Implementasi dan Evaluasi Kurikulum
C. Implementasi dan Evaluasi Kurikulum
Di muka telah diutarakan bahwa, perbedaan penekanan dalam kurikulum mengakibatkan perbedaan dalam pola rancangan, dalam pengembangan serta dalam desiminasinya.
Konsep kurikulum yang menekankan isi, memberikan perhatian besar pada analisis pengetahuan baru yang ada, konsep situasi menuntut penilaian secara rinci tentang lingkungan belajar, dan konsep organisasi memberi perhatian Konsep kurikulum yang menekankan isi, memberikan perhatian besar pada analisis pengetahuan baru yang ada, konsep situasi menuntut penilaian secara rinci tentang lingkungan belajar, dan konsep organisasi memberi perhatian
Pengembangan kurikulum yang menekankan isi, membutuhkan waktu mempersiapkan situasi belajar dan menyatukannya dengan tujuan pengajaran yang cukup lama. Kurikulum yang menekankan situasi, waktu untuk mempersiapkannya lebih pendek, sedangkan kurikulum yang menekankan organisasi waktu persiapannya hampir sama dengan kurikulum yang menekankan isi. Meskipun demikian perhatian harus cukup banyak dipusatkan pada struktur konsep yang tidak tampak (covert) daripada analisis tujuan yang tampak (overt).
Kurikulum yang menekankan isi sangat mengutamakan peranan desiminasi, meskipun umpamanya kurikulum itu kurang thaik, mereka dapat memaksakannya melalui jalur birokrasi. Tipe kurikulum ini mengikuti model penyebaran (difusi) dari pusat ke daerah). Sebaliknya penyebaran kurikulum yang menekankan situasi sangat mementingkan penyiapan unsur-unsur yang terkait (catalyc ingredient). Pengembangan kurikulumnya bersifat lokal, individual, dan khan. Dengan demikian penyebaran kurikulum ini memiliki network yang terpisah, tetapi masingmasing dapat menyesuaikan diri serta mencari keserasian antara arahan yang dibersifat pusat dengan tuntutan kebutuhan dan sifat-sifat lokal. Kurikulum yang menekankan organisasi, strategi penyebarannya sangat mengutamakan latihan guru. Penyebaran ini lebih merupakan pembaharuan dari dalam dan bukan karena paksaan atau keharusan dari luar.
CARE (Centre for Applied Research in Education) di Universitas East Anglia Norwegia, aktif dalam mengadakan pelatihan guru. Salah satu proyeknya yang pertama adalah Nuffield/Schools Council Humanities Curriculum Project tahun 1967. Proyek ini disiapkan untuk meningkatkan usia anak yang meninggalkan sekolah, disediakan bagi anak usia 14 sampai 16 tahun dan yang kecerdasannya di bawah rata-rata. Banyak kesulitan yang dialami dalam proyek ini, yang paling kritis adalah mengenai komunikasi antara tim proyek dengan guru-guru, para administrator, dan para siswa. Proyek ini juga memiliki suatu tim evaluasi. Salah satu kesimpulan dari hasil evaluasi mereka adalah hasil-hasil yang dicapai oleh guru-guru yang terlatih (yang mengerti maksud serta latar belakang CARE (Centre for Applied Research in Education) di Universitas East Anglia Norwegia, aktif dalam mengadakan pelatihan guru. Salah satu proyeknya yang pertama adalah Nuffield/Schools Council Humanities Curriculum Project tahun 1967. Proyek ini disiapkan untuk meningkatkan usia anak yang meninggalkan sekolah, disediakan bagi anak usia 14 sampai 16 tahun dan yang kecerdasannya di bawah rata-rata. Banyak kesulitan yang dialami dalam proyek ini, yang paling kritis adalah mengenai komunikasi antara tim proyek dengan guru-guru, para administrator, dan para siswa. Proyek ini juga memiliki suatu tim evaluasi. Salah satu kesimpulan dari hasil evaluasi mereka adalah hasil-hasil yang dicapai oleh guru-guru yang terlatih (yang mengerti maksud serta latar belakang
Model evaluasi kaitannya dengan teori kurikulum. Perbedaan konsep dan strategi pengembangan dan penyebaran kurikulum, juga menimbulkan perbedaan dalam rancangan evaluasi. Model evaluasi yang bersifat komparatif atau menekankan pada objektif sangat sesuai bagi kurikulum yang bersifat rasional dan menekankan isi. Dalam kurikulum yang menekankan situasi sukar disusun evaluasi yang bersifat komparatif, karena konteksnya bukan terhadap guru atau satu tujuan, tetapi terdapat banyak tujuan. Dengan menggunakan konsep Ralph Tylor atau Benyamin Bloom mungkin dapat dibuat suatu modifikasi dengan menyusun tujuan yang bersifat universal yang dapat digunakan pada semua situasi, tetapi tujuan yang bersifat umum seperti itu akin kabur, dan sukar menyusun alat evaluasinya. Pendekatan yang bersifat goal free (lebih menekankan penguasaan aktual dan bukan ideal) lebih memungkinkan, tetapi harus dihindari penjenjangan tujuan sampai pada perumusan tujuan yang sangat khusus, dengan kriteria yang khusus pula.
Pada kurikulum yang menekankan organisasi, tugas evaluasi lebih sulit lagi, karena isi dan hasil kurikulum bukan hal yang utama, yang utamanya adalah aktivitas dan kemampuan siswa. Salah satu pemecahan bagi masalah ini adalah dengan pendekatan yang bersifat eklektik seperti dalam proyek Kurikulum Humaniti dari CARE. Dalam proyek itu dicari perbandingan materi antara proyek yang menggunakan guru yang terlatih dengan yang tidak terlatih, dalam evaluasinya juga diteliti pengaruh umum dari proyek, dengan cara mengumpulkan bahan-bahan secara studi kasus dari sekolah-sekolah proyek. Meskipun pendekatan perbandingan banyak memberikan hasil yang berharga, tetapi meminta waktu terlalu banyak dari para evaluator. Dalam perkembangan selanjutnya ternyata, bahan-bahan dari hasil studi kasus memberikan hasil yang lebih berharga bagi evaluasi kurikulum.
Teori kurikulum dan teori evaluasi. Model evaluasi kurikulum berkaitan erat dengan konsep kurikulum yang digunakan, seperti model pengembangan dan penyebaran dihasilkan oleh kurikulum yang menekankan isi. Evaluasi kurikulum yang bebas tujuan (Goal free evaluation) dalam kebanyakan kurikulum bukan Teori kurikulum dan teori evaluasi. Model evaluasi kurikulum berkaitan erat dengan konsep kurikulum yang digunakan, seperti model pengembangan dan penyebaran dihasilkan oleh kurikulum yang menekankan isi. Evaluasi kurikulum yang bebas tujuan (Goal free evaluation) dalam kebanyakan kurikulum bukan
Macam-macarn model evaluasi yang digunakan bertumpu pada aspek- aspek tertentu yang diutamakan dalam proses pelaksanaan kurikulum. Model evaluasi yang bersifat komparatif berkaitan erat dengan tingkahtingkah laku individu, evaluasi yang menekankan tujuan berkaitan erat dengan kurikulum yang menekankan pada bahan ajaran atau isi kurikulum, model (pendekatan) antropologis dalam evaluasi ditujukan untuk mengevaluasi tingkah-tingkah laku dalam suatu lembaga sosial. Dengan demikian sesungguhnya terdapat hubungan yang sangat erat antara evaluasi dengan kurikulum sebab teori kurikulum juga merupakan teori dari evaluasi kurikulum.