1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah usaha secara sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara Pasal 1 UU No.20 tahun 2003. Oleh karena itu, pendidikan merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi
sepanjang hayat bagi setiap manusia. Karena pendidikan, manusia dapat hidup berkembang sejalan dengan cita-cita untuk maju, sejahtera, dan bahagia sesuai
dengan pandangan hidup mereka. Matematika sebagai salah satu ilmu dasar mempunyai peranan yang sangat
penting dalam kehidupan sehari-hari yang mendukung kemajuan ilmu penge- tahuan dan teknologi. Oleh karena itu, matematika merupakan salah satu mata
pelajaran pokok di sekolah yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan mulai dari sekolah dasar, sekolah lanjutan, sampai dengan perguruan tinggi. Matematika
perlu dipelajari oleh siswa karena melalui matematika siswa dapat menumbuhkembangkan pola berfikir logis, sistematis, obyektif, kritis dan rasional
seiring dengan peningkatan mutu pembelajaran matematika.
2 Mengingat bahwa matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang
dianggap sulit oleh sebagian besar siswa, maka salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan mutu pembelajaran matematika di sekolah adalah
dengan memilih strategi pembelajaran yang dapat menciptakan suasana
pembelajaran yang membuat siswa senang, interaktif, dan kondusif. Interaksi antara guru dengan siswa dan interaksi siswa dengan siswa dalam pembelajaran
yang memegang peranan penting bagi keberhasilan proses belajar mengajar. Interaksi tersebut dapat ditunjukkan dengan aktivitas siswa dalam pembelajaran,
untuk membangun pengetahuan secara mandiri. Dalam situasi pembelajaran yang demikian, diharapkan siswa dapat mencapai hasil belajar yang baik pula.
Menurut Sukmadinata 2004: 87 teacher oriented hendaknya ber-
ubah menjadi student oriented, sebab pembelajaran merupakan kegiatan yang salah satu cara
yang dapat ditempuh oleh guru ialah menyediakan fasilitas yang diperlukan dan menciptakan situasi yang mendukung agar siswa dapat menunjukkan kemam-
puannya. Selain itu, guru merupakan fasilitator yang memberikan peluang bagi siswa agar dapat memperoleh pengetahuan dan keterampilan, serta mampu beker-
jasama dengan orang lain. Sehubungan dengan hal tersebut, menurut Slavin Isjoni, 2009: 17:
ajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang telah dikenal sejak lama, dimana guru berperan untuk mendorong para siswa
melakukan kerjasama dalam kegiatan-kegiatan tertentu seperti diskusi atau pengajaran dengan teman sebaya peer teaching
Banyak upaya yang dapat dilakukan oleh guru untuk mencapai tujuan pembelajaran agar dapat meningkatkan hasil belajar matematika. Salah satu cara
3 untuk dapat meningkatkan hasil belajar matematika adalah dengan menerapkan
model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif mencakup suatu kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan
sebuah masalah, saling mendukung dalam memecahkan masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama lainnya.
Sehubungan dengan hal tersebut, pembelajaran kooperatif dapat diterapkan karena setiap siswa dalam menerima materi pelajaran yang disampaikan memiliki
perbedaan, ada siswa yang memiliki kecepatan belajar tinggi, sedang, dan rendah. Perihal pembelajaran kooperatif Qodaruddin 2010 mengungkapkan:
embelajaran kooperatif terdapat
rasa kebersamaan yang dapat memfasilitasi perkembangan interaksi siswa selama proses pembelajaran,
dapat membantu siswa belajar berbicara di dalam diskusi kelompok dan memacu terjadinya interaksi siswa dalam pembelajaran, sehingga dapat
mengembangkan kemampuan interaksi selama proses pembelajaran.
Selain itu, pembelajaran kooperatif juga terdapat saling ketergantungan positif diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dengan demikian setiap
siswa memiliki peluang yang sama dalam memperoleh hasil belajar yang maksimal serta dapat tercipta suasana yang menyenangkan.
Pembelajaran kooperatif terdapat beberapa tipe yang dapat diterapkan, salah satunya adalah Two Stay Two Stray TSTS. Dengan menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe TSTS agar memberikan kesempatan yang lebih luas kepada siswa untuk aktif belajar, membantu siswa menumbuhkan kemampuan
kerjasama, saling bertukar pikiran, memberi kesempatan kepada siswa untuk membangun keterampilan sosial seperti mengajukan pertanyaan dan memberi
kesempatan kepada siswa untuk belajar melalui mengajar, sehingga dapat
4 meningkatkan interaksi siswa dan membantu siswa untuk meningkatkan hasil
belajar matematika. Sehubungan dengan hal tersebut, Nurhayati 2011 menyatakan:
Model kooperatif tipe TSTS memberikan kesempatan bagi siswa untuk melakukan pembelajaran dengan cara berdiskusi bersama siswa lainnya,
yang diatur dalam kelompok-kelompok heterogen yang memungkinkan siswa dapat saling bertukar pikiran untuk mencapai sebuah tujuan yang
telah ditentukan sebelumnya.
Model pembelajaran TSTS menekankan pada pemberian dan pencarian informasi kepada kelompok lain. Dengan begitu, tentunya siswa dihadapkan pada kegiatan
mendengarkan apa yang diutarakan oleh temannya ketika sedang bertamu, yang secara tidak langsung siswa akan dibawa untuk menyimak apa yang diutarakan
oleh anggota kelompok yang menjadi tuan rumah tersebut. Lie 2002, mengemukakan:
dengan sesama teman akan lebih mudah dimengerti dan lebih efektif daripada model pembelajaran kooperatif tipe TSTS agar
siswa dapat menumbuhkan kemampuan kerjasama, saling bertukar pikiran, termotivasi untuk belajar memahami materi secara mandiri, tidak hanya
menerima, mendengar dan mengingat tetapi dilatih untuk mengoptimalkan kemampuan berinteraksi dengan siswa lain saat diskusi kelompok, dilatih
menjelaskan hasil temuannya kepada pihak lain dan untuk memecahkan masalah, sehingga model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dapat diterapkan oleh guru
terutama pada pelajaran matematika. Pembelajaran kooperatif tipe TSTS bagi siswa pada intinya adalah belajar melalui
mengajar. Artinya, baik yang belajar maupun yang akan mengajar dalam satu
5 kelompokkelompok lain akan memanfaatkan waktu semaksimal mungkin untuk
menyiapkan materi pembelajaran, bertanggung jawab terhadap pembagian tugas yang merata bagi setiap siswa dalam mempelajari materi pelajaran untuk
dibagikan pada teman sekelompok dan kelompok lain, akan terjadi pertukaran informasi mengenai hasil diskusi kelompok dengan kelompok lain, sehingga
fokus pembelajaran akan menjadi lebih baik dan tujuan kelompok untuk keberhasilan belajar dapat tercapai.
Model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dapat juga diterapkan pada siswa yang kurang memiliki semangat belajar dan rasa ingin tahu yang kurang saat proses
pembelajaran, siswa yang kurang aktif dalam diskusi kelompok, dan juga siswa yang kurang mempunyai keberanian untuk bertanya atau menjawab pertanyaan
dari siswa maupun guru. Selain itu, beda model TSTS dengan model kooperatif lain adalah model TSTS ini dapat diterapkan pada semua tingkatan usia anak
didik dan dalam semua mata pelajaran, sehingga kecenderungan belajar siswa menjadi lebih bermakna. Siswa tidak merasa bosan pada saat pembelajaran, dan
pada saat diskusi kelompok semua siswa bekerja karena masing-masing siswa mendapat tugas dalam satu kelompok, sehingga proses pembelajaran lebih
berorientasi pada keaktifan siswa. Sedangkan Ahmad 2011 mengatakan:
Model pembelajaran kooperatif tipe TSTS mempunyai karakteristik pada setiap tahapan pembelajaran menuntut siswa untuk melakukan segala
aktivitas dengan siswa lain yang melibatkan proses berpikir, kerjasama dalam kelompok, toleransi antar siswa.
Selain itu, pada tahapan stay dan stray, siswa dapat mencari dan berbagi informasi dengan bertanya jawab, mengungkapkan pendapatbertukar pikiran baik dengan
6 teman dalam satu kelompok maupun kelompok lain, dan dapat menambah
pengetahuan siswa, serta membantu siswa untuk terlibat aktif dalam diskusi kelompok, sehingga dapat mempengaruhi hasil belajar matematika siswa menjadi
lebih baik. Pada saat ini, sebagian besar strategi yang diterapkan oleh guru matematika dalam
kegiatan pembelajaran masih berpusat pada guru dan belum banyak melibatkan siswa di kelas. Ketika guru menjelaskan materi pelajaran yang diselingi dengan
tanya jawab, proses pembelajaran masih berlangsung pasif, sehingga pada saat guru memberikan tugas berupa latihan soal kepada siswa melalui diskusi dengan
teman sebangkunya, masih banyak siswa yang belum dapat mengerjakan dikarenakan siswa kurang memperhatikan ketika guru menjelaskan.
Hal tersebut terjadi karena karakteristik siswa memperlihatkan bahwa siswa memiliki semangat belajar dan rasa ingin tahu yang kurang. Terlihat dari proses
pembelajaran di kelas, sebagian siswa tidak memperhatikan guru ketika menjelaskan materi dan kurang memiliki keberanian untuk bertanya atau
menjawab pertanyaan dari guru .
Sehingga hanya satu atau dua orang siswa yang bertanya jika tidak mengerti. Demikian juga pada saat diskusi dengan teman
sebangkunya, siswa cenderung kurang aktif karena memiliki semangat belajar yang kurang untuk mengerjakan soal latihan.
Belum optimalnya hasil belajar matematika kelas VIII SMP Negeri 2 Purbolinggo dapat dilihat dari data rata-rata nilai ulangan semester ganjil tahun pelajaran 2011
2012 yaitu 51,93 yang menunjukkan bahwa hasil belajar matematika siswa kelas VIII masih rendah, karena 86,49 siswa belum tuntas atau yang belum memenuhi
standar ketuntasan SKBM 65.
7 Kegiatan pembelajaran yang masih berpusat pada guru dan belum banyak
melibatkan siswa di kelas masih banyak diterapkan oleh sebagian guru matematika SMP di Purbolinggo, demikian pula yang terjadi di SMPN 2
Purbolinggo. Berdasarkan observasi dengan guru matematika kelas VIII dan 3 orang siswa kelas VIII, diperoleh bahwa kegiatan pembelajaran diawali dengan
guru menjelaskan materi pelajaran, lalu memberikan contoh soal dan langkah- langkah pengerjaannya. Kemudian ketika guru melakukan tanya jawab dengan
siswa mengenai materi pelajaran, hanya satu atau dua orang siswa yang menjawab. Demikian juga diwaktu siswa berdiskusi dengan teman sebangkunya,
ketika mengerjakan soal-soal latihan, hanya beberapa siswa yang berdiskusi. Sementara siswa yang lain ada yang mendiskusikan bukan materi pelajaran,
terbukti saat mengerjakan latihan mereka masih ada yang melihat jawaban dari temannya. Dari uraian di atas siswa kurang aktif dan lebih banyak menerima
materi pelajaran yang diberikan oleh guru, dan pengetahuan yang diterima oleh siswa belum bersifat konstruktif, sehingga hal ini berpengaruh terhadap hasil
belajar. Dari uraian di atas, maka dilakukan penelitian terhadap pembelajaran matematika
di kelas VIII SMP Negeri 2 Purbolinggo Tahun pelajaran 20112012 untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay
Two Stray terhadap hasil belajar matematika siswa.
B. Rumusan Masalah