12 terjadinya proses belajar. Makin banyak kemampuan yang diperoleh sampai
menjadi milik pribadi, maka banyak pula perubahan yang telah dialami. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu
upaya yang dimaksudkan untuk menguasai sejumlah pengetahuan yang diperoleh dari seseorang yang lebih tahu.
B. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif pertama kali muncul dari para filosofis di awal abad masehi yang mengemukakan bahwa belajar seseorang harus memiliki pasangan
atau teman sehingga teman tersebut dapat diajak untuk memecahkan suatu masalah. Menurut Lie 2008: 12 model pembelajaran kooperatif atau disebut juga
dengan pembelajaran gotong royong merupakan model pembelajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerjasama dengan sesama siswa
dalam menyelesaikan tugas-tugas terstruktur. Slavin 2005, menyatakan: pembelajaran kooperatif adalah suatu model
pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4-6 orang dengan struktur
kelompoknya yang bersifat heterogen. Sehubungan dengan pendapat Slavin diatas, Kustinangini 2011 mengatakan:
Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang menekankan pada keaktifan siswa dalam belajar kelompok kecil, mempelajari materi
pelajaran dan mengerjakan tugas untuk meningkatkan pemahaman dan penguasaan materi pelajaran yang memanfaatkan bantuan siswa, karena
terkadang siswa lebih paham akan hal yang disampaikan oleh temannya dan bahasa yang digunakan oleh siswa lebih mudah dipahamai oleh
13 Pembelajaran kooperatif juga dapat diartikan sebagai suatu struktur tugas bersama
dalam suasana kebersamaan diantara sesama anggota kelompok. Pengelompokan heterogenitas bermacam-macam merupakan ciri yang menonjol dalam model
pembelajaran kooperatif. Kelompok heterogenitas bisa dibentuk dengan memperhatikan keanekaragaman gender, latar belakang ekonomi sosial, serta
kemampuan akademis. Dalam hal kemampuan akademis, kelompok dalam pembelajaran kooperatif terdiri satu orang berkemampuan tinggi, dua orang
berkemampuan sedang, dan satu orang berkemampuan akademis kurang. Stahl Isjoni, 2009: 24 mengemukakan: melalui pembelajaran kooperatif siswa
dapat memperoleh pengetahuan, kecakapan sebagai pertimbangan untuk berfikir, menentukan, dan berbuat, serta berpartisipasi sosial.
Selanjutnya Zaltman Isjoni: 24 menyatakan bahwa: -sama bekerja dalam
kelompok akan menimbulkan persahabatan yang akrab, yang terbentuk di kalangan siswa ternyata berpengaruh pada tingkahlaku atau kegiatan
masing-masing secara individual. Mereka lebih banyak mendapatkan kesempatan berbicara, inisiatif, menentukan pilihan dan secara umum
mengembangkan pengetahu
Johnson Johnson Lie, 2008: 7 mengemukakan: Pada umumnya hasil penelitian dari penggunaan model pembelajaran kooperatif akan menghasilkan
prestasi yang lebih tinggi, hubungan yang lebih positif, dan penyesuain psikologis yang lebih baik daripada suasana belajar yang penuh dengan persaingan dan
memisah-misahkan siswa. Sehubungan dengan hal tersebut, menurut Isjoni 2009: 25, Pembelajaran
kooperatif juga menyediakan banyak contoh yang perlu dilakukan para siswa antara lain :
14 1. Respek pada orang lain, memperlakukan orang lain dengan penuh
pertimbangan kemanusiaan, dan memberikan semangat penggunaan pemikiran rasional ketika mereka bekerja sama untuk mencapai tujuan
bersama. 2. Berpartisipasi
dalam tindakan-tindakan
kompromi, negosiasi,
kerjasama, konsensus dan pentaatan aturan mayoritas ketika bekerjasama untuk menyelesaikan tugas-tugas mereka, dan membantu
meyakinkan bahwa setiap anggota kelompoknya belajar.
Roger dan David Johnson Lie, 2008: 31 mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang
maksimal, lima unsur pembelajaran kooperatif harus diterapkan yaitu: 1. Saling ketergantungan positif
Siswa harus merasa senang bahwa mereka saling tergantung positif dan saling terikat sesama anggota kelompok.
2. Interaksi langsung Belajar kooperatif membutuhkan siswa untuk bertatap muka satu
dengan yang lainnya dan berinteraksi secara langsung. 3. Pertanggungjawaban individu
Setiap anggota kelompok bertanggungjawab untuk mempelajari materi dan bertanggungjawab terhadap hasil belajar kelompok.
4. Keterampilan interaksi antar individu dan kelompok Keterampilan sosial sangat penting dalam belajar koopertif dan harus
diajarkan pada siswa. 5. Keefektifan proses kelompok
Siswa memproses keefektifan kelompok belajar mereka dengan cara menjelaskan tindakan mana yang dapat menyumbang dan mana yang
tidak, dan membuat keputusan terhadap tindakan yang bisa dilanjutkan atau yang perlu diubah.
Selain unsur-unsur yang harus dipenuhi, dalam prakteknya pembelajaran kooperatif terdiri dari beberapa langkah. Menurut Ibrahim Trianto, 2007: 48,
langkah-langkah pembelajaran kooperatif dijelaskan pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif
Langkah Kegiatan
a. Langkah I Menyampaikan informasi
Guru menyampaikan
tujuan pembelajaran yang ingin dicapai
pada pembelajaran tersebut dan memotivasi siswa
15 b. Langkah II
Menyajikan informasi Guru
menyajikan informasi
kepada siswa lewat bacaan atau penjelasan
c. Langkah III Mengorganisasikan siswa dalam
kelompok bekerja dan belajar Guru membimbing kelompok-
kelompok belajar
pada saat
mereka memgerjakan
tugas mereka
d. Langkah IV Membimbing
kelompok bekerja dan belajar
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang
materi yang
telah dipelajari
masing-masing kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya
e. Langkah V Memberikan penghargaan
Guru mencari
cara untuk
menghargai baik upaya atau hasil belajar
individu maupun
kelompok Pembelajaran kooperatif memiliki dampak yang positif untuk siswa yang hasil
belajarnya rendah, sehingga mampu memberikan peningkatan hasil belajar yang signifikan. Menurut Jarolimek dan Parker Isjoni, 2009: 24 pembelajaran
kooperatif memiliki kelebihan, diantaranya adalah: 1. Suasana kelas yang rileks dan menyenangkan.
2. Adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu. 3. Terjalinnya hubungan yang hangat dan persahabatan antara siswa
dengan guru. 4. Memiliki banyak kesempatan untuk mengekspresikan pengalaman
emosi yang menyenangkan. 5. Saling ketergantungan yang positif.
Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif membutuhkan partisipasi dan kerjasama dalam kelompok belajar. Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan
cara belajar siswa menuju belajar yang lebih baik, sikap tolong-menolong dalam beberapa prilaku sosial. Menurut Ibrahim Isjoni, 2009: 27-28, pada dasarnya
model pembelajaran kooperatif dikembangkan setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting, yaitu:
1. Hasil belajar akademik
Dalam pembelajaran kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis
penting lainnya.
16 2.
Penerimaan terhadap perbedaan individu Tujuan lain pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari
orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya.
3. Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerjasama dan kolaborasi.
C . Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS
Lie dalam bukunya Cooperatif Learning 2008: 54 mengemukakan beberapa teknik model pembelajaran kooperatif, antara lain: Mencari Pasangan, Bertukar
Pasangan, Berpikir Berpasangan Berempat Think Pair Share and Think Pair Square, Berkirim Salam dan Soal, Kepala Bernomor, Kepala Bernomor Struktur,
Dua Tinggal Dua Tamu Two Stay Two Stray, Keliling Kelompok, Kancing Gemerincing, Keliling Kelas, Lingkaran Kecil, Tari Bambu, Jigsaw, dan Cerita
Berpasangan. Dewasa ini, banyak kegiatan belajar mengajar yang diwarnai dengan kegiatan-
kegiatan individu, siswa bekerja sendiri dan tidak diperbolehkan melihat pekerjaan siswa yang lain. Padahal, dalam kehidupan dan kerja sehari-hari
manusia saling bergantung satu sama lain. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka diterapkan salah satu model pembelajaran kooperatif yang memberi
kesempatan kepada kelompok untuk membagi hasil dan informasi kepada kelompok lain yaitu dengan diterapkan model pembelajaran Two Stay Two Stray
TSTS atau dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai Dua Tinggal Dua Tamu. Model pembelajaran Two Stay Two Stray ini dikembangkan oleh Spencer
Kagan pada tahun 1992.
17 Lie 2008: 61 menggungkapkan bahwa struktur TSTS memberi kesempatan
kepada kelompok untuk membagi hasil dan informasi dengan kelompok lain. Model pembelajaran ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertukar
pikiran dan membangun keterampilan sosial seperti mengajukan pertanyaan dan memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar melalui mengajar, sehingga
siswa dilatih untuk berbagi dan tidak hanya mampu bekerja secara individu. Melalui model pembelajaran TSTS, siswa dibagi menjadi beberapa kelompok
heterogen. Masing-masing kelompok terdiri dari empat siswa. Mereka berdiskusi atau bekerjasama membuat laporan suatu peristiwa dengan tema tertentu yang
disampaikan guru. Setelah selesai, dua siswa dari masing-masing kelompok akan bertamu ke kelompok lain, maka akan terjadi proses pertukaran informasi yang
saling melengkapi. Dua siswa yang tinggal dikelompoknya bertugas membagi hasil kerja atau menyampaikan informasi ke tamu mereka sendiri. Mereka
melaporkan hal yang didapat dari kelompok lain, kemudian siswa membuat laporan tentang hasil diskusi tersebut. Pada saat kegiatan dilaksanakan maka akan
terjadi proses tatap muka antar siswa dimana akan terjadi komunikasi baik dalam kelompok maupun antar kelompok sehingga siswa tetap mempunyai tanggung
jawab perseorangan. Hal ini menunjukkan bahwa lima unsur proses belajar kooperatif yang terdiri atas: saling ketergantungan positif, interaksi langsung,
pertanggungjawaban individu, keterampilan interaksi antar individu dan kelompok, keefektifan proses kelompok dapat terpenuhi.
Menurut Lie 2008: 62, tahap-tahap dalam model TSTS adalah: 1.
Siswa bekerja sama dalam kelompok berempat seperti biasa. 2.
Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok akan mening galkan kelompoknya dan masing-masing bertamu ke kelompok lain.
18 3.
Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka.
4. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan
melaporkan hasil temuan mereka dari kelompok lain. 5.
Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.
Tahap-tahap dalam model TSTS dapat mempengaruhi perkembangan kognitif siswa karena sebagian besar ditentukan oleh manipulasi dan interaksi aktif anak
dengan lingkungan. Sehubungan dengan hal tersebut, menurut Piaget Nur: 1998 dalam Trianto: 29, interaksi sosial dengan teman sebaya, khususnya berargu-
mentasi dan berdiskusi membantu memperjelas pemikiran yang pada akhirnya membuat pemikiran itu menjadi lebih logis.
Selain menurut Piaget, Bruner Trianto: 38 menyarankan agar siswa-siswa hendaknya belajar melalui partisipasi secara aktif dengan konsep-konsep dan
prinsip-prinsip, agar mereka dianjurkan untuk memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen-eksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan
prinsip-prinsip sendiri. Aji 2011: 13, Skema model pembelajaran kooperatif tipe TSTS yang dilakukan dapat dilihat pada gambar 2.2.
19
Gambar 2.2. Skema model pembelajaran kooperatif Two Stay Two Stray
Keterangan: : siswa yang bertamu ke kelompok lain
: siswa yang tinggal tuan rumah dalam kelompok. Yatin 2010: 37 menyatakan, pembelajaran kooperatif tipe TSTS terdiri dari
beberapa tahapan sebagai berikut: 1.
Persiapan Pada tahap persiapan, guru membuat RPP Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran, menyiapkan lembar kegiatan atau LKK Lembar Kerja Kelompok, dan membagi siswa ke dalam beberapa kelompok, masing-
masing anggota empat siswa dan setiap siswa anggota kelompok harus heterogen dalam prestasi akademik.
2. Kegiatan kelompok
Dalam kegiatan ini, pembelajaran menggunakan lembar kerja kelompok yang berisi tugas-tugas atau permasalahan yang harus dipelajari oleh
tiap-tiap siswa dalam satu kelompok. Setelah masing-masing kelompok menerima lembar kerja kelompok yang berkaitan dengan konsep
materi, siswa mendiskusikan masalah tersebut bersama-sama anggota kelompoknya. Masing-masing kelompok menyelesaikan masalah yang
diberikan dengan cara mereka sendiri. Masing-masing siswa diperbolehkan mengajukan pertanyaan dan mengajukan pertanyaan dari
temannya. Kemudian dua dari empat anggota masing-masing kelompok
C D
I J O
P G H
Mickey
Donald K L
I J Dessy
M N O P
Minnie A B
C D
E F G H
20 meninggalkan kelompoknya untuk bertamu kekelompok lain, sementara
dua anggota yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi ke tamu mereka. Setelah memperoleh informasi
dari dua anggota yang tinggal, tamu mohon diri dan kembali ke kelompok masing-masing dan melaporkan temuannya dari kelompok
lain tadi serta mencocokkan dan membahas hasil kerja mereka.
3. Presentasi kelompok
Setelah belajar dengan kelompok dan menyelesaikan permasalahan yang diberikan, salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusi
kelompoknya untuk dikomunikasikan dan didiskusikan dengan kelompok lainnya. Dalam hal ini, masing-masing siswa boleh
mengajukan pertanyaan dan memberikan tanggapan kepada kelompok yang sedang mempresentasikan hasil diskusinya. Kemudian guru
membahas dan mengarahkan diskusi siswa ke bentuk formal.
4. Evaluasi kelompok dan penghargaan
Untuk mengetahui seberapa besar kemampuan siswa dalam memahami materi yang telah diberikan dapat dilihat dari seberapa banyak
pertanyaan yang diajukan dan ketepatan jawaban yang diberikan, kemudian dilanjutkan dengan pemberian penghargaan kepada
kelompok yang mendapatkan nilai rata-rata tertinggi.
Agustina Yatin, 2010: 39 menyatakan, suatu model pembelajaran pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari model pembelajaran kooperatif tipe
TSTS adalah sebagai berikut: 1.
dapat diterapkan pada semua kelas 2.
kecenderungan belajar siswa menjadi bermakna 3.
lebih berorientasi pada keaktifan 4.
membantu meningkatkan minat dan hasil belajar Untuk mengatasi kekurangan tersebut, maka guru terlebih dahulu mempersiapkan
dan membentuk kelompok-kelompok belajar yang heterogen ditinjau dari kemampuan akademiknya, dalam satu kelompok terdiri dari satu orang
berkemampuan akademik tinggi, dua orang berkemampuan akademik sedang, dan satu orang berkemampuan akademik kurang. Dengan pembentukan kelompok
heterogen memberikan kesempatan untuk saling bekerjasama dan saling
21 mendukung dan dengan adanya satu orang berkemampuan akademik tinggi
diharapkan memudahkan dalam pengelolaan kelas.
D. Hasil Belajar