggunakan APD 87,5% terdapat pada responden dengan sikap kategori baik, 33,3% terdapat pada responden dengan sikap kategori sangat baik, dibandingkan responden dengan sikap cukup baik yaitu 11,1%. Hasil uji korelasi pearson menunjukkan terdapat hubungan signifikan antara sikap dengan penggunaan APD dengan nilai p=0,019 (p<0,05). Seperti pada Tabel 4.7

Tabel 4.7. Hubungan Faktor Predisposing, Enabling dan Reinforcing dengan Penggunaan Alat Pelindung Diri dalam Asuhan Persalinan Normal di Rumah Sakit Meuraxa

Penggunaan APD Ya Tidak Variabel

n % n %

Total % p

Umur

a. ≤33 Tahun 5 71,4 2 28,6 7 100

b. >33 Tahun 9 69,2 4 30,8 13 100 0,110

Pendidikan

a. D-1 Kebidanan 5 55.6 4 44.4 9 100

b. D-III Kebidanan 4 36.4 7 63.6 11 100 0,418

Masa Kerja

a. ≤4 Tahun 7 63,6 4 36,4 11 100

b. >4 Tahun 2 22,2 7 77,8 9 100 0,393

Pengetahuan

a. Cukup Baik 2 18.2 9 81.8 11 100

b. Baik 5 71.4 2 28.6 7 100

c. Sangat Baik 2 100 0 0.0 2 100

0,004*

Sikap

a. Cukup Baik 1 11.1 8 88.9 9 100

b. Baik 7 87.5 1 12.5 8 100

c. Sangat Baik 1 33.3 2 66.7 3 100

0,019*


(63)

4.3.2 Hubungan Faktor Enabling dengan Penggunaan Alat Pelindung Diri

Faktor enabling tersebut adalah ketersediaan sarana APD, yaitu pendapat responden mengenai ketersediaan sarana APD di rumah sakit untuk kepentingan asuhan persalinan normal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang menggunakan APD 50% menyatakan bahwa ketersediaan sarana sangat baik, sedangkan responden yang menyatakan ketersediaan sarana kategori baik 40% menggunakan APD, dan responden yang menyatakan ketersediaan sarana APD cukup baik, 45,5% menggunakan APD. Hasil uji korelasi pearson menunjukkan tidak ada hubungan signifikan antara ketersediaan APD dengan penggunaan APD dengan nilai

p=0,968 (p>0,05). Seperti pada Tabel 4.8

Tabel 4.8. Hubungan Faktor Enabling dengan Penggunaan Alat Pelindung Diri Penggunaan APD

Ya Tidak Variabel

Ketersediaan Sarana APD

n % n %

Total % p

a. Cukup Baik 5 45,5 6 54,5 11 100

b. Baik 2 40,0 3 60,0 5 100

c. Sangat Baik 2 50,0 2 50,0 4 100

0,968

4.3.3 Hubungan Faktor Reinforcing dengan Penggunaan Alat Pelindung Diri

Faktor reinforcing merupakan faktor yang memungkinkan untuk

menggunakan APD dalam pelaksanaan asuhan persalinan normal. Hasil penelitian berdasarkan hasil tabulasi silang menunjukkan bahwa berdasarkan variabel penilaian oleh manajemen RS, diketahui responden yang menggunakan APD 83,3%


(64)

memperoleh penilaian secara baik dari manajemen dibandingkan dengan responden yang memperloleh penilaan kategori cukup baik yaitu hanya 28,6%. Hasil uji korelasi korelasi pearson menunjukkan terdapat hubungan signifikan antara penilaian dengan penggunaan APD dengan nilai p=0,023 (p<0,05).

Berdasarkan variabel kebijakan manajemen RS, diketahui responden yang menggunakan APD 70% yang mengatakan kebijakan kategori baik dibandingkan dengan responden yang mengatakan kebijakan kategori cukup baik yaitu hanya 20%. Hasil uji korelasi pearson menunjukkan terdapat hubungan signifikan antara kebijakan dengan penggunaan APD dengan nilai p=0,024 (p<0,05). Seperti pada Tabel 4.9

Tabel 4.9. Hubungan Faktor Reinforcing dengan Penggunaan Alat Pelindung Diri dalam Asuhan Persalinan Normal di Rumah Sakit Meuraxa

Penggunaan APD Ya Tidak No Variabel

n % n %

Total % p

1 Penilaian

a. Cukup Baik 4 28.6 10 71.4 14 100

b. Baik 5 83.3 1 16.7 6 100 0,023*

2 Kebijakan

a. Cukup Baik 2 20.0 8 80.0 10 100

b. Baik 7 70.0 3 30.0 10 100 0,024*

Keterangan :*) signifikan pada taraf nyata 95% (p<0,05) 4.4 Analisis Multivariat

Analisis multivariat merupakan kelanjutan dari analisis bivariat, dengan ketentuan variabel-variabel independen pada analisis bivariat menunjukkan nilai


(1)

Berdasarkan ruang lingkup pekerjaan bidan dalam asuhan persalinan normal, dapat diketahui bahwa mereka wajib menggunakan APD selama memberikan tindakan medisnya, hal ini selain sebagai upaya sterilisasi bagi bayi dan ibu melahirkan, juga dapat memproteksikan diri dari resiko penyakit dan kesehatannya.

Penilaian yang dilakukan oleh manajemen RSU Meuraxa relatif kurang, dan tidak terencana. Hal ini diindikasikan dari tidak adanya jadwal khusus bagi manajemen untuk melakukan pemantauan dalam proses pelayanan asuhan kebidanan, serta bimbingan teknis atau penyuluhan kepada bidan guna meningkatkan pengetahuan mereka tentang K3 di rumah sakit, apalagi pihak manajemen tidak pernah memberikan sanksi jika didapati bidan tidak menggunakan APD dalam melakukan asuhan persalinan normal, tetapi hanya berupa teguran. Hal tersebut menyebabkan bidan tidak disiplin dalam menggunakan APD dalam memberikan asuhan persalinan normal di RSU Meuraxa.


(2)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Tidak mempunyai hubungan signifikan secara statistic antara variabel umur, pendidikan, masa kerja dan ketersediaan APD dengan penggunaan APD oleh bidan dalam melakukan persalinan normal di RSU Meuraxa.

2. Terdapat hubungan yang signifikan pengetahuan, sikap, penilaian dan kebijakan dengan penggunaan APD dalam melakukan persalinan normal di RSU Meuraxa.

3. Variabel Penilaian merupakan variabel paling dominan yang berhubungan dengan penggunaan APD oleh bidan dalam asuhan persalinan normal di RSU Meuraxa Banda Aceh

6.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disarankan sebagai berikut:

1. Perlu peningkatan pengawasan dan penilaian terhadap perilaku bidan dan kinerja bidan dalam melaksanakan asuhan persalinan normal khususnya dalam penggunaan APD, serta memberikan sanksi yang tegas. Bentuk sanksi tersebut


(3)

berupa sanksi peringatan secara lisan dan tertulis atau pemindahan (rotasi) ke unit lain seperti unit gawat darurat.

2. Perlu kebijakan secara tertulis seperti surat keputusan maupun bentuk kebijakan lain yang berkaitan dengan manajemen kebijakan.

3. Bagi Manajemen Rumah Sakit Meuraxa supaya meningkatkan pengetahuan bidan dalam menggunakan Alat Pelindung Diri melalui pelatihan dan bimbingan teknis baik secara berkala maupun rutin serta melalui studi kasus ke RS lainnya; 4. Perlu penelitian lanjutan tentang perilaku tenaga medis terhadap penggunaan

APD di rumah sakit lain dengan jumlah sampel yang lebih banyak dan membandingkannya dengan beberapa rumah sakit.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2000. Modul Pelatihan bagi Pelatih Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Labor Ocupational Health Program Berkeley Program Kesehatan Kerja Univ. of California Berkeley dan Maquiladora Health and Safety Support Network Jarian Pendukung Kesehatan dan Keselamatan Kerja Maqualadora, 26-29 Juni 2000, Jakarta Indonesia.

Anonim., 2000, Satu Abad K3 di Indonesia. Balai Pustaka, Jakarta.

Anwar A, dan Perwitasari, D, 2006. Tingkat risiko pemakaian APD dan Hiegine Petugas Laboratorium Klnik RSUPN Ciptomangunkusumo Jakarta. Jurnal Ekologi Kesehatan Volume 5 No 1 April 2006.

Arep, A. dan Tanjung, H, 2003. Manajemen Motivasi. PT Gramedia Widia Sarana Indonesia, Jakarta.

Aditama T. dan Hastuti T, 2002. Kesehatan dan Keselamatan Kerja Kumpulan Makalah Seminar K3 tahun 2001 dan 2002. UI-Press, Jakarta.

Boediono, Sugeng, 2003. Higiene Perusahaan, dalam Bunga Rampai Hiperkes dan K3, 2nd

Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal P2MPL, 1989. AIDS Petunjuk Untuk Petugas Kesehatan, Jakarta.

_________.,1996. Pedoman Program Pencegahan dan Pemberantasan PMS Termasuk AIDS di Indonesia.

Depkes RI, 2004. Buku acuan APN, JNPK/KR, Jakarta. Depnaker ,2003. Undang-undang ketenagakerjaan, Jakarta.

Djaja S, dkk, 2002. Kebijakan dalam Kesehatan Reproduksi, Jaringan Epidemiologi, Nasional, Jakarta.

Hariyono. W, Sutomo.HA, dan Sambudi D, 2006. Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit Daerah Bangkinang. (online) http://www.irc.kmpk.ugm.ac.id, diakses tanggal 10 Mei 2008.

Hasyim, Hamzah, 2005. Manajemen Hiperkes dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan Volume 08/No.02/Juni.


(5)

Imamkhasani Depkes RI, 2007. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No mor 369/MENKES/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan, Jakarta.

Laurenta, U.M.S, 2001.Pelaksanaan Organisasi Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja di PT GOODYEAR Sumatera Utara Plantation Dolok Marangir Tahun 2001. Skripsi, FKM-USU, Medan.

Manuaba,1998 Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan Keluarga Berencana, Untuk Pendidikan Bidan, EGC, Jakarta.

Munandar, S.A,2001. Psikologi Industri dan Organisasi. UI Press, Jakarta.

,1993. Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Andi Offeset, Yogyakarta.

___________________,1997. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Prinsip-Prinsip Dasar. PT Rineka Cipta, Jakarta.

___________________, 2002, Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi, Cetakan Ke-2 PT Rineka Cipta, Jakarta.

, 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku.Rineka Cipta, Jakarta

Nurdin, R,1998 . Peranan Pemerintah dan Ikatan Profesi dalam Penanggulangan Kecelakaan Kerja. FKM-USU, Medan.

Novianto, R, 2005. Penerapan Sitem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di RS Unisma Malang Jawa Timur. Tesis Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Jurusan Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Pandji, A, 2001. Psikologi Kerja, Penerbit Liberty Yogyakarta.

Rumah Sakit Meuraxa, 2006. Rencana Strategi Rumah Sakit Meuraxa, Banda Aceh. Ravianto, J,1990. Produktivitas dan Tenaga Kerja Indonesia, Lembaga Sarana

Informasi Usaha dan Produktifitas, Jakarta.

Salim, A,2002. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku P2K3 Pada Pabrik Kelapa Sawit BUMN yang Telah di Audit K3 di Sumatera Utara, Karya Akhir Profesional, Program Magister Kesehatan Kerja, Progam


(6)

Pascasarjana Sarjana USU, Medan.2002.

Silalahi, B.N.B, dan Silalahi R.B, 1985. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, PT Pustaka Binaman Pressindo, Cetakan Pertama, Jakarta.

Singarimbun, M. dan S. Effendi, 1989. Metode Penelitian Survei, LP3ES, Jakarta. Siregar, I, 2003. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Alat

Pelindung Diri (APD) pada Pekerja pada Beberapa Industri di Medan, Karya Akhir Profesional, Program Magister Kesehatan Kerja, Program Pascasarjana Sarjana USU, Medan.

Soemanto, 1990. Keselamatan KerjaDalam Laboratorium Kimia. P.T.Gramedia,Jakarta.

Suma'mur, P.K,1992. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan, P.T Toko Gunung Agung, Jakarta.

______________,1986. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja, Gunung Agung, Jakarta.1986.

Syamsi, I.,1994. Pokok-pokok Organisasi dan Manajemen, PT Rineka Cipta, Jakarta. Tresnaningsih. E, 2001. Kesehatan dan Keselamatan Kerja bagi Petugas

Laboratorium RS, Makalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (online), http://ww.safety-health.go.id, akses 12 Juni 2008.

World Health Organization., 1995. Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Predisposing Factor, Enabling Factor dan Reinforcing Factor Terhadap Penggunaan Jamban di Desa Gunungtua Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2014

0 68 162

Faktor Pemilihan Persalinan Dengan Tindakan Seksio Sesarea di Rumah Sakit Umum Haji Medan Januari – April tahun 2014

2 56 96

Pengaruh Pengembangan Karir terhadap Motivasi Kerja Perawat Pelaksana dalam Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit Umum Daerah Meuraxa Banda Aceh

3 39 112

Pengaruh Faktor Predisposing, Enabling Dan Reinforcing Ibu Balita Terhadap Pencegahan Penyakit Pneumonia Pada Balita Di Kelurahan Batangberuh Kecamatan Sidikalang Tahun 2011

1 51 111

Pengaruh Faktor Predisposing, Enabling, Reinforcing Terhadap Pemanfaatan Buku KIA Di Puskesmas Kota Alam Banda Aceh

2 82 95

Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pekerja dalam penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013

2 29 157

HUBUNGAN FAKTOR PREDISPOSING,ENABLING DAN REINFORCING TERHADAP PEMAKAIN ALAT PELINDUNG DIRI MASKER DI CV.KALIMA ART JEPARA TAHUN 2013.

0 3 15

FAKTOR RISIKO TERJADINYA PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PASIEN RUMAH SAKIT UMUM MEURAXA BANDA ACEH

0 0 11

HUBUNGAN PREDISPOSING, ENABLING DAN REINFORCING FAKTOR DENGAN PENGGUNAAN APD (ALAT PELINDUNG DIRI) PADA BIDAN DALAM PELAYANAN KEBIDANAN DI RUMAH SAKIT KIA SADEWA YOGYAKARTA TAHUN 2013 NASKAH PUBLIKASI - Hubungan Predisposing Enabling dan Einforcing Faktor

0 0 15

Analisis Jalur Tentang Hubungan Antara Faktor Predisposing, Enabling, dan Reinforcing dengan Sanitasi Rumah di Kota Bengkulu - UNS Institutional Repository

0 0 14