motivasi belajar, 2 metode pembelajaran, 3 disiplin belajar, dan 4 kepercayaan diri peserta
didik. Lalu, di antara penyebab yang ada, peneliti
menetapkan satu di antara keempat sebab tersebut. Sebab yang terpilih disebut sebagai variabel sebab
atau variabel X. Penelitian kuantitatif harus terdiri minimal dari dua variabel, yaitu variabel
sebab Variabel X dan variabel akibat Variabel Y. Boleh lebih dari dua variabel, mungkin tiga, terdiri
dari dua variabel sebab X1 dan X2 dan satu variabel akibat Y.
B. PENELITIAN ASOSIASI Sifat Penelitian Asosiasi
Penelitian asosiasi, yaitu penelitian yang mengkaji hubungan antara variabel X dengan
variabel Y. Bertindak sebagai variabel Y adalah masalah penelitian, sedangkan penyebab munculnya
masalah diposisikan sebagai variabel X. Ada ketentuan yang harus diperhatikan untuk
menentukan variabel apa yang dianggap sebagai variabel X, yaitu:
Variabel X adalah variabel penyebab munculnya
masalah. Penyebab ditentukan oleh peneliti berdasarkan kajian pustaka. Peneliti mengkaji dari
berbagai buku dan jurnal untuk menemukan pendapat ahli tentang sebab-sebab munculnya
masalah.
Misalnya, dari Buku Pembelajaran dan Motivasi Belajar, karangan Saidiman Ali,
dikemukakan bahwa: “... seseorang yang sering mengalami keberhasilan
dalam belajar akan merasa puas dalam belajar. Kepuasan dalam belajar seiring dengan waktu
akan muncul semangat belajar. Semangat belajar itu penting, karena semangat belajar menunjukkan
motivasi belajar. Motivasi belajar yang tinggi dapat mendorong pencapaian kompetensi.”
Berdasarkan pendapat Saidiman Ali tersebut, maka dapat ditentukan bahwa
Kepuasan Belajar bertindak sebagai variabel X dan Motivasi Belajar
bertindak sebagai variabel Y. Perhatikan kutipan yang digarisbawahi tersebut di atas, adalah teori adanya
hubungan antara Variabel X dengan Variabel Y.
Variabel X juga dapat bertindak sebagai variabel akibat yang disebabkan oleh
variabel Y. Penyebab ditentukan oleh peneliti berdasarkan kajian pustaka. Peneliti
mengkaji dari berbagai buku dan jurnal
Pa g
e
7
untuk menemukan pendapat ahli tentang sebab-sebab munculnya masalah.
Pendapat Saidiman Ali tersebut baru mengatakan adanya hubungan antara Variabel X dengan Variabel
Y. Penelitian asosiasi tidak hanya cukup dengan teori hubungan X dengan Y, tetapi juga
hubungan Y dengan X. Maka dari itu, peneliti harus
mencari teori hubungan Y dengan X. Peneliti harus mencari pendapat ahli selain Saidiman Ali yang
mengatakan hubungan Y dengan X. Misalnya dalam
Buku Peranan Motivasi dalam Dunia Pendidikan karangan Paulina Panen, dikemukakan bahwa:
“... Kepuasan belajar tidak cukup dengan didorong dengan penyelesaian tugas belajar harian, tetapi
juga dapat didorong oleh pencapain prestasi belajar. Prestasi belajar yang baik berupa
pencapaian nilai tertinggi banyak dipengaruhi oleh berbagai hal, di antaranya motivasi belajar.
Seseorang yang memiliki motivasi belajar yang tercermin dari perilaku antuasis dalam belajar,
berpartisipasi aktif dalam kegiatan belajar, cenderung memiliki prestasi belajar. Seseorang
dengan motivasi belajar akan mengejar kepuasan belajar.”
Perhatikan pendapat Paulina Panen yang diberi garis bawah. Pernyatan yang digarisbawahi di atas
menunjukkan teori hubungan Y dengan X. Dalam penelitian asosiasi, variabel X dapat
bertindak sebagai sebab dan juga bertindak sebagai akibat. Variabel kepuasan belajar dapat bertindak
sebagai variabel X karena dapat mengakibatan terjadinya kepuasan belajar. Variabel kepuasan
belajar juga dapat bertindak sebagai variabel Y karena dapat mengakibatkan munculnya motivasi
belajar. Variabel X dan Y secara bergantian menjadi penyebab dan menjadi akibat. Jika kedua jenis teori,
yakni 1 teori sebab-akibat X dengan Y, dan; 2 teori sebab-akibat Y dengan X sudah ditemukan, maka
peneliti layak mengajukan masalah penelitian asosiasi. Jika kedua jenis teori belum ditemukan,
maka kedua variabel tidak layak diajukan dalam penelitian asosiasi, mungkin hanya layak untuk
penelitian korelasi baca penjelasan berikutnya tentang penelitian korelasi .
Kedudukan Variabel X dan Variabel Y dalam Penelitian Asosiasi
Pa g
e
8
Dari paparan sebelumnya, penelitian asosiasi harus beranjak atau berdasar pada teori hubungan X
dengan Y dan teori hubungan Y dengan X. Kedudukan X dan Y sebagai sebab dan sekaligus sebagai akibat,
X dan Y saling berhubungan. Hubungan antara kedua variabel dapat diilustrasikan sebagaimana dapat
dilihat pada Gambar 2 berikut:
Gambar 2. Kedudukan X dan Y dalam Penelitian Asosiasi
Dalam penelitian asosiasi, kedudukan variabel X dapat menjadi penyebab bagi variabel Y, “Kepuasan
dalam belajar seiring dengan waktu akan muncul semangat belajar” dan kedudukan variabel X dapat
menjadi akibat dari variabel Y, “Seseorang dengan motivasi belajar akan mengejar kepuasan belajar”.
Teori dari Saidiman Ali menyatakan kepuasan belajar menjadi penyebab X munculnya motivasi belajar Y.
Pendapat Paulina Panen menyatakan motivasi belajar menjadi penyebab X munculnya kepuasan belajar
Y. Motivasi belajar bertindak sebagai variabel X sekaligus sebagai variabel Y. Begitu juga kepuasan
belajar bertindak sebagai variabel X sekaligus sebagai variabel Y.
Untuk memahami lebih lanjut perbedaan variabel sebab dan variabel akibat, perhatikan tabel berikut
ini:
X DAN Y TEORI
X Y Saidiman Ali
X
Motivasi
Y
Kepuasan
Saidiman Ali
Paulina Panen
Pa g
e
9
“... seseorang yang sering mengalami keberhasilan dalam
belajar akan merasa puas dalam belajar. Kepuasan dalam belajar
seiring dengan waktu akan mendorong semangat belajar.
Semangat belajar itu penting, karena
semangat belajar
menunjukkan motivasi belajar. Motivasi belajar yang tinggi dapat
mendorong pencapaian
kompetensi.” Y X
Paulina Panen
“... Keberhasilan dalam kegiatan belajar ditunjukkan dengan
pencapaian prestasi. Kepuasan belajar tidak cukup dengan
didorong dengan penyelesaian tugas belajar harian, tetapi juga
dapat didorong oleh pencapain prestasi belajar. Prestasi belajar
yang baik berupa pencapaian nilai tertinggi banyak dipengaruhi
oleh berbagai hal, di antaranya motivasi belajar. Seseorang yang
memiliki motivasi belajar yang tercermin dari perilaku antuasis
dalam belajar, berpartisipasi aktif dalam
kegiatan belajar,
cenderung memiliki prestasi belajar.
Seseorang dengan motivasi belajar akan mengejar
kepuasan belajar.”
Mengapa Harus Ada Teori? Mengapa harus ada teori? Jawabannya, karena
sifat penelitian kuantitatif yaitu membuktikan teori. Teori digunakan oleh peneliti sebagai dasar
untuk menyusun kerangka berfkir. Kerangka berfkir adalah jawaban peneliti atas pertanyaan yang
dikemukakan di perumusan masalah penelitian berdasarkan teori yang ada. Jawaban di kerangka
berfkir juga bersifat teori teori si peneliti. Teori itu
harus dibuktikan. Tidak ada teori, maka tidak ada pembuktian, tidak ada pembuktian teori, tidak
ada penelitian kuantitatif.
Gambar 3 Hubungan Teori dengan Kerangka Berfkir
Dalam Penelitian Asosiasi
RUMUSAN MASALAH “Apakah terdapat hubungan antara
kepuasan belajar dengan motivasi belajar?
KERANGKA BERFIKIR Mengungkapkan adanya hubungan
antara kepuasan belajar dengan motivasi belajar
Pa g
e
1
Mengapa harus ada pembuktian?
Jawabannya karena syarat kebenaran ilmiah terkait dengan pembuktian. Ada tiga syarat kebenaran yang
harus dipenuhi dari penelitian, yaitu koherensi, korespondensi, dan pragmatis. Seorang peneliti
melakukan kajian pustaka – mencari pendapat para ahli di buku-buku, di jurnal-jurnal – itu dilakukannya
dalam rangka mengejar kebenaran korespondensi. Peneliti diminta untuk menjawab pertanyaan yang
diajukan di sub-bab perumusan masalah
penelitian. Jawaban peneliti haruslah jawaban yang
benar. Jawaban yang benar menurut syarat kebenaran korespondensi adalah jawaban yang
didasarkan pada pengetahuan sebelumnya yang telah terbukti benar. Jawaban peneliti atas pertanyaan
penelitian itu diletakkan pada sub-bab kerangka berfikir. Kerangka berfkir yang isinya jawaban
peneliti atas pertanyaan yang diajukan itu disebut teori peneliti.
Mengingat kerangka berfkir itu bersifat teori, maka dari itu harus dapat dibuktikan di lapangan. Jika
seseorang berkata berteori, “di luar sedang hujan”, maka orang yang berkata harus dapat membuktikan
memang hujan sedang terjadi di luar. Proses pembuktikan mendorong adanya analisis data. Dalam
penelitian kuantitatif, kegiatan analisis data
menggunakan analisis statistik – uji statistik.
Setelah dilakukan pengujian statistik, akan diketahui benar atau tidaknya jawaban peneliti. Jika bukti
statistik menunjukkan adanya hubungan antara variabel X dengan variabel Y, maka peneliti sudah
memenuhi syarat kebenaran korespondensi. Kebenaran korespondensi menyatakan bahwa
pengetahuan dianggap benar jika dapat dibuktikan didukung dengan bukti di lapangan. Jika seseorang
berkata “di luar sedang hujan”, maka orang yang berkata harus dapat membuktikan bahwa di luar
sedang terjadi hujan. Jika peneliti telah berhasil membuktikan teori –
teori terbukti benar – , syarat kebenaran ilmiah belum selesai. Selanjutnya, peneliti harus dapat meyakinkan
bahwa teorinya dapat diterapkan dalam praktik sehari-hari. Ketika teori yang telah berhasil dibuktikan
dapat diterapkan, syarat kebenaran yang ketiga – kebenaran pragmatis
– tercapai. Kebenaran pragmatis yaitu pengetahuan dikatakan benar, jika
Pa g
e
1 1
bermanfaat dan berguna dalam praktik sehari-hari. Misalnya, jika peneliti meneliti hubungan antara
kepuasan belajar dan motivasi belajar, kemudian diuji secara statistik ternyata terdapat terbukti benar
adanya hubungan antara kepuasan belajar dan motivasi belajar, maka peneliti harus membangun
pengetahuan agar teori tersebut dapat diterapkan. Bangunan pengetahuan itu berupa ungkapan peneliti
tentang cara-cara menerapkan teori, seperti berikut ini:
“... Kepuasan belajar akan terjadi jika seorang peserta didik dapat menyelesaikan tantangan
belajar. Agar peserta didik dapat menyelesaikan tantangan belajar, maka tahapan-tahapan belajar
harus dibuat secara sederhana, latihan dibuat secara bertahap, mudah, dan sederhana; tugas
dibuat secara bertahap, mudah, dan sederhana.”
Ungkapan tersebut kemudian dipraktekkan oleh seorang guru PPKn di kelasnya. Dari pengamatan
bahwa para siswa menjadi rajin belajar dan tepat waktu ketika masuk kelas. Perilaku-perilaku tersebut
menunjukkan adanya motivasi belajar di dalam diri peserta didik. Dari praktek di kelas terbukti bahwa
teori itu benar adanya, berarti kebenaran pragmatis tercapai.
C. Sifat Penelitian Korelasi Sifat Penelitian Korelasi