Desain Kurikulum

B. Desain Kurikulum

Desain kurikulum menyangkut pola pengorganisasian unsur-unsur atau komponen kurikulum. Penyusunan desain kurikulum dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi horisontal dan vertikal. Dimensi horisontal berkenaan dengan penyusunan dari lingkup isi kurikulum. Susunan lingkup ini sering diintegrasikan dengan proses belajar dan mengajarnya. Dimensi vertikal menyangkut penyusunan sekuens bahan berdasarkan urutan tingkat kesukaran. Bahan tersusun mulai dari yang mudah, kemudian menuju pada yang lebih sulit, atau mulai dengan yang dasar diteruskan dengan yang lanjutan. Berdasarkan pada apa yang menjadi fokus pengajaran, sekurangkurangnya dikenal tiga pola desain kurikulum, yaitu:

1. Subject centered design, suatu desain kurikulum yang berpusat pada bahan ajar.

2. Learner centered design, suatu desain kurikulum yang mengutamakan peranan siswa.

3. Problems centered design, desain kurikulum yang berpusat pada masalah- masalah yang dihadapi dalam masyarakat.

Walaupun bertolak dari hal yang sama, dalam suatu pola desain terdapat beberapa variasi desain kurikulum. Dalam subject centered design dikenal ada: the subject design, the disciplines design dan the broad fields design. Pada problems centered design dikenal pula the areas of living design dan the core design.

1. Subject centered design Subject centred design curriculum merupakan bentuk desain yang paling populer, paling tua dan paling banyak digunakan. Dalam subject centered design, kurikulum dipusatkan pada isi atau materi yang akan diajarkan. Kurikulum tersusun atas sejumlah mata-mata pelajaran, dan mata-mata pelajaran tersebut diajarkan secara terpisah-pisah. Karena terpisahpisahnya itu maka kurikulum ini disebut juga separated subject curriculum.

Subject centered desain berkembang dari konsep pendidikan klasik yang menekankan pengetahuan, nilai-nilai dan warisan budaya masa lalu, dan berupaya untuk mewariskannya kepada generasi berikutnya. Karena mengutamakan isi atau bahan ajar atau subject matter tersebut, maka desain kurikulum ini disebut juga subject academic curriculum.

Model design curriculum ini mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan. Beberapa kelebihan dari model desain kurikulum ini adalah: 1) mudah disusun, dilaksanakan, dievaluasi, dan disempurnakan, 2) para pengajarnya tidak perlu dipersiapkan khusus, asal menguasai ilmu atau bahan yang akan diajarkan sering dipandang sudah dapat menyampaikannya. Beberapa kritik yang juga merupakan kekurangan model desain ini, adalah: 1) karena pengetahuan diberikan secara terpisah-pisah, hal itu bertentangan dengan kenyataan, sebab dalam kenyataan pengetahuan itu merupakan satu kesatuan, 2) karena mengutamakan bahan ajar maka peran peserta didik sangat pasif, 3) pengajaran lebih menekankan pengetahuan dan kehidupan masa lalu, dengan demikian pengajaran lebih bersifat verbalistis dan kurang praktis. Atas dasar tersebut, para pengkritik menyarankan perbaikan ke arah yang lebih terintegrasi, praktis, dan bermakna serta memberikan peran yang lebih a ktif kepada siswa.

a. The Subject Design The subject design curriculum merupakan bentuk desain yang paling murni dari subject centered design. Materi pelajaran disajikan secara terpisah- pisah dalam bentuk mata-mata pelajaran. Model desain ini telah ada sejak lama. Orang-orang Yunani dan kemudian Romawi mengembangkan Trivium dan Quadrivium. Trivium meliputi gramatika, logika, dan retorika, sedangkan

Quadrivium, matematika, geometri, astronomi, dan musik. Pada saat itu pendidikan tidak diarahkan pada mencari nafkah, tetapi pada pembentukan pribadi dan status sosial (Liberal Art). Pendidikan hanya diperuntukkan bagi anak-anak golongan bangsawan yang tidak usah bekerja mencari nafkah.

Pada abad 19 pendidikan tidak lagi diarahkan pada pendidikan umum (Liberal Art), tetapi pada pendidikan yang lebih yang bersifat praktis, berkenaan dengan mata pencaharian (pendidikan vokasional). Pada saat itu mulai berkembang mata-mata pelajaran fisika, kimia, biologi, bahasa yang masih bersifat teoretis, juga berkembang mata-mata pelajaran praktis seperti pertanian, ekonomi, tata buku, kesejahteraan keluarga, keterampilan, dan lain-lain. Isi pelajaran diambil dari pengetahuan, dan nilai-nilai yang telah ditemukan oleh ahli- ahli sebelumnya. Para siswa dituntut untuk menguasai semua pengetahuan yang diberikan, apakah mereka menyenangi atau tidak, membutuhkannya atau tidak. Karena pelajaran-pelajaran tersebut diberikannya secara terpisah-pisah, maka siswa menguasainya pun terpisah-pisah pula. Tidak jarang siswa menguasai bahan hanya pada tahap hafalan, bahan dikuasai secara verbalistis.

Lebih rinci kelemahan-kelemahan bentuk kurikulum ini adalah:

1) Kurikulum memberikan pengetahuan terpisah-pisah, satu terlepas dari yang lainnya.

2) Isi kurikulum diambil dari masa lalu, terlepas dari kejadian-kejadian yang hangat, yang sedang berlangsung saat sekarang.

3) Kurikulum ini kurang memperhatikan minat, kebutuhan dan pengalaman para peserta didik.

4) Isi kurikulum disusun berdasarkan sistematika ilmu sering menimbulkan kesukaran di dalam mempelajari dan menggunakannya.

5) Kurikulum lebih mengutamakan isi dan kurang memperhatikan cara penyampaian. Cara penyampaian utama adalah ekspositori yang menyebabkan peranan siswa pasif.

Meskipun ada kelemahan-kelemahan di atas, bentuk desain kurikulum ini mempunyai beberapa kelebihan. Karena kelebihan-kelebihan tersebut bentuk kurikulum ini lebih banyak dipakai.

1. Karena materi pelajaran diambil dari ilmu yang sudah tersusun secara sitematis logis, maka penyusunannya cukup mudah.

2. Bentuk ini sudah dikenal lama, baik oleh guru-guru maupun orang tua, sehingga lebih mudah untuk dilaksanakan.

3. Bentuk ini memudahkan para peserta didik untuk mengikuti pendidikan di Perguruan Tinggi, sebab pada Perguruan Tinggi umumnya digunakan bentuk ini.

4. Bentuk ini dapat dilaksanakan secara efisien, karena metode utamanya adalah metode ekspositori yang dikenal tingkat efisiennya cukup tinggi.

5. Bentuk ini sangat ampuh sebagai alat untuk melestarikan dan mewariskan warisan budaya masa lalu. Dengan adanya kelemahan-kelemahan di atas pengembang kurikulum

subject design tidak tinggal diam, mereka berusaha untuk memperbaikinya. Dalam rumpun subject centerd, the broad field design merupakan pengembangan dari bentuk ini. Begitu juga pengembangan bentuk-bentuk lain di luar subject centered, seperti activity atau experience design, areas of living design dan core design.

b. The Disciplines Design Bentuk ini merupakan pengembangan dari subject design, keduanya masih menekankan kepada isi atau materi kurikulum. Walaupun bertolak dari hal yang sama tetapi antara keduanya terdapat perbedaan. Pada subject design belum ada kriteria yang tegas tentang apa yang disebut subject (ilmu). Belum ada perbedaan antara matematika, psikologi dengan teknik atau cara mengemudi, semuanya disebut subject. Pada disciplines design kriteria tersebut telah tegas, yang membedakan apakah suatu pengetahuan itu ilmu atau subject dan bukan adalah batang tubuh keilmuannya. Batang tubuh keilmuan menentukan apakah suatu bahan pelajaran itu disiplin ilmu atau bukan. Untuk menegaskan hal itu mereka menggunakan istilah disiplin.

Isi kurikulum yang diberikan di sekolah adalah disiplin-disiplin ilmu. Menurut pandangan ini sekolah adalah mikrokosmos dari dunia intelek, batu pertama dari hal itu adalah isi dari kurikulum. Para pengembang kurikulum dari Isi kurikulum yang diberikan di sekolah adalah disiplin-disiplin ilmu. Menurut pandangan ini sekolah adalah mikrokosmos dari dunia intelek, batu pertama dari hal itu adalah isi dari kurikulum. Para pengembang kurikulum dari

Perbedaan lain adalah dalarn tingkat penguasaan, disciplines design tidak seperti subject design yang menekankan penguasaan fakta-fakta dan informasi tetapi pada pemahaman (understanding). Para peserta didik didorong untuk memahami logika atau struktur dasar suatu disiplin, memahami konsep-konsep, ide-ide dan prinsip-prinsip penting, juga didorong untuk memahami cara mencari dan menemukannya (modes of inquiry and discovery). Hanya dengan menguasai hal-hal itu, kata mereka, peserta didik akan memahami masalah dan mampu melihat hubungan berbagai fenomena baru.

Proses belajarnya tidak lagi menggunakan pendekatan ekspositori yang menyebabkan peserta didik lebih banyak pasif, tetapi menggunakan pendekatan inkuiri dan diskaveri. Disciplines design sudah mengintegrasikan unsur-unsur progresifisme dari Dewey. Bentuk ini memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan subject design. Pertama, kurikulum ini bukan hanya memiliki organisasi yang sistematik dan efektif tetapi juga dapat memelihara integritas intelektual pengetahuan manusia. Kedua, peserta didik tidak hanya menguasai serentetan fakta, prinsip hasil hafalan tetapi menguasai konsep, hubungan dan proses-proses intelektual yang berkembang pada siswa.

Meskipun telah menunjukkan beberapa kelebihan bentuk, desain ini masih memiliki beberapa kelamahan. Pertama, belum dapat memberikan pengetahuan yang terintegrasi. Kedua, belum mampu mengintegrasikan sekolah dengan masyarakat atau kehidupan. Ketiga, belum bertolak dari minat dan kebutuhan atau pengalaman peserta didik. Keempat, susunan kurikulum belum efisien baik untuk kegiatan belajar maupun untuk penggunaannya. Kelima, meskipun sudah lebih luas dibandingkan dengan subject design tetapi secara akademis dan intelektual masih cukup sempit.

c. The Broad Fields Design Baik subject design maupun disciplines design masih menunjukkan adanya pemisahan antar-mata pelajaran. Salah satu usaha untuk menghilangkan pemisahan tersebut adalah mengembangkan the broad filed design. Dalam model c. The Broad Fields Design Baik subject design maupun disciplines design masih menunjukkan adanya pemisahan antar-mata pelajaran. Salah satu usaha untuk menghilangkan pemisahan tersebut adalah mengembangkan the broad filed design. Dalam model

Tujuan pengembangan kurikulum broad field adalah menyiapkan para siswa yang dewasa ini hidup dalam dunia informasi yang sifatnya spesialistis, dengan pemahaman yang bersifat menyeluruh. Bentuk kurikulum ini banyak digunakan di sekolah dasar dan sekolah menengah pertama, di sekolah menengah atas penggunaannya agak terbatas apalagi di perguruan tinggi sedikit sekali.

Ada dua kelebihan penggunaan kurikulum ini. Pertama, karena dasarnya bahan yang terpisah-pisah, walaupun sudah terjadi penyatuan beberapa mata kuliah masih memungkinkan penyusunan warisan-warisan budaya secara sistematis dan teratur. Kedua, karena mengintegrasikan beberapa mata kuliah memungkinkan peserta didik melihat hubungan antara berbagai hal.

Di samping kelebihan tersebut, ada beberapa kelemahan model kurikulum ini. Pertama kemampuan guru, untuk tingkat sekolah dasar guru mampu menguasai bidang yang luas, tetapi untuk tingkat yang lebih tinggi, apalagi di perguruan tinggi sukar sekali. Kedua, karena bidang yang dipelajari itu luas, maka tidak dapat diberikan secara mendetil, yang diajarkan hanya permukaannya saja. Ketiga, pengintegrasian bahan ajar terbatas sekali, tidak menggambarkan kenyataan, tidak memberikan pengalaman yang sesungguhnya bagi siswa, dengan demikian kurang membangkitkan minat belajar. Keempat, meskipun kadarnya lebih rendah dibandingkan dengan subject design, tetapi model ini tetap menekankan tujuan penguasaan bahan dan informasi. Kurang menekankan proses pencapaian tujuan ya.lg sifatnya afektif dan kognitif tingkat tinggi.

2. Learner-centered design Sebagai reaksi sekaligus penyempurnaan terhadap beberapa kelemahan subject centered design berkembang learner centered design. Desain ini berbeda dengan subject centered, yang bertolak dari cita-cita untuk melestarikan dan mewariskan budaya, dan karena itu mereka mengutamakan peranan isi dari kurikulum.

Learner centered, memberi tempat utama kepada peserta didik. Di dalam pendidikan atau pengajaran yang belajar dan berkembang adalah peserta didik sendiri. Guru atau pendidik hanya berperan menciptakan situasi belajar-mengajar, mendorong dan memberikan bimbingan sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Peserta didik bukanlah tiada daya, dia adalah suatu organisme yang punya potensi untuk berbuat, berperilaku, belajar dan juga berkembang sendiri. Learner centered design bersumber dari konsep Rousseau tentang pendidikan alam, menekankan perkembangan peserta didik. Pengorganisasian kurikulum didasarkan atas minat, kebutuhan dan tujuan peserta didik.

Ada dua ciri utama yang membedakan desain model learner centred dengan subject centered. Pertama, learner centered design mengembangkan kurikulum dengan bertolak dari peserta didik dan bukan dari isi. Kedua, learner centered bersifat not-preplanned (kurikulum tidak diorganisasikan sebelumnya) tetapi dikembangkan bersama antara guru dengan siswa dalam penyelesaian tugas-tugas pendidikan. Organisasi kurikulum didasarkan atas masalah-masalah atau topik-topik yang menarik perhatian dan dibutuhkan peserta didik dan sekuensnya disesuaikan dengan tingkat perkembangan mereka.

Ada beberapa variasi model ini yaitu the activity atau experience design, humanistic design, the open, free design, dan lain-lain. Pada tulisan ini akan dikemukakan sebagian saja.

a. The Activity atau Experience Design Model desain ini berawal pada abad 18, atas hasil karya dari Rousseau dan Pestalozzi, yang berkembang pesat pada tahun 1920/1930-an pada masa kejayaan Pendidikan Progresif.

Berikut beberapa ciri utama activity atau experience design. Pertama, struktur kurikulum ditentukan oleh kebutuhan dan minat peserta didik. Dalam mengimplementasikan ciri ini guru hendaknya: a) Menemukan minat dan kebutuhan peserta didik, b) Membantu para siswa memilih mana yang paling penting dan urgen. Hal ini cukup sulit, sebab harus dapat dibedakan mana minat dan kebutuhan yang sesungguhnya dan mana yang hanya angan-angan. Untuk itu guru perlu menguasai benar perkembangan dan karakteristik peserta didik.

Kedua, karena struktur kurikulum didasarkan atas minat dan kebutuhan peserta didik, maka kurikulum tidak dapat disusun jadi sebelumnya, tetapi disusun bersama oleh guru dengan para siswa. Demikian juga tujuan yang akan dicapai, sumber-sumber belajar, kegiatan belajar dan prosedur evaluasi, dirumuskan bersama siswa. Istilah yang mereka gunakan adalah teacher-student planning. Seperti dikemukakan oleh Smith, Stanley and Shores (1977: 274-1725) bahwa tugas guru adalah: ... discovering students interest, guiding students in selection of inter est, helping groups and individuals to plan and carryout learning activi ties, and assisting learners to appraise their experience. In short, the teacher must prepare in advance to help learners decide what to to do, how to do it, and how to evaluate the results.

Ketiga, desain kurikulum tersebut menekankan prosedur pemecahan masalah. Di dalam proses menemukan minatnya peserta didik menghadapi hambatan atau kesulitan-kesulitan tertentu yang harus diatasi. Kesulitankesulitan tersebut menunjukkan problema nyata yang dihadapi peserta didik. Dalam menghadapi dan mengatasi masalah-masalah tersebut, peserta didik melakukan proses belajar yang nyata, sungguh-sungguh bermakna, hidup dan relevan dengan kehidupannya. Berbeda dengan subject design yang menekankan isi, activity design lebih mengutamakan proses (keterampilan memecahkan masalah).

Ada beberapa kelebihan dari desain kurikulum ini. Pertama, karena kegiatan pendidikan didasarkan atas kebutuhan dan minat peserta didik, maka motivasi belajar bersifat intrinsik dan tidak perlu dirangsang dari luar. Fakta-fakta, konsep, keterampilan dan proses pemecahan dipelajari peserta didik karena hal itu mereka perlukan. jadi belajar benar-benar relevan dan bermakna. Kedua, pengajaran memperhatikan perbedaan individual. Mereka turut dalam kegiatan belajar kelompok karena membutuhkannya, demikian juga kalau mereka melakukan kegiatan individual. Ketiga, kegiatan-kegiatan pemecahan masalah memberikan bekal kecakapan dan pengetahuan untuk menghadapi kehidupan di luar sekolah.

Beberapa kritik yang menunjukkan kelemahan dilontarkan terhadap model desain kurikulum

Pertama, penekanan pada minat dan kebutuhan peserta didik belum tentu cocok dan memadai untuk menghadapi kenyataan dalam kehidupan. Kehidupan dunia modern sangat kompleks, peserta didik belum tentu mampu melihat dan merasakan kebutuhan-kebutuhan esensial.

Kedua, kalau kurikulum hanya menekankan minat dan kebutuhan peserta didik, dasar apa yang digunakan untuk menyusun struktur kurikulum. Kurikulum tidak mempunyai pola dan struktur. Kedua kritik ini tidak semuanya benar, sebab beberapa tokoh activity design telah mengembangkan struktur ini. Dewey dalam sekolah laboratoriumnya menyusun struktur di sekitar kebutuhan manusia, kebutuhan sosial, kebutuhan untuk membangun, kebutuhan untuk meneliti dan bereksperimen dan kebutuhan untuk berekspresi dan keindahan.

Ketiga, activity design curriculum sangat lemah dalam kontinuitas dan sekuens bahan. Dasar minat peserta didik tidak memberikan landasan yang kuat untuk menyusun sekuens, sebab minat mudah sekali berubah karena pengaruh perkembangan, kematangan dan faktor-faktor lingkungan. Beberapa usaha telah dilakukan untuk mengatasi kelemahan ketiga ini: 1) usaha untuk menemukan sekuens perkembangan kemampuan mental peserta didik, seperti perkembangan kemampuan kognitif dari Piaget, 2) penelitian tentang pusat-pusat minat pada berbagai tingkat usia. Penemuan tentang pusat-pusat minat yang lebih terinci dijadikan dasar penyusunan sekuens kurikulum.

Keempat, kritik terhadap model desain kurikulum ini dikatakan tidak dapat dilakukan oleh guru biasa. Kurikulum ini menuntut guru ahli general education plus ahli psikologi perkembangan dan human relation. Model desain ini sulit menemukan buku-buku sumber, karena buku yang ada disusun berdasarkan subject atau discipline design. Kesulitan lain adalah apabila peserta didik akan melanjutkan studi ke perguruan tinggi, sebab di perguruan tinggi digunakan model subject atau discipline design.

3. Problem centered design Problem centered design berpangkal pada filsafat yang mengutamakan peranan manusia (man centered). Berbeda dengan learner centered yang mengutamakan manusia atau peserta didik secara individual, problem centered 3. Problem centered design Problem centered design berpangkal pada filsafat yang mengutamakan peranan manusia (man centered). Berbeda dengan learner centered yang mengutamakan manusia atau peserta didik secara individual, problem centered

Konsep pendidikan para pengembang model kurikulum ini berangkat dari asumsi bahwa manusia sebagai makhluk sosial selalu hidup bersama. Dalam kehidupan bersama ini manusia menghadapi masalah-masalah bersama yang harus dipecahkan bersama pula. Mereka berinteraksi, berkooperasi dalam memecahkan masalah-masalah sosial yang mereka hadapi untuk mcningkatkan kehidupan mereka.

Konsep-konsep ini menjadi landasan pula dalam pendidikan dan pengembangan kurikulum. Berbeda dengan learner centered, kurikulum mereka disusun sebelumnya (preplanned). Isi kurikulum berupa masalahmasalah sosial yang dihadapai peserta didik sekarang dan yang akan datang. Sekuens bahan disusun berdasarkan kebutuhan, kepentingan dan kemampuan peserta didik. Problem centered design menekankan pada isi maupun perkembangan peserta didik. Minimal ada dua variasi model desain kurikulum ini, yaitu The Areas of living design, dan The Core design.

a. The Areas of Living Design Perhatian terhadap bidang-bidang kehidupan sebagai dasar penyusunan kurikulum telah dimulai oleh Herbert Spencer pada abad 19, dalam tulisan yang berjudul What knowledge is of most Worth? Areas of living design seperti learner centered design menekankan prosedur belajar melalui pemecahan masalah. Dalam prosedur belajar ini tujuan yang bersifat proses (process objectives) dan yang bersifat isi (content objectives) diintegrasikan. Penguasaan informasi-informasi yang lebih bersifat pasif tetap dirangsang. Ciri lain dari model desain ini adalah menggunakan pengalaman dan situasi-situasi nyata dari peserta didik sebagai pembuka dan mempelajari bidang-bidang kehidupan.

Strategi yang sama juga digunakan dalam subject centered design, tetapi pelaksanaannya mengalami kesulitan, sebab dalam desain tersebut hubungan mata pelajaran dengan bidang dan pengalaman hidup peserta didik sangat kecil. Sebaliknya dalam the areas of living hubungannya besar sekali. Tiap pengalaman peserta didik sangat erat hubungannya dengan bidang-bidang kehidupan sehingga Strategi yang sama juga digunakan dalam subject centered design, tetapi pelaksanaannya mengalami kesulitan, sebab dalam desain tersebut hubungan mata pelajaran dengan bidang dan pengalaman hidup peserta didik sangat kecil. Sebaliknya dalam the areas of living hubungannya besar sekali. Tiap pengalaman peserta didik sangat erat hubungannya dengan bidang-bidang kehidupan sehingga

Pertama, the areas of living design merupakan the subject matter design tetapi dalam bentuk yang terintegrasi. Pemisahan antara subject dihilangkan oleh problema-problema kehidupan sosial. Kedua, karena kurikulum diorganisasikan di sekitar problema-problema peserta didik dalam kehidupan sosial, maka desain ini mendorong penggunaan prosedur belajar pemecahan masalah. Prinsip-prinsip belajar aktif dapat diterapkan dalam model desain ini. Ketiga, menyajikan bahan ajar dalam bentuk yang relevan, yaitu untuk memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan. Melalui kurikulum ini para peserta didik akan mcmperoleh pengetahuan, dan dapat menginternalisasi artinya. Keempat desain tersebut menyajikan bahan ajar dalam bentuk yang fungsional, sebab diarahkan pada pemecahan masalah peserta didik, secara langsung dipraktikkan dalam kehidupan. Lebih dari itu kurikulum ini membawa peserta didik dalam hubungan yang lebih dekat dengan masyarakat. Kelima, motivasi belajar datang dari dalam din peserta didik, tidak perlu dirangsang dari luar.

Beberapa kritik dilontarkan dan menunjukkan kelemahan model desain ini. Pertama, penentuan lingkup dan sekuens dari bidang-bidang kehidupan yang sangat esensial (penting) sangat sukar, timbul organisasi isi kurikulum yang berbeda-beda. Kedua, sebagai akibat dari kesulitan pertama, maka lemahnya atau kurangnya integritas dan kontinuitas organisasi isi kurikulum. Ketiga, desain tersebut sama sekali mengabaikan warisan budaya, padahal apa yang telah ditemukan pada masa lalu penting untuk memahami dan memecahkan masalah- masalah masa kini. Keempat, karena kurikulum hanya memusatkan perhatian pada pemecahan masalah sosial pada saat sekarang, ada kecenderungan untuk mengindoktrinasi peserta didik dengan kondisi yang ada, peserta didik tidak tovIlhat alternatif lain, baik mengenai masa lalu maupun masa yang akan 'Wang, desain tersebut akan mempertahankan status quo. Kelima, sama hainva dengan Beberapa kritik dilontarkan dan menunjukkan kelemahan model desain ini. Pertama, penentuan lingkup dan sekuens dari bidang-bidang kehidupan yang sangat esensial (penting) sangat sukar, timbul organisasi isi kurikulum yang berbeda-beda. Kedua, sebagai akibat dari kesulitan pertama, maka lemahnya atau kurangnya integritas dan kontinuitas organisasi isi kurikulum. Ketiga, desain tersebut sama sekali mengabaikan warisan budaya, padahal apa yang telah ditemukan pada masa lalu penting untuk memahami dan memecahkan masalah- masalah masa kini. Keempat, karena kurikulum hanya memusatkan perhatian pada pemecahan masalah sosial pada saat sekarang, ada kecenderungan untuk mengindoktrinasi peserta didik dengan kondisi yang ada, peserta didik tidak tovIlhat alternatif lain, baik mengenai masa lalu maupun masa yang akan 'Wang, desain tersebut akan mempertahankan status quo. Kelima, sama hainva dengan

b. The Core Design The core desgin kurikulum timbul sebagai reaksi utama kepada separate subjects design, yang sifatnya terpisah-pisah. Dalam mengintegrasikan bahan ajar, mereka memilih mata-mata pelajaran/bahan ajar tertentu sebagai inti (core). Pelajaran lainnya dikembangkan di sekitar core tersebut. Karena pengaruh Pendidikan Progresif, berkembang teori tentang core design yang didasarkan atas pandangan Progresif. Menurut konsep ini inti-inti bahan ajar dipusatkan pada kebutuhan individual dan sosial.

Terdapat banyak variasi pandangan tentang the core design. Mayoritas memandang core curriculum sebagai suatu model pendidikan atau program pendidikan yang memberikan pendidikan umum. Pada beberapa kurikulum yang berlaku di Indonesia dewasa ini, core curriculum disebut kelompok mata kuliah atau pelajaran dasar umum, dan diarahkan pada pengembangan kemampuan- kemampuan pribadi dan sosial. Kalau kelompok mata kuliah/pelajaran spesialisasi diarahkan pada pengusaan keahlian/kejuruan tertentu, maka kelompok mata pelajaran ini ditujukan pada pembentukan pribadi yang sehat, baik, matang, dan warga masyarakat yang mampu membina kerja sama yang baik pula.

The core curriculum diberikan guru-guru yang memiliki penguasaan dan berwawasan luas, bukan spesialis. Di samping memberikan pengetahuan, nilai- nilai dan keterampilan sosial, guru-guru tersebut juga memberikan bimbingan terhadap perkembangan sosial pribadi peserta didik.

Ada beberapa variasi desain core curriculum yaitu : (1) the separate subject core, (2) the correlated core, (3) the fused core, (4) the activity/experience core, (5) the areas of living core, dan (6) the social problems core.

The separate subjects core. Salah satu usaha untuk mengatasi keterpisahan antar-mata pelajaran, beberapa mata pelajaran yang dipandang mendasari atau menjadi inti mata pelajaran lainnya dijadikan core.

The correlated core. Model desain ini pun berkembang dari the separate subjects design, dengan jalan mengintegrasikan beberapa mata pelajaran yang erat hubungannya.

The fused core. Kurikulum ini juga berpangkal dari separate subject, pengintegrasiannya bukan hanya antara dua atau tiga pelajaran tetapi lebih banyak. Sejarah, Geografi, Antropologi, Sosiologi, Ekonomi dipadukan menjadi Studi Kemasyarakatan. Dalam studi ini dikembangkan tema-tema masalah umum yang dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang.

The activity/experience core. Model desain ini berkembang dari pendidikan progresif dengan learner centerd design-nya. Seperti halnya pada learner centered, the acitivity /experience core dipusatkan pada minat-minat dan kebutuhan peserta didik.

The areas of living core. Desain model ini berpangkal juga pada pendidikan progresif, tetapi organisasinya berstruktur dan dirancang sebelumnya. Berbentuk pendidikan umum yang isinya diambil dari masalah-masalah yang muncul di masyarakat. Bentuk desain ini dipandang sebagai core design yang paling murni dan paling cocok untuk program pendidikan umum.

The social problems core. Model desain ini pun merupakan produk dari pendidikan progresif. Dalam beberapa hal model ini sama dengan the areas of living core. Perbedaannya terletak pada the areas of living core didasarkan atas kegiatan-kegiatan manusia yang unviversal tetapi tidak berisi hal yang kontroversial, sedangkan the social problems core didasarkan atas problema- problema yang mendasar dan bersifat kontroversial. Beberapa contoh masalah sosial yang menjadi tema model core design ini adalah kemiskinan, kelaparan, inflasi, rasialisme, perang senjata nuklir, dan sebagainya. Halhal di atas adalah sesuatu yang mendesak untuk dipecahkan dan berisi suatu kontroversial bersifat pro dan kontra. The areas of living core cenderung memelihara dan mempertahankan kondisi yang ada, sedang the social problems core mencoba memberikan penilaian yang sifatnya kritis dari sudut sistem nilai sosial dan pribadi yang berbeda.

Penyusunan kurikulum the social problems core, mengikuti pola seperti yang digambarkan dengan urutan pertanyaan-pertanyaan berikut:

1. Bagaimana gambaran masyarakat yang ada dewasa ini?

2. Apa akibatnya bila kita torus mempertahankan kondisi yang ada ini?

3. Bagaimana gambaran keadaan masyarakat yang ideal?

4. Jika gambaran pada pertanyaan 3 berbeda dengan pertanyaan 2, usaha apa yang dapat dilakukan untuk mengatasinya, baik secara kelompok maupun individual. Kurikulum the social problems core tidak bersifat kaku, terbuka untuk

penyempurnaan pada setiap saat, agar tetap mutakhir dan relevan dengan perkembangan masyarakat. Sekuens kurikulum disusun dengan memperhatikan prinsip-prinsip psikologis, seperti: kematangan, minat, tingkat kesukaran, pengalaman dan penguasaan sebelumnya.

Terhadap model-model desain di atas dapat ditambahkan dua model lain yang juga menekankan pendidikan umum yaitu the unencapsulation design dan Becker's Humanistic design.

The Unencapsulation design. Model desain ini merupakan reaksi terhadap encapsulation. Menurut konsep encapsulation manusia memiliki kemampuan untuk mengamati dan memahami seluruh yang ada di dunia ini, tetapi kenya- taannya karena berbagai hambatan, hanya sebagian kecil yang mereka kuasai. The Unencapsulation design diarahkan pada pengembangan manusia yang lebih baik, yang memiliki pengetahuan dan kemampuan yang lebih lengkap, tepat dan seimbang. Menu rut Joseph Royce, pencetus konsep ini, pengetahuan dan kemampuan yang demikian akan tercapai melalui penggunaan empat cara penguasaan, yaitu melalui: pemikiran (rasionalisme), pengamatan (empirisme), perasaan (intuisisme), dan kepercayaan (otoritarianisme).

Beckers's Humanistic Design. Desain ini juga sama dengan uncaptulsation menekankan pendidikan umum. Becker ingin mengembangkan suatu model pendidikan yang dapat menghilangkan "keterasingan" (alination yang mempunyai makna yang sama dengan encapsulation). Ia bercita-cita ingin mendidik anak menjadi manusia "ideal" yaitu manusia sejati (authentic) tidak palsu atau pura- pura, percaya kepada diri sendiri (self reliant) dan menyatu dengan masyarakatnya. Desain kurikulum dari Becker lebih menekankan pada isi Beckers's Humanistic Design. Desain ini juga sama dengan uncaptulsation menekankan pendidikan umum. Becker ingin mengembangkan suatu model pendidikan yang dapat menghilangkan "keterasingan" (alination yang mempunyai makna yang sama dengan encapsulation). Ia bercita-cita ingin mendidik anak menjadi manusia "ideal" yaitu manusia sejati (authentic) tidak palsu atau pura- pura, percaya kepada diri sendiri (self reliant) dan menyatu dengan masyarakatnya. Desain kurikulum dari Becker lebih menekankan pada isi

Dimensi individu membahas keadaan dan keberadaan manusia, dimensi sosial dan historis membahas kehidupan kemasyarakatan dan sejarah perkembangan manusia, sedangkan dimensi teologis membahas keharusan manusia beragama dan bahaya-bahaya sekulerisme.

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PENGEMBANGAN TARI SEMUT BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER DI SD MUHAMMADIYAH 8 DAU MALANG

57 502 20

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24