PERBEDAAN PENGUASAAN KONSEP SISWA ANTARA MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5 PHASE DENGAN SIKLUS BELAJAR EMPIRIS-INDUKTIF PADA MATERI REAKSI REDUKSI OKSIDASI

(1)

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Devi Kartika Sari NPM : 0743023012 Program Studi : Pendidikan Kimia Fakultas / Jurusan : FKIP MIPA / KIP Kimia

Menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan Saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila ternyata kelak dikemudian hari terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan Saya diatas, maka Saya akan bertanggung jawab sepenuhnya.

Bandar Lampung, 10 Mei 2012

Devi Kartika Sari NPM 0743023012


(2)

ABSTRAK

PERBEDAAN PENGUASAAN KONSEP SISWA ANTARA MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5 PHASE DENGAN

SIKLUS BELAJAR EMPIRIS-INDUKTIF PADA MATERI REAKSI REDUKSI OKSIDASI

Oleh

DEVI KARTIKA SARI

Dalam membelajarkan konsep reaksi reduksi-oksidasi berdasarkan kurikulum KTSP adalah proses belajar mengajar berpusat pada siswa, pembelajar (guru) bertindak sebagai fasilitator. Untuk meningkatkan penguasaan konsep siswa terhadap materi reaksi reduksi-oksidasi dipengaruhi oleh peran guru didalam memilih model pembelajaran yang tepat. Model-model pembelajaran yang berpusat pada siswa dan berazaskan teori konstruktivisme yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran LC 5-E dan SBEI. Dari dua model pembelajaran tersebut apakah terdapat perbedaan rata-rata penguasaan konsep reaksi oksidasi, apakah rata-rata penguasaan konsep reaksi reduksi-oksidasi yang menggunakan model pembelajaran LC 5-E lebih tingggi daripada model pembelajaran SBEI. Sehingga tujuan penelitian ini adalah (1)


(3)

antara pembelajaran LC 5-E dengan pembelajaran SBEI pada siswa SMA Negeri 7 Bandar Lampung dan (2) rata-rata penguasaan konsep reaksi redoks manakah yang lebih tinggi antara pembelajaran LC 5-E dengan pembelajaran SBEI.

Populasi penelitian ini adalah semua siswa kelas X SMA N 7 Bandar Lampung tahun ajaran 2011/2012. Sampel diambil menggunakan teknik purposive sampling. Diperoleh kelas X. 4 sebagai kelas eksperimen I dan kelas X. 5 sebagai kelas eksperimen II. Variabel bebas yaitu pembelajaran dengan model

LC 5-E dan SBEI. Variabel terikat yaitu penguasaan konsep reaksi redoks. Metode penelitian ini adalah quasi eksperimen. Penelitian ini menggunakan desain The Matching-Only Posttest-Only Group Design. Analisis data kuantitatif dilakukan dengan analisis statistik.

Hasil penelitian mendeskripsikan bahwa (1) ada perbedaan penguasaan konsep reaksi redoks siswa antara pembelajaran LC 5-E dengan SBEI dan (2) rata-rata penguasaan konsep reaksi redoks siswa yang diterapkan pembelajaran LC 5-E

lebih tinggi dari pada rata-rata penguasaan konsep reaksi redoks siswa yang diterapkan pembelajaran SBEI.

Kata kunci : Penguasaan konsep, model pembelajaran LC 5-E, model pembelajaran SBEI.


(4)

Judul Skripsi : PERBEDAAN PENGUASAAN KONSEP SISWA ANTARA MODEL PEMBELAJARAN LELARNING CYCLE 5-E DENGAN SIKLUS BELAJAR EMPIRIS INDUKTIF PADA MATERI REAKSI REDUKSI OKSIDASI

Mahasiswa : Devi Kartika Sari Nomor Pokok Mahasiswa : 0743023012 Program Studi : Pendidikan Kimia Jurusan : Pendidikan MIPA

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Emmawaty Sofya, S.Si., M.Si. Dra. Ila Rosilawati, M.Si.

NIP 19710819 199903 2 001 NIP 19650717 199003 2 001

2. Ketua Jurusan Pendidikan MIPA

Dr. Caswita, M.Si


(5)

PERBEDAAN PENGUASAAN KONSEP SISWA ANTARA MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5 PHASE DENGAN

SIKLUS BELAJAR EMPIRIS-INDUKTIF PADA MATERI REAKSI REDUKSI OKSIDASI

Oleh

DEVI KARTIKA SARI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan KIMIA

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(6)

PERBEDAAN PENGUASAAN KONSEP SISWA ANTARA MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5 PHASE DENGAN

SIKLUS BELAJAR EMPIRIS-INDUKTIF PADA MATERI REAKSI REDUKSI OKSIDASI

(Skripsi)

Oleh;

DEVI KARTIKA SARI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(7)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1. The 5-E Learning Cycle Model ... 15 2. Alur Penelitian ... 44 3. Grafik rata-rata perolehan nilai posttest ... 52


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

A. Teori Belajar Perkembangan Kognitif Jean Piaget ……… 8

B. Pembelajaran Konstruktivisme ... 9

C. Siklus Belajar (Learning Cycle) ……… 11

D. Model Pembelajaran Learning Cycle 5 Phase ... 14

E. Model Pembelajaran Siklus Belajar Empiris Induktif ……….. 19

F. Penguasaan Konsep ... 25

G. Lembar Kerja Siswa ... 27

H. Kerangka Pemikiran ... 29

I. Anggapan Dasar ... 33


(9)

III. METODE PENELITIAN ... 34

A. Populasi dan Sampel Penelitian ... 34

B. Variabel Penelitian ……… 35

C. Jenis dan Sumber Data ……….. 35

D. Desain dan Metode Penelitian ... 36

E. Instrumen Penelitian ... 37

F. Prosedur dan Pelaksanaan Penelitian ... 43

G. Hipotesis Statistik ... 46

H. Teknik Analisis Data ... 47

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 51

A. Hasil Penelitian dan Analisis Data ... 51

B. Pembahasan ... 56

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 69

A. Simpulan ... 69

B. Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 70

LAMPIRAN 1. Silabus ………. 74

2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen Idan II ... 79

4. LKS Kelas Eksperimen I dan Eksperimen II ... 126

7. Soal Postest ... 190

8. Kunci Jawaban Postest ... 193

9. Rubrik Soal Postest ……….. 195


(10)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Desain penelitian ... 36

2. Makna validitas butir soal ... 40

3. Makna reliabilitas butir soal ... 41

4. Rancangan kegitan kedua kelas ... 45

5. Perolehan nilai penguasaan konsep siswa ... 51

6. Hasil uji normalitas nilai posttest kedua kelas ... 53


(11)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Emmawaty Sofya, S.Si., M.Si. ………

Sekretaris : Dra. Ila Rosilawati, M.Si. …………...

Penguji

Bukan Pembimbing : Dr. Ratu Betta Rudhibyani, M.Si ………

2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dr. Bujang Rahman, M.Si.

NIP. 19600315 198503 1 003


(12)

MOTTO

Kita hidup dengan apa yang kita peroleh, namun kita memperoleh

kehidupan dengan apa yang kita berikan

(Winston Churchill)

Setiap tindakan untuk mewujudkan impian anda pasti mendukung resiko

dan harga, tapi itu jauh lebih baik dari pada resiko jangka panjang dan

harga yang lebih mahal yang harus anda bayar dari pada tidak melakukan

apapun

(John Kenedy)

Kita adalah hasil dari ulangan tindakan kita sendiri

(aristoteles)

Percaya pada diri sendiri adalah rahasia pertama kesuksesan

(Ralph Waldo Emerson)

”Bertemunya persiapan dan kesempatan membuahkan hasil yang kita

sebut keberuntungan”

(Anthony Robbins)

Percayalah semua masalah dan rintangan yang kita hadapi bukanlah

untuk melemahkan kita, justru ini akan menjadikan kita lebih kuat, lebih

dewasa, bijaksana, sabar dan beriman.

(Devi Kartika Sari)

Tidak ada yang tidak mungkin, semua pasti akan tercapai jika kita mau

berusaha, kerja keras

dan berdo’a

Semangattttttt!!!!!

(Devi Kartika Sari)


(13)

sukses adalah menukarkan ilmu pengetahuan dengan tindakan yang

positif

menarilah dan terus tertawa walau dunia tak seindah surga

bersyukurlah pada yang kuasa cinta didunia

aku selalu siap untuk belajar tapi aku tidak suka selalu diajari

Keberanian adalah berpindah dari satu kegagalan ke keggagalan yang

lain tanpa kehilangan rasa antusias.

Belajarlah dari kesalahan orang lain, karna anda tidak akan pernah punya

waktu cukup dan dana untuk melakukan semua kesalahan itu sendiri

sangat sulit menjai no 1, namun jauh lebih sulit jadi dirimu sendiri

satu-satunya yang mampu membuat manusia berhasil dalam mencapai

tujuan adalah jangan mengatakan ya, tapi lakukanlah.

resiko terbesar dalam hidup ini adalah tidak mengambil resiko sama

sekali

sebuah senyuman dapat terjadi secepat kilat namun kenangannya mampu

bertahan seumur hidup,,, senyum lahhhh

usaha dan keberanian tidak cukup tanpa adanya tujuan dan arah

(John kenedy)

setiap tindakan untuk mewujudkan impian anda pasti mendukung resiko

dan harga tapi hal itu jauh lebih baik dari pada resiiko jangka panjang


(14)

dan harga yang lebih mahal yang harus anda bayar dari pada tidak

melakukan apapun


(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Hargosari Lampung Selatan pada tanggal 1 Juni 1989 sebagai anak kedua dari dua bersaudara, dari pasangan bapak M. Sujono dengan Ibu Sri Islamiyati, S.Pd.

Penulis mengawali pendidikan formal di Sekolah Dasar Negeri 2 Ruguk, Lampung Selatan yang diselesaikan pada tahun 2001, dan melanjutkan pendidikan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Tanjung Bintang pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis diterima di Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Kalianda dan selesai pada tahun 2007. Pada tahun 2007 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Universitas Lampung melalui jalur Non Seleksi Mahasiswa Baru (Non SPMB) pada Program Studi Pendidikan Kimia, Jurusan FKIP MIPA, Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan.

Penulis pernah mengikuti Kuliah Kerja Lapangan ke Jakarta, Bandung dan Yogyakarta pada tahun 2009 dan telah menyelesaikan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMA Tri Sukses Lampung Selatan.


(16)

SANWACANA

Alhamdulillah. Puji syukur ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan ridho-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi dengan judul “ Perbedaan Penguasaan Konsep Reaksi Reduksi Oksidasi Antara Model Pembelajaran Learning Cycle 5-E dengan Model Pembelajaran Siklus Belajar Empiris Induktif”, sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.S., selaku Dekan FKIP Unila. 2. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA 3. Ibu Dra. Nina Kadarina, M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Kimia.

4. Ibu Emmawati Sofya, M.Si. S.Si., selaku dosen pembimbing akademik serta pembimbing I, terima kasih atas bantuan dan kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik, selama ini dalam proses penyelesaian skripsi. 5. Ibu Dra. Ila Rosilawati, M.Si., selaku pembimbing II, terima kasih atas

bantuan dan kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik selama ini dalam proses penyelesaiaan skripsi.

6. Ibu Dr. Ratu Betta Rudibyani, M.Si., selaku pembahas, terima kasih atas segala masukan, bimbingan, saran, nasehat, dan doa yang diberikan.


(17)

7. Seluruh Dosen Pendidikan Kimia dan staf administrasi PMIPA Unila. 8. Bapak Drs. Suharto, M.Pd, selaku Kepala SMA N 7 Bandar Lampung yang

telah memberikan izin penulis untuk melaksanakan penelitian. Ibu Rosmeli, S.Pd., selaku guru mitra, guru, staf serta siswa kelas X TP 2011/2012 SMA N 7 Bandar Lampung terimakasih atas kerjasamanya.

9. Teristimewa untuk Bapak dan Mamak tercinta, yang sudah menjadi sumber inspirasi dan semangat hidupku. Terima kasih untuk kasih sayang, nasihat, dan bantunan doa yang tercurah serta dukungan materil yang diberikan untuk harapan dan keberhasilanku. Mbah, Mbak dan keponakan ku, serta seluruh keluarga yang turut mendoakan, terima kasih atas dukungan dan perhatiannya 10.Teman-teman seperjuanganku di P. Kimia ’07, agnes, ika, lista, iwing, sulis,

dini, novi, joni, pajar, eliska, ayu, rohma, iis, rosita, filda, neli, gusti, nurani, berti, yayuk, kiki, giri, wuri, memey, siti, adis, indri, ratu, icha, esti, pita, mimi, arya. Serta kakak dan adik tingkat yang tidak dapat penuis sebutkan satu persatu, terima kasih atas dukungan, persaudaraan dan kerjasamanya

Akhirnya penulis panjatkan doa dan syukur, Semoga Allah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, serta berkenan membalas semua budi baik yang diberikan kepada penulis dan semoga apa yang penulis sajikan dalam skripsi ini, bermanfaat khususnya bagi penulis dan bagi pembaca pada umumnya, Amin.

Bandar Lampung, 10 Mei 2012 Penulis


(18)

1. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fungsi pendidikan sesungguhnya membentuk karakter yang baik, berpikiran cerdas, memiliki keahlian, menerapkan teknologi tepat guna dan menguasai ilmu kimia dalam dunia pendidikan. Ilmu kimia merupakan ilmu terapan (aplikatif) yang berlandaskan eksperimen, yang berupa fakta, teori, prinsip, hukum, serta temuan saintis. Ilmu kimia adalah ilmu yang mempelajari struktur, komposisi, reaksi, sifat dan perubahan materi, serta energi yang menyertai perubahan materi. Sifat dan perubahan materi ilmu kimia mencakup sifat-sifat fisis serta sifat-sifat kimia dari materi. Sifat fisis mencakup wujud dan tampilan materi, sedangkan sifat kimia yang mencakup kecenderungan materi untuk berubah, dan menghasilkan materi baru.

Oleh sebab itu, dalam pembelajaran kimia harus memperhatikan karateristik ilmu kimia sebagai produk dan proses. Yaitu pembelajaran yang menekankan pada penyampaian pengamatan langsung atau pengembangan kompetensi diri peserta didik, sehingga peserta didik dapat melihat dan mengamati sendiri keadaan alam sekitar. Dalam kaitan itu, salah satu upaya yang dilakukan pemerintah yaitu


(19)

2

isi dan standar kompetensi lulusan yang tertuang pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 dan 23 tahun 2006. Yaitu menetapkan kurikulum KTSP sebagai salah satu contoh hasil akhir pengembangan yang mengacu pada Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL).

KTSP adalah kurikulum operasional yang dirancang dan dilaksanakan oleh masing-masing sekolah di Indonesia. Perbedaan kurikulum KTSP dengan kurikulum sebelumnya adalah dalam model, strategi dan metode pembelajarannya. Pada kurikulum sebelumnya, proses belajar-mengajar mengacu pada teachercentris,

sehingga siswa kurang berperan aktif, dan pada kurikulum KTSP siswalah yang harus aktif dalam membangun pengetahuannya dan guru hanya bertindak sebagai fasilitator, pembimbing belajar dan motivator. Sehingga siswa memiliki kesempatan untuk dapat mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan, merancang dan merakit instrumen percobaan, mengumpulkan data, mengolah data, menafsirkan data, menyusun laporan, dan mengkomunikasikan hasil percobaan secara tertulis dan lisan.

Namun fakta dilapangan menunjukkan bahwa guru kimia dalam pembelajarannya jarang memperhatikan pengetahuan awal siswa (membangun konsep) dan kurang menggunakan model pembelajaran secara bervariasi yang bersifat membangun konsep siswa. Selain itu, pengalaman belajar yang diberikan guru pada saat pembelajaran reaksi redoks tidak disertai dengan praktikum atau demonstrasi dan diskusi sehingga interaksi antara guru dengan siswa menjadi kurang dan


(20)

3

mengakibatkan siswa menjadi pasif, dan pada saat pembelajaran siswa tidak

dilibatkan dalam menemukan konsep sehingga pembelajaran reaksi redoks menjadi monoton, membosankan dan siswa kurang termotivasi untuk belajar.

Model-model pembelajaran yang berpusat pada siswa, menggunakan pengetahuan awal siswa sebagai dasar dalam merancang dan mengimplementasikan pembelajaran dan berazaskan teori kontruktivisme serta pemahaman konsep adalah model pem-belajaran learning cycle (LC), model pembelajaran tersebut merupakan model pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered) yang terdiri dari tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga pebelajar dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperanan aktif. Pembelajaran LC mengharuskan siswa membangun sendiri pengetahuannya dengan memecahkan permasalahan yang dibimbing langsung oleh guru. Saat ini pembelajaran LC sudah dikembangkan menjadi 5 fase yang terdiri dari tahap-tahap : (1) engagement, (2) exploration, (3) explaination, (4) elaboration, dan

(5) evaluation. (Lorsbach, 2002). Dengan adanya kelima tahap tersebut siswa diberi kesempatan untuk mengasimilasi informasi dengan cara mengeksplorasi lingkungan, mengakomodasi informasi dengan cara mengembangkan konsep, mengorganisasikan informasi dan menghubungkan konsep-konsep baru dengan menggunakan atau memperluas konsep yang dimiliki untuk menjelaskan suatu fenomena yang berbeda. Hal ini ditunjukkan dengan data hasil penelitian Wiwit Desi Kurniawati (2010) dengan judul Penerapan model pembelajaran Learning Cycle5 Fase untuk meningkatkan aktivitas dan penguasaan konsep pada pokok bahasan asam basa.


(21)

4

(PTK pada siswa kelas 2K2 MA Diniyyah Putri Lampung TP.2009-2010), yang bertujuan untuk mendiskripsikan aktivitas belajar siswa dan penguasaan konsep asam basa siswa melalui model pembelajaran LC 5E dari siklus ke siklus. Mengalami peningkatkan aktivitas dan penguasaan konsep siswa yang tinggi dengan peningkatan sebesar 10,1% yaitu dari 72,9 pada siklus II menjadi 80,3 pada siklus III. Hal ini menunjukkan bahwa model pembelajaran lc 5-E membuat siswa dapat dengan mudah menerima dan memahami materi yang disampaikan oleh guru.

Selain model pembelajaran LC, model pembelajaran lain yang bersifat kontruktivis-tik adalah siklus belajar empiris-induktif. Model pembelajaran SBEI terdiri dari tiga tahap, yaitu: (1) tahap eksplorasi, (2) tahap pengenalan konsep, (3) tahap aplikasi konsep. ((Trowbridge dan Bybee, 1990:306). Model pembelajaran SBEI dapat memfasilitasi siswa untuk mengingat kembali materi yang telah diberikan sebelum-nya, memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengaitkan informasi baru dengan struktur kognitif yang sudah dimiliki. Memberikan peluang kepada siswa untuk menemukan berbagai fakta di lapangan melalui observasi atau dengan praktikum, sehingga terjadi pengkonstruksian konsep baru di bawah arahan guru, dan dengan konsep baru tersebut siswa dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga pembelajaran lebih berpusat pada siswa. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Devi Fitriani (2010) dengan judul Penerapan Model Siklus Belajar Empiris-Induktif (SBEI) Berbasis Keterampilan Proses Sains untuk Meningkatkan

Penguasaan Konsep Materi Pokok Laju Reaksi” (PTK Pada Kelas XI IPA2 SMAN 1 Bandar Lampung TP 2009-2010), Yang bertujuan untuk mendeskripsikan penerapan


(22)

5

model SBEI berbasis KPS dalam meningkatkan persentase rata-rata penguasaan konsep dan meningkatkan persentase ketuntasan belajar laju reaksi siswa dari siklus ke siklus. Mengalami peningkatan rata-rata persentase penguasaan konsep laju reaksi siswa sebesar 22,41% yaitu dari 59,03 dari siklus I menjadi 72,26 pada siklus II. Hal ini menujukkan bahwa Penguasaan konsep siswa SMAN 1 Bandar Lampung menggunakan model SBEI membuat siswa lebih mampu menerapkan konsep-konsep materi yang telah ia dapatkan dari pelajaran melalui arahan guru.

Berdasarkan latar belakang diatas, menunjukkan bahwa sudah peneliti yang meneliti peningkatan penguasan konsep siswa. Maka dalam penelitian ini, peneliti

melakukan suatu penelitian dengan judul “ Perbedaan Penguasaan Konsep Siswa Antara model pembelajaran Learning Cycle 5-E dengan Siklus Belajar Empiris-Induktif Pada Materi Reaksi Reduksi Oksidasi”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah rata-rata penguasaan konsep siswa yang menggunakan model pembelajaran learning cycle 5-E lebih tinggi dari pada model pembelajaran siklus belajar empiris-induktif pada materi reaksi reduksi oksidasi kelas X SMA Negeri 7 Bandar Lampung.


(23)

6

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan:

1. Perbedaan rata-rata penguasaan konsep siswa antara model pembelajaran LC 5-E

dengan model pembelajaran siklus belajar empiris-induktif pada materi reaksi reduksi oksidasi kelas X SMA Negeri 7 Bandar Lampung.

2. Rata-rata penguasaan konsep siswa manakah yang lebih tinggi antara model pembelajaran LC 5-E dengan model pembelajaran siklus belajar empiris-induktif pada materi reaksi reduksi oksidasi kelas X SMA Negeri 7 Bandar Lampung.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Dapat memberikan kesempatan siswa untuk belajar mengunakan model LC 5-E

dan SBEI

2. Dapat meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan wawasan guru tentang inovasi memilih model pembelajaran yang dipilih dan sesuai dengan karakteristik materi pokok pada pembelajaran kimia, terutama pada materi pokok reaksi redoks. 3. Memberikan informasi mengenai model pembelajaran learning cycle 5-E dan


(24)

7

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah :

1. Lokasi Penelitian SMA Negeri 7 Bandar Lampung

2. Penguasaan konsep adalah kemampun siswa-siswi menguasai materi reaksi redoks yang diukur berdasarkan nilai pretest-posttest.

3. Learning cycle 5-E,terdiri dari 5 Fase: (1) Engagement, (2) Eksploration, (3)

Explaination, (4)Elaboration, (5)evaluation.

4. Model SBEI, terdiri dari 3 tahap : (1) tahap eksplorasi (siswa mendapatkan fakta-fakta),(2) tahap pengenalan konsep, (3) tahap aplikasi konsep

5. Lembar Kerja Siswa (LKS) yang digunakan dalam penelitian adalah LKS non eksperimen, yang merupakan salah satu alat bantu pembelajaran yang

berorientasi pada peningkatan kemampuan menemukan konsep sendiri. LKS ini berisi prosedur dan pertanyaan-pertanyaan yang membimbing siswa pada model pembelajaranlearning cycle 5-e dan siklus belajar empiris-induktif.


(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Belajar Perkembangan Kognitif Jean Piaget

Dalam belajar, kognitivisme mengakui pentingnya faktor individu dalam belajar tanpa meremehkan faktor eksternal atau lingkungan. Bagi kognitivisme, belajar merupakan interaksi antara individu dan lingkungan dan hal itu terjadi terus-menerus sepanjang hayatnya. Teori ini mengenal konsep bahwa belajar ialah hasil interaksi yang terus-menerus antara individu dan lingkungan melalui proses memasukkan pengetahuan baru kedalam pengetahuan yang sudah ada(asimilasi) dan menye-suaikan diri dengan infomasi yang baru (akomodasi).

Menurut Jean Piaget dalam Bell (1994), belajar adalah:

Interaksi yang terus-menerus antara individu dan lingkungan. Artinya, pengetahuan itu suatu proses, bukannya suatu “barang”. Karena itu untuk memahami pengetahuan orang dituntut untuk mengenali dan menjelaskan berbagai cara bagaimana individu berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam proses pembelajaran Jean Piaget dalam Bell (1994), menyarankan:

Penggunaan metode aktif yang menghendaki siswa menemukan kembali atau merekonstruksi kebenaran-kebenaran yang harus dipelajarinya. Guru berperan mengatur dan menciptakan situasi dan menyajikan masalah yang berguna.


(26)

9

B. Pembelajaran Konstruktivisme

Menurut Von Glasersfeld dalam Sardiman (2007), konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri. Pengetahuan bukanlah suatu imitasi dari kenyataan (realitas). Von Glasersfeld menegaskan bahwa pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan. Pengetahuan bukanlah gambaran dari dunia kenyataan yang ada. Tetapi pengetahuan selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif kenyataan melalui kegiatan seseorang.

Secara sederhana konstruktivisme merupakan konstruksi dari kita yang mengetahui sesuatu. Pengetahuan itu bukanlah suatu fakta yang tinggal ditemukan, melainkan suatu perumusan yang diciptakan orang yang sedang mempelajarinya. Bagi kaum konstruktivisme, kegiatan belajar adalah proses aktif siswa untuk menemukan sesuatu dan membagun sendiri pengetahuannya. Siswa yang membuat penalaran atas apa yang dipelajari dengan apa yang telah diketahui. Pengetahuan dan penger-tian tersebut dikonstruksi siswa bila siswa terlibat secara sosial dalam dialog dan aktif dalam percobaan. Seorang guru berperan sebagai mediator dan fasilitator yang membantu proses belajar siswa berjalan dengan baik. Guru perlu menciptakan suasana yang membuat siswa antusias di dalam pembelajaran dan berperan dalam membantu siswa agar mampu mengkonstruksi pengetahuannya.

Bettencourt menyimpulkan bahwa konstruktivisme tidak bertujuan mengerti hakikat realitas, tetapi lebih hendak melihat bagaimana proses kita menjadi tahu tentang sesuatu Suparno dalam Trianto (2010).


(27)

10

Ciri atau prinsip dalam belajar menurut Suparno dalam Trianto (2010), sebagai berikut:

1. Belajar berarti mencari makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan dan alami,

2. Konstruksi makna adalah proses yang terus menerus,

3. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, tetapi merupakan pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian baru. Belajar bukanlah hasil perkembangan tetapi perkembangan itu sendiri,

4. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman subjek belajar dengan dunia fisik dan lingkungannya,

5. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui, subjek belajar, tujuan, motivasi yang mempengaruhi proses interaksi dengan bahan yang sedang dipelajari.

Menurut (Sagala, S. 2010) Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pendekatan kontekstual yaitu pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit, hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak dengan tiba-tiba. Pe-ngetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Tetapi manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Siswa perlu dibiasakan untuk

memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide, yaitu siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri. Landasan berfikir konstruktivisme adalah lebih menekankan pada strategi memperoleh dan mengingat pengetahuan.

Satu prinsip yang penting dalam psikologi pendidikan menurut teori ini adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan didalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-idemereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjat anak tangga tersebut. Nur dalam (Trianto 2007)


(28)

11

C. Siklus Belajar (Learning Cycle)

Piaget dan para konstruktivis pada umumnya dalam Sudirman (2007), berpendapat bahwa:

Di dalam mengajar, seharusnya diperhatikan pengetahuan yang telah diperoleh siswa. Mengajar bukan sebagai proses memindahkan gagasan-gagasan guru kepada siswanya, melainkan sebagai proses untuk mengubah gagasan-gagasan

siswa yang sudah ada yang mungkin “salah”, sehingga proses belajar-mengajar tidak monoton dan membosankan karena paradigma guru yang selalu

mengganggap bahwa dirinyalah yang paling benar. Siswa dianggap sebagai suatu wadah kosong sehingga guru hanya mengajarkan apa-apa yang ia ketahui tanpa mengukur apa-apa yang telah diketahui oleh sang anak. Guru adalah seorang yang meluruskan paradigma para muridnya yang mungkin “salah”, sehingga dengan kata lain guru adalah orang yang dianggap oleh seorang siswa sebagai tempat untuk bertukar pendapat.

Salah satu strategi mengajar untuk menerapkan model konstruktivis ialah penggu-naan siklus belajar. Dimana terdapat tiga siklus belajar yaitu: diskriptif, empiris-induktif, dan hipotesis-deduktif, yang menunjukkan suatu kontinu dari sains deskriptif ke sains eksperimental.

Model siklus belajar merupakan model pembelajaran yang dilandasi oleh filsafat konstruktivisme. Pembelajaran melalui model siklus belajar mengharuskan siswa membangun sendiri pengetahuannya dengan memecahkan permasalahan yang dibimbing langsung oleh guru. Model pembelajaran ini memiliki tiga langkah sederhana, yaitu pertama, fase eksplorasi, dalam fase ini, guru menggali konsepsi awal siswa. Kedua, fase eksplanasi. Ketiga, fase aplikasi, dimaksudkan mengajak siswa untuk menerapkan konsep pada contoh kejadian yang lain, baik yang sama tingkatannya ataupun yang lebih tinggi tingkatannya.


(29)

12

Karplus dan Their dalam Fajaroh dan Dasna (2007), mengungkapkan bahwa: Siklus Belajar (Learning Cycle) atau dalam penulisan ini disingkat LC adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada pembelajar (student centered).

LC merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi

sedemikian rupa sehingga pembelajar dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperanan aktif. LC

terdiri dari fase-fase: fase eksplorasi (exploration), fase pengenalan konsep (concept introduction), dan aplikasi konsep (concept application).

Pada tahap eksplorasi, siswa diberi kesempatan untuk memanfaatkan panca inderanya semaksimal mungkin dalam berinteraksi dengan lingkungan melalui kegiatan-kegiatan seperti melakukan eksperimen, menganalisis artikel, mendisku-sikan fenomena alam, mengamati fenomena alam atau perilaku sosial, dan lain-lain. Dari kegiatan ini diharapkan timbul ketidakseimbangan dalam struktur mentalnya (cognitive disequilibrium) yang ditandai dengan munculnya pertanyaan-pertanyaan yang mengarah pada berkembangnya daya nalar tingkat tinggi (high level reasoning) yang diawali dengan kata-kata seperti “mengapa dan bagaimana”. (Dasna, 2005, Rahayu, 2005)

Munculnya pertanyaan-pertanyaan tersebut sekaligus merupakan indikator kesiapan siswa untuk menempuh fase berikutnya, yaitu fase pengenalan konsep.

Pada fase pengenalan konsep diharapkan terjadi proses menuju kesetimbangan antara konsep-konsep yang telah dimiliki siswa dengan konsep-konsep yang baru dipelajari, melalui kegiatan-kegiatan yang membutuhkan daya nalar seperti menelaah sumber pustaka dan berdiskusi. Pada tahap ini siswa mengenal istilah-istilah yang berkaitan dengan konsep-konsep baru yang sedang dipelajari.


(30)

13

Pada fase terakhir, yakni aplikasi konsep, siswa diajak menerapkan pemahaman konsepnya melalui berbagai kegiatan-kegiatan atau melakukan percobaan lebih lanjut. Penerapan konsep dapat meningkatkan pemahaman konsep dan motivasi belajar, karena siswa mengetahui penerapan nyata dari konsep yang mereka pelajari.

Hudojo dalam Fajaroh dan Dasna (2007), mengemukakan bahwa ”LC melalui kegiatan dalam tiap fase mewadahi pelajar untuk secara aktif membangun konsep-konsepnya sendiri dengan cara berinteraksi dengan lingkungan fisik maupun sosial.” Lingkungan belajar yang perlu diupayakan agar LC berlangsung secara

konstruktivistik adalah:

1. tersedianya pengalaman belajar yang berkaitan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa,

2. tersedianya berbagai alternatif pengalaman belajar jika memungkinkan, terjadinya transmisi sosial, yakni interaksi dan kerja sama individu dengan lingkungannya, 3. tersedianya media pembelajaran,

4. kaitkan konsep yang dipelajari dengan fenomena sedemikian rupa sehingga siswa terlibat secara emosional dan sosial yang menjadikan pembelajaran berlangsung menarik dan menyenangkan.

D. Model Siklus Belajar 5 Fase ( Learning Cycle 5-E )

Implementasi LC dalam pembelajaran menempatkan guru sebagai fasilitator yang mengelola berlangsungnya fase-fase tersebut mulai dari perencanaan (terutama


(31)

14

pengembangan perangkat pembelajaran), pelaksanaan (terutama pemberian pertanyaan-pertanyaan arahan dan proses pembimbingan) sampai evaluasi.

Efektifitas implementasi LC biasanya diukur melalui observasi proses dan pemberian tes. Jika ternyata hasil dan kualitas pembelajaran tersebut ternyata belum

memuaskan, maka dapat dilakukan siklus berikutnya yang pelaksanaannya harus lebih baik dibanding siklus sebelumnya dengan cara mengantisipasi kelemahan-kelemahan siklus sebelumnya, sampai hasilnya memuaskan.

LC tiga fase saat ini telah dikembangkan dan disempurnakan menjadi 5 fase Pada

LC 5 Phase, ditambahkan tahap engagement sebelum exploration dan ditambahkan pula tahap evaluation pada bagian akhir siklus. Pada model ini, tahap concept introduction dan concept application masing-masing diistilahkan menjadi explaination dan elaboration. Karena itu LC 5 Phase sering dijuluki LC 5-E (Engagement, Exploration, Explaination, Elaboration, dan Evaluation) (Lorsbach, 2002).

Model pembelajaran ini bisa membantu cara berpikir siswa dan membuat kimia menjadi salah satu pelajaran yang menyenangkan. Tahapan ini harus dilakukan semuanya dengan urutan di atas.


(32)

15

Untuk lebih jelasnya dapat diperhatikan pada Gambar. 1 di bawah ini.

Gambar. 1 the 5 E Learning Cycle Model

( Sumber: www.coe.ilstu.edu)

Fase-fase Learning Cycle 5-E :

1. Engagement (Menarik Perhatian-Mengikat)

Fase Engage merupakan fase awal untuk menggali pengetahuan awal dan menumbuhkan rasa ingin tahu siswa. Pada fase ini guru menciptakan teka-teki yang sesuai dengan topik yang akan dipelajari siswa. Guru dapat mengajukan pertanyaan (misalnya: mengapa hal ini terjadi? bagaimana cara mengetahuinya? dll), dan jawaban siswa digunakan untuk mengetahui hal-hal apa saja yang telah diketahui oleh siswa. Fase ini bertujuan mempersiapkan diri siswa agar terkondisi dalam menempuh fase berikutnya dengan jalan mengeksplorasi pengetahuan awal dan ide-ide mereka serta untuk mengetahui kemungkinan terjadinya miskonsepsi pada pembelajaran sebelumnya. Dalam fase engagement ini minat dan

keingintahuan (curiosity) siswa tentang topik yang akan diajarkan berusaha dibangkitkan. Pada fase ini pula siswa diajak membuat prediksi-prediksi tentang fenomena yang akan dipelajari dan dibuktikan dalam fase eksplorasi.


(33)

16

Pada fase eksplorasi siswa diberi kesempatan untuk bekerja baik secara mandiri maupun secara berkelompok tanpa instruksi atau pengarahan secara langsung dari guru, untuk mengeksplorasi fenomena ilmiah, memanipulasi bahan, dan berusaha untuk memecahkan masalah. Pada fase ini siswa melakukan percobaan (secara il-miah), melakukan pengamatan, mengumpulkan data, sampai pada membuat ke-simpulan dari percobaan yang dilakukan. Dalam kegiatan ini guru sebaiknya ber-peran sebagai fasilitator membantu siswa agar bekerja pada lingkup permasalahan (hipotesis yang dibuat sebelumnya) dan menguji hipotesis mereka melalui

eksperimen atu observasi.

Sesuai dengan teori Piaget, pada kegiatan eksplorasi siswa diharapkan mengalami ketidaksetimbangan kognitif (disequilibrium). Siswa diharapkan bertanya kepada

dirinya sendiri: “Mengapa demikian” atau “Bagaimana akibatnya bila..” dan sete -rusnya. Kegiatan eksplorasi memberi kesempatan siswa untuk menguji dugaan dan hipotesis yang telah mereka tetapkan. Mereka dapat mencoba beberapa alter-natif pemecahan, mendiskusikannya dengan teman sekelompoknya, mencatat ha-sil pengamatan dan mengemukakan ide dan mengambil keputusan memecahkan-nya (Dasna, 2005:81).

Kegiatan pada fase ini sampai pada tahap presentasi atau komunikasi hasil yang diperoleh dari percobaan atau menelaah bacaan. Dari komunikasi tersebut diha-rapkan diketahui seberapa tingkat pemahaman siswa terhadap masalah yang dipe-cahkan (Dasna, 2005:82).

3. Explaination (Menjelaskan)

Kegiatan belajar pada fase penjelasan ini bertujuan untuk melengkapi, menyem-purnakan, dan mengembangkan konsep yang diperoleh siswa. Guru mendorong siswa untuk menjelaskan konsep yang dipahaminya dengan kata-katanya sendiri, menunjukkan contoh-contoh yang berhubungan dengan konsep untuk meleng-kapi penjelasannya. Pada kegiatan ini sangat penting adanya diskusi antar


(34)

anggo-17

ta kelompok untuk mengkritisi penjelasan konsep dari siswa yang satu dengan yang lainnya. Pada kegiatan yang berhubungan dengan percobaan, guru dapat memperdalam hubungan antar variabel atau kesimpulan yang diperoleh siswa. Hal ini diperlukan agar siswa dapat meningkatkan pemahaman konsep yang baru diperolehnya

4. Elaboration (Penerapan konsep)

Kegiatan belajar ini mengarahkan siswa menerapkan konsep-konsep yang telah dipahami dan ketrampilan yang dimiliki pada situasi baru. Guru dapat

mengarahkan siswa untuk memperoleh penjelasan alternatif dengan menggunakan data atau fakta yang mereka eksplorasi alam situasi yang baru. Guru dapat

memulai dengan mengajukan masalah baru yang memerlukan pengujian lewat ekplorasi dengan melakukan percobaan, pengamatan, pengumpulan data, analisis data sampai membuat kesimpulan. Kegiatan fase ini bertujuan untuk mening-katkan pemahaman siswa tentang apa yang telah mereka ketahui, sehingga siswa dapat melakukan akomodasi melalui hubungan antar konsep dan pemahaman siswa menjadi lebih mantap.

5. Evaluation (Evaluasi)

Pada fase akhir evaluation, dilakukan evaluasi terhadap efektifitas fase-fase sebelumnya dan juga evaluasi terhadap pengetahuan, pemahaman konsep, atau kompetensi siswa melalui problem solving dalam konteks baru yang kadang-kadang mendorong siswa melakukan investigasi lebih lanjut.


(35)

18

Kegiatan belajar pada fase evaluasi, guru ingin mengamati perubahan pada siswa sebagai akibat dari proses belajar pada fase ini guru dapat mengajukan pertanyaan terbuka yang dapat dijawab dengan menggunakan lembar observasi, fakta atau data dari penjelasan dari sebelumnya yang dapat diterima. Kegiatan pada fase evaluasi berhubungan dengan penilaian kelas yang dilakukan guru meliputi penilaian proses dan evaluasi penguasaan konsep yang diperoleh siswa.

Setelah melakukan fase-fase diatas, siswa diharapkan mampu lebih berperan aktif dalam pembelajaran, dan siswa termotivasi untuk menggali dan memperkaya wawasan lebih banyak mengenai konsep yang telah dipelajari dan mengaplikasi-kannya juga pada bidang-bidang lain selain bidang sains tentunya. Siswa juga diharapkan dapat membangun sendiri pegetahuan kognitif melalui indera untuk melihat gejala-gejala yang ada di sekitarnya dan kedudukan guru sebagai fasilitator yang mengelola berlangsungnya fase-fase tersebut mulai dari perencanaan (terutama perangkat pembelajaran), pelaksanaan (terutama pemberian pertanyaan-pertanyaan arahan dan proses pembimbingan) dan evaluasi berfungsi membantu siswa

menemukan konsep pengetahuannya. Hal ini sesuai dengan karakteristik dari model pembelajaran Learning Cycle 5 Fase sendiri yang pada dasarnya sesuai dengan pendekatan konstruktivisme. Model pembelajaran LC ini dirasakan sesuai jika diterapkan pada pembelajaran kimia.


(36)

19

E.Siklus Belajar Empiris-Induktif (SBEI)

Siklus belajar ini membuatpara siswa menemukan dan memberikan suatu pola empiris dalam suatu konteks khusus (eksplorasi), tetapi mereka selanjutnya mengemukakan sebab-sebab yang mungkin tentang terjadinya pola itu. Hal ini membutuhkan penggunaan penalaran analogi untuk memindahkan atau mentransfer konsep-konsep yang telah dipelajari dalam konteks-konteks lain pada konteks baru ini (pengenalan konsep), lalu konsep-konsep itu dapat diperkenalkan oleh guru, siswa ataupun keduanya.

Dengan bimbingan guru para siswa menganalisis data yang dikumpulkan selama fase eksplorasi untuk melihat apakah sebab-sebab yang dihipotesis ajek dengan data dan fenomena lain yang dikenal (aplikasi konsep). Dengan kata lain pengamatan dilakukan secara deskriptif, tetapi bentuk siklus ini menghendaki lebih jauh yaitu mengemukakan sebab dan menguji sebab itu. Oleh karena itu siklus belajar ini diberi nama empiris-induktif. (Dahar,1996:165).

Menurut (Muhammadzen 2008), bahwa sumber pengetahuan antara lain dimulai dari suatu pengalaman empiris menuju induktif. Pengalaman empiris didasarkan pada pengamatan gejala, peristiwa atau fakta-fakta di lapangan yang dianalisis sehingga didapatkan suatu kesimpulan. Menurut (Lawson 2005), di dalam SBEI, siswa tidak hanya menggambarkan apa yang diamati, tetapi berusaha untuk membuktikan hipotesis untuk menjelaskan apa yang diamati. Di dalam SBEI, melibatkan keterampilan proses dasar dan menyeluruh (mengidentifikasi variabel, membuat tabel dan grafik, mendeskripsikan hubungan antar variabel, membuat hipotesis, melakukan analisis dan penyelidikan, mendefinisikan operasional variabel, merancang penyelidikan, bereksperimen).

Di dalam SBEI, siswa menemukan suatu konsep berdasarkan pengalaman nyata. Pada fase eksplorasi, siswa menemukan, membuktikan, menggali berbagai fakta


(37)

20

melalui kegiatan observasi lapangan atau praktikum. Guru memberikan pengalaman belajar dan membimbing siswa dan siswa sendiri yang berperan aktif.

Untuk mengemas dan menyusun pembelajaran yang menggunakan model

Learning cycle tipe Empiris-Induktifini urutannya harus mencerminkan suatu alur yang dimulai dengan konsep-konsep dan hubungan-hubungan yang sederhana, namun akan diperoleh suatu hasil yang bermakna. Berdasarkan langkah-langkah kegiatan pembelajarannya, ternyata tipe ini mempunyai ciri khas, yaitu pada fase eksplorasi dimulai dengan sebuah pertanyaan sebab akibat atau pertanyaan

deskriptif, misalnya: “Faktor apa saja yang mempengaruhi?” dan diikuti dengan mengungkapkan penyebab yang dapat dihipotesis. Lawson, (1988) dalam Damayanti (2006:24).

Keterampilan guru menggunakan model ini sangat tergantung pada pemahaman, pengetahuan dan keterampilan guru akan susunan dan keterpautan komponen-komponen kegiatan pembelajaran juga pandangan guru itu sendiri tentang materi yang akan diberikan. Disamping itu penggunaan bahasa yang berorientasi pada interaksi sosial baik antar siswa maupun antara siswa dengan guru harus benar-benar diperhatikan. Ini dilakukan mengingat siswa tidak dapat mengkonstruksi penge-tahuannya secara optimal tanpa berkomunikasi dengan yang lainnya.

Dengan memperhatikan setiap karakteristik masing-masing fase Learningcycle tipe Empiris-Induktif tersebut, maka apabila guru ingin meningkatkan pemahaman konsep siswa, pada setiap fase guru harus menciptakan kondisi pembelajaran yang


(38)

21

beranjak dari isu-isu sains yang relevan dengan lingkungan siswa, menampilkan fenomena yang kongkrit, memberi kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dengan orang lain dalam mengemukakan pemahamannya tentang fenomena yang mereka alami serta senantiasa diikuti dengan kegiatan yang menuntut dilakukannya eksplorasi baru oleh siswa. Model pembelajaran Learning cycle ini memberikan suatu format yang adaptable bagi beragam konteks pembelajaran mulai dari jenjang pendidikan dasar, menengah sampai perguruan tinggi yang intinya selalu

memberikan pengalaman kongkrit bagi siswa dengan sasaran utama pemahaman konsep.

Karakteristik model Pembelajaran Empiris induktif (Yasin, 2007): a. Fase eksplorasi (siswa mendapatkan fakta-fakta)

Tujuan dari tahap ini adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk menerapkan pengetahuan awalnya, menghubungkan pengetahuan baru dan menjelaskan fenomena yang mereka alami, sehingga siswa menemukan pengalaman konkrit, melakukan ketrampilan ilmiah dan menemukan konsep-konsep penting. Dalam fase ini, mereka sering kali mengekplorasi fenomena baru dengan tuntunan minimal. Fenoma baru ini harus memunculkan

pertanyaan-pertanyaan dan rasa ingin tahu siswa atau kekomplekkan yang tidak dapat dipecahkan dengan konsepsi mereka yang ada atau pola-pola berpikir yang sudah biasa, seperti bagaimana besi dapat berkarat atau mengapa buah apel yang telah dikupas dan dibiarkan selama beberapa menit diudara terbuka akan


(39)

22

bagi siswa untuk menyuarakan gagasan-gagasan yang tidak tepat yang dapat memunculkan debat dan analisis alasan-alasan untuk gagasan mereka,

berdasarkan fakta-fakta yang dihasilkan dari observasi lapangan reaksi redoks dan praktikum reaksi redoks.

b. Fase pengenalan konsep

Pada tahap ini siswa mengkomunikasikan dan mendiskusikan fakta-fakta yang diperoleh di lapangan dan praktikum, dan pembangunan konsep yang

berdasarkan fakta-fakta dari observasi lapangan dan praktikum di bawah arahan dan bimbingan guru.

Fase pengenalan konsep dimulai dengan memperkenalkan suatu konsep yang ada hubungannya dengan fenomena yang diselidiki, dan didiskusikan dalam konteks apa yang telah diamati selama fase eksplorasi, kemudian dikenalkan secara konseptual. Perhatian siswa diarahkan pada aspek-aspek tertentu dari pengalaman eksplorasi. Kemudian konsep-konsep dikenalkan secara formal dan langsung.

c. Fase aplikasi konsep (Siswa dapat mengaplikasikan konsep baru dalam kehidupan sehari-hari).

Pada fase aplikasi konsep, disediakan kesempatan bagi siswa untuk menggu-nakan konsep-konsep yang telah diperkenalkan untuk menyelidiki lebih lanjut sifat-sifat lain dari fenomena yang sudah diamati. Tujuan fase ini adalah agar siswa dapat melakukan generalisasi atau metransfer ide-ide ke dalam contoh yang lain dan menguatkan kembali gagasan-gagasan siswa agar sesuai dengan konsep ilmiah.


(40)

23

Siklus belajar empiris induktif berfokus pada peristiwa alam, hubungan atau prinsip yang melibatkan beberapa konsep. Siswa dituntut untuk menjelaskan fenomena seperti mengekspresikan beberapa miskonsepsi dan memberikan kesempatan untuk dialog dan diskusi. Model pembelajaran empiris induktif ini merupakan salah satu siklus pembelajaran yang terdiri dari tiga fase, yaitu 1) fase eksplorasi, 2) fase perkenalan istilah, dan 3) fase aplikasi konsep.

(Anton E. Lawson, 1996), menjelaskan ketiga fase tersebut sebagai berikut: Fase eksplorasi, para siswa belajar melalui tindakan-tindakan dan reaksi-reaksi mereka sendiri dalam situasi baru dalam hal ini yaitu saat siswa melakukan obsevasi lapangan sel accu dan percobaan sel volta. Dalam fase ini, mereka sering kali mengekplorasi fenomena baru dengan tuntunan minimal. Fenoma baru ini harus memunculkan pertanyaan-pertanyaan atau kekomplekkan yang tidak dapat dipecahkan dengan konsepsi mereka yang ada atau pola-pola berpikir yang sudah biasa, seperti bagaimana sel accu dapat menyimpan dan menghasilkan arus listrik. Dengan kata lain, eksplorasi memberikan kesempatan bagi siswa untuk menyuarakan gagasan-gagasan yang tidak tepat yang dapat memunculkan debat dan analisis

alasan-alasan untuk gagasan mereka, berdasarkan fakta-fakta yang dihasilkan dari observasi lapangan sel volta dan praktikum sel volta.

Fase perkenalan istilah, secara normal dimulai dengan pengenalan istilah baru, seperti distribusi normal, yang digunakan untuk menamakan pola yang ditemukan selama eksplorasi. Istilah-istilah mungkin dikenalkan oleh guru, textbook, film, melihat langsung ke lapangan atau media lainnya, istilah-istilah baru itu diantaranya seperti sel volta, potensial elektroda, dan jembatan garam. Langkah ini selalu

mengikuti eksplorasi dan berhubungan secara langsung dengan pola yang ditemukan selama aktifitas eksplorasi. Siswa harus didorong untuk mengidentifikasikan

sebanyak mungkin pola baru sebelum dijelaskan kepada teman sekelas, tetapi mengharapkan siswa untuk menemukan semua pola komplek sain modern adalah tidak realistis karena wawasan pengetahuan siswa yang terbatas. Pada pelaksanaan-nya siswa mengkomunikasikan dan mendiskusikan fakta-fakta yang didapat

dilapangan sewaktu melaksanakan observasi sel accu dan percobaan sel volta. Dan pembentukan konsep sel volta dari fakta-fakta yang didapatkan dari observasi lapangan sel accu dan percobaan sel volta dibawah arahan dan bimbingan guru Fase aplikasi konsep, penting bagi beberapa siswa untuk mengenali pola dan memisahkannya dari konteks konkretnya dan menggeneralisasikannya kepada konteks lain. Oleh karena itu, tanpa jumlah dan variasi aplikasi, pola mungkin tidak dikenali atau generalisasinya mungkin tetap terbatas untuk konteks yang digunakan


(41)

24

selama sesuai definisinya. Pada fase inilah siswa dapat menerapkan konsep sel volta dalam kehidupan sehari-hari yang konsepnya itu didapatkan pada saat observasi lapangan dan percobaan sel volta serta pada saat siswa mengkomunikasikan serta mendiskusikan dibawah arahan dan bimbingan guru.

Keunggulan dan kelemahan model pembelajaran SBEI adalah sebagai berikut : a. Keunggulan model pembelajaran empiris-induktif

1. Bagi siswa yaitu :

a). pembelajaran berpusat pada siswa, sehingga proses belajarnya lebih terkondisi.

b). siswa bisa mengeksplorasi pengetahuan atau konsep-konsep yang mereka temukan selama praktikum.

c). siswa lebih berani mengungkapkan pendapat, ide, atau gagasan baik kesesama siswa atau langsung kegurunya.

d).pemahaman konsep siswa akan lebih baik dengan cara melakukan percobaan, sehingga siswa bisa mengkonstruksi konsep sendiri. e). siswa mendapat pengalaman belajar

f) .membiasakan siswa untuk menulis data, mengolah data, membaca data dan melaporkannya.

2. Bagi guru yaitu :

a). guru berfungsi sebagai fasilitator dalam proses pembelajarannya. b). untuk mengenalkan konsep yang baru, guru hanya mengarahkan saja

berdasarkan konsep yang sudah di eksplorasi oleh siswa.

c). memudahkan pengkonstruksian suatu konsep sehingga terjadi suatu proses asimilasi pada siswanya berdasarkan hasil praktikum.

d).selama proses pembelajaran terjadi dialog interaktif antara siswa dengan siswa, dan antara siswa dengan guru sehingga semua siswa terlibat langsung dan aktif.

b. Kelemahan proses belajar empiris-induktif: 1. Bagi siswa yaitu :

a). memerlukan waktu yang lama untuk menemukan atau mempelajari sutau konsep baru jika siswa belum terbiasa melakukan praktikum. b). siswa belum terbiasa untuk mengeksplorasi konsep yang didapatkan

selama melaksanakan praktikum.

c). siswa belum terbiasa mengambil suatu kesimpulan berdasarkan data yang diperoleh dari praktikum

d). siswa belum terbiasa melakukan praktikum. 2. Bagi guru yaitu:


(42)

25

a). diperlukan membuat petunjuk (LKS) yang jelas sehingga memudahkan siswa untuk mendapatkan data yang dinginkan untuk memplajari konsep yang dipelajari.

b). diperlukan kesabaran untuk mendengarkan pendapat, ide serta gagasan dari siswa pada saat mengeksplorasi konsep yang diperoleh selama melaksanakan praktikum, sehingga siswa merasa dihargai dan penting selama proses belajar berlangsung.

c). guru perlu mengarahkan siswanya dalam hal pengkonstruksian konsep yang baru.

(Ahmad Yasin, 2007)

F. Penguasaan Konsep

Tidak semua fenomena alam dapat dipahami dengan bahasa sehari-hari, karena itu diperlukan bahasa khusus yang disebut konsep. Jadi belajar sains memerlukan ke-mampuan untuk membangun konsep agar bisa ditelaah lebih lanjut. Dalam pe-lajaran kimia banyak sekali konsep yang harus ditanamkan pada siswa. Hal ini sangat penting sebab bila gagal dalam memahami dan menguasai konsep kimia maka dikatakan gagal dalam belajar ilmu kimia. Konsep kimia adalah gagasan mengenai materi, sebuah atau dua kata konsep kimia akan mempunyai arti yang sama dengan gagasan kimia itu seluruhnya (Vosen, 1992).

Penguasaan konsep pada materi pokok reaksi redoks diukur melalui hasil tes penguasaan konsep, sebagai hasil dalam proses pembelajaran. Penguasaan merupakan salah satu aspek dalam ranah (domain) kognitif dari tujuan kegiatan belajar mengajar. Ranah kognitif ini meliputi berbagai tingkah laku dari tingkatan terendah sampai tertinggi yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis,


(43)

26

sintesis, dan evaluasi. Penguasaan merupakan kemampuan menyerap arti dari materi suatu bahan yang dipelajari, penguasaan bukan hanya sekedar mengingat mengenai apa yang telah dipelajari, tetapi menguasai lebih dari itu yakni melibatkan berbagai proses kegiatan mental sehingga lebih bersifat dinamis. Penguasaan konsep akan mempengaruhi ketercapaian hasil belajar siswa. Suatu proses dikatakan berhasil apabila hasil belajar yang didapatkan meningkat atau mengalami perubahan setelah siswa melakukan aktivitas belajar, pendapat ini di-dukung oleh (Djamarah dan Zain, 1996) yang mengatakan bahwa belajar pada hakikatnya adalah perubahan yang terjadi di dalam diri seseorang setelah berak-hirnya melakukan aktivitas belajar. Proses belajar seseorang sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah pembelajaran yang digunakan guru dalam kelas.

Dalam belajar dituntut juga adanya suatu aktivitas yang harus dilakukan siswa sebagai usaha untuk meningkatkan penguasaan materi. Penguasaan terhadap suatu konsep tidak mungkin baik jika siswa tidak melakukan belajar karena siswa tidak akan tahu banyak tentang materi pelajaran. Guru sebagai pengajar harus memiliki kemampuan untuk menciptakan kondisi yang kondusif agara siswa dapat

menemukan dan memahami konsep yang diajarkan. Hal ini sesuai dengan pendapat

Toulmin dalam Suparno (1997) yang menyatakan bahwa:

Bagian terpenting dari pemahaman siswa adalah perkembangan konsep secara evolutif. Dengan terciptanya kondisi yang kondusif, siswa dapat menguasai konsep yang disampaikan guru. Penguasaan konsep adalah kemampuan siswa menguasai materi pelajaran yang diberikan. Dengan adanya penguasaan konsep, siswa dapat memecahkan masalah dan memudahkan siswa untuk dapat mempelajari konsep-konsep yang lain, sehingga hasil belajar dapat optimal.


(44)

27

G. Lembar Kerja Siswa (LKS)

LKS merupakan alat bantu untuk menyampaikan pesan kepada siswa yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran. Melalui media pembelajaran berupa LKS ini akan memudahkan guru dalam menyampaikan materi pembelajaran dan mengefektifkan waktu, serta akan menimbulkan interaksi antara guru dengan siswa dalam proses pembelajaran. Menurut (Sriyono 1992), Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah : salah satu bentuk program yang berlandaskan atas tugas yang harus diselesaikan dan berfungsi sebagai alat untuk mengalihkan pengetahuan dan keterampilan sehingga mampu mempercepat tumbuhnya minat siswa dalam mengikuti proses pembelajaran.

Menurut Sudjana dalam Djamarah dan Zain (2000), fungsi LKS adalah :

a) Sebagai alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif. b) Sebagai alat bantu untuk melengkapi proses belajar mengajar supaya lebih

menarik perhatian siswa.

c) Untuk mempercepat proses belajar mengajar dan membantu siswa dalam menangkap pengertian pengertian yang diberikan guru.

d) Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru tetapi lebih aktif dalam pembelajaran.

e) Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan berkesinambungan pada siswa. f) Untuk mempertinggi mutu belajar mengajar, karena hasil belajar yang dicapai

siswa akan tahan lama, sehingga pelajaran mempunyai nilai tinggi. Menurut (Prianto dan Harnoko, 1997), manfaat dan tujuan LKS antara lain:

a) Mengaktifkan siswa dalam proses belajar mengajar. b) Membantu siswa dalam mengembangkan konsep.

c) Melatih siswa untuk menemukan dan mengembangkan proses belajar mengajar.

d) Membantu guru dalam menyusun pelajaran.

e) Sebagai pedoman guru dan siswa dalam melaksanakan proses pembelajaran. f) Membantu siswa memperoleh catatan tentang materi yang dipelajari melalui

kegiatan belajar.

g) Membantu siswa untuk menambah informasi tentang konsep yang dipelajari melalui kegiatan belajar secara sistematis.


(45)

28

Pada proses pembelajaran, LKS menuntut siswa untuk mampu mengemukakan pendapat dan mampu mengambil keputusan. Melalui LKS siswa dituntut untuk mampu mengemukakan pendapat dan mampu mengambil kesimpulan. Dalam hal ini LKS digunakan untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. LKS yang digunakan untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pem-belajaran adalalah berupa LKS eksperimen dan LKS noneksperimen.

a. LKS eksperimen

LKS eksperimen merupakan media pembelajaran yang tersusun secara kronologis agar dapat membantu siswa dalam memperoleh konsep pengetahuan yang

dibangun melalui pengalaman belajar mereka sendiri yang berisi tujuan percobaan, alat percobaan, bahan percobaan, langkah kerja, pernyataan, hasil pengamatan, dan soal-soal hingga kesimpulan akhir dari eksperimen yang

dilakukan pada materi pokok yang bersangkutan.

b. LKS noneksperimen

LKS noneksperimen merupakan media pembelajaran yang disusun secara kronologis, dimana hanya digunakan untuk mengkonstruksi konsep pada sub materi yang tidak dilakukan eksperimen. Jadi, LKS noneksperimen dirancang sebagai media teks terprogram yang menghubungkan antara hasil percobaan yang telah dilakukan dengan konsep yang harus dipahami. Siswa dapat menemukan konsep pembelajaran berdasarkan hasil percobaan dan soal-soal yang dituliskan dalam LKS noneksperimen tersebut.


(46)

29

H.Kerangka Pemikiran

Penguasaan konsep yang dicapai oleh siswa ada kaitannya dengan kegiatan

pembelajaran yang dilaksanakan oleh seorang guru. Pelaksanaan pembelajaran akan berpengaruh terhadap hasil belajar siswa dalam pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Tujuan pembelajaran ini adalah untuk menentukan perbedaan penguasaan konsep reaksi reduksi-oksidasi antara model pembelajaran LC 5-E

dengan model pembelajaran SBEI dari siswa SMAN 7 Bandar Lampung.

Sebagai variabel bebasnya adalah model pembelajaran (X) dan variabel terikatnya adalah penguasaan konsep kimia siswa (Y). Semua data diambil dari dua kelas yang berbeda, satu kelas sebagai eksperimen 1 dan satu kelas sebagai eksperimen 2. Pada kelas eksperimen 1 diberi perlakuan dengan menggunakan pembelajaran LC 5-E, sedangkan pada kelas eksperimen 2 diberi perlakuan dengan menggunakan pembelajaran SBEI. Model pembelajaran LC 5-E dan SBEI masing-masing memiliki keunggulan dan kelemahan yang berbeda.

Adapun keunggulan model pembelajaran LC 5-E adalah, menempatkan siswa untuk mengembangkan pemahaman mereka sendiri dari konsep ilmiah, mengeksplorasi dengan cara melakukan dan mencatat pengamatan serta ide-ide melalui kegiatan-kegiatan seperti praktikum dan telaah literatur, memperdalam pemahaman tersebut dengan cara menjelaskan konsep dengan bahasa mereka sendiri, kemudian mene-rapkan konsep dan keterampilan dalam situasi baru melalui kegiatan-kegiatan seperti praktikum lanjutan dan pemberian soal lain. Pada tahap akhir pembelajaran siswa


(47)

30

diberikan evaluasi penilaian kelas yang dilakukan guru sehingga guru dapat mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang telah disampaikan.

Sedangkan kelemahannya, pada proses pembelajaran LC 5-E sering di dominasi oleh pimpinan kelompok, efektifitas pembelajaran LC 5-E akan rendah apabila guru kurang menguasai materi, kurang menguasai langkah-langkah pembelajaran dan kurang menguasai siswa. Pembelajaran LC 5-E juga menuntut kesungguhan dan kreativitas guru dalam merancang dan melaksanakan proses pembelajaran. Selain itu guru dituntut harus menyiapkan teknik pengelolaan kelas, mengatur kerja kelompok yang lebih terencana dan terorganisasi. Sehingga model pembelajaran LC 5-E

memerlukan waktu yang cukup lama dan tenaga yang lebih banyak dalam menyusun rencana dan melaksanakan pembelajaran.

Keunggulan pembelajaran Empiris-induktif yaitu memiliki waktu eksplorasi yang lebih lama sehingga memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan berbagai fakta di lapangan melalui observasi atau dengan praktikum, sehingga terjadi pengkonstruksian konsep baru di bawah arahan guru, dan dengan konsep baru

tersebut siswa dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam

pembelajaran SBEI guru berfungsi sebagai fasilitator dalam proses pembelajarannya. Untuk mengenalkan konsep yang baru, guru hanya mengarahkan saja berdasarkan konsep yang sudah di eksplorasi oleh siswa. memudahkan pengkonstruksian suatu konsep sehingga terjadi suatu proses asimilasi pada siswanya berdasarkan hasil praktikum. Selama proses pembelajaran terjadi dialog interaktif antara siswa


(48)

31

dengan siswa, dan antara siswa dengan guru sehingga semua siswa terlibat langsung dan aktif.

Adapun kelemahan pembeljaran SBEI yaitu, memerlukan waktu yang lama untuk menemukan atau mempelajari sutau konsep baru jika siswa belum terbiasa

melakukan praktikum. Apabila siswa belum terbiasa untuk mengeksplorasi konsep yang didapatkan selama melaksanakan praktikum, belum terbiasa mengambil suatu kesimpulan berdasarkan data yang diperoleh dari praktikum, dan belum terbiasa melakukan praktikum. Maka diperlukan kesabaran guru untuk mendengarkan pendapat, ide serta gagasan dari siswa pada saat mengeksplorasi konsep yang diperoleh selama melaksanakan praktikum,agar siswa merasa dihargai dan penting selama proses belajar berlangsung. Sehingga proses pembelajaran ini memerlukan waktu yang lama untuk menemukan atau mempelajari suatu konsep baru. Guru juga diharuskan membuat petunjuk (LKS) yang jelas sehingga memudahkan siswa untuk mendapatkan data yang dinginkan untuk memplajari konsep yang dipelajari, juga guru perlu mengarahkan siswanya dalam hal pengkonstruksian konsep yang baru.

Berdasarkan karakteristik kedua model pembelajaran tersebut, digarapkan penguasaan konsep reaksi reduksi-oksidasi dari siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran LC5-E akan lebih tinggi daripada siswa yang dibelajarkan dengan empiris-induktif. Karena model pembelajaran LC 5-E adalah pengembangan fase-fase LC dari 3 fase menjadi 5 fase. Fase engagement dalam LC 5-E termasuk dalam proses asimilasi, sedangkan fase evaluation masih merupakan proses


(49)

32

aktif membangun konsep-konsepnya sendiri dengan cara berinteraksi dengan lingkungan fisik maupun sosial.

Implementasi LC 5-E dalam pembelajaran sesuai dengan pandangan kontruktivis yaitu:

1. Siswa belajar secara aktif. Siswa mempelajari materi secara bermakna dengan bekerja dan berpikir. Pengetahuan dikonstruksi dari pengalaman siswa. 2. Informasi baru dikaitkan dengan skema yang telah dimiliki siswa. Informasi

baru yang dimiliki siswa berasal dari interpretasi individu.

3. Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang merupakan pemecahan masalah. (Hudojo, 2001)

Dengan demikian proses pembelajaran bukan lagi sekedar transfer pengetahuan dari guru ke siswa, seperti dalam falsafah behaviorisme, tetapi merupakan proses pe-merolehan konsep yang berorientasi pada keterlibatan siswa secara aktif dan langsung.

Oleh karena itu, dalam penelitian ini lebih cenderung bahwa model pembelajaran

learning cycle 5 phase akan memberikan penguasaan konsep kimia yang lebih tinggi dibandingkan dengan model pembelajaran SBEI.

Hubungan tersebut dapat digambarkan dengan diagram sebagai berikut:

X1 Y1

Y1 > Y2

X2 Y2

Gambar 1. Model teoritis antara variabel bebas dan variabel terikat

Keterangan:

X1 = Pembelajaran learning cycle 5 phase

X2 = Pembelajaran Siklus Belajar Empiris Induktif

Y1 = Penguasaan konsep siswa yang menggunakan pembelajaran learning cycle 5 phase pada materi reaksi redoks


(50)

33

Y2 = Penguasaan konsep siswa yang menggunakan pembalajaran siklus

belajar empiris-induktif pada materi reaksi redoks

I. Anggapan Dasar

Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah:

1. Siswa kelas X4 dan X5 semester genap SMA Negeri 7 Bandar Lampung tahun

pelajaran 2011-2012 yang menjadi sampel penelitian mempunyai kemampuan dasar yang sama dalam penguasaan konsep kimia.

2. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi penguasaan konsep reaksi reduksi-oksidasi siswa kelas X semester genap SMA Negeri 7 Bandar Lampung pelajaran 2011-2012 diabaikan.

3. Perbedaan rata-rata penguasaan konsep reaksi redoks semata-mata karena perbedaan perlakuan dalam proses pembelajaran.

J. Hipotesis Umum

Sebagai pemandu dalam melakukan analisis maka perlu disusun hipotesis umum. Hipotesis umum dalam penelitian ini jika kedua kelas eksperimen diberi pem-belajaran yang berbeda maka hasil penguasaan konsepnya akan berbeda.


(51)

34

III. METODE PENELITIAN

A. Penentuan Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Poplasi pada penelitian ini adalah semua siswa-siswi kelas X SMA Negeri 7 Bandar Lampung tahun ajaran 2011/2012 yang berjumlah sekitar 342 siswa dan tersebar dalam 9 kelas yaitu X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7, X8, X9.

2. Sampel

Dalam penelitian ini yang bertindak sebagai sampel adalah bagian dari populasi penelitian (siswa kelas X SMA Negeri 7 Bandar Lampung). Adapun pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang didasarkan pada tujuan dan pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri dan berdasarkan saran ahli (guru mitra SMAN 7 Bandar Lampung), berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang telah diketahui sebelumnya. Purposive sampling akan baik hasilnya ditangan seorang ahli yang mengenal populasi,

(sudjana, 2005). Dalam hal ini peneliti mengambil kelas X4 dan X5 sebagai sampel.

Kelas X4 sebagai kelompok eksperimen I yang diberi model pembelajaran LC 5-E


(52)

35

B. Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran, yaitu model pembelajaran learning cycle 5-e (eksperimen I) dan model pembelajaran SBEI (eksperimen II).

2. Variabel terikat

Variabel terikatnya adalah penguasaan konsep siswa pada materi pokok reaksi reduksi oksidasi kelas X SMA Negeri 7 Bandar Lampung.

C. Jenis dan Sumber Data

1. Jenis data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif, yaitu data hasil tes setelah pembelajaran diterapkan (posttest)..

2. Sumber data dibagi menjadi dua yaitu : a. Data primer yang meliputi :

2.1.Data hasil posttest kelompok eksperimen I 2.2.Data hasil posttest kelompok eksperimen II b. Data sekunder yang meliputi :


(53)

36

3. Teknik pengumpulan data

Data tes yang digunakan untuk memperoleh data penguasaan konsep siswa kelas eksperimen I dan eksperimen II adalah data nilai posttest. Setelah itu data posttest tersebut digunakan untuk analisis pengujian hipotesis

D. Desain dan Metode Penelitian

1. Desain penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian yang dimodifikasi dari Fraenkel dan Wallen (2006) yaitu The Matching-Only Posttest-Only Group Design, yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan penguasaan konsep reaksi antara model pembelajaran LC 5-E dengan model pembelajaran SBEI, yaitu dengan

mengadakan keseimbangan kondisi terhadap kedua kelompok (kelompok eksperimen I dan kelompok eksperimen II). Desain ini menggunakan teknik perbedaan rata-rata nilai posttest kelompok eksperimen I dan kelompok eksperimen II setelah diadakan perlakuan atau eksperimen yang lebih lanjut, karena teknik pengumpulan data pada penelitian ini hanya menggunakan data nilai posttest. Desain penelitian tersebut dapat dijelaskan pada tabel 1 berikut ini:

Tabel 1. Desain Penelitian

Kelas Perlakuan Postes

Eksperimen I X1 O

Eksperimen II X2 O


(54)

37

X1: Pembelajaran kimia menggunakan model pembelajaran LC 5-E

X2: Pembelajaran kimia menggunakan model pembelajaran SBEI

O : Posttest yang diberikan setelah perlakuan

2. Metode Penelitian

Metode penelitian yang di gunakan adalah quasi eksperimen. Di dalam penelitian ini tes dilakukan sebanyak satu kali yaitu tes setelah pembelajaran diterapkan (posttest).

E. Instrumen Penelitian

1. Instrumen

Instrumen penelitian merupakan suatu alat untuk mengumpulkan data dalam suatu penelitian. Arikunto dalam Nazir (1983).

Adapun rincian bentuk instrumen penelitian untuk kelas eksperimen I adalah : a. LKS materi pokok reaksi redoks dengan pembelajaran LC 5-E sejumlah 4 LKS. b. posttest yang terdiri dari 10 soal pilihan jamak dan 5 soal essay untuk mengukur

penguasaan konsep siswa.

Rincian bentuk instrumen penelitian untuk kelas eksperimen 2 adalah :

a. LKS materi pokok reaksi redoks dengan pembelajaran SBEI sejumlah 4 LKS. b. Soal posttest yang terdiri dari 10 soal pilihan jamak dan 5 soal essay untuk

mengukur penguasaan konsep siswa.


(55)

38

Suatu instrumen dikatakan valid jika instrumen yang digunakan dapat mengukur apa yang hendak diukur, Gay (1983). Secara metodologis, validitas suatu tes dapat dibedakan menjadi empat macam yaitu validitas: isi, konstruk, konkuren, dan prediksi. Keempat validitas tersebut dikelompokkan kembali menurut rentetan berpikirnya yaitu kedalam validitas logik dan validitas empirik. Validitas logik pada prinsipnya mencakup validitas isi yang ditentukan atas dasar pertimbangn (judgment)

dari para pakar. Sedangkan validitas empirik ditentukan dengan menghubungkan performansi sebuah tes terhadap kriteria penampilan tes lainnya dengan

menggunakan formulasi stastik. Yang termasuk kedalam validitas logik adalah validitas konkuren, dan prediksi. Jika dibandingkan antara validitas logik dengan validitas empirik maka validitas empirik pada umumnya menunjukkan lebih objektif.

Instrumen pada penelitian ini menggunakan validitas isi. Validitas isi adalah derajat dimana sebuah tes mengukur cakupan substansi yang ingin di ukur. Validitas isi umumnya ditentukan melalui pertimbangan para ahli (judgment). Dalam hal ini pertimbangan ahli tersebut dilakukan dengan cara sebagai berikut: pertama para ahli diminta utuk mengamati secara cermat semua item dalam tes yang hendak divalidasi. Kemudian para ahli diminta untuk mengoreksi semua item-item yang telah dibuat. Dan pada akhir perbaikan, para ahli diminta untuk memberikan pertimbangan tentang bagaimana tes tersebut menggambarkan cakupan isi yang hendak diukur.

Dalam hal ini pengujian dilakukan dengan menelaah kisi-kisi, terutama kesesuaian antara tujuan penelitian, tujuan pengukuran, indikator, dan butir-butir pertanyaannya.


(56)

39

Bila antara unsur-unsur itu terdapat kesesuaian, maka dapat dinilai bahwa instrumen dianggap valid untuk digunakan dalam mengumpulkan data sesuai kepentingan penelitian yang bersangkutan. Pertimbangan ahli tersebut biasanya juga

menyangkut, apakah semua aspek yang hendak diukur telah dicakup melalui item pertnyaan dalam tes. Dengan kata lain perbandingan dibuat antara apa yang harus dimasukkan dengan apa yang ingin diukur yang telah derefleksikan menjadi tujuan tes.

Oleh karena dalam melakukan judgment diperlukan ketelitian dan keahlian penilai, maka diminta seorang ahli untuk melakukannya. Dalam hal ini dilakukan oleh Ibu Emmawati Sofya S.Si. M.Si sebagai dosen pembimbing penelitian untuk

mengujinya.

Untuk variabel penguasaan konsep reaksi redoks siswa dihitung validitas butir soal atau validitas item. Validitas butir diperoleh dengan rumus korelasi product moment, sebagai berikut:

keterangan :

N : Jumlah responden X : Skor per-butir Y : Skor Total

rxy : Koefisien korelasi butir soal


(57)

40

Untuk kriteria valid atau tidak valid untuk masing-masing butir soal yang akan digunakan.

Tabel 2. Makna validitas butir soal Angka Korelasi Makna

> 0,30 Valid (Diterima) 0,10 – 0,30 Tidak Valid (Direvisi) <0,10 Tidak Valid (Ditolak) (Rusman, 2008)

Reliabilitas instrumen diketahui dengan metode belah dua ganjil-genap atau awal-akhir. Selanjutnya dihitung dengan menggunakan rumus K-R. 20.

Dengan Σp.q adalah jumlah proporsi benar kali proporsi salah dan S2 adalah varians total. Jika r11 > rtabel maka soal tersebut reliabel (Arikunto, 2002).

Reliabilitas menunjuk pada satu pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya sebagai alat pengumpul data karena instrumen yang akan digunakan sudah baik. Sesuatu instrumen yang sudah dapat dipercaya, yang reliabel akan

menghasilkan data yang dapat dipercaya juga. Kriteria dari hasil uji reliabilitas untuk masing-masing butir soal dapat dilihat keterangannya seperti pada Tabel 3.


(58)

41

Angka korelasi Makna 1,000 Sempurna 0,900 – 0,999 Sangat tinggi 0,700 – 0,899 Tinggi 0,400 – 0,699 Sedang 0,200 – 0,399 Rendah

< 0, 199 Tidak ada korelasi (Rusman, 2008)

3. Daya pembeda soal

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Daya pembeda soal pilihan jamak dapat ditentukan dengan rumus:

Keterangan

DP = daya pembeda soal

BA = jumlah kelompok atas yang menjawab benar BB = jumlah kelompok bawah yang menjawab benar N = jumlah siswa yang mengerjakan soal

Sedangkan daya pembeda soal uraian (esai) dapat ditentukan dengan rumus:


(59)

42

DP = daya pembeda soal MA = mean kelompok atas MB = mean kelompok bawah

Untuk menentukan kelompok atas dengan kelompok bawah yaitu dengan membagi kelas menjadi dua bagian sama banyak berdasarkan rentang nilai yang diperoleh.

Klasifikasi daya pembeda soal: D < 0,00 : Tidak baik.

0,00 < D ≤ 0,20 : Jelek

0,20 < D ≤ 0,40 : Cukup

0,40 < D ≤ 0,70 : Baik

0,70 < D ≤ 1,0 : Baik sekali (Arikunto, 2002)

4. Taraf kesukaran

Menurut Suharsimi Arikunto (2002), soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan juga tidak terlalu sukar. Rumus yang digunakan untuk mencari tingkat kesukaran yaitu:

keterangan:

P = Indeks kesukaran

B = Banyaknnya siswa yang menjawab soal itu dengan benar JS = Jumlah seluruh siswa peserta tes


(60)

43

Kriteria taraf kesukaran yang digunakan sebagai berikut:

P ≤ 0,30 : sukar

0,30 < P ≤ 0,70 : sedang

0,70 < P ≤ 1,00 : mudah (Arikunto, 2002).

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Langkah-langkah yang di gunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Observasi Pendahuluan

a. Membuat surat izin pendahuluan penelitian ke sekolah SMA Negeri 7 Bandar Lampung.

b. Meminta izin dan menyampaikan surat izin penelitian kepada kepala sekolah SMA Negeri 7 Bandar Lampung

c. Mengadakan observasi kesekolah untuk menentukan populasi dan sampel 2. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

a). Tahap persiapan

Menyiapkan perangkat pembelajaran, menyusun RPP dan instrument tes materi pokok reaksi oksidasi reduksi.

b). Tahap pelaksanaan proses pembelajaran

1. Membuat LKS eksperimen dan LKS noneksperimen dengan materi pokok reaksi oksidasi reduksi.


(61)

44

2. Menjelaskan kepada siswa karakteristik model LC 5-E dan model SBEI yang akan dilaksanakan

3. Membimbing siswa menyimpulkan materi pembelajaran pada kelas eksperiemn I dan menyimpulkan materi pembelajaran pada kelas eksperiemn II.

4. Memberikan posttest. 5. Analisis Data

6. Penulisan pembahasan dan Simpulan

Adapun langkah-langkah penelitian tersebut ditunjukkan pada alur penelitian sebagai berikut:

Gambar 2. Alur Penelitian

Kelas eksperimen II Model Pembelajaran SBEI Kelas eksperimen I

Model Pembelajaran

LC 5-E

Validasi instrumen

posttest

Analisis data

Kesimpulan

Penulisan Laporan Penelitian Mempersiapkan Perangkat Pembelajaran


(62)

45

Kegiatan yang dilaksanakan pada kedua kelas dapat dilihat pada Tabel 4 berikut :

Tabel 4. Rancangan kegiatan kedua kelas

No. Hari, Tanggal Kegiatan Keterangan

1 2 3 4 5 6 Kamis, 23-2-2012 Sabtu, 25-2-2012 Kamis, 1-3-2012 Jumat, 2-3-2012

Jumat, 2-3-2012 dan Kamis, 8-3-2012

Sabtu, 3-3-2012 dan Jumat, 9-3-2012 Jumat, 9-3-2012 Sabtu, 10-3-2012 Kamis, 15-3-2012 Jumat, 16-3-2012 Jumat, 16-3-2012 Sabtu, 17-3-2012

Perkenalan karakteristik model pembelajaran LC 5-E dan Model SBEI

Pembelajaran reaksi redoks berdasar penggabungan dan pengikatan oksigen menggunakan model SBEI Pembelajaran reaksi redoks berdasar penggabungan dan pengikatan oksigen menggunakan model LC-5E Pembelajaran reaksi redoks berdasar biloks menggunakan model SBEI

Pembelajaran reaksi redoks berdasar biloks menggunakan model LC-5E

Pembelajaran reaksi autoredoks menggunakan model SBEI

Pembelajaran reaksi autoredoks menggunakan model LC-5E Pembelajaran tata nama senyawa menurut IUPAC menggunakan model SBEI

Pembelajaran tata nama senyawa menurut IUPAC menggunakan modl LC-5E Pelaksanaan Postest Pelaksanaan postes Kelas X.5 Kelas X.4 Kelas X.5 Kelas X.4 Kelas X.5 Kelas X.4 Kelas X.5 Kelas X.4 Kelas X.5 Kelas X.4 Kelas X.5 Kelas X.4


(63)

46

Pada penelitian ini jumlah jam pelajaran yang dialokasikan untuk materi

kesetimbangan kimia sebanyak 12 jam pelajaran, sudah termasuk untuk tes (2 jam pelajaran untuk postes). Artinya ada 10 jam pelajaran yang akan digunakan sebagai tahap perlakuan. Dari 10 jam pelajaran tersebut dibagi menjadi 5 kali pertemuan mengingat dalam satu minggu terdapat 5 jam pelajaran kimia di kelas X yang dirinci 2 jam pelajaran tiap pertemuan.

G. Hipotesis Statistik

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis statistik, hipotesis dirumuskan dalam bentuk pasangan hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (H1).

Hipotesis pertama :

H0 µ1 = µ2 Tidak ada perbedaan rata-rata penguasaan konsep siswa

antara model pembelajaran learning cycle 5-E dengan model

pembelajaran SBEI pada materi reaksi reduksi oksidasi siswa kelas X SMA Negeri 7 Bnadar Lampung.

H1 µ1≠ µ2 Ada perbedaan rata-rata penguasaan konsep siswa antara model

pembelajaran Learning Cycle 5-E dengan model pembelajaran SBEI.pada materi reaksi reduksi oksidasi siswa kelas X SMA Negeri 7 Bandar Lampung


(64)

47

J. Teknik Analisis Data

Tujuan analisis data yang dikumpulkan adalah untuk memberikan makna atau arti yang digunakan untuk menarik suatu kesimpulan yang berkaitan dengan masalah, tujuan, dan hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya.

Nilai akhir posttest dirumuskan sebagai berikut:

Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan uji normalitas, uji homogenitas, dan pengujian hipotesis

1. Uji normalitas

Uji normalitas digunakan untuk menentukan statistik yang akan digunakan dalam mengolah data, yang paling penting adalah untuk menentukan apakah menggunakan statistik parametrik atau nonparametrik. Untuk menguji normalitas data sampel yang diperoleh yaitu gain ternormalisasi dapat digunakan uji Chi-Kuadrat. Uji normalitas ini dilakukan juga untuk melihat apakah sampel berasal dari populasi berdistribusi normal atau tidak. Rumusan hipotesis untuk uji ini adalah:

H0 : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal

H1 : sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal

Langkah-langkah uji normalitas adalah sebagai berikut:

a) Menyusun data dan mencari nilai tertinggi dan terendah. b) Membuat interval kelas dan menentukan batas kelas.


(65)

48

c) Menghitung rata-rata dan simpangan baku. d) Membuat tabulasi data kedalam interval kelas.

e) Menghitung nilai z dari setiap batas kelas dalam Sudjana (2002) dengan

rumus: Z=

dimana S adalah simpangan baku dan adalah rata-rata sampel

f) Mengubah harga Z menjadi luas daerah kurva normal dengan menggunakan tabel.

g) Menghitung frekuensi harapan berdasarkan kurva dalam Sudjana (2002)

Dengan

= Chi–kuadrat

Oi = frekuensi pengamatan (observasi) Ei = frekuensi yang diharapkan

h) Membandingkan harga Chi–kuadrat dengan tabel Chi–kuadrat de-ngan taraf signifikan 5%

i) Menarik kesimpulan, jika maka data berdistribusi normal atau terima H0

2. Uji homogenitas dua varians

Uji homogenitas dua varians digunakan untuk mengetahui apakah dua kelompok sampel mempunyai varians yang homogen atau tidak.


(66)

49

H0 = data penelitian mempunyai variansi yang homogen

H1 = data penelitian mempunyai variansi yang tidak homogen

Untuk uji homogenitas dua peubah terikat digunakan rumus yang terdapat dalam sudjana (2002) :

F= 2

2 2 1

s s

= dan =

Keterangan :

F = Kesamaan dua varians

n1 = jumlah anggota kelas eksperimen I

n2 = jumlah anggota kelas eksperimen II

2 1

s = varians kelas eksperimen I

2 2

s = varians kelas eksperimen II

xi2= jumlah nilai data kelas eksperimen II

xi1= jumlah nilai data kelas eksperimen I

Kriteria : Pada taraf 0.05

Dengan kriteria uji adalah terima jika :

Sedangkan jika kedua varians kelas sampel tidak homogen (σ12≠ σ22), maka uji yang

dilakukan menggunakan rumus sebagai berikut :

2 2 2 1 2 1 2 1 ' n s n s X X t


(1)

Pada penelitian ini jumlah jam pelajaran yang dialokasikan untuk materi

kesetimbangan kimia sebanyak 12 jam pelajaran, sudah termasuk untuk tes (2 jam pelajaran untuk postes). Artinya ada 10 jam pelajaran yang akan digunakan sebagai tahap perlakuan. Dari 10 jam pelajaran tersebut dibagi menjadi 5 kali pertemuan mengingat dalam satu minggu terdapat 5 jam pelajaran kimia di kelas X yang dirinci 2 jam pelajaran tiap pertemuan.

G. Hipotesis Statistik

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis statistik, hipotesis dirumuskan dalam bentuk pasangan hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (H1).

Hipotesis pertama :

H0 µ1 = µ2 Tidak ada perbedaan rata-rata penguasaan konsep siswa

antara model pembelajaran learning cycle 5-E dengan model

pembelajaran SBEI pada materi reaksi reduksi oksidasi siswa kelas X SMA Negeri 7 Bnadar Lampung.

H1 µ1≠ µ2 Ada perbedaan rata-rata penguasaan konsep siswa antara model

pembelajaran Learning Cycle 5-E dengan model pembelajaran SBEI.pada materi reaksi reduksi oksidasi siswa kelas X SMA Negeri 7 Bandar Lampung


(2)

J. Teknik Analisis Data

Tujuan analisis data yang dikumpulkan adalah untuk memberikan makna atau arti yang digunakan untuk menarik suatu kesimpulan yang berkaitan dengan masalah, tujuan, dan hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya.

Nilai akhir posttest dirumuskan sebagai berikut:

Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan uji normalitas, uji homogenitas, dan pengujian hipotesis

1. Uji normalitas

Uji normalitas digunakan untuk menentukan statistik yang akan digunakan dalam mengolah data, yang paling penting adalah untuk menentukan apakah menggunakan statistik parametrik atau nonparametrik. Untuk menguji normalitas data sampel yang diperoleh yaitu gain ternormalisasi dapat digunakan uji Chi-Kuadrat. Uji normalitas ini dilakukan juga untuk melihat apakah sampel berasal dari populasi berdistribusi normal atau tidak. Rumusan hipotesis untuk uji ini adalah:

H0 : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal

H1 : sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal

Langkah-langkah uji normalitas adalah sebagai berikut: a) Menyusun data dan mencari nilai tertinggi dan terendah. b) Membuat interval kelas dan menentukan batas kelas.


(3)

c) Menghitung rata-rata dan simpangan baku. d) Membuat tabulasi data kedalam interval kelas.

e) Menghitung nilai z dari setiap batas kelas dalam Sudjana (2002) dengan

rumus: Z=

dimana S adalah simpangan baku dan adalah rata-rata sampel

f) Mengubah harga Z menjadi luas daerah kurva normal dengan menggunakan tabel.

g) Menghitung frekuensi harapan berdasarkan kurva dalam Sudjana (2002)

Dengan

= Chi–kuadrat

Oi = frekuensi pengamatan (observasi) Ei = frekuensi yang diharapkan

h) Membandingkan harga Chi–kuadrat dengan tabel Chi–kuadrat de-ngan taraf signifikan 5%

i) Menarik kesimpulan, jika maka data berdistribusi normal atau terima H0

2. Uji homogenitas dua varians

Uji homogenitas dua varians digunakan untuk mengetahui apakah dua kelompok sampel mempunyai varians yang homogen atau tidak.


(4)

H0 = data penelitian mempunyai variansi yang homogen

H1 = data penelitian mempunyai variansi yang tidak homogen

Untuk uji homogenitas dua peubah terikat digunakan rumus yang terdapat dalam sudjana (2002) :

F= 2

2 2 1

s s

= dan =

Keterangan :

F = Kesamaan dua varians

n1 = jumlah anggota kelas eksperimen I

n2 = jumlah anggota kelas eksperimen II

2 1

s = varians kelas eksperimen I

2 2

s = varians kelas eksperimen II

xi2= jumlah nilai data kelas eksperimen II

xi1= jumlah nilai data kelas eksperimen I

Kriteria : Pada taraf 0.05

Dengan kriteria uji adalah terima jika :

Sedangkan jika kedua varians kelas sampel tidak homogen (σ12≠ σ22), maka uji yang

dilakukan menggunakan rumus sebagai berikut :

2 2 2 1 2 1 2 1 ' n s n s X X t


(5)

Keterangan :

t’ = perbedaan dua rata-rata n2 = Jumlah siswa kelas eksperimen II

1

X = Nilai rata-rata kelas eksperimen I s2 = Varians

2

X = Nilai rata-rata kelas eksperimen II s12= varians kelas eksperimen I n1 = Jumlah siswa kelas eksperimen I

2 2

s = varians kelas eksperimen II

Kriteria uji: tolak H0 jika

dan terima H0 jika sebaliknya, dengan

dk = (n1-1) dan (n2-1) α = 0,05


(6)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa: 1. Ada perbedaan penguasaan konsep siswa pada materi pokok reaksi

reduksi-oksidasi antara siswa yang diberi pembelajaran LC 5-E dengan SBEI. 2. Rata-rata penguasaan konsep siswa yang diterapkan model pembelajaran

LC 5-E lebih tinggi daripada rata-rata penguasaan konsep siswa yang diterapkan model pembelajara siklus belajar empiris induktif pada materi pokok reaksi redoks.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, disarankan bahwa : 1. Dalam pembelajaran baik menggunakan model LC 5-E maupun SBEI

sebaiknya diperlukan observer yang lebih banyak dalam mengobservasi kegiatan pembelajaran untuk mengefesiensikan waktu, karena dalam pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan kedua model ini membutuhkan waktu yang lebih lama di setiap langkah-langkah pembelajarannya.

2. Penelitian mengkaji aspek kognitif, sedangkan aspek afektif dan aspek psikomotor belum diteliti secara mendalam.


Dokumen yang terkait

PERBANDINGAN PENGUASAAN KONSEP LAJU REAKSI ANTARA PENERAPAN PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5 PHASE DENGAN LEARNING CYCLE 3 PHASE (Kuasi Eksperimen Pada Kelas XI IPA SMAN 13 Bandar Lampung)

0 5 66

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 3E PADA MATERI REAKSI OKSIDASI-REDUKSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENYIMPULKAN DAN PENGUASAAN KONSEP PADA SISWA

0 10 57

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 3E PADA MATERI REAKSI OKSIDASI-REDUKSI DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN PENGUASAAN KONSEP PADA SISWA

0 10 54

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 3E PADA MATERI REAKSI OKSIDASI-REDUKSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGELOMPOKKAN DAN PENGUASAAN KONSEP PADA SISWA

0 25 54

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 3E PADA MATERI REAKSI OKSIDASI- REDUKSI DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN INFERENSI DAN PENGUASAAN KONSEP

0 8 61

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN SIKLUS BELAJAR EMPIRIS INDUKTIF DALAM MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON ELEKTROLIT

0 23 53

Efektivitas Model Pembelajaran Siklus Belajar Empiris Induktif (SBEI) Dalam Meningkatkan Penguasaan Konsep Siswa Pada Materi Laju Reaksi Kimia

0 7 38

PERBANDINGAN PENGUASAAN KONSEP TERMOKIMIA ANTARA MODEL LEARNING CYCLE 6 PHASE DENGAN LEARNING CYCLE 3 PHASE

0 8 45

DESAIN PEMBELAJARAN KIMIA BERMUATAN NILAI PADA MATERI PERKEMBANGAN KONSEP REAKSI OKSIDASI-REDUKSI.

1 7 42

PENGARUH PENGGUNAAN SIKLUS BELAJAR TIPE EMPIRIS INDUKTIF TERHADAP PENGUASAAN KONSEP SISWA SMA PADA PEMBELAJARAN TRANSPORTASI TUMBUHAN.

1 3 31