Keberadaan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Setelah Penjual Dinyatakan Wanprestasi dalam Putusan Pengadilan

4. Keberadaan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Setelah Penjual Dinyatakan Wanprestasi dalam Putusan Pengadilan

Setelah melalui tahapan-tahapan pemeriksaan di pengadilan, majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara dengan nomor register 787/Pdt.G/2011/PN.Dps melalui rapat musyawarah majelis yang dilakukan pada hari Senin, 15 Oktober 2012 telah menghasilkan suatu produk hukum berupa putusan Pengadilan Negeri yang diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk umum pada Senin tanggal 22 Oktober 2012.

Menurut Sudikno Mertokusumo 67 putusan hakim adalah suatu pernyataan yang oleh hakim, sebagai pejabat Negara yang diberi wewenang untuk itu, diucapkan di persidangan dan

bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa para pihak. Putusan yang diucapkan oleh majelis hakim ini merupakan suatu putusan akhir, yaitu putusan yang mengakhiri perkara dalam suatu tingkatan peradilan tertentu. Suatu putusan akhir ada yang bersifat menghukum (condemnatoir), ada yang bersifat menciptakan (constitutif) dan ada pula

yang bersifat menerangkan (declaratoir) 68 .

Putusan condemnatoir adalah putusan yang bersifat menghukum pihak yang dikalahkan untuk memenuhi prestasi. Di dalam putusan condemnatoir diakui hak Penggugat atas prestasi yang dituntutnya. Hukuman semacam itu hanya terjadi berhubung dengan perikatan yang bersumber pada persetujuan atau undang-undang. yang prestasinya dapat terdiri dari memberi, berbuat atau tidak berbuat. Pada umumnya putusan condemnatoir berisi hukuman untuk membayar sejumlah uang. Karena dengan putusan condemnatoir tergugat diwajibkan untuk memenuhi prestasi, maka hak dari Penggugat yang telah ditetapkan itu dapat dilaksanakan

67 Sudikno Mertokusumo, Op.Cit.,h.210. 68 Ibid, h.229.

dengan paksa (execution force). Jadi putusan condemnatoir kecuali mempunyai kekuatan mengikat juga memberi alas hak eksekutorial kepada Penggugat yang berarti memberi hak kepada Penggugat untuk menjalankan putusan secara paksa melalui pengadilan.

Putusan constitutif adalah putusan yang meniadakan atau menciptakan suatu keadaan hukum, misalnya pemutusan perkawinan, pengangkatan wali, pemberian pengampuan, pernyataan pailit, pemutusan perjanjian (pasal 1266, 1267 BW) dan sebagainya. Putusan constitutif ini pada umumnya tidak dapat dilaksanakan dalam arti kata seperti tersebut di atas, karena tidak menetapkan hak atas suatu prestasi tertentu, maka akibat hukumnya atau pelaksanaannya tidak tergantung pada bantuan dari pihak lawan yang dikalahkan. Perubahan keadaan atau hubungan hukum itu sekaligus terjadi pada saat putusan itu diucapkan tanpa memerlukan upaya pemaksa. Pengampuan dan kepailitan itu misalnya terjadi pada saat putusan yang dijatuhkan.

Putusan declaratoir adalah putusan yang isinya bersifat menerangkan atau menyatakan apa yang sah, misalnya bahwa anak yang menjadi sengketa adalah anak yang dilahirkan dari perkawinan yang sah, juga tiap putusan yang bersifat menolak gugatan merupakan putusan declaratoir. Di sini dinyatakan sebagai hukum, bahwa keadaan hukum tertentu yang dituntut oleh Penggugat atau pemohon ada atau tidak ada, tanpa mengakui adanya hak atas suatu prestasi. Putusan declaratoir murni tidak mempunyai atau memerlukan upaya memaksa karena sudah mempunyai akibat hukum tanpa bantuan dari pihak lawan yang dikalahkan untuk melaksanakannya, sehingga hanyalah mempunyai kekuatan mengikat saja. Pada hakikatnya semua putusan baik yang condemnatoir maupun yang constitutif bersifat declaratoir.

Pada putusan constitutif keadaan hukum yang baru dimulai pada saat putusan itu memperoleh kekuatan hukum yang pasti, sedangkan putusan condemnatoir dapat dilaksanakan sebelum mempunyai kekuatan hukum yang pasti. Selain itu hanyalah putusan condemnatoir yang dapat dilaksanakan secara paksa.

Putusan Majelis Hakim terhadap perkara dengan nomor register 787/PDT.G/2011/PN.DPS ini tergolong dalam putusan condemnatoir, dimana putusan ini bersifat menghukum pihak yang dikalahkan untuk memenuhi prestasi. Majelis hakim yang memutus perkara antara para pihak dengan nomor register perkara 787/PDT.G/2011/PN.DPS dalam amar putusannya menyatakan bahwa Para Tergugat telah melakukan wanprestasi serta menghukum Para Tergugat untuk melanjutkan proses jual beli tanah sengketa di hadapan PPAT atau Pejabat yang berwenang sebagaimana diatur dalam Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli.

Semua putusan pengadilan harus memuat alasan-alasan putusan 69 yang dijadikan dasar untuk mengadili (pasal 25 UU no.4 tahun 2004, 184 ayat 1, 319 HIR, 195, 618 Rbg). Alasan-

alasan atau argumentasi itu dimaksudkan sebagai pertanggung jawaban hakim atas putusannya terhadap masyarakat, para pihak, pengadilan yang lebih tinggi dan ilmu hukum, sehingga oleh karenanya mempunyai nilai obyektif. Karena adanya alasan-alasan itulah maka putusan mempunyai wibawa dan bukan karena hakim tertentu yang menjatuhkannya.

Menilik alasan dan amar dalam putusan ini, putusan majelis hakim yang pada bagian menimbang menyatakan bahwa Para Tergugat dihukum untuk melanjutkan pelaksanaan akta pengikatan jual beli no.15 tanggal 10 mei 2002 bertentangan dengan amar putusan yang

69 Sudikno Mertokusumo, Op.Cit., h.15.

menghukum Para Tergugat untuk melanjutkan proses jual beli tanah sengketa di hadapan PPAT atau Pejabat yang berwenang sebagaimana diatur dalam Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli.

Pemenuhan atau dilanjutkannya perjanjian apabila salah satu pihak wanprestasi merupakan salah satu pilihan yang dapat diambil oleh Penggugat sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal

1267 BW yang menyatakan “Pihak terhadap siapa perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih apakah ia, jika hal itu masih dapat dilakukan, akan memaksa pihak yang lain untuk memenuhi perjanjian, ataukah ia akan menuntut pembatalan perjanjian, disertai penggantian biaya kerugian dan bunga. Akan tetapi majelis hakim perlu memperhatikan juga Pasal 1338 BW menyatakan bahwa suatu perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

Apabila majelis hakim dalam pertimbangannya menghukum Para Tergugat untuk melanjutkan pelaksanaan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli no 15 tanggal 10 mei 2002 maka seharusnya amar putusan tersebut bukanlah melanjutkan proses jual beli tanah sengketa di hadapan PPAT atau Pejabat yang berwenang, melainkan menghukum Para Tergugat untuk membayar ganti rugi dua kali dari uang muka kepada Penggugat, sebagaimana dirumuskan dalam pasal 6 ayat 2 Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang menyatakan pihak pertama atau dalam gugatan ini bertindak sebagai Para Tergugat diwajibkan untuk membayar ganti rugi dua kali dari uang muka kepada pihak kedua atau dalam perkara ini adalah Penggugat apabila memutus perjanjian yang dirumuskan dalam Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli berdasarkan asas pacta sunt servanda yang terkandung dalam pasal 1338 BW.

Perjanjian pengikatan jual beli yang mengikat para pihak selayaknya undang-undang sebagaimana diatur dalam redaksi pasal 1338 BW memberikan opsi kepada pihak pertama atau

Para Tergugat dalam perkara ini untuk memutus perjanjian, dengan konsekuensi yuridis Para Tergugat harus membayar ganti kerugian dua kali dari uang muka kepada pihak Penggugat. Jadi apabila pada bagian menimbang dari putusan majelis hakim ingin menghukum Para Tergugat untuk melanjutkan pelaksanaan akta pengikatan jual beli maka amar putusannya seharusnya menghukum Para Tergugat untuk membayar ganti kerugian dua kali dari uang muka kepada Penggugat.

Amar dari Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Denpasar dengan nomor register perkara 787/Pdt.G/2011/PN.Dps menyatakan mengabulkan gugatan Penggugat sebagian, dari petitum gugatan Penggugat selain menyatakan Para Tergugat wanprestasi dan menghukum Para Tergugat untuk melanjutkan proses jual beli, gugatan Penggugat lainnya yang dikabulkan oleh majelis hakim adalah menghukum Para Tergugat untuk membayar uang paksa kepada Penggugat sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) setiap hari setiap Para Tergugat lalai melaksanakan putusan terhitung sejak putusan mempunyai kekuatan hukum tetap. Ketentuan mengenai dwangsom ini diberlakukan karena dalam amar putusan hakim Para Tergugat dihukum tidak untuk membayar sejumlah uang, tetapi untuk melakukan sesuatu hal, yaitu melanjutkan perjanjian pengikatan jual beli. sebagaimana diatur Pasal 606a Rv suatu keputusan hakim yang mengandung hukuman untuk sesuatu yang lain dari pada pembayar sejumlah uang maka dapat ditentukan bahwa sepanjang atau setiap kali terhukum tidak memenuhi hukuman tersebut, olehnya harus diserahkan sejumlah uang yang besarnya ditetapkan dalam keputusan hakim, dan uang tersebut dinamakan uang paksa.