Siklus Belajar Empiris-Induktif SBEI

E. Siklus Belajar Empiris-Induktif SBEI

Siklus belajar ini membuat para siswa menemukan dan memberikan suatu pola empiris dalam suatu konteks khusus eksplorasi, tetapi mereka selanjutnya mengemukakan sebab-sebab yang mungkin tentang terjadinya pola itu. Hal ini membutuhkan penggunaan penalaran analogi untuk memindahkan atau mentransfer konsep-konsep yang telah dipelajari dalam konteks-konteks lain pada konteks baru ini pengenalan konsep, lalu konsep-konsep itu dapat diperkenalkan oleh guru, siswa ataupun keduanya. Dengan bimbingan guru para siswa menganalisis data yang dikumpulkan selama fase eksplorasi untuk melihat apakah sebab-sebab yang dihipotesis ajek dengan data dan fenomena lain yang dikenal aplikasi konsep. Dengan kata lain pengamatan dilakukan secara deskriptif, tetapi bentuk siklus ini menghendaki lebih jauh yaitu mengemukakan sebab dan menguji sebab itu. Oleh karena itu siklus belajar ini diberi nama empiris-induktif. Dahar,1996:165. Menurut Muhammadzen 2008, bahwa sumber pengetahuan antara lain dimulai dari suatu pengalaman empiris menuju induktif. Pengalaman empiris didasarkan pada pengamatan gejala, peristiwa atau fakta-fakta di lapangan yang dianalisis sehingga didapatkan suatu kesimpulan. Menurut Lawson 2005, di dalam SBEI, siswa tidak hanya menggambarkan apa yang diamati, tetapi berusaha untuk membuktikan hipotesis untuk menjelaskan apa yang diamati. Di dalam SBEI, melibatkan keterampilan proses dasar dan menyeluruh mengidentifikasi variabel, membuat tabel dan grafik, mendeskripsikan hubungan antar variabel, membuat hipotesis, melakukan analisis dan penyelidikan, mendefinisikan operasional variabel, merancang penyelidikan, bereksperimen. Di dalam SBEI, siswa menemukan suatu konsep berdasarkan pengalaman nyata. Pada fase eksplorasi, siswa menemukan, membuktikan, menggali berbagai fakta melalui kegiatan observasi lapangan atau praktikum. Guru memberikan pengalaman belajar dan membimbing siswa dan siswa sendiri yang berperan aktif. Untuk mengemas dan menyusun pembelajaran yang menggunakan model Learning cycle tipe Empiris-Induktif ini urutannya harus mencerminkan suatu alur yang dimulai dengan konsep-konsep dan hubungan-hubungan yang sederhana, namun akan diperoleh suatu hasil yang bermakna. Berdasarkan langkah-langkah kegiatan pembelajarannya, ternyata tipe ini mempunyai ciri khas, yaitu pada fase eksplorasi dimulai dengan sebuah pertanyaan sebab akibat atau pertanyaan deskriptif, misalnya: “Faktor apa saja yang mempengaruhi?” dan diikuti dengan mengungkapkan penyebab yang dapat dihipotesis. Lawson, 1988 dalam Damayanti 2006:24. Keterampilan guru menggunakan model ini sangat tergantung pada pemahaman, pengetahuan dan keterampilan guru akan susunan dan keterpautan komponen- komponen kegiatan pembelajaran juga pandangan guru itu sendiri tentang materi yang akan diberikan. Disamping itu penggunaan bahasa yang berorientasi pada interaksi sosial baik antar siswa maupun antara siswa dengan guru harus benar-benar diperhatikan. Ini dilakukan mengingat siswa tidak dapat mengkonstruksi penge- tahuannya secara optimal tanpa berkomunikasi dengan yang lainnya. Dengan memperhatikan setiap karakteristik masing-masing fase Learning cycle tipe Empiris-Induktif tersebut, maka apabila guru ingin meningkatkan pemahaman konsep siswa, pada setiap fase guru harus menciptakan kondisi pembelajaran yang beranjak dari isu-isu sains yang relevan dengan lingkungan siswa, menampilkan fenomena yang kongkrit, memberi kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dengan orang lain dalam mengemukakan pemahamannya tentang fenomena yang mereka alami serta senantiasa diikuti dengan kegiatan yang menuntut dilakukannya eksplorasi baru oleh siswa. Model pembelajaran Learning cycle ini memberikan suatu format yang adaptable bagi beragam konteks pembelajaran mulai dari jenjang pendidikan dasar, menengah sampai perguruan tinggi yang intinya selalu memberikan pengalaman kongkrit bagi siswa dengan sasaran utama pemahaman konsep. Karakteristik model Pembelajaran Empiris induktif Yasin, 2007: a. Fase eksplorasi siswa mendapatkan fakta-fakta Tujuan dari tahap ini adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk menerapkan pengetahuan awalnya, menghubungkan pengetahuan baru dan menjelaskan fenomena yang mereka alami, sehingga siswa menemukan pengalaman konkrit, melakukan ketrampilan ilmiah dan menemukan konsep- konsep penting. Dalam fase ini, mereka sering kali mengekplorasi fenomena baru dengan tuntunan minimal. Fenoma baru ini harus memunculkan pertanyaan-pertanyaan dan rasa ingin tahu siswa atau kekomplekkan yang tidak dapat dipecahkan dengan konsepsi mereka yang ada atau pola-pola berpikir yang sudah biasa, seperti bagaimana besi dapat berkarat atau mengapa buah apel yang telah dikupas dan dibiarkan selama beberapa menit diudara terbuka akan berwarna kecoklatan. Dengan kata lain, eksplorasi memberikan kesempatan bagi siswa untuk menyuarakan gagasan-gagasan yang tidak tepat yang dapat memunculkan debat dan analisis alasan-alasan untuk gagasan mereka, berdasarkan fakta-fakta yang dihasilkan dari observasi lapangan reaksi redoks dan praktikum reaksi redoks. b. Fase pengenalan konsep Pada tahap ini siswa mengkomunikasikan dan mendiskusikan fakta-fakta yang diperoleh di lapangan dan praktikum, dan pembangunan konsep yang berdasarkan fakta-fakta dari observasi lapangan dan praktikum di bawah arahan dan bimbingan guru. Fase pengenalan konsep dimulai dengan memperkenalkan suatu konsep yang ada hubungannya dengan fenomena yang diselidiki, dan didiskusikan dalam konteks apa yang telah diamati selama fase eksplorasi, kemudian dikenalkan secara konseptual. Perhatian siswa diarahkan pada aspek-aspek tertentu dari pengalaman eksplorasi. Kemudian konsep-konsep dikenalkan secara formal dan langsung. c. Fase aplikasi konsep Siswa dapat mengaplikasikan konsep baru dalam kehidupan sehari-hari. Pada fase aplikasi konsep, disediakan kesempatan bagi siswa untuk menggu- nakan konsep-konsep yang telah diperkenalkan untuk menyelidiki lebih lanjut sifat-sifat lain dari fenomena yang sudah diamati. Tujuan fase ini adalah agar siswa dapat melakukan generalisasi atau metransfer ide-ide ke dalam contoh yang lain dan menguatkan kembali gagasan-gagasan siswa agar sesuai dengan konsep ilmiah. Siklus belajar empiris induktif berfokus pada peristiwa alam, hubungan atau prinsip yang melibatkan beberapa konsep. Siswa dituntut untuk menjelaskan fenomena seperti mengekspresikan beberapa miskonsepsi dan memberikan kesempatan untuk dialog dan diskusi. Model pembelajaran empiris induktif ini merupakan salah satu siklus pembelajaran yang terdiri dari tiga fase, yaitu 1 fase eksplorasi, 2 fase perkenalan istilah, dan 3 fase aplikasi konsep. Anton E. Lawson, 1996, menjelaskan ketiga fase tersebut sebagai berikut: Fase eksplorasi, para siswa belajar melalui tindakan-tindakan dan reaksi-reaksi mereka sendiri dalam situasi baru dalam hal ini yaitu saat siswa melakukan obsevasi lapangan sel accu dan percobaan sel volta. Dalam fase ini, mereka sering kali mengekplorasi fenomena baru dengan tuntunan minimal. Fenoma baru ini harus memunculkan pertanyaan-pertanyaan atau kekomplekkan yang tidak dapat dipecahkan dengan konsepsi mereka yang ada atau pola-pola berpikir yang sudah biasa, seperti bagaimana sel accu dapat menyimpan dan menghasilkan arus listrik. Dengan kata lain, eksplorasi memberikan kesempatan bagi siswa untuk menyuarakan gagasan-gagasan yang tidak tepat yang dapat memunculkan debat dan analisis alasan-alasan untuk gagasan mereka, berdasarkan fakta-fakta yang dihasilkan dari observasi lapangan sel volta dan praktikum sel volta. Fase perkenalan istilah, secara normal dimulai dengan pengenalan istilah baru, seperti distribusi normal, yang digunakan untuk menamakan pola yang ditemukan selama eksplorasi. Istilah-istilah mungkin dikenalkan oleh guru, textbook, film, melihat langsung ke lapangan atau media lainnya, istilah-istilah baru itu diantaranya seperti sel volta, potensial elektroda, dan jembatan garam. Langkah ini selalu mengikuti eksplorasi dan berhubungan secara langsung dengan pola yang ditemukan selama aktifitas eksplorasi. Siswa harus didorong untuk mengidentifikasikan sebanyak mungkin pola baru sebelum dijelaskan kepada teman sekelas, tetapi mengharapkan siswa untuk menemukan semua pola komplek sain modern adalah tidak realistis karena wawasan pengetahuan siswa yang terbatas. Pada pelaksanaan- nya siswa mengkomunikasikan dan mendiskusikan fakta-fakta yang didapat dilapangan sewaktu melaksanakan observasi sel accu dan percobaan sel volta. Dan pembentukan konsep sel volta dari fakta-fakta yang didapatkan dari observasi lapangan sel accu dan percobaan sel volta dibawah arahan dan bimbingan guru Fase aplikasi konsep, penting bagi beberapa siswa untuk mengenali pola dan memisahkannya dari konteks konkretnya dan menggeneralisasikannya kepada konteks lain. Oleh karena itu, tanpa jumlah dan variasi aplikasi, pola mungkin tidak dikenali atau generalisasinya mungkin tetap terbatas untuk konteks yang digunakan selama sesuai definisinya. Pada fase inilah siswa dapat menerapkan konsep sel volta dalam kehidupan sehari-hari yang konsepnya itu didapatkan pada saat observasi lapangan dan percobaan sel volta serta pada saat siswa mengkomunikasikan serta mendiskusikan dibawah arahan dan bimbingan guru. Keunggulan dan kelemahan model pembelajaran SBEI adalah sebagai berikut : a. Keunggulan model pembelajaran empiris-induktif 1. Bagi siswa yaitu : a. pembelajaran berpusat pada siswa, sehingga proses belajarnya lebih terkondisi. b. siswa bisa mengeksplorasi pengetahuan atau konsep-konsep yang mereka temukan selama praktikum. c. siswa lebih berani mengungkapkan pendapat, ide, atau gagasan baik kesesama siswa atau langsung kegurunya. d.pemahaman konsep siswa akan lebih baik dengan cara melakukan percobaan, sehingga siswa bisa mengkonstruksi konsep sendiri. e. siswa mendapat pengalaman belajar f .membiasakan siswa untuk menulis data, mengolah data, membaca data dan melaporkannya. 2. Bagi guru yaitu : a. guru berfungsi sebagai fasilitator dalam proses pembelajarannya. b. untuk mengenalkan konsep yang baru, guru hanya mengarahkan saja berdasarkan konsep yang sudah di eksplorasi oleh siswa. c. memudahkan pengkonstruksian suatu konsep sehingga terjadi suatu proses asimilasi pada siswanya berdasarkan hasil praktikum. d.selama proses pembelajaran terjadi dialog interaktif antara siswa dengan siswa, dan antara siswa dengan guru sehingga semua siswa terlibat langsung dan aktif. b. Kelemahan proses belajar empiris-induktif: 1. Bagi siswa yaitu : a. memerlukan waktu yang lama untuk menemukan atau mempelajari sutau konsep baru jika siswa belum terbiasa melakukan praktikum. b. siswa belum terbiasa untuk mengeksplorasi konsep yang didapatkan selama melaksanakan praktikum. c. siswa belum terbiasa mengambil suatu kesimpulan berdasarkan data yang diperoleh dari praktikum d. siswa belum terbiasa melakukan praktikum. 2. Bagi guru yaitu: a. diperlukan membuat petunjuk LKS yang jelas sehingga memudahkan siswa untuk mendapatkan data yang dinginkan untuk memplajari konsep yang dipelajari. b. diperlukan kesabaran untuk mendengarkan pendapat, ide serta gagasan dari siswa pada saat mengeksplorasi konsep yang diperoleh selama melaksanakan praktikum, sehingga siswa merasa dihargai dan penting selama proses belajar berlangsung. c. guru perlu mengarahkan siswanya dalam hal pengkonstruksian konsep yang baru. Ahmad Yasin, 2007 F. Penguasaan Konsep Tidak semua fenomena alam dapat dipahami dengan bahasa sehari-hari, karena itu diperlukan bahasa khusus yang disebut konsep. Jadi belajar sains memerlukan ke- mampuan untuk membangun konsep agar bisa ditelaah lebih lanjut. Dalam pe- lajaran kimia banyak sekali konsep yang harus ditanamkan pada siswa. Hal ini sangat penting sebab bila gagal dalam memahami dan menguasai konsep kimia maka dikatakan gagal dalam belajar ilmu kimia. Konsep kimia adalah gagasan mengenai materi, sebuah atau dua kata konsep kimia akan mempunyai arti yang sama dengan gagasan kimia itu seluruhnya Vosen, 1992. Penguasaan konsep pada materi pokok reaksi redoks diukur melalui hasil tes penguasaan konsep, sebagai hasil dalam proses pembelajaran. Penguasaan merupakan salah satu aspek dalam ranah domain kognitif dari tujuan kegiatan belajar mengajar. Ranah kognitif ini meliputi berbagai tingkah laku dari tingkatan terendah sampai tertinggi yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Penguasaan merupakan kemampuan menyerap arti dari materi suatu bahan yang dipelajari, penguasaan bukan hanya sekedar mengingat mengenai apa yang telah dipelajari, tetapi menguasai lebih dari itu yakni melibatkan berbagai proses kegiatan mental sehingga lebih bersifat dinamis. Penguasaan konsep akan mempengaruhi ketercapaian hasil belajar siswa. Suatu proses dikatakan berhasil apabila hasil belajar yang didapatkan meningkat atau mengalami perubahan setelah siswa melakukan aktivitas belajar, pendapat ini di-dukung oleh Djamarah dan Zain, 1996 yang mengatakan bahwa belajar pada hakikatnya adalah perubahan yang terjadi di dalam diri seseorang setelah berak-hirnya melakukan aktivitas belajar. Proses belajar seseorang sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah pembelajaran yang digunakan guru dalam kelas. Dalam belajar dituntut juga adanya suatu aktivitas yang harus dilakukan siswa sebagai usaha untuk meningkatkan penguasaan materi. Penguasaan terhadap suatu konsep tidak mungkin baik jika siswa tidak melakukan belajar karena siswa tidak akan tahu banyak tentang materi pelajaran. Guru sebagai pengajar harus memiliki kemampuan untuk menciptakan kondisi yang kondusif agara siswa dapat menemukan dan memahami konsep yang diajarkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Toulmin dalam Suparno 1997 yang menyatakan bahwa: Bagian terpenting dari pemahaman siswa adalah perkembangan konsep secara evolutif. Dengan terciptanya kondisi yang kondusif, siswa dapat menguasai konsep yang disampaikan guru. Penguasaan konsep adalah kemampuan siswa menguasai materi pelajaran yang diberikan. Dengan adanya penguasaan konsep, siswa dapat memecahkan masalah dan memudahkan siswa untuk dapat mempelajari konsep- konsep yang lain, sehingga hasil belajar dapat optimal.

G. Lembar Kerja Siswa LKS

Dokumen yang terkait

PERBANDINGAN PENGUASAAN KONSEP LAJU REAKSI ANTARA PENERAPAN PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5 PHASE DENGAN LEARNING CYCLE 3 PHASE (Kuasi Eksperimen Pada Kelas XI IPA SMAN 13 Bandar Lampung)

0 5 66

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 3E PADA MATERI REAKSI OKSIDASI-REDUKSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENYIMPULKAN DAN PENGUASAAN KONSEP PADA SISWA

0 10 57

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 3E PADA MATERI REAKSI OKSIDASI-REDUKSI DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN PENGUASAAN KONSEP PADA SISWA

0 10 54

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 3E PADA MATERI REAKSI OKSIDASI-REDUKSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGELOMPOKKAN DAN PENGUASAAN KONSEP PADA SISWA

0 25 54

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 3E PADA MATERI REAKSI OKSIDASI- REDUKSI DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN INFERENSI DAN PENGUASAAN KONSEP

0 8 61

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN SIKLUS BELAJAR EMPIRIS INDUKTIF DALAM MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON ELEKTROLIT

0 23 53

Efektivitas Model Pembelajaran Siklus Belajar Empiris Induktif (SBEI) Dalam Meningkatkan Penguasaan Konsep Siswa Pada Materi Laju Reaksi Kimia

0 7 38

PERBANDINGAN PENGUASAAN KONSEP TERMOKIMIA ANTARA MODEL LEARNING CYCLE 6 PHASE DENGAN LEARNING CYCLE 3 PHASE

0 8 45

DESAIN PEMBELAJARAN KIMIA BERMUATAN NILAI PADA MATERI PERKEMBANGAN KONSEP REAKSI OKSIDASI-REDUKSI.

1 7 42

PENGARUH PENGGUNAAN SIKLUS BELAJAR TIPE EMPIRIS INDUKTIF TERHADAP PENGUASAAN KONSEP SISWA SMA PADA PEMBELAJARAN TRANSPORTASI TUMBUHAN.

1 3 31