Keberadaan Pernyataan Lalai dalam Pemberlakuan Syarat Putus

2. Keberadaan Pernyataan Lalai dalam Pemberlakuan Syarat Putus

Pemenuhan prestasi merupakan esensi dari suatu perikatan, apabila tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi tidak ditentukan dalam perjanjian, debitur perlu diperingatkan

secara tertulis dengan suatu surat perintah atau akta sejenis itu (bevel of soortgelijke akte) 51 dalam surat perintah atau akta mana ditentukan bahwa debitur segera atau pada waktu tertentu

yang disebutkan memenuhi prestasinya; jika tidak dipenuhi ia telah dinyatakan lalai atau wanprestasi (pasal 1238 BW). Ketentuan pasal ini dapat juga diikuti oleh perikatan untuk berbuat sesuatu, yang dimaksud dengan peringatan tertulis dalam pasal ini adalah surat peringatan resmi dari pengadilan. Biasanya peringatan (sommatie) itu dilakukan oleh seorang jurusita dari pengadilan yang membuat proses verbal tentang pekerjaannya itu. Selain itu juga dapat berbentuk suatu surat peringatan (akta) biasa yang disampaikan oleh kreditur kepada debitur yang disebut juga dengan istilah ingebreke stelling.

Namun jika dalam kontrak dengan tegas diperjanjikan tata cara terjadinya wanprestasi bagi para pihak, maka ketentuan-ketentuan yang menjadi dasar-dasar terjadinya wanprestasi yang telah disepakatilah yang menjadi dasar pembuktian telah terjadi atau tidaknya wanprestasi. Terhadap fakta, secara umum kreditur tidak lagi perlu harus membuktikan pembangunan status

51 Lihat Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., h.21,22,23.

kelalaian melalui somasi, akan tetapi dapat langsung mengambil langkah hukum terhadap debitur apabila walaupun telah diberitahukan tentang kelalaiannya debitur masih gagal atau tidak

mampu untuk menyelesaikannya. 52

Pendapat hukum diatas dapat dilihat pengaturannya pada pasal 1238 BW : “Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan

lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.”. Ketentuan pasal 1238 BW ini apabila dikaitkan dengan pengikatan jual beli antara para pihak maka frasa “… atau demi perikatannya

sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.” dapat diterapkan sehubungan dengan isi pasal 6 ayat (1) Akta Perjanjian

Pengikatan Jual Beli yang mengatur mengenai syarat batal yang ditetapkan mulai berlaku apabila pihak pembeli tidak membayar sisa harga jual beli atas tanah hingga tenggang waktu 6 (enam) bulan sejak hak atas tanah tersebut bersertipikat.

Mengenai kewajiban somasi ini terdapat suatu yurisprudensi, yaitu putusan MA tanggal 1 Juli 1959 No.186 K/Sip/1959 yang menyatakan bahwa apabila dalam perjanjian ditentukan dengan tegas kapan pihak yang bersangkutan harus melaksanakan sesuatu dan setelah lampau waktu yang ditentukan ia belum juga melaksanakannya, ia menurut hukum belum dapat dikatakan alpa memenuhi kewajiban perjanjian selama hal tersebut belum dinyatakan kepadanya secara tertulis oleh pihak lain (in gebreke gesteld).

Akan tetapi mencari dukungan pada yurisprudensi tidak berarti bahwa hakim terikat atau harus mengikuti putusan mengenai perkara sejenis yang pernah dijatuhkan oleh MA, PT atau

52 Ricardo Simanjuntak, Op.Cit., h 367,368.

yang telah pernah diputuskannya sendiri saja, karena pada asasnya tidak menganut asas the binding force of precedent 53 .

Perjanjian pengikatan jual beli antara para pihak yang dituangkan dalam Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli telah mengatur mengenai kapan terjadinya wanprestasi, baik dari pihak pertama maupun pihak kedua. Kriteria wanprestasi ini terkandung dalam syarat putus dalam ketentuan pasal 6 Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli, wanprestasi dari pihak kedua diatur dalam pasal 6 ayat (1) Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli dimana pihak kedua dikatakan wanprestasi apabila setelah lewat tenggang waktu 6 (enam) bulan pihak kedua belum membayar sisa harga jual beli atas tanah, maka pihak pertama dapat memutuskan perjanjian pengikatan jual beli dengan memberikan kompensasi tanah sesuai dengan jumlah uang yang telah dibayarkan pihak kedua atau maksimal seluas 10.000 (sepuluh ribu) meter persegi dengan kepastian lokasi. Wanprestasi dari pihak pertama dalam pasal 6 ayat (2) Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli terjadi apabila pihak pertama memutus perjanjian secara sepihak, dan sebagai tanggung gugatnya pihak pertama harus membayar ganti rugi dua kali uang muka kepada pihak kedua.

Secara khusus apabila para pihak dengan tegas menyatakan dalam kontrak bahwa dengan telah terbuktinya terpenuhi tata cara untuk dapat dinyatakan wanprestasi seperti yang telah disepakati dalam “klausul wanprestasi” atau “klausul peristiwa-peristiwa wanprestasi” dan membuat pihak kreditur berhak untuk segera melakukan langkah hukum tanpa harus perlu terlebih dahulu mensomasi, maka tidak ada kewajiban dari kreditur untuk terlebih dahulu mensomasi debitur sebelum mengajukan gugatan ke pengadilan. Artinya, segera setelah “lalai” atau “in default”, kreditur dapat langsung menggugat debiturnya, dan bila debitur berniat untuk

53 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia Edisi Ketujuh, Liberty, Yogyakarta,2006, h.15.

segera menyelesaikannya maka debitur dapat menyelesaikannya sebelum persidangan dimulai, dimana pada tahap kreditur masih dapat melakukan pencabutan terhadap gugatannya. 54

Sebaliknya, walaupun peristiwa-peristiwa yang menjadi ukuran terjadinya wanprestasi (events of default) yang telah disepakati para pihak dalam kontrak telah dipenuhi, akan tetapi

disepakati pula bahwa sebelum melakukan langkah hukum terhadap fakta “in default” kreditur harus terlebih dahulu mengirimkan peringatan kepada debitur, maka berdasarkan kontrak, kreditur tidak dapat menggugat debitur di Pengadilan Negeri, sebelum terlebih dahulu melakukan somasi terhadap debiturnya. Tentang ketentuan berapa kali sebenarnya somasi harus dilakukan terhadap debitur, tidak ada ketentuan yang mengaturnya, kecuali secara tegas disepakati dalam perjanjian, peringatan umumnya dilakukan tiga kali. Artinya tidak menutup kemungkinan bila pihak kreditur hanya berkeinginan mensomasi hanya sekali sebelum memutuskan untuk mengambil langkah hukum ke Pengadilan Negeri, ataupun arbitrase sesuai

dengan pilihan jurisdikasi atau pilihan forum yang disepakati dalam kontrak. 55

Tidak adanya somasi atau peringatan pernyataan lalai terhadap pihak kedua atau debitur tidak berarti pihak penjual dapat menyatakan perjanjian pengikatan jual beli tersebut batal demi hukum, akan tetapi penjual tetap harus meminta pemutusan kepada hakim sebagaimana dirumuskan dalam pasal 1266 ayat (2) BW, karena dalam Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang mengikat para pihak tidak terdapat pengesampingan secara khusus mengenai keberadaan pasal 1266 ayat (2) BW.

54 Ricardo Simanjuntak, Op.Cit., h.368. 55 Ibid., h.368,369.