cxvii mencapai target penjualan tertentu. Proses pemberian uang dilakukan biasanya secara
tahunan maupun tergantung target. Besarnya uang yang bidan pratik swasta terima sangat bervariasi, ada bidan yang menyatakan mendapatkan uang tergantung
penjualan dan yang diperoleh adalah kurang dari satu juta rupiah Rp. 1.000.000, ada juga bidan yang memperoleh insentif baik tahunan maupun tergantung penjualan
berkisar dari 1-5 juta rupiah Rp. 1.000.000 – 5.000.000, bahkan ada bidan yang
mendapatkan insentif hingga mencapai 10 juta bahkan lebih.
5.1.5. Pengaruh Pengetahuan Bidan terhadap Pemberian Susu Formula
Pengetahuan responden dapat dikatakan kurang yaitu 52,1 dalam pemberian susu formula, hal ini terkait dengan pendidikan dan lama kerja. Melihat keterkaitan
ini sudah selayaknya sebenarnya seorang bidan lebih mengutamakan ASI eksklusif dari pada pemberian susu formula pada bayi baru lahir tersebut. Pandangan ini sesuai
yang diungkapkan oleh Notoatmodjo 1993 bahwa pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya sikap dan tindakan seseorang. Tindakan yang
didasari dengan pengetahuan, sifatnya lebih lestari dan tertanam baik pada diri seseorang. Begitu pula dalam pemilihan memberikan ASI eksklusif atau pemberian
susu formula tersebut. Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan memengaruhi pemberian susu
formula oleh bidan praktik swasta kepada bayi baru lahir. Hal ini menunjukkan faktor pengetahuan merupakan variabel yang memengaruhi tindakan pemberian susu
formula. Pemberian ASI eksklusif belum menjadi gaya hidup keluarga, menyusui merupakan cara terbaik dan paling ideal dalam pemberian makanan bayi baru lahir
Universitas Sumatera Utara
cxviii dan bagian tak terpisahkan dari proses reproduksi. Secara statistik dengan uji logistik
berganda variabel pengetahuan menunjukkan pengaruh yang bermakna terhadap tindakan pemberian susu formula p0,05.
Responden secara umum menjawab “tidak” hal ini mungkin dikarenakan ketika menjawab responden bukannya tidak mengetahui jawaban. Akan tetapi mereka
lebih mendasarkan pada pengalaman di lapangan, misalnya saja susu formula seharusnya menyebabkan masalah alergi, bayi dengan susu formula sering diare dan
bayi yang diberikan susu formula menyebabkan infeksi saluran pernapasan bidan menjawab tidak dikarenakan belum adanya keluhan yang disampaikan oleh pasien
yang berkaitan dengan keluhan tersebut. Rendahnya pengetahuan yang berkaitan dengan susu formula tidak terlepas
dari gencarnya promosi yang dilakukan oleh perusahaan susu melalui iklan di media cetak dan media elektronik, sehingga mampu mengubah image bidan dari susu
formula tidak baik untuk bayi hingga berubah menjadi hal yang lumrah dan baik. Tingkatan pengetahuan yang dikemukakan Notoatmodjo 2003, bahwa
pengetahuan terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu: tahu know, memahami comprehension, aplikasi aplication, analisis analysis, sintesis synthesis, dan
evaluasi evaluation. Mengacu kepada tingkatan pengetahuan yang disebutkan di atas dapat dijelaskan bahwa tingkatan pengetahuan bidan praktik swasta di wilayah
kerja Puskesmas Medan Deli, responden yang memiliki pengetahuan baik tentang susu formula maka bidan tersebut tidak memberikan susu formula yakni sebanyak 15
orang dari 23 bidan yang pengetahuannya baik tidak memberikan susu formula.
Universitas Sumatera Utara
cxix Sedangkan bidan yang memiliki pengetahuan kurang secara mayoritas juga memiliki
kebiasaaan memberikan susu formula kepada bayi. Persentase pengetahuan yang rendah apabila dikaitkan dengan konteks sosial
budaya menurut Kalangie 1994, yang menyatakan bahwa sistem perawatan kesehatan mengintegrasikan komponen-komponen yang berhubungan dengan
kesehatan yang mencakup pengetahuan dan kepercayaan tentang kausalitas antara sehat dan tidak sehat, aturan dan alasan pemilihan dan penilaian perawatan,
kedudukan, dan peranan, kekuasaan, latar interaksi, pranata-pranata, dan jenis-jenis sumber serta praktisi perawatan yang tersedia, artinya sistem kesehatan dalam hal
pemberian susu formula belum didukung oleh aspek pengetahuan ibu yang cukup, sehingga persentase pencapaian program pemberian susu formula juga masih tinggi.
Siregar 2004, menjelaskan bahwa menurunnya jumlah ibu yang menyusui sendiri bayinya pada mulanya terdapat pada kelompok ibu di kota-kota terutama pada
keluarga berpenghasilan cukup yang kemudian menjalar sampai ke desa-desa diikuti dengan masih kurangnya pengetahuan ibu-ibu terhadap fungsi dan manfaat ASI pada
anaknya sehingga sering dijumpai kebiasaan ibu-ibu dalam hal pemberian ASI yang bertentangan dengan kesehatan.
Tingkat pendidikan bidan umumnya adalah yang berpendidikan ≥ D-III Kebidanan. Dengan adanya bidan yang berpendidikan ≥ D-III, namun masih tetap
memberikan susu formula kepada bayi baru lahir, ini menunjukkan bahwa bidan kurang memahami fungsi dan manfaat ASI, sehingga mereka memberikan susu
formula. Kurangnya pengetahuan mengenai manajemen laktasi telah menjadi
Universitas Sumatera Utara
cxx penyebab utama kegagalan pemberian ASI kepada bayi baru lahir. Hal ini
dikarenakan pada proses pendidikan yang dilakukan pada program pendidikan ahli kebidanan lebih terorientasi pada ibu dan kehamilan, dan hanya sedikit yang
membahas tentang neonatus dan menyusui. Melihat keberadaan pengetahuan bidan dikaitkan dengan tindakan pemberian susu formula tentunya tidak cukup hanya
sekedar mengetahui dan memahami. Tetapi harus memiliki pengertian dan kesadaran tentang dampak pemberian susu formula.
5.1.6. Pengaruh Sikap Bidan terhadap Pemberian Susu Formula