Titanium Dioksida Penetapan Kadar Besi Secara in vitro Kerapuhan

2.3 Titanium Dioksida

Titanium dioksida berwarna putih dan dapat menyebabkan warna menjadi opak. Titanium dioksida telah banyak digunakan dalam industri manisan permen, makanan, kosmetik, plastik dan dalam bidang farmasi untuk pembuatan sediaan oral dan topikal sebagai pigmen pemutih. Karena indeks bias yang tinggi, titanium dioksida mempunyai sifat yang dapat menghamburkan cahaya dalam penggunaannya sebagai pigmen pemutih atau pengopak Rowe, et al, 2003. Titanium dioksida merupakan senyawa yang tidak mengiritasi dan tidak bersifat toksik. Penelitian yang dilakukan terhadap beberapa spesies hewan, termasuk manusia, menunjukkan tidak terjadi penyerapan yang signifikan terhadap konsumsi titanium dioksida dan juga tidak tersimpan didalam jaringan Rowe, R.C., et al, 2003; FAO, 1969. Penggunaan titanium dioksida diijinkan sejak tahun 1966 dengan batas 1 dari berat badan Winarno, 1997. Peraturan di Amerika Serikat mengesahkan penggunaannya secara umum sebagai warna aditif tidak lebih dari 1 . Uni Eropa juga mengizinkan penggunannya dalam makanan. India membatasi penggunaannya dalam permen karet tidak lebih dari 1 dan untuk minuman mengandung buah tidak melebihi 100 mgkg. Sedangkan di Jepang digunakan tanpa batasan dalam makanan Rao, 2006. Dalam bidang farmasi, titanium dioksida digunakan sebagai zat pemutih dalam suspensi salut film, tablet salut gula dan kapsul gelatin. Titanium dioksida dapat juga dicampurkan dengan zat warna yang lain. Titanium dioksida sangat stabil pada temperatur tinggi, berwarna putih,amorf, tidak berasa dan tidak higroskopis. Tidak larut dalam H 2 SO 4 encer, Universitas Sumatera Utara HCL, HNO 3 pelarut-pelarut organik dan air, tetapi larut dalam asam hidrofluoric dan H 2 SO 4

2.4 Studi Stabilitas

panas Rowe, et al., 2003. Waktu nyata dan studi dipercepat dilaksanakan pada bets primer atau bets yang ditetapkan sesuai protocol uji stabilitas untuk menetapkan atau memastikan masa uji ulang dari suatu zat aktif dengan masa simpan atau edar suatu produk.

2.4.1 Uji Dipercepat

Studi didesain untuk meningkatkan derajat degradasi kimiawi atau perubahan fisis dari zat aktif atau produk dengan menggunakan kondisi penyimpanan “berlebihan” sebagai bagian dari studi stabilitas formal. Data yang diperoleh dari studi ini, dapat digunakan untuk menilai efek kimiawi jangka panjang pada kondisi yang tidak dipercepat. Uji dipercepat dilakukan selama 3-6 bulan.

2.4.2 Pengujian Jangka Panjang atau Waktu Nyata

Pengujian jangka panjang biasanya dilaksakan setiap 3 bulan selama tahun pertama, setiap 6 bulan selama tahun ke 2 dan selanjutnya tiap tahun selama masa simpan atau edar pada paling sedikit 3 bets primer. Studi stabilitas lanjutan atau jangka panjang dilakukan selama 3, 6, 9, 12, 18, 24, 36 dan seterusnya akan dilaksanakan sesuai panduan uji stabilitas setempat dan ASEAN.

2.4.3 Pengujian Pasca Pemasaran

Studi stabilitas hendaknya dilakukan tiap tahun terhadap produk yang dipasarkan. Studi tersebut hendaknya dilaksanakan pada 1 bets dari tiap Universitas Sumatera Utara produktahun dan meliputi paling sedikit selama 12 bulan untuk jangka waktu yang cukup mencakup masa simpanedar yang diusulkan BPOM, 2009.

2.5 Penetapan Kadar Besi Secara in vitro

BesiII bereaksi dengan 1,10-fenantrolina membentuk kompleks jingga- merah [C 12 H 8 N 2 3 Fe] 2+

2.6 Kerapuhan

. Intensitas warnanya tak bergantung pada keasaman dalam jangka pH 2-9, dan stabil untuk waktu yang lama. Besi III dapat direduksi dengan hidroksilamonium klorida atau dengan hidrokuinon Vogel, 1994. Penambahan natrium asetat bertujuan untuk mempertahankan pH 3-6 dan pH 3,5 direkomendasikan untuk mencegah pengendapan dari garam besi seperti : fosfat. Penentuan kadar besi dapat dilakukan menggunakan suatu spektrofotometer pada panjang gelombang 508 nm Skoog, et al, 1996. Perlu diketahui bahwa cangkang kapsul bukan tidak reaktif, secara fisika atau kimia. Perubahan kondisi penyimpanan seperti temperatur dan kelembaban dapat mempengaruhi sifat kapsul. Dengan terjadinya kenaikan temperatur dan kelembaban dapat menyebabkan kapsul mengikatmelepaskan uap air. Sebagai akibatnya kapsul dapat menjadi rapuh atau lunak Margareth, dkk., 2009. Laju pengeringan kapsul juga mempengaruhi kekerasan dan kerapuhan kapsul, kemampuan pelarutan, dan kecenderungan untuk melekat satu sama lain.. Kadar uap air yang rendah pada kapsul dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Jika kadar uap air pada kapsul gelatin kurang dari 10, kapsul cenderung menjadi rapuh, dan sebaliknya jika kadar air lebih tinggi dari 18 kapsul gelatin melunak. Kondisi penyimpanan yang direkomendasikan untuk bentuk sediaan kapsul Universitas Sumatera Utara gelatin berkisar 15-30 Perubahan kerapuhan kapsul oleh kelembaban relatif telah dipelajari oleh Kontny dan Mulski Gambar 2.7. Pemantauan terhadap karakteristik kapsul yang disimpan pada kelembaban yang bervariasi membuktikan bahwa kelembaban merupakan salah satu parameter yang penting dalam pembuatan dan penyimpanan kapsul. Kriteria yang diterima bahwa kerapuhan kapsul yang signifikan tidak boleh terdeteksi pada kapsul yang disimpan pada kelembaban relatif 30 dan 50 selama 4 minggu Kontny, dkk., 1989. C dan 30-60 kelembaban relatif RH. Margareth, dkk., 2009.

2.7 Disolusi