Pengaruh pemberian kompos batang pisang terhadap pertumbuhan semai Jabon

(1)

PENGARUH PEMBERIAN KOMPOS BATANG PISANG

TERHADAP PERTUMBUHAN SEMAI JABON

(

Anthocephalus cadamba

Miq.)

HELGA SUGIARTI

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

(

Anthocephalus cadamba

Miq.)

HELGA SUGIARTI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Pada Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Pengaruh Penambahan Kompos Batang Pisang Terhadap Pertumbuhan Semai Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.).

Nama Mahasiswa : Helga Sugiarti

NRP : E44061576

Departemen : Silvikultur

Menyetujui :

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. Irdika Mansur, M. For. Sc. Dr. Ir. Arum Sekar Wulandari, MS NIP. 1966 0523 199002 1 001 NIP. 19660316 200604 2 003

Mengetahui

Kepala Departemen Silvikultur

Prof. Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo, M. Agr. NIP. 1964 1110 199002 1001


(4)

Terhadap Pertumbuhan Semai Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.). Di bawah Bimbingan Dr.Ir. Irdika Mansur M.For.Sc. dan Dr.Ir. Arum Sekar Wulandari, MS.

Penambahan kompos dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Kompos dari batang pisang ditambahkan sebagai campuran media untuk menumbuhkan semai jabon. Dalam penelitian ini dipelajari pengaruh beberapa macam kompos terhadap pertumbuhan semai jabon (Anthocephalus cadamba Miq.). Tujuan dari penelitian ini ialah: (1) untuk menguji kualitas kompos yang dihasilkan dari batang pisang untuk meningkatkan pertumbuhan semai jabon, dan (2) mengetahui pengaruh kompos batang pisang dan kompos yang ada di pasaran (Ofer, Cocopeat, Guano dan Andam).

Media tanam yang digunakan dalam penelitian ini ialah tanah, pasir dan kompos dengan perbandingan 2:1:1(v/v/v). Sebagai kontrol hanya digunakan tanah dan pasir dengan perbandingan 3:1 (v/v). Percobaan disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 6 perlakuan. Perlakuan yang diberikan ialah kontrol, penambahan Ofer, Guano, Andam, Cocopeat dan Kompos batang pisang. Setiap perlakuandiulang sebanyak 6 kali dan setiap ulangan terdiri atas 4 semai jabon. Peubah yang diamati ialah tinggi semai, diameter semai, berat kering total (biomassa), nisbah pucuk akar, berat media, kekompakan media, dan analisis jaringan.

Penambahan kompos batang pisang meningkatkan pertumbuhan tinggi dan diameter semai jabon. Pemberian kompos batang pisang dan Ofer meningkatkan berat kering total (biomassa) semai jabon dengan persentase peningkatan sebesar 177,3% dan 77,3% dibandingkan dengan kontrol. Penambahan kompos dapat menurunkan berat total media. Media yang kompak terdapat pada media kontrol, media dengan penambahan kompos batang pisang, Ofer, dan Andam. Berdasarkan hasil analisis jaringan, semai jabon yang ditumbuhkan pada media dengan penambahan kompos batang pisang mampu menyerap N sebesar 18 gr; P sebesar 2,6 gr; dan K sebesar 15,8 gr; sedangkan dengan Ofer mampu menyerap N sebesar 14,4 gr; P sebesar 1,5 gr; dan K sebesar 9,2 gr. Dengan demikian, kompos batang pisang dan Ofer lebih baik dibandingkan dengan kompos yang beredar di pasaran (Guano, Cocopeat, dan Andam) dalam meningkatkan pertumbuhan semai jabon. Dalam aplikasinya, kompos batang pisang dan Ofer dapat ditambahkan dalam media tanam, sehingga pertumbuhan semai jabon menjadi lebh baik.


(5)

SUMMARY

Helga Sugiarti. E44061576. Effect of Addition of Banana Stem Compost on the Growth of Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) Seedlings Growth. Under Academic Supervision of Dr.Ir. Irdika Mansur M.For.Sc. and Dr.Ir. Arum Sekar Wulandari, MS.

Addition of compost could increase plant growth. Compost derived from banana stem could be added as admixture in nursery medium for growing jabon seedlings. This research studied the effect of addition of various composts on the growth of jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) seedlings. The objectives of this study were: (1) to test the quality of compost produced from banana stem in improving the growth of jabon seedlings, and (2) to learn the effect of composts from banana stem and other composts existing in the market (Ofer, Cocopeat, Guano and Andam) on the growth of jabon seedlings.

Growth media being used in this research were soil, sand and compost with proportion of 2:1:1(v/v/v). As control, soil and sand with proportion of 3:1 (v/v) were used. Experiment was in Completely Randomized Design (CRD) with 6 treatments. The treatments being given were control; and addition of Ofer, Guano, Andam, Cocopeat and Compost of banana stem. Each treatment was replicated 6 times and each replication consisted of 4 jabon seedlings. Variables being observed were seedling height, seedling diameter, total dry mass (biomass), shoot root ratio, media weight, media compactness and results of tissue analysis.

Addition of compost increased height and diameter growth of jabon seedlings. Addition of banana stem compost and Ofer was the better treatment for increasing total dry weight (biomass) of jabon seedlings with percentage of increase of 177.3% and 77,3% as compared with control. Addition of compost could decrease the total weight of media. Compact media were found in control media; and media with addition of compost Ofer, banana stem and Andam. According to results of tissue analysis, jabon seedlings which were grown in banana stem compost could absorb N as much as 18 gr; P as much as 2.6 gr; and K as much as 15.8 gr, whereas with Ofer could absorp N as much as 14.4 gr, P as much as 1.5 gr, and K as much as 9.2 gr. Therefore, compost of banana stem was better as compared with composts which are circulated in market (Ofer, Guano, Cocopeat, and Andam) in increasing the growth of jabon seedlings. In its application, compost of banana stem and Ofer could be added to planting media so that growth of jabon seedling could be better.


(6)

Kompos Batang Pisang Terhadap Pertumbuhan Semai Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.)” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2011

Helga Sugiarti NRP E44061576


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia dan kehendak-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul ”Pengaruh Pemberian Kompos Batang Pisang Terhadap Pertumbuhan Semai Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.)”. Karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk menguji kualitas kompos yang dihasilkan dari batang pisang dalam meningkatkan pertumbuhan semai jabon dan mengetahui pengaruh kompos batang pisang dan kompos yang ada di pasaran (Ofer, Andam, Guano,dan Cocopeat) dalam meningkatkan pertumbuhan semai jabon.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Irdika Mansur, M. For. Sc. selaku dosen pembimbing I dan juga kepada Dr. Ir. Arum Sekar Wulandari, MS selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan arahan dan bimbingan. Selain itu penghargaan penulis disampaikan pula kepada para staf dan dosen pengajar Departemen Silvikultur serta teman-teman yang membantu dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. Penulis menyadari banyak kekurangan dan kelemahan dalam penulisan karya ilmiah ini, untuk itu saran dan kritikan sangat saya harapkan. Ungkapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada (Alm) ayah, ibu serta seluruh keluarga atas segala dukungan, doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2011


(8)

Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 25 Juni 1988 sebagai anak ke tiga dari empat bersaudara pasangan (Alm) Sugiarto dan Maryanti. Penulis menyelesaikan pedidikan sekolah menengah atas di SMA Negeri 5 Bogor pada tahun 2006. Penulis masuk Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006 melalui jalur USMI di Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan sebagai anggota himpunan mahasiswa TGC (Tree Grower Community) Fakultas Kehutanan IPB, menjadi asisten praktikum mata kuliah Dendrologi pada tahun 2009-2011. Penulis juga melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Batur Raden dan Cilacap pada tahun 2008. Pada tahun 2009, Penulis melaksanakan Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) Sukabumi. Penulis juga melaksanakan Praktek Kerja Profesi (PKP) di PT. Antang Gunung Meratus, Kalimantan Selatan pada bulan Agustus- Oktober 2010 di bawah bimbingan Dr. Ir. Basuki Wasis, MS. Selama menjadi mahasiswa penulis menerima beasiswa antara lain beasiswa BBM (Beasiswa Bantuan Mahasiswa) pada tahun 2009-2010.

Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul ”Pengaruh Pemberian Kompos Batang Pisang Terhadap Pertumbuhan Semai Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.)” di bawah bimbingan Dr. Ir. Irdika Mansur, M.For.Sc. dan Dr. Ir. Arum Sekar Wulandari, MS.


(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini, penulis dengan kerendahan hati ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada :

1. Tuhan Yesus Kristus atas segala karunia, cinta kasih serta kehendakNya, penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.

2. Dr. Ir. Irdika Mansur, M.For.Sc. dan Dr. Ir. Arum Sekar Wulandari, MS sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan saran selama penelitian hingga penyelesaian karya ilmiah ini.

3. Keluarga tercinta, (Alm) Papah dan Mamah, beserta koko Hendra, Ensho Alvi, Cici Utri, Wahyu adikku, Aldhi keponakan kesayanganku, Ooh, Iih, Om, Encek, Encim, Kak Ebin, dan Pendeta Wayan yang telah memberi semangat, doa dan dukungan dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.

4. Dosen penguji Ir. Emi Karminarsih, MS perwakilan dari departemen Manajemen Hutan, Ir. Jajang Suryana, M. Sc perwakilan dari departemen Hasil Hutan serta Dr. Ir. Abdul Haris Mustari, M.Sc perwakilan dari departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata atas pengarahan, saran, dan kritik pembangunnya.

5. Keluarga Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M. Agr.; Eyangti yang telah membantu baik dari segi moril dan materil. Serta Putu Ananta Wijaya terimakasih atas bantuan, dukungan, doa, semangat, penghiburan dan kasih sayang yang diberikan.

6. Prof. Dr. Ir. Andry Indrawan, MS atas nasihat, semangat dan dukungannya.

7. Ibu Atikah, Ibu Yani, Ibu Aliyah, Mas Ipul, pak Ismail, Bi Ira, Bi Ncah yang telah memberikan bantuan, semangat, doa dan kelancaran administrasi.

8. Sahabat dan teman-temanku Enike Ratna Sari, Tina Maretina, Idham Fahmi, Puti Awali Saimima, Ratna Jamilah, Permana Zainal, Kristian E M Ginting, Surahman, Anggin Indira Syamsi, Fiona Christina, Ayu Nuban, Ega Ayu Dini, Diajeng Sekarini, Luqman Noor Hakim F, Belinda Bunganagara, Lika Aulia Indina, Dessy Chahya Lestari, Dwita Noviani,


(10)

R, Dewi Arna Natalia, Hadi Firdaus, Sabar Nasution, Randhi Kuswandara, Niechi Valentino, Lema, Aditya Pradnya Murti (PM), Elisda, Sentot Purwanto, Hania Purwitasari, Miranti Dewi, Andre, Radita Daneswara, Junef Murtri Susantyo, Arga Pandu Wijaya, Linda, dan Julyanto Benhur Siringgo-ringgo atas bantuan, semangat, doa, dukungan dan penghiburannya.

9. Adik kelasku Nur Syamsi, Putri Lestari, Jumadin, Umar Atik, Renando Mieko, Fransisxo Tambunan, M. Ikhsan Lubis, Ardiansyah, Eric Coerbaniana, Rusdi Indra yang telah membantu pada saat penelitian, Kakak-kakak SVK’42 Kak Kemal, Mba Ajeng, Kak Chandra, Teh Gina, Mba Rifa, Mba Hilda, SVK’44, SVK’45. Beserta keluarga besar Fahutan, khususnya Silvikultur.

10.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu dan telah membantu dalam penyelesaian karya ilmiah ini.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ………..… xi

DAFTAR GAMBAR ………. xii

DAFTAR LAMPIRAN ………. xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ………... 1

1.2 Tujuan Penelitian ……… 2

1.3 Hipotesis ………... 2

1.4 Manfaat ………... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jabon …..………. 3

2.2 Bahan Organik ……… 4

2.3 Limbah Organik ………. 5

2.4 Pisang (Musa paradisiaca Linn.) ……….. 6

2.5 Kompos ………... 7

2.6 Manfaat Kompos ……… 8

2.7 Prinsip Pengomposan ……… 9

2.8 Proses Pengomposan Aerob ………... 12

2.9 Metode Pengomposan ……… 13

2.10 EM-4 (Effective Maicroorganism) ………... 15

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ……… 17

3.2 Alat dan Bahan ………... 17

3.3 Metode Penelitian ………... 17

3.4 Pengamatan dan Pengambilan Data ………... 20

3.5 Analisis Data ……….. 21

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil sidik ragam ……… 22

4.2 Tinggi Semai ………... 22

4.3 Diameter Semai ……….. 25

4.4 Berat Kering Total ……….. 26

4.5 Nisbah Pucuk Akar ………... 28

4.6 Berat Media ………... 29

4.7 Kekompakkan Media ………... 30

4.8 Analisis Jaringan ………... 31

4.9 Kompos Batang Pisang ………... 34

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ……… 36

5.2 Saran ……….. 36

DAFTAR PUSTAKA ……… 37


(12)

No Halaman 1 C/N rasio dari beberapa bahan organik yang berpotensi dijadikan

kompos ... 10

2 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pengaruh semua media yang digunakan terhadap parameter semai jabon ... 22

3 Pengaruh media terhadap tinggi semai jabon ... 23

4 Pengaruh media terhadap diameter semai jabon ... 25

5 Pengaruh media terhadap berat kering total (BKT) semai jabon ... 26

6 Pengaruh media terhadap berat nisbah pucuk akar semai jabon ... 28

7 Pengaruh media terhadap berat media semai jabon ... 29

8 Kandungan dan serapan unsur N,P, dan K oleh semai jabon pada media perlakuan kompos batang pisang, ofer dan kontrol ... 32


(13)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1 Proses pengomposan aerob ……… 13 2 Laju rata-rata pertumbuhan tinggi semai jabon per minggu ... 23 3 Pertumbuhan tinggi dari setiap media perlakuan pada akhir

pengamatan ... 25 4 Uji kekompakkan media tanam ... 27 5 Hasil pengomposan batang pisang selama 30 hari ... 35


(14)

1 Hasil uji lanjut Duncan dengan menggunakan sofware SAS 9.1 untuk variabel tinggi ... 43 2 Hasil uji lanjut Duncan dengan menggunakan sofware SAS 9.1 untuk

variabel diameter ... 45 3 Hasil uji lanjut Duncan dengan menggunakan sofware SAS 9.1 untuk

variabel berat kering total ... 47 4 Hasil uji lanjut Duncan dengan menggunakan sofware SAS 9.1 untuk

variabel nisbah pucuk akar ... 49 5 Hasil uji lanjut Duncan dengan menggunakan sofware SAS 9.1 untuk

variabel berat kering media ... 51 6 Hasil uji analisis jaringan semai jabon ... 53 7 Hasil analisis mutu kompos batang pisang ……….. 54


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang masalah

Pasokan kayu dari hutan alam yang kian menurun dan semakin banyaknya lahan marginal, mengharuskan adanya pembangunan hutan tanaman baik HTI maupun hutan rakyat untuk tetap dapat memenuhi permintaan komoditas kayu yang semakin meningkat. Khaerudin (1994) menyatakan pengembangan hutan tanaman dilakukan untuk mengatasi degradasi lahan. Pembangunan hutan tanaman berupa Hutan Tanaman Industri (HTI) merupakan program yang digalakkan oleh Departemen Kehutanan sebagai program nasional melalui peraturan pemerintah (PP) No. 7/1990 tentang Hak Pengusahaan Tanaman Industri.

Jabon (Anthocepalus cadamba Miq.) merupakan salah satu jenis tumbuhan lokal Indonesia yang berpotensi untuk dikembangkan dalam pembangunan hutan tanaman maupun untuk tujuan lainnya, seperti reklamasi lahan bekas tambang, penghijauan dan pohon peneduh (Mansur dan Tuheteru 2010). Hal ini dikarenakan jabon dapat tumbuh di berbagai tipe tanah, tidak memiliki hama dan pernyakit yang serius dan ketersediaan pengetahuan silvikulturnya cukup lengkap (Pratiwi 2003).

Limbah merupakan bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu aktivitas manusia atau proses alam yang tidak atau belum mempunyai nilai ekonomi dan berdampak negatif pada lingkungan (Djaja 2008). Salah satunya adalah limbah dari perkebunan pisang. Tanaman pisang telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia, buahnya dapat dimakan langsung atau diolah terlebih dahulu. Selain buahnya, bunga pisang (dikenal sebagai jantung pisang) dapat digunakan untuk sayur, manisan, acar, maupun lalapan. Daunnya lazim digunakan untuk pembungkus makanan, yang dapat memberikan rasa harum khas pada nasi yang dibungkus dalam keadaan panas. Namun, di sisi lain belum banyak yang memanfaatkan batang pisang sehingga menumpuk menjadi limbah. Batang pisang merupakan bahan organik yang berpotensi sebagai bahan baku kompos.


(16)

Pendayagunaan limbah menjadi salah satu alternatif yang berguna untuk menanggulangi dampak negatif limbah, juga memberikan hasil sampingan yang bernilai ekonomis (Suhirman et al. 1993). Dalam penelitian ini kompos dari bahan baku batang pisang digunakan sebagai media tumbuh semai jabon. Batang pisang mengandung unsur-unsur penting yang dibutuhkan tanaman seperti nitrogen (N), fosfor (P) dan kalium (K). Selain itu, tanaman yang ditumbuhkan dalam media tanam yang ditambahkan kompos tumbuh menjadi lebih baik.

1.2 Tujuan penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk menguji kualitas kompos yang dihasilkan dari batang pisang dalam meningkatkan pertumbuhan semai jabon.

2. Mengetahui pengaruh kompos batang pisang dan kompos yang ada di pasaran (Ofer, Andam, Cocopeat dan Guano) dalam meningkatkan pertumbuhan semai jabon.

1.3 Hipotesis

1. Kompos yang dihasilkan dari batang pisang dapat meningkatkan pertumbuhan semai jabon.

2. Kompos yang dihasilkan dari batang pisang dapat lebih meningkatkan biomassa semai jabon dibandingkan dengan kompos yang ada di pasaran (Ofer, Andam, Cocopeat dan Guano).

1.4 Manfaat

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pengolahan batang pisang menjadi kompos yang ramah lingkungan, murah, dan mudah dibuat dalam peningkatan pertumbuhan semai jabon.


(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jabon

Jabon (A. cadamba Miq.) merupakan jenis pohon cepat tumbuh dengan nama dagang Kadam. A. cadamba Miq. ini bersinonim dengan A. chinensis Lamk. dan A. indicus A. Rich. Nama-nama jenis lain untuk jabon ialah: Neolamarckia cadamba (Roxb.) Bosser; Nauclea cadamba Roxb.; Amama cadamba (Roxb.) Kuntze; A. morindifolius Korth.; Nauclea megaphylla S. Moore.; Neonauclea megaphylla S. Moore.; A. chinensis (Anonim 2008). Jabon memiliki berbagai nama daerah, antara lain: jabun, hanja, kelampeyan, kelampaian (Jawa); galupai bengkal, harapean, johan, kiuna, serebunaik, lampaian, selapaian, pelapaian (Sumatera); ilan, kelampayan, taloh, tawa telan, tuak, tuneh, tuwak (Kalimantan); bance, pute, loeraa, pontua, sugi manai, pekaung, toa (Sulawesi); gumpayan, kelapan, mugawe, sencari (NTB); aparabire, masarambi (Papua) (Martawijaya et al. 1989).

Jabon merupakan pohon yang dapat mencapai tinggi sampai 45 meter, mempunyai batang yang lurus dan silindris dengan tinggi bebas cabang lebih dari 25 meter. Diameter batang dapat mencapai 100-160 cm. Di hutan tanaman, kecepatan tumbuh diameter jabon ialah 2-3 cm/tahun dan tinggi 2-3 m/tahun (Lembaga Biologi Nasional 1980). Jabon termasuk ke dalam jenis intoleran yang menghendaki adanya cahaya penuh selama periode hidupnya. Habitat alami jabon memiliki karakteristik, antara lain: ketinggian tempat tumbuh 300-800 m dpl, dengan suhu optimum 23ºC, curah hujan rata-rata 1500-5000 mm/tahun, dan dapat hidup pada berbagai tipe tanah. Namun, dalam menunjang produktivitasnya, jabon tumbuh optimal pada ketinggian kurang dari 500 m dpl. Kondisi lingkungan tumbuh yang baik untuk jabon ialah: tanah lempung, podsolik cokelat, dan alluvial lembab yang biasanya terdapat di daerah pinggir sungai, daerah peralihan antara tanah dan rawa, dan tanah kering yang terkadang tergenang air. Umumnya, jabon ditemukan di hutan sekunder dataran rendah, dasar lembah, sepanjang sungai dan punggung-punggung bukit (Mansur dan Tuheteru 2010).


(18)

Menurut Sutisna et al. (1998), pada pohon muda permukaan batang licin dan berwarna sangat terang, sedangkan pada pohon tua berwarna kelabu hingga cokelat kelabu, beralur dangkal, kadangkala dengan punggung-punggung kecil, sering retak dan agak kasar. Cabang-cabang mendatar dengan ujung menjuntai, pemangkasan cabang terjadi secara alami. Jabon mempunyai daun tunggal dengan ujung daun berbentuk runcing sampai meruncing serta berdaun penumpu, penumpu antar tangkai berbentuk segitiga sempit dan mudah rontok (Soerianegara dan Lemmens 1994). Bentuk daun bulat telur hingga lonjong dengan ukuran panjang 15-50 cm dan lebar 8-25 cm. Bagian pangkal berbentuk menyerupai jantung, bagian ujung lancip (Sutisna et al. 1998).

Dalam perbanyakan bibit dan untuk memenuhi permintaan bibit yang dibutuhkan, jabon dapat diperbanyak dengan cara generatif dan vegetatif. Cara generatif dilakukan dengan mengecambahkan bijinya sedangkan cara vegetatif dilakukan dengan cara stek pucuk maupun stek batang. Tanaman jabon berbuah sekitar bulan Juni- Agustus. Buah jabon merupakan buah majemuk dengan bentuk bulat dan bertekstur lunak. Biji jabon sangat kecil, jumlah biji kering per kilogram sekitar 26.182.000 biji (Khaerudin 1994).

Jabon ditanam sebagai ornamen, pohon penaung, dan dapat digunakan untuk reforestasi dan aforestasi (Soerianegara dan Lemmens 1994). Menurut Tantra (1980) kayu jabon merupakan kayu ringan yang digunakan untuk papan, peti, tripleks, dan korek api. Selain itu kayu jabon digunakan untuk cetakan beton, mainan anak-anak, dan pulp (Badan Revitalisasi Industri Kehutanan 2003). Saat ini jabon dikembangkan untuk dijadikan sebagai bahan baku industri plywood atau kayu lapis (Anonim 2004). Kulit kayu yang telah kering berguna untuk mengobati demam dan sebagai obat kuat, ekstraksi dari daun digunakan untuk obat kumur, daun muda dapat dijadikan sebagai makanan ternak (fodder), getah kuning dari kulit akar dapat digunakan sebagai bahan celupan untuk barang kerajinan tangan (Kapisa dan Sapulata 1994).

2.2 Bahan Organik

Bahan organik adalah bahan-bahan yang dapat diperbaharui, didaur ulang, dirombak oleh bakteri-bakteri tanah menjadi unsur yang dapat digunakan oleh


(19)

5

tanaman tanpa mencemari tanah dan air. Bahan organik mencakup semua bahan yang berasal dari jaringan tanaman dan hewan, baik yang hidup maupun yang telah mati, pada berbagai tahapan dekomposisi (Millar 1959). Menurut Soepardi (1983) bahan organik adalah timbunan sisa tumbuhan dan binatang yang sebagian telah mengalami pelapukan dan pembentukan materi yang lebih sederhana. Sumber bahan organik tanah adalah jaringan tanaman, sehingga komposisi dari bahan organik tanah mencerminkan asal sumber bahan tesebut.

Bahan organik secara umum dapat dibedakan atas bahan organik yang mudah terdekomposisi dan sukar terdekomposisi. Bahan organik mudah terdekomposisi tersusun oleh senyawa sederhana yang terdiri atas C, H, dan O; contohnya: selulosa, pati, gula, dan protein. Bahan organik yang sukar terdekomposisi tersusun oleh senyawa siklik yang sukar diputus atau dirombak menjadi senyawa yang lebih sederhana, contohnya: bahan organik yang banyak mengandung senyawa lignin, minyak, lemak, dan resin yang umumnya ditemui pada jaringan tumbuhan. Tingkat kemudahan dekomposisi bahan organik ditunjukkan oleh Brady (1990) sebagai berikut:

1. Gula, zat pati, protein sederhana Mudah terdekomposisi 2. Protein

3. Hemiselulosa 4. Selulosa 5. Lemak

6. Lignin, lemak, lilin dan lain-lain Sukar terdekomposisi

Bahan organik mempunyai peran penting dalam kehidupan dan kesuburan tanah. Peran bahan organik tanah tersebut ialah dalam pelapukan dan proses dekomposisi mineral tanah, sumber hara tanaman, pembentukan struktur tanah stabil dan berpengaruh langsung pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman di bawah kondisi tertentu (Kononova 1966).

2.3 Limbah Organik

Limbah merupakan bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu sumber hasil aktivitas manusia maupun proses-proses alam yang belum atau tidak


(20)

memiliki nilai ekonomi. Limbah dapat memiliki nilai ekonomi yang negatif karena untuk membuang dan membersihkannya memerlukan biaya yang cukup besar atau dapat mencemari lingkungan (Gaur 1980). Limbah organik perlu didaur ulang dan dikembalikan ke dalam tanah untuk mempertahankan produktivitas tanah. Sebagian dari limbah organik dapat dengan mudah mengalami perombakan sehingga secara langsung dapat dikembalikan ke dalam tanah, tetapi sebagian lagi sulit mengalami perombakan sehingga akan lebih baik bila limbah tersebut dikomposkan terlebih dahulu sebelum dikembalikan ke dalam tanah (Dallzell et al. 1987).

2.4 Pisang (Musa paradisiaca Linn.)

Pisang merupakan tumbuhan berdaun besar memanjang dari suku Musaceae. Iklim tropis yang sesuai serta kondisi tanah yang banyak mengandung humus memungkinkan tanaman pisang tersebar luas di Indonesia. Saat ini hampir seluruh wilayah Indonesia merupakan daerah penghasil pisang. Sentra produksi pisang di Indonesia adalah Jawa Barat (Sukabumi, Cianjur, Bogor, Purwakarta, Serang), Jawa Tengah (Demak, Pati, Banyumas, Sidorejo, Kesugihan, Kutosari, Pringsurat, Pemalang), Jawa Timur (Banyuwangi, Malang), Sumatera Utara (Padangsidempuan, Natal, Samosir, Tarutung), Sumatera Barat (Sungyang, Baso, Pasaman), Sumatera Selatan (Tebing Tinggi, Ogan Komering Ilir, Ogan Komering Ulu, Baturaja), Lampung (Kayu Agung, Metro), Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Bali, dan Nusa Tenggara Barat (Astawan 2008). Negara-negara penghasil pisang yang terkenal di antaranya: Brasilia, Filipina, Panama, Honduras, India, Equador, Thailand, Karibia, Columbia, Mexico, Venezuela, dan Hawai. Indonesia merupakan negara penghasil pisang nomor empat di dunia. Tanaman pisang menyukai daerah alam terbuka yang cukup sinar matahari, cocok tumbuh di dataran rendah sampai pada ketinggian 1000 m dpl (Astawan 2008).

Pada dasarnya tanaman pisang tidak memiliki batang sejati, batang pohonnya terbentuk dari perkembangan dan pertumbuhan pelepah-pelepah yang mengelilingi poros lunak panjang. Pisang tidak mengenal musim panen dan dapat berbuah setiap saat. Setelah pohon pisang berbuah dan dipanen, pohon pisang biasanya ditebang. Pohon pisang juga ditebang dalam rangka penjarangan. Batang


(21)

7

pisang dapat dijadikan sebagai bahan baku untuk karya seni, sayur dan lain-lain, dan tampaknya belum termanfaatkan secara optimal karena sering dibiarkan menjadi busuk dengan sendirinya.

Beberapa contoh lain pemanfaatan batang pisang yang sudah dilakukan di antaranya: menjadi serat pakaian, kertas dan makanan ternak pada saat musim kemarau bila rumput tidak atau kurang tersedia (Anonim 2009). Pembuatan kompos (composting) dapat dijadikan alternatif jalan keluar untuk mengelola limbah. Sampah organik (berasal dari benda hidup) dapat dimanfaatkan menjadi material yang dapat menyuburkan tanah (pupuk kompos) melalui proses pengomposan (Dallzell et al. 1987).

2.5 Kompos

Kompos adalah hasil penguraian parsial atau tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat lembab, aerobik atau anaerobik (Anonim 2003). Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah. Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik kualitasnya daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia, misalnya: hasil panen lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih enak (Isroi 2008). Karena itu, pemupukan tanaman dengan menggunakan kompos lebih dianjurkan terutama pada tanaman hortikultura.

Komponen kompos yang paling berpengaruh terhadap sifat kimia tanah adalah kandungan humusnya. Humus yang menjadi asam humat atau jenis asam lainnya dapat melarutkan zat besi (Fe) dan aluminium (Al). Kedua unsur ini sering mengikat senyawa fosfat (PO42-) yang merupakan sumber fosfor (P) bagi tanaman. Apabila fosfat ini diikat oleh besi atau aluminium, akibatnya tidak dapat diserap tanaman. Namun, adanya asam humat yang dapat melarutkan besi dan aluminium, menyebabkan senyawa fosfat akan lepas dan menjadi senyawa fosfat yang lebih sederhana dalam bentuk tersedia yang dapat diserap tanaman. Dengan demikian, kompos dapat meningkatkan kesuburan tanah (Simamora dan Salundik 2006).


(22)

Menurut Sutanto (2002) kualitas kompos sangat ditentukan oleh tingkat kematangan kompos, di samping kandungan logam beratnya. Bahan organik yang tidak terdekomposisi secara sempurna akan menimbulkan efek yang merugikan bagi pertumbuhan tanaman. Penambahan kompos yang belum matang ke dalam tanah dapat menyebabkan terjadinya persaingan nutrisi antara tanaman dan mikroorganisme tanah. Keadaan ini dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Secara umum kompos yang sudah matang dapat dicirikan sebagai berikut (Simamora dan Salundik 2006):

1. Berwarna cokelat hingga hitam 2. Tidak mengeluarkan bau

3. Tidak larut dalam air, meskipun sebagian dari kompos bisa membentuk suspensi

4. Memiliki C/N sebesar 10-20

5. Memiliki kapasistas pemindahan kation dan absorpsi yang tinggi 6. Daya serap air tinggi

7. Struktur remah, tidak menggumpal

8. Memiliki suhu yang hampir sama dengan suhu ruang.

2.6 Manfaat Kompos

Menurut (Harianto 2007) kompos memiliki keunggulan, yaitu:

1. memperbaiki struktur tanah. Lahan pertanian atau media tanam pada pot yang sudah terlalu lama dipupuk dengan pupuk kimia, terutama urea (pupuk dengan kandungan N tinggi) akan menjadi keras, berliat dan asam. Pupuk kompos yang remah dan gembur akan memperbaiki pH dan strukturnya,

2. memiliki kandungan unsur mikro dan makro. Walaupun kandungannya sedikit, tetapi kelengkapannya sangat diperlukan tanaman. Tanaman yang kekurangan salah satu unsur mikro atau makro akan terhambat pertumbuhannya, sehingga menyebabkan tanaman tidak bisa menyerap unsur hara yang diperlukan, 3. mampu menyerap dan menampung air lebih lama dibandingkan dengan pupuk

kimia. Selain itu juga kompos membantu meningkatkan jumlah mikroorganisme pada media tanam, sehingga dapat meningkatkan unsur hara tanaman,


(23)

9

4. memperbaiki drainse dan tata udara tanah, terutama tanah berat, dan

5. memperbesar daya ikat tanah yang berpasir sehingga struktur tanah akan menjadi baik.

Peran bahan organik terhadap sifat fisik tanah ialah merangsang granulasi, memperbaiki aerasi tanah, dan meningkatkan kemampuan menahan air. Peran bahan organik terhadap sifat biologis tanah ialah meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang berperan pada fiksasi nitrogen dan transfer hara tertentu seperti N, P, dan S. Peran bahan organik terhadap sifat kimia tanah ialah meningkatkan kapasitas tukar kation sehingga mempengaruhi serapan hara oleh tanaman (Gaur 1980).

Hasil penelitian Fathia (2010) menunjukkan bahwa pemberian kompos pada tanaman gmelina (Gmelina arborea Roxb.) yang ditanam pada media tanah bekas tambang emas (tailing) memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi semai gmelina. Hal ini disebabkan oleh penambahan kompos pada tanah tailing dapat meningkatkan pH tanah dan porositas tanah. Menurut Larson dan Clapp dalam Yulyatin (2007), peningkatan jumlah bahan organik yang ditambahkan ke tanah mengindikasikan bahwa terjadi peningkatan agregat porositas dan penurunan agregat berat, dan distribusi agregat dalam kisaran sempit yang menghasilkan berat tanah rendah. Semakin banyak perbandingan kompos yang diberikan, semakin dapat memperbaiki sifat fisik tanah sehingga akar tanaman dapat menyerap nutrisi dan air lebih baik untuk pertumbuhannya.

2.7 Prinsip Pengomposan

Pengomposan merupakan proses penghancuran atau dekomposisi bahan organik oleh berbagai jenis mikroorganisme di dalam suatu lingkungan terkendali, dengan hasil berupa produk yang cukup stabil disimpan dan tidak menimbulkan efek yang merugikan bila diberikan pada tanah maupun tanaman. Produk dari pengomposan, yaitu kompos. Kompos apabila dicampur dengan tanah akan mempengaruhi sifat kimia, fisika maupun biologi tanah (Harada et al. 1993). Prinsip pembuatan kompos merupakan pencampuran bahan organik dengan mikroorganisme sebagai aktivator. Mikroorganisme tersebut dapat diperoleh dari berbagai sumber, seperti kotoran ternak (manure) atau bakteri inokulan (bakterial


(24)

inoculant) berupa Effective Microorganisms (EM-4), orgadec, dan stardec. Mikroorganisme tersebut berfungsi dalam menjaga keseimbangan karbon (C) dan nitrogen (N) yang merupakan faktor penentu keberhasilan pembuatan kompos. Jenis mikroba yang berperan dalam pengomposan antara lain: bakteri, fungi, aktinomisetes, protozoa serta makro fauna seperti semut, laba-laba, tungau, cacing, dan lain-lain (Dalziell et al. 1987). Beberapa faktor yang berpengaruh penting dalam pembuatan kompos di antaranya: (1) C/N rasio bahan organik, (2) ukuran bahan, (3) aerasi, (4) kelembaban, dan (5) suhu (Aminah et al. 2003).

C/N Rasio. Kompos memiliki nisbah C/N yang rendah. Bahan yang ideal untuk dikomposkan memiliki nisbah C/N sekitar 30, sedangkan kompos yang dihasilkan memiliki nisbah C/N < 20. Bahan organik yang memiliki nisbah C/N di atas 30 akan terdekomposisi dalam waktu yang lama, sebaliknya jika nisbah tersebut terlalu rendah akan terjadi kehilangan N karena menguap selama proses berlangsung. Tabel 1 menyajikan nilai C/N rasio bahan organik yang berpotensi untuk dijadikan kompos.

Tabel 1 C/N rasio dari beberapa bahan organik yang berpotensi dijadikan kompos*

Bahan Kompos C/N Rasio

Kayu 200-400

Serbuk gergaji (umumnya) 400

Jerami gandum 40-125

Jerami padi 80-130

Jerami jagung 50-60

Daun segar ( tergantung jenisnya) 10-20

Daun kering (tergantung jenisnya) 50

Kulit kopi 15-20

Bahan pangkasan, cabang (tergantung

jenis dan umur) 15-60

Pangkasan teh 15-17

Daun dadap muda 11

Bungkil kacang tanah 7

Eceng gondok 17,6

Ampas tebu 110-120

Sisa sayuran 11-27


(25)

11

Ukuran bahan. Ukuran bahan baku akan mempengaruhi kecepatan proses pengomposan. Semakin kecil ukuran bahan (5-10 cm), proses dekomposisi berlangsung semakin cepat. Semakin kecil ukuran bahan, maka semakin luas bidang permukaan yang bersentuhan dengan mikroorganisme pengurai sehingga proses dekomposisi lebih cepat. Namun bila potongan terlalu kecil maka adonan kompos akan menjadi padat sehingga tidak ada sirkulasi udara (Musnamar 2003).

Aerasi. Aerasi yang baik sangat dibutuhkan supaya proses dekomposisi (pengomposan) bahan organik berjalan lancar. Aerasi (pengaturan udara) yang baik ke semua bagian adonan bahan kompos sangat penting untuk ketersediaan oksigen bagi mikroorganisme dan membebaskan CO2 yang dihasilkan. Karbondioksida yang dihasilkan harus dibuang supaya tidak menimbulkan zat beracun yang merugikan mikroorganisme pengurai sehingga dapat menghambat aktivitasnya (Simamora dan Salundik 2006).

Salah satu cara untuk memberikan cukup aerasi dalam pengomposan dapat dilakukan dengan cara menyediakan celah-celah kosong di bagian bawah tumpukan adonan kompos. Cara lainnya yaitu dengan membalikan atau mengaduk tumpukan adonan kompos secara berkala, setiap seminggu sekali sampai kompos terbentuk (Aminah et al. 2003).

Kelembaban. Dalam proses pengomposan keadaan lingkungan yang lembab sangat diperlukan untuk aktivitas mikroba pengurai, sehingga pengaturan kelembaban perlu dilakukan. Bahan yang kering akan menghentikan aktivitas mikroba yang akan menghambat proses dekomposisi. Bahan yang terlalu basah akan membuat aerasi terganggu yang pada akhirnya juga akan menghambat proses penguraian oleh mikroba. Kelembaban optimal yang disarankan adalah 40-60%. Jika bahan terlalu kering, air perlu ditambahkan, tetapi jika bahan-bahan yang akan dikomposkan mengandung banyak air, maka perlu diupayakan drainase yaitu dengan cara menempatkan adonan kompos pada dasar yang miring (Aminah et al. 2003). Selain itu juga dapat dilakukan dengan penambahan bahan kering (arang sekam atau dedak) hingga mencapai kelembaban yang optimum (Simamora dan Salundik 2006).

Suhu. Proses dekomposisi bahan organik menghasilkan panas sebagai akibat dari terjadinya metabolisme pada mikroba pengurai. Pada awal


(26)

pengomposan suhu tumpukan bahan akan berada pada kisaran 32°C dan akan terus naik sampai 60°C bahkan 78°C. Tinggi rendahnya suhu tergantung bahan-bahan yang didekomposisi. Bahan dengan C/N rasio tinggi akan sulit mencapai suhu tinggi, sebaliknya bahan-bahan dengan C/N rasio rendah akan cepat mencapai suhu tinggi. Semakin tinggi suhu yang dapat dicapai, akan semakin cepat pula proses pengomposan. Kecenderungan tersebut digunakan supaya proses pengomposan dapat berlangsung lebih cepat yaitu dengan cara menutup bahan yang dikomposkan dengan terpal atau penutup lainnya, sehingga panas yang dihasilkan tidak ke luar tetapi bertahan di dalam. Pada suhu tinggi yang stabil mikroba pengurai akan bekerja dengan lebih cepat. Pengomposan akan berlangsung efisien jika dapat mencapai suhu sekurang-kurangnya 60°C

2.8 Proses Pengomposan Aerob

Pada proses pengomposan secara aerobik, oksigen mutlak diperlukan. Mikroorganisme yang terlibat dalam proses pengomposan aerobik membutuhkan oksigen dan air untuk merombak bahan organik dan mengasimilasikan sejumlah karbon, nitrogen, fosfor, belerang dan unsur lainnya untuk sintesis protoplasma sel tubuhnya. Gambar 1 menunjukkan proses pengomposan akan segera berlangsung setelah bahan-bahan mentah dicampur. Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Pada tahap-tahap awal proses pengomposan, oksigen dan senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh mikroba. Suhu pada tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat, yang akan diikuti dengan peningkatan pH kompos.

Suhu akan meningkat hingga di atas 50o - 70o C. Suhu akan tetap tinggi selama waktu tertentu. Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba termofilik, yaitu mikroba yang aktif pada suhu tinggi. Pada kondisi ini terjadi dekomposisi atau penguraian bahan organik yang sangat aktif. Mikroba-mikroba di dalam kompos akan menguraikan bahan organik yaitu karbon diasimilasikan lebih banyak daripada nitrogen dan digunakan sebagai sumber energi serta membentuk protoplasma. Sekitar dua per tiga bagian dari karbon dikeluarkan dalam bentuk CO2 dan sisanya berkombinasi dengan nitrogen dalam sel. Selain itu


(27)

13

dihasilkan uap air dan panas yang dikeluarkan dari bahan yang dikomposkan (Simamora dan Salundik 2006). Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu berangsur-angsur mengalami penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu pembentukan kompleks liat humus. Selama proses pengomposan akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan. Pengurangan ini dapat mencapai 30 – 40% dari volume/bobot awal bahan (Isroi 2008).

Gambar 1 Proses pengomposan aerobik.

2.9 Metode Pengomposan

Hingga saat ini banyak metode pengomposan yang telah berkembang. Metode pengomposan ini banyak dipengaruhi oleh budaya dan kondisi perkembangannya. Menurut Aminah et al. (2006) beberapa metode dalam pembuatan kompos di antaranya: Metode Indore ( Indore heap method dan Indore pit method), Metode Barkeley, dan Metode Jepang. Namun masing-masing metode tersebut merupakan usaha untuk memanipulasi faktor yang mampu mempercepat laju proses pengomposan dapat tercapai. Selain itu juga teknologi yang mampu meningkatkan laju pengomposan yang cepat merupakan teknologi yang dianggap baik, bergantung pada jenis bahan yang akan dikomposkan, ketersediaan peralatan dan bahan pendukungnya.


(28)

Metode Indore. Metode ini dibedakan menjadi dua yakni (1) Indore heap method (bahan dikomposkan di atas tanah), (2) Indore pit method ( bahan dipendam di dalam tanah). Metode Indore sesuai diterapkan di daerah yang bercurah hujan tinggi. Lama proses pengomposan ± 3 bulan. Bahan dasar yang biasa digunakan adalah campuran sisa tanaman, kotoran ternak, tanah dan abu sisa pembakaran.

Indore heap method. Pada umumnya bahan-bahan yang akan dikomposkan ditimbun secara berlapis-lapis dengan ketebalan 10-25 cm per lapis. Bagian atasnya ditutupi dengan kotoran ternak yang tipis untuk mengaktifkan proses pengomposan. Tumpukan kemudian disiram dengan campuran pupuk kandang dan abu. Ukuran tumpukan berkisar 2,5 x 2,5 m dengan tinggi 60 cm. Untuk mempercepat laju pengomposan dilakukan pembalikan pada hari ke 15, 30 dan 60. Tiga bulan kemudian kompos biasanya sudah jadi dan siap diaplikasikan ke lapangan.

Indore pit method. Lubang yang digunakan memiliki ukuran dengan lebar 150-200 cm, kedalaman 80-100 cm dan panjang bergantung pada kebutuhan. Bahan dasar kompos yang mudah terdekomposisi disebar secara merata di dalam lubang dengan ketebalan 10-15 cm; diikuti dengan 4,5 kg kotoran ternak; 3,5 kg tanah; dan 4,5 kg kompos jadi. Bahan dasar kompos tersebut disusun secara berlapis-lapis dan dilakukan penambahan air secukupnya. Pembalikan dilakukan pada hari ke 15, 30 dan 60. Setiap pembalikan dilakukan penambahan air agar kelembaban bahan terjaga.

Metode Barkeley. Metode ini ditujukan pada bahan kompos yang berselulosa tinggi (C/N rasio tinggi) seperti jerami, alang-alang, serbuk gergaji dan lain-lain yang dikombinasikan dengan bahan kompos yang memiliki C/N rasio rendah. Bahan kompos ditimbun secara berlapis-lapis dengan ukuran 2,4 x 2,2 x 1,5 m. Lapisan paling bawah adalah bahan kompos yang C/N rasionya rendah, diikuti oleh bahan yang ber C/N rasio tinggi dan begitu seterusnya sampai mencapai ketinggian yang diinginkan. Pada hari kedua atau ketiga suhu tumpukan kompos akan mencapai 60°C, kemudian dilakukan pembalikan. Pembalikan selanjutnya dilakukan pada hari ketujuh dan kesepuluh. Dalam tiga minggu kompos telah masak dan siap diaplikasikan.


(29)

15

Metode Jepang. Pada metode ini pengomposan dilakukan penumpukan seperti halnya pada metode pit, namun sebagai pengganti lubang lubang galian digunakan bak penampung yang terbuat dari kawat atau bambu, atau kayu yang disusun secara bertingkat. Dinding bak dirancang sedemikian rupa sehingga aerasi berjalan lancar. Bagian dasar bak dilapisi bahan yang kedap air guna menghindarkan terjadinya pencucian unsur hara ke dalam tanah di bawahnya. Bahan dasar kompos terdiri atas kotoran ternak, rumput atau limbah rumah tangga.

Keunggulan metode Jepang adalah bak yang diletakkan di atas permukaan tanah akan memudahkan pengadukan, sedangkan dasar yang kedap air dapat mengurangi kehilangan unsur N selama pengomposan.

2.10EM-4 (Effective Microorganism)

Larutan EM-4 ditemukan pertama kali oleh Teruo Higa dari Universitas Ryukyus, Jepang. Kurang lebih 80 genus mikroorganisme fermentasi yang terkandung di dalam EM-4. Dari sekian banyak mikroorganisme, ada lima golongan utama penyusun EM-4 yaitu bakteri fotosintetik, Lactobacillus sp., Streptomyces sp., ragi dan Actinomycetes (Indriani 1999).

Djuarnani et al. (2005) menyatakan bahwa EM-4 dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme patogen yang selalu menjadi masalah pada budidaya monokultur dan budidaya tanaman sejenis secara terus–menerus. EM-4 dapat memfermentasikan sisa pakan dan kulit udang atau ikan di dasar tambak, sehingga gas beracun dan panas di dasar tambak menjadi hilang. EM-4 juga dapat digunakan untuk mempercepat proses bahan limbah menjadi kompos dibandingkan dengan pengolahan limbah secara tradisional.

Menurut Munawar et al. (2009) laju dekomposisi serasah mangium lebih cepat dengan menggunakan EM-4 dibandingkan dengan stardec.Sedangkan keuntungan dan manfaat EM-4 di antaranya, memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah, meningkatkan ketersediaan nutrisi tanaman, serta menekan aktivitas serangga hama dan mikroorganisme patogen, mempercepat proses fermentasi pada pembuatan kompos, memperbaiki komposisi dan jumlah mikroorganisme pada perut ternak sehingga pertumbuhan dan produksi ternak meningkat. Selain


(30)

itu juga menurut hasil penelitian Kharisma (2006) pengomposan dengan menggunakan EM-4 pada bahan baku alang-alang (Imperata cylindrica) sebagai media tanaman gmelina dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi, diameter, dan berat kering semai gmelina. Selain itu juga dengan penggunaan EM-4 C/N rasio turun dari 50 menjadi 39,49.


(31)

BAB III

METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Pebruari-Juni 2010, bertempat di Rumah Kaca Ekologi Hutan dan Laboratorium Silvukultur Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini ialah semai jabon berumur ± 6 minggu, tanah, pasir, polibag, kompos yang dijual di pasaran (Guano, Andam, Cocopeat dan Ofer), batang pisang, larutan EM-4, arang sekam, dedak, dan sabut kelapa. Alat yang digunakan dalam penelitian ini ialah pisau/golok, ember cat dengan kapasitas 20 liter, sarung tangan, masker, label, oven, gelas ukur, kain kasa, ayakan, wadah dengan kapasitas 2 liter, bak kecambah berukuran ± 25 cm x 30 cm, sprayer, gembor, timbangan dengan ketelitian dua angka di belakang koma, gayung, pengaduk, mistar, kaliper, alat tulis, kalkulator, seperangkat komputer, kamera dan tally sheet.

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Pembuatan kompos dan penyiapan media tanam

Batang pisang yang digunakan diperoleh dari kebun di sekitar kampus IPB Dramaga, Bogor. Batang pisang yang digunakan ialah jenis pisang batu. Pembuatan kompos dilakukan di dalam ember yang pada bagian bawah dan sampingnya dilubangi untuk aerasi dan bagian atasnya ditutup dengan penutup yang terbuat dari bantalan sabut kelapa.

Bahan baku pembuatan kompos terdiri atas batang pisang, larutan EM-4, air dan dedak. Larutan EM-4 dengan konsentrasi 2%. Batang pisang yang sudah disiapkan dipotong-potong dengan ukuran ±1-2 cm supaya proses pengomposan berlangsung cepat. Potongan batang pisang kemudian dicampur dengan dedak secara merata. Banyaknya larutan EM-4 yang ditambahkan ialah sampai kandungan air adonan mencapai 30-40%. Hal ini dapat diperkirakan dengan cara mengepal adonan: bila adonan dikepal dengan tangan maka air dari adonan tidak


(32)

keluar, dan bila kepalan dilepas maka adonan akan mengembang. Adonan dimasukan kedalam ember, kemudian ditutup dengan bantalan sabut kelapa selama 30 hari. Pengadukan adonan dilakukan seminggu sekali.

Suhu dalam ember yang berisi adonan dipertahankan 40-50˚C dan kelembaban 50%. Untuk memperoleh ukuran kompos yang sesuai dengan yang dikehendaki, maka dilakukan pengayakan dengan menggunakan ayakan berukuran 2,5 x 2,5 mm.

Media tanam yang digunakan dalam penelitian ini ialah campuran tanah, pasir dan kompos dengan perbandingan 2:1:1(v/v/v). Sebagai kontrol hanya digunakan tanah dan pasir dengan perbandingan 3:1 (v/v). Tanah dibersihkan dari kotoran-kotoran seperti daun, akar, dan ranting kering kemudian dikering- udarakan dan diayak dengan ayakan berukuran 2,5 x 2,5 mm. Pasir juga diayak dengan ayakan ukuran yang sama. Tanah, pasir dan kompos kemudian dicampur dan dimasukkan dalam polibag berukuran 15 x 20 cm.

3.3.2 Pelaksanaan Penelitian

Perkecambahan benih. Media perkecambahan yang digunakan dalam penelitian ini ialah pasir. Pasir dibersihkan dengan ayakan 2,5 x 2,5 mm kemudian disterilisasi dengan cara disangrai selama ± 2 jam. Setelah dingin, pasir dimasukan ke dalam bak kecambah dan disemprot dengan air untuk menjaga kelembaban media kecambah.

Setelah media disemprot dan tampak lembab, benih jabon ditaburkan secara merata ke dalam bak kecambah. Dalam penaburan benih, jarak tanam tidak diperhatikan mengingat benih jabon sangat kecil. Pemeliharaan selama pengecambahan dilakukan dengan menyiram dua kali sehari, pagi dan sore hari. Untuk mengendalikan patogen pada benih jabon seperti damping off, diberikan Dithane-45 dengan konsentrasi 0,1 % seminggu sekali dengan cara disemprot dengan menggunakan sprayer. Selain itu juga dilakukan pembersihan gulma.


(33)

19

Penyapihan semai. Kecambah yang disapih ialah kecambah yang telah berumur ± 6 minggu, dan memiliki 2-4 pasang daun. Semai jabon dimasukkan ke dalam polibag yang telah berisi media sapih. Sebelum semai dicungkil, media pada bak kecambah disiram terlebih dahulu, untuk mempermudah pengambilan semai. Saat pencungkilan, media dalam bak kecambah diusahakan terbawa, supaya akar tetap utuh dan tidak rusak. Semai jabon kemudian dimasukkan ke dalam polibag yang telah berisi media sapih.

Penanaman dalam polibag dilakukan dengan cara membuat lubang tanam ± 3 cm dengan ranting, lalu semai ditanam dalam lubang tersebut hingga bagian akar terbenam. Penyiraman dilakukan secara hati-hati agar semai tidak roboh. Setelah disapih semai jabon diletakkan terlebih dahulu di tempat yang teduh, tujuannya untuk adaptasi semai sebelum diletakkan di rumah kaca.

Pemeliharaan. Semai jabon diletakkan di dalam rumah kaca selama dua bulan. Penyiraman jabon dilakukan 2 kali sehari yaitu pagi dan sore hari dengan menggunakan sprayer dan gembor agar media tetap lembab. Selain itu juga dilakukan pembersihan gulma dan perbaikan posisi polibag.

Rancangan Percobaan dan Analisis Data. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini ialah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor yang terdiri atas 6 perlakuan. Setiap perlakuandiulang sebanyak 6 kali dan setiap ulangan terdiri atas 4 semai jabon. Dengan demikian terdapat 144 semai yang ditanam.

Perlakuan yang diberikan ialah kompos yang dijual di pasaran seperti Guano, Andam, Cocopeat, Ofer, dan kompos batang pisang yang dibuat sendiri. Guano merupakan pupuk organik yang berasal dari kotoran kelelawar. Andam marupakan kompos yang berasal dari serasah daun. Sedangkan Cocopeat merupakan serbuk ringan yang berasal dari sabut kelapa yang pada umumnya digunakan untuk pencampuran media tanam dan Ofer merupakan pupuk organik yang berasal dari campuran jerami padi dan kotoran hewan (sapi).

Media tanam yang digunakan merupakan campuran dari tanah:pasir:kompos dengan perbandingan 2:1:1 (v/v/v). Sebagai kontrol, media tanam tidak dicampur dengan kompos, hanya tanah:pasir dengan perbandingan 3:1 (v/v).


(34)

3.4 Pengamatan dan Pengambilan Data

Peubah yang diukur ialah pertambahan tinggi semai, pertambahan diameter semai, berat kering total (BKT), nisbah pucuk akar (NPA), berat media, kekompakan media dan analisis jaringan.

Tinggi Semai (cm). Pengukuran tinggi semai dilakukan setelah penyapihan, tinggi diukur setiap minggu selama dua bulan. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan mistar mulai dari pangkal batang yang sudah ditandai terlebih dahulu hingga titik tumbuh pucuk semai.

Diameter Semai (mm). Pengukuran diameter semai dilakukan dengan menggunakan kaliper, diukur pada pangkal batang yang sudah ditandai dengan spidol. Pengukuran dilakukan dua kali, yaitu pada awal dan akhir pengamatan.

Bobot Kering Tanaman (g). Pengukuran dilakukan pada akhir pengamatan. Sampel tanaman dipotong, bagian pucuk dan akarnya dibungkus kertas secara terpisah, kemudian dioven pada suhu 70C selama 72 jam. Setelah tercapai bobot kering yang konstan dilakukan penimbangan. Dari hasil penimbangan didapat data bobot kering pucuk dan bobot kering akar.

Nisbah Pucuk Akar. Nisbah pucuk akar ditentukan dengan membandingkan bobot kering pucuk dengan bobot kering akar.

Berat Media (g). Pengukuran dilakukan pada akhir pengamatan dengan cara mengambil media tanam sebanyak 3 polibag dari masing-masing perlakuan. Dari setiap polibag, diambil media tanam sebanyak 100 ml. Media tersebut kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 120ºC selama 48 jam. Berat basah ditimbang sebelum media tanam dimasukkan ke dalam oven, sedangkan berat kering ditimbang pada keadaan kering oven.

Kekompakan Media. Pengukuran dilakukan pada akhir pengamatan, dengan cara menyobek polibag pada salah satu sisi dengan menggunakan cutter dan membandingkan kekompakan media yang satu dengan yang lainnya. Pengamatan dilakukan dengan cara memegang semai pada bagian pangkal batang kemudian diangkat. Media dianggap kompak bila tidak hancur pada saat semai diangkat.

Analisis Jaringan Tanaman. Analisis jaringan pada akhir pengamatan, untuk mengetahui kemampuan semai menyerap unsur-unsur N, P dan K dari


(35)

21

media tanam yang digunakan. Pada analisis ini diambil sampel dari perlakuan media tanam yang memberikan hasil terbaik dalam pertumbuhan (Kontrol, Ofer dan kompos batang pisang). Analisis jaringan dilakukan di Services Laboratory SEAMEO BIOTROP, Bogor.

3.5 Analisis Data

Untuk mengetahui pengaruh perlakuan yang diberikan terhadap peubah yang diamati, dilakukan analisis keragaman yang diperoleh dari pengolahan data dengan menggunakan program SAS 9.1. Untuk mengetahui adanya pengaruh yang berbeda dalam masing-masing perlakuan dilakukan uji berganda Duncan pada taraf kepercayaan 95 %. Model rancangan acak lengkap (RAL) pada penelitian ini menggunakan rumus umum (Mattjik dan Sumertajaya 2006) :

Yij = µ + τi + εij

Dimana : i = 1, 2, 3, ..., t dan j = 1, 2, 3,..., r

Yij = Pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = Rataan umum

τi = Pengaruh perlakuan ke-i

εij = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j Yij = µ + τi + εij


(36)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Sidik Ragam

Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah pertambahan tinggi, pertambahan diameter, berat kering total (BKT),nisbah pucuk akar, berat media, kekompakan media dan analisis jaringan. Untuk mengetahui respon pengaruh perlakuan dari masing-masing media yang digunakan terhadap parameter tanaman, maka dilakukan sidik ragam (Tabel 2). Untuk mengetahui ada tidak adanya pengaruh yang berbeda dalam masing-masing perlakuan maka dilakukan uji Duncan.

Tabel 2 Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh semua media yang digunakan terhadap parameter semai jabon

Parameter F hitung

Pertambahan tinggi 38,16*

Pertambahan diameter 29,26*

Berat kering total 9,92*

Nisbah pucuk akar 6,53*

Berat media 4,78*

* berpengaruh nyata (p<0,05)

4.2 Tinggi semai

Tinggi semai dapat digunakan sebagai indikator maupun parameter petumbuhan untuk mengukur pengaruh lingkungan atau perlakuan yang diterapkan (Sitompul dan Guritno 1995). Tinggi semai diukur satu minggu setelah semai dipindahkan ke polibag. Perlakuan media yang digunakan memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan tinggi semai jabon pada selang kepercayaan 95% (Tabel 2). Karena itu, untuk mengetahui jenis perlakuan yang berbeda nyata pada penggunaan media dengan penambahan kompos maka dilakukan uji Duncan (Tabel 3 dan Lampiran 1).


(37)

23

Tabel 3 Pengaruh media terhadap tinggi semai jabon

Perlakuan media Tinggi rata-rata (cm) % peningkatan dibandingkan kontrol

Kontrol 8,9 b* 0,00

Ofer 16,2 a 82,0

Batang pisang 14,0 a 57,3

Andam 7,4 b -16,6

Cocopeat 4,5 c -49,4

Guano 3,4 c -61,8

* Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%.

Media dengan penambahan kompos Ofer dan batang pisang dapat meningkatkan tinggi semai jabon lebih baik dibandingkan dengan kontrol. Penambahan kompos Andam tidak meningkatkan tinggi semai jabon dibandingkan dengan kontrol. Penambahan kompos Cocopeat dan Guano meningkatkan tinggi semai jabon lebih rendah dibandingkan dengan kontrol.

Riap tinggi menunjukkan perubahan tinggi semai yang diperoleh dari perhitungan selisih tinggi semai akhir pengamatan dengan tinggi semai awal pengamatan. Untuk melihat laju pertumbuhan tinggi semai jabon per minggu dapat dilihat pada Gambar 2.

0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 14,00 16,00 18,00

m0 m1 m2 m3 m4 m5 m6 m7

Kontrol Ofer Andam Cocopeat Guano B. Pisang

Gambar 2 Laju rata-rata pertumbuhan tinggi semai jabon per minggu.

Berdasarkan Gambar 2 semua media perlakuan yang digunakan menunjukkan pertambahan tinggi setiap minggunya. Hal ini dapat disebabkan adanya faktor genetik dan lingkungan (ruang tumbuh dan penerimaan cahaya


(38)

matahari) serta kemampuan tanaman beradaptasi dan tumbuh dengan baik dengan suatu media tanam. Selain itu juga, Sitompul dan Guritno (1995) menyatakan bahwa sebagai parameter pengaruh lingkungan, tinggi tanaman sensitif terhadap faktor cahaya.

Media dengan penambahan Ofer memberikan peningkatan tinggi sebesar 82,0% dibandingkan dengan kontrol, sedangkan untuk media dengan penambahan kompos batang pisang memberikan peningkatan tinggi sebesar 57,3% dibandingkan dengan kontrol. Pertumbuhan tinggi pada perlakuan media dengan penambahan Cocopeat dan penambahan Guano menunjukkan peningkatan tinggi masing-masing -49,4% dan -61,8% dibandingkan dengan media kontrol, sehingga tidak dianjurkan dalam pengaplikasian di persemaian, dalam upaya mengefisiensi biaya, waktu, dan tenaga.

Gambar 3 Pertumbuhan tinggi dari setiap media perlakuan pada akhir pengamatan. Keterangan : 1. Tanaman pada perlakuan media penambahan Ofer

2. Tanaman pada perlakuan media penambahan Kompos batang pisang 3. Tanaman pada perlakuan media Kontrol

4. Tanaman pada perlakuan media penambahan Andam 5. Tanaman pada perlakuan media penambahan Cocopeat 6. Tanaman pada perlakuan media penambahan Guano

Semai jabon pada perlakuan media penambahan Ofer dan kompos batang pisang terlihat sangat subur, hijau, segar, dengan ukuran daun yang besar (Gambar 3). Daun merupakan tempat pembentukan fotosintat dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi untuk pertumbuhan tanaman. Tanaman yang mempunyai daun yang lebih luas pada awal pertumbuhan akan lebih cepat tumbuh karena kemampuan

1

6 5

4

3


(39)

25

menghasilkan fotosintat yang lebih tinggi dari tanaman dengan luas daun yang lebih rendah (Sitompul dan Guritno 1995).

Semai jabon pada media dengan penambahan Guano dan Cocopeat menunjukkan pertumbuhan tinggi yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Hal ini karena kompos yang digunakan belum matang. Pada saat Guano dicampurkan, masih tercium bau pesing. Berdasarkan hasil penelitian (Muliawan 2009) kriteria kematangan kompos juga dapat dijadikan faktor yang mempengaruhi kecepatan pengaplikasian ke tanaman dan pertumbuhan tanaman karena kompos yang mentah dapat menghambat pertumbuhan tanaman bahkan dapat mematikan tanaman. Kompos yang sudah matang memiliki kandungan bahan organik yang dapat didekomposisi dengan mudah, nisbah C/N yang rendah, tidak menyebarkan bau yang ofensif, kandungan kadar airnya memadai dan tidak mengandung unsur-unsur yang merugikan tanaman.

Cocopeat mengandung sedikit hara dan bersifat mampu meyimpan serta menahan air. Sifat ini dibutuhkan untuk menjamin ketersediaan air bagi tanaman yang menyukai kelembaban atau media tanam yang tidak terlalu kering. Kelemahan Cocopeat ialah adanya kandungan tanin yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman (Abidanish 2010). Cocopeat cenderung mengandung klor tinggi. Jika klor bereaksi dengan air akan menyebabkan media tanam menjadi asam, sedangkan tanaman menyukai kondisi media yang netral. Hal ini akan mengakibatkan pertumbuhan tanaman menjadi lambat atau terganggu (Handreck dan Black 2002).

4.3 Diameter semai

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa media yang digunakan berpengaruh nyata terhadap pertambahan diameter semai jabon 7 minggu setelah disapih (Tabel 2). Jika perlakuan media yang diberikan memberikan yang pengaruh nyata pada analisis sidik ragam dengan selang kepercayaan 95 %, maka dilanjutkan dengan uji Duncan (Tabel 4 dan Lampiran 2).


(40)

Tabel 4 Pengaruh media terhadap diameter semai jabon

Perlakuan media Diameter rata-rata (mm) % peningkatan dibandingkan kontrol

Kontrol 0,2 b* 0,0

Ofer 0,3 a 50,0

Batang pisang 0,3 a 50,0

Andam 0,2 b 0,0

Cocopeat 0,1 c -66,7

Guano 0,1 c -66,7

* Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%

Media dengan penambahan Ofer dan media dengan penambahan kompos batang pisang memberikan pengaruh terbaik dan berbeda nyata terhadap pertumbuhan diameter semai jabon bila dibandingkan dengan kontrol. Penambahan kompos Ofer dan batang pisang memberikan peningkatan sebesar 50%. Media dengan penambahan Cocopeat dan Guano menunjukkan nilai yang berbeda nyata terhadap kontrol, namun perlakuan ini memberikan pengaruh yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Perlakuan penambahan Cocopeat bila dibandingkan dengan perlakuan kontrol memberikan nilai peningkatan sebesar -66,7% dan perlakuan penambahan Guano sebesar -66,7%. Dengan demikian, penggunaan perlakuan media dengan penambahan Cocopeat dan Guano tidak direkomendasikan, mengingat efisiensi waktu, tenaga dan biaya.

Pertambahan diameter merupakan pertumbuhan sekunder pada tanaman. Sel parenkim batang yang berada di antara ikatan pembuluh tanaman mengalami pertumbuhan menjadi kambium intervasis. Kambium intravasis membentuk lingkaran tahun dengan bentuk konsentris. Kambium yang berada di sebelah dalam jaringan kulit yang berfungsi sebagai pelindung, terbentuk akibat ketidakseimbangan antara permbentukan xilem dan floem yang lebih cepat dari pertumbuhan kulit batang (Anita 2009).

4.4 Berat Kering Total (BKT)

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa semua perlakuan penambahan kompos pada media yang digunakan memberikan pengaruh yang nyata terhadap berat kering total semai jabon hingga umur 7 minggu (Tabel 2). Pengaruh yang nyata pada sidik ragam dengan selang kepercayaan 95%, dilanjutkan dengan uji Duncan (Tabel 5 dan Lampiran 3).


(41)

27

Tabel 5 Pengaruh media terhadap berat kering total semai jabon

Perlakuan media BKT Rata-rata (gram) % Peningkatan dibandingkan kontrol

Kontrol 2,2 bc* 0,0

Batang pisang 6,1a 177,3

Ofer 3,9a 77.3

Andam 1,1 c -50

Guano 0,5 c -77,3

Cocopeat 0,5 c -77,3

* Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%.

Berat kering total menunjukkan taksiran (berat) tanaman relatif yang mudah diukur dan merupakan integrasi dari semua peristiwa yang dialami tanaman sebelumnya sehingga merupakan indikator pertumbuhan yang paling representatif untuk menampilkan penampilan keseluruhan pertumbuhan tanaman atau suatu organ tertentu (Sitompul dan Guritno 1995). Biomassa yang tinggi menunjukkan pertumbuhan tanaman yang baik. Pada umumnya, tumbuhan menimbun sebagian besar biomassanya di pucuk sedangkan di akar hanya 20-50% dari bobot totalnya (Salisbury dan Ross 1992). Berat kering total diperoleh dari penambahan antara berat kering akar dengan berat kering pucuk.

Berat kering total semai jabon pada perlakuan media dengan penambahan kompos batang pisang dan Ofer memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan kontrol (Tabel 5). Hal ini dapat dikarenakan pertumbuhan tinggi dan diameter semai jabon dengan penambahan kompos Ofer dan batang pisang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan kontrol.

Berat kering tanaman atau biomassa tanaman meliputi semua bahan tanaman yang secara kasar berasal dari hasil fotosintesis, serapan unsur hara, dan air yang diolah melaui proses biosintesis. Biomassa mencerminkan efisiensi interaksi proses fisiologis dengan lingkungannya, dan dinilai sebagai manifestasi dari semua proses dan peristiwa yang terjadi dalam pertumbuhan tanaman (Sitompul dan Guritno 1995).

4.5 Nisbah Pucuk-Akar

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa semua perlakuan media yang digunakan memberikan pengaruh nyata terhadap nisbah pucuk akar semai jabon


(42)

(Tabel 2). Tabel 6 dan Lampiran 4 menunjukkan hasil uji Duncan dari perlakuan campuran media yang digunakan.

Tabel 6 Pengaruh media terhadap nisbah pucuk akar semai jabon

Perlakuan media NPA Rata-rata % Peningkatan dibandingkan kontrol

Kontrol 5,7bc* 0,0

Guano 9,5a 66,7

Batang pisang 7,7ab 35,1

Ofer 6,5abc 14,0

Andam 3,4dc -40,4

Cocopeat 2,5d -56,1

* Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%.

Tanaman yang memiliki nilai nisbah pucuk akar tinggi dengan biomassa total yang besar pada tanah subur secara tidak langsung menunjukkan bahwa akar relatif sedikit, cukup untuk mendukung pertumbuhan tanaman yang relatif besar dalam penyediaan air dan unsur hara. Jika tanaman berada pada kondisi kekurangan unsur hara dan air, tanaman membentuk akar lebih banyak yang ditujukan untuk meningkatkan serapan, agar menghasilkan nisbah pucuk akar rendah (Sitompul dan Guritno 1995). Nisbah pucuk akar yang seimbang merupakan ciri pertumbuhan yang normal.

Informasi mengenai nisbah pucuk akar diperlukan untuk mengetahui keseimbangan antara pertumbuhan pucuk tanaman sebagai tempat terjadinya proses fotosintesis dengan pertumbuhan akar sebagai bidang serapan unsur hara dan air. Hasil penelitian kali ini menunjukkan bahwa nilai nisbah pucuk akar pada semai jabon sebesar 2,5-9,5. Nilai nisbah pucuk akar yang tinggi menunjukkan pertumbuhan bagian pucuk tanaman lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan akarnya. Menurut Salisbury dan Ross (1992) lebih besarnya biomassa tajuk dibandingkan dengan biomassa akar dapat memungkinkan terjadinya pengendalian penyerapan hara oleh tajuk. Tajuk akan meningkatkan penyerapan hara oleh akar secara cepat dan menggunakan hara tersebut dalam bentuk produk pertumbuhan (asam nukleat, protein, dan klorofil). Selain itu juga tajuk dapat memasok karbohidrat yang digunakan akar dalam proses respirasi untuk menghasilkan ATP yang digunakan dalam penyerapan hara.


(43)

29

4.6 Berat media

Semua perlakuan media yang digunakan memberikan pengaruh yang nyata terhadap berat media. Pengukuran berat media ini dilakukan pada volume yang sama (100 ml), pada kondisi berat kering oven. Jika perlakuan media memberikan pengaruh yang nyata (Tabel 2), maka dilakukan uji lanjut Duncan. Hasil uji Duncan dapat dilihat pada Tabel 7 dan Lampiran 5.

Tabel 7 Pengaruh media terhadap berat media semai jabon

Media

Berat kering rata-rata

(gram)

% Penurunan

terhadap kontrol kg/m

3

Kontrol 75a* 0,0 750

Batang pisang 65b 13,3 650

Guano 64,3b 14,3 643

Ofer 58,7b 21,7 587

Andam 58,7b 21,7 587

Cocopeat 57,7b 23,1 577

* Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%.

Berdasarkan Tabel 7 diketahui bahwa penambahan semua jenis kompos pada media tanam, dapat mengurangi berat media. Selain itu juga dengan adanya penambahan kompos sebagai campuran media tanam juga dapat menghemat penggunaan tanah dalam kegiatan persemain.

Media penambahan Ofer dan penambahan Andam lebih ringan 21,7% dibandingkan dengan media kontrol, hal ini dapat disebabkan karena sebagian besar bahan yang terkandung dalam Ofer dan Andam mengalami dekomposisi, sebagian unsur-unsurnya sudah dimanfaatkan oleh tanaman, menguap atau tercuci pada waktu penyiraman. Media penambahan Cocopeat menunjukkan berat media yang terendah yaitu sebesar 23,1% lebih ringan dibandingkan dengan kontrol. Cocopeat merupakan serbuk kering yang sangat ringan dari kulit buah kelapa. Penambahan Cocopeat pada media semai jabon kurang efektif dalam meningkatkan tinggi, diameter, dan berat kering total. Media campuran Guano lebih ringan 14,3% dan media penambahan kompos batang pisang lebih ringan 13,3% dibandingkan dengan kontrol.


(44)

4.7 Kekompakan Media

Media tumbuh memiliki peran yang besar terhadap pertumbuhan tanaman. Jenis media yang digunakan sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman berkaitan dengan ketersediaan unsur hara dan air. Hasil penelitian Fiona (2010) menunjukkan bahwa media yang baik adalah media yang dapat menyediakan unsur hara yang diperlukan oleh tanaman dalam jumlah yang seimbang dan memiliki sifat fisik yang baik (remah dan mampu menompang pertumbuhan). Syamsi (2010) menyatakan bahwa media tanam harus memberikan dukungan bagi kelangsungan hidup tanaman seperti aerasi yang baik, tempat akar, mampu menahan air dan menyediakan hara bagi pertumbuhan tanaman. Media dikatakan kompak atau tidak dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Uji kekompakkan media tanam. Media dikatakan tidak kompak (A) dan media dikatakan kompak (B).

Media kontrol, media dengan penambahan Ofer, media dengan penambahan Andam dan media degan penambahan kompos batang pisang tidak hancur pada waktu diangkat. Media dengan penambahan Cocopeat dan Guano pada saat pembukaan polibag tidak menyebabkan media tersebut hancur, tetapi bila diguncang-guncangkan akan menyebabkan media terlepas dari kesatuan yang telah tercetak. Selain itu, pada media dengan penambahan Cocopeat dan Guano, akar yang tumbuh tidak ke dalam melainkan arah sisi samping dan membentuk cetakan polibag. Hal ini karena media pada perlakuan Guano dan Cocopeat terlalu padat dan menyimpan air terlalu banyak sehingga oksigen dalam media kurang tersedia. Menurut Russel (1977) dalam Rusdiana et al. (2000) jika kepadatan tanah meningkat maka ruang pori makro menurun dan penetrasi akar dihambat.

B A


(45)

31

Setelah polibag dibuka, tanaman dicuci kemudian dipisahkan dengan cara digunting bagian akar dan pucuknya. Pada proses pencucian, akar semai jabon yang ditumbuhkan pada media dengan penambahan Ofer, kompos batang pisang, Cocopeat dan Andam sulit dibersihkan karena kompos menempel pada akar-akar halus. Padahal semai jabon yang ditumbuhkan pada media dengan campuran Ofer dan campuran kompos batang pisang, memiliki akar halus yang cukup lebat.

4.8 Analisis Jaringan

Analisis jaringan dilakukan untuk mengetahui kandungan suatu unsur tertentu yang dibutuhkan tanaman. Pada analisis jaringan ini hanya tiga perlakuan terbaik yang diuji yaitu pada perlakuan media dengan penambahan Ofer, media dengan penambahan kompos batang pisang dan media kontrol. Jumlah unsur N, P, K yang dapat diserap oleh semai-semai pada media dapat dilihat pada Tabel 8 dan Lampiran 6.

Tabel 8 Kandungan dan serapan unsur N, P dan K oleh semai jabon pada media perlakuan kompos batang pisang, Ofer dan kontrol

Media Serapan N (g)** Serapan P (g) ** Serapan K (g)**

Kontrol (bkt = 2,2gr)* 6,2 0,7 5,0

Batang pisang (bkt = 6,1 gr ) 18,0 2,6 15,8

Ofer (bkt = 3,9gr) 14,4 1,5 9,2

*bkt : berat kering total rata-rata.

**Berat unsur yang dipanen = bkt x % unsur.

Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa konsentrasi dan serapan N, P, dan K tertinggi terdapat pada media perlakuan dengan penambahan kompos batang pisang. Berat unsur yang diserap semai jabon dengan media penambahan kompos batang pisang sebesar 18 gram sedangkan untuk media dengan penambahan Ofer menyerap N sebesar 14,4 gram. Kompos batang pisang memiliki hara N sebesar 1,24 % (Tabel 9) sedangkan berdasarkan Suharmanto (2009) Ofer memiliki N sebesar 1,80%. Meskipun N yang terkandung dalam Ofer lebih besar dibandingkan dengan kompos batang pisang, namun semai dengan penambahan Ofer tidak berbeda nyata dalam meningkatkan pertumbuhan tinggi dan diameter dibandingkan dengan semai yang menggunakan media penambahan kompos batang pisang. Selain itu juga selama pengamatan semai dengan media


(46)

penambahan Ofer nampak sangat subur dengan batang yang sekulen, hal ini mungkin karena semai mengalami kelebihan nitrogen, sehingga berat kering total yang dihasilkan juga lebih rendah dibandingkan dengan berat kering total pada semai dengan perlakuan penambahan kompos batang pisang. Nitrogen ialah unsur yang sangat penting dalam proses metabolisme pada tanaman yang merupakan penyusun protein dan ikut berperan dalam sebagian proses pertumbuhan dan produksi tanaman, seperti buah, daun dan umbi (Harianto 2007). Apabila proses metabolisme terganggu maka pertumbuhan akan terganggu. Selain itu, menurut Salisbury dan Ross (1992) nitrogen mempunyai peran penting bagi tanaman yaitu merangsang pertumbuhan vegetatif yaitu menambah tinggi tanaman, merangsang pembentukan semai daun, dan membuat tanaman lebih hijau karena merupakan bahan penyusun klorofil. Apabila nitrogen yang diserap sedikit maka klorofil yang terbentuk juga sedikit. Penggunaan nitrogen yang dibutuhkan oleh tanaman sekitar 1-4 % untuk menyusun bagian keras tanaman, seperti batang, kulit, dan biji (Harianto 2007). Nitrogen yang tersedia pada kompos dan pupuk kandang hanya berjumlah sedikit. Sebagian besar nitrogen diserap dalam bentuk ion nitrat karena ion tersebut bermuatan negatif sehingga selalu berada di dalam larutan tanah dan mudah terserap oleh akar, dan mudah tercuci oleh aliran air.

Semai dengan perlakuan penambahan kompos batang pisang menyerap P sebesar 2,6 gram. Berdasarkan hasil uji labotorium kompos batang pisang mengandung P sebesar 1,5%. Dalam tanaman fosfor dibutuhkan untuk menyusun 0,1-0,4 % bahan kering tanaman. Maka dari itu, penambahan kompos batang pisang baik untuk menyuplai unsur hara P. Unsur ini sangat penting didalam proses fotosintesis dan fisiologi kimiawi tanaman. Hakim et al. (1986) menambahkan bahwa fosfor sangat berperan aktif dalam mentransfer energi sel dan dapat meningkatkan efisiensi kerja kloroplas; penyusun fosfolid, nukleoprotein dan fitin, yang selanjutnya akan menjadi banyak tersimpan di dalam biji. Kandungan fosfor yang meningkat pada tanaman akan meningkatkan laju fotosintesis dan merangsang pembentukan daun baru yang akan mengakibatkan berat kering tanaman bertambah.

Berdasarkan hasil analisis jaringan, kalium yang terkandung pada tanaman dengan perlakuan kompos batang pisang memiliki kandungan yang tertinggi (15,8


(47)

33

gr) jika dibandingkan dengan perlakuan kontrol maupun ofer sebesar. Ultra et al. (2005) menyatakan bahwa tanaman pisang banyak menyerap kalium. Kompos yang diaplikasikan ke tanaman pisang mampu memberikan serapan kalium yang tinggi sehingga kadarnya tinggi pada buah pisang (Abd El-Naby 2000). Kalium pada tubuh tanaman memiliki fungsi sebagai pengaktif enzim tanaman dan berperan penting dalam sintesis karbohidrat dan protein. Kalium juga meningkatkan kadar air tanaman, sehingga meningkatkan ketahanan dan kemampuan tanaman terhadap stres, seperti: kekeringan, cuaca dingin, dan tingginya salinitas. Tanaman yang kekurangan kalium akan rentan terhadap serangan patogen (Harianto 2007). Hanafiah (2007) menambahkan bahwa fungsi spesifik unsur K adalah pengimbang atau penetral efek kelebihan N yang menyebabkan tanaman menjadi sukulen sehingga lebih mudah terserang hama dan patogen, rapuh dan mudah rontoknya daun, bunga, cabang dan buah. Hal ini karena unsur K berfungsi meningkatkan sintesis dan translokasi karbohidrat, sehingga mempercepat penebalan dinding-dinding sel dan ketegaran tangkai buah, bunga dan cabang.

4.9 Kompos batang pisang

Batang pisang yang dikomposkan akan matang setelah satu bulan. Kematangan suatu kompos ditunjukkan dengan penurunan volume adonan kompos, perubahan warna menjadi kehitaman, berbentuk remah, bentuk awal sudah melapuk, tumpukan adonan kompos mendekati suhu ruangan bila diraba, dan tidak berbau (Murbandono 1994). Sifat kimia kompos batang pisang yang diuji adalah unsur (N,P, K), pH, dan rasio C/N. Hasil uji laboratorium kompos batang pisang disajikan pada Tabel 9 dan Lampiran 7.

Tabel 9 Kandungan hara kompos batang pisang*

No Sifat kimia Nilai

1. pH 7,4

2. C- Organik 12,8 %

3. N 1,24 %

4. Rasio C/N 10,3

5. P (P2O5) 1,5 %

6. K (K2O) 2,7 %


(48)

Kompos batang pisang yang sudah dijemur kemudian diayak. Hasil pengayakan menunjukkan proses pengomposan yang dilakukan sudah sempurna (Gambar 5).

Gambar 5 Hasil pengomposan batang pisang selama 30 hari. Kompos yang belum diayak (A) dan kompos yang sudah diayak (B).

Pada uji kompos yang telah dilakukan, C/N rasio pada kompos batang pisang telah mencapai 10,3, yaitu sama dengan C/N rasio tanah yang berkisar antara 10-12 (Murbandono 1994). Dalam proses pengomposan terjadi penurunan C/N rasio batang pisang dan penurunan volume adonan kompos yang dihasilkan. Hal ini disebabkan pada proses pengomposan bahan segar yang dikomposkan mengalami beberapa penguraian seperti: (1) penguraian hidrat arang, selulosa, hemiselulosa, lemak dan lilin menjadi CO2 dan air; (2) terjadinya penguraian amida-amida dan asam-asam amino menjadi amoniak; (3) adanya pengikatan beberapa jenis unsur hara di dalam tubuh jasad-jasad renik, terutama N disamping P, K dan lain-lain yang akan terlepas kembali bila jasad renik itu mati; dan (4) adanya pembebasan unsur-unsur hara dari senyawa-senyawa organik menjadi senyawa anorganik yang tersedia bagi tumbuh-tumbuhan (Murbandono 1994). Menurut Soepardi (1983) C/N rasio dapat mengendalikan nitrifikasi dan nitrat dalam tanah melalui pengaruh selektifnya terhadap jasad renik tanah. Tanah-tanah dengan kandungan bahan organik yang rendah sampai stabil umumnya mempunyai nilai C/N sekitar 10. Berdasarkan hasil uji kompos, kandungan unsur K pada kompos batang pisang memiliki nilai terbesar dibandingkan dengan unsur N dan P. Unsur K sangat penting sebagai katalisator terutama pembentukan protein dan asam amino (Dwidjoseputro 1984), sehingga semai jabon yang


(49)

35

ditumbuhkan pada media dengan penambahan kompos batang pisang menunjukkan pertumbuhan yang baik.


(50)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5. 1 Kesimpulan

1. Perlakuan media tanam dengan penambahan kompos batang pisang dapat meningkatkan pertumbuhan semai jabon.

2. Pemberian kompos batang pisang dan Ofer memberikan pengaruh yang lebih baik dalam meningkatkan pertumbuhan semai jabon dibandingkan dengan kontrol. Pemberian kompos Cocopeat dan Guano memberikan pengaruh yang lebih rendah dalam meningkatkan pertumbuhan semai jabon dibandingkan dengan kontrol. Penggunaan Cocopeat dan Guano dalam media tanam untuk pertumbuhansemai jabon tidak dianjurkan.

5. 2 Saran

1. Kompos batang pisang dapat ditambahkan dalam media tanam semai jabon. 2. Perlu dilakukannya penelitian lanjutan mengenai kandungan unsur hara pada

kompos batang pisang secara lengkap dan diaplikasikan pada jenis tanaman yang berbeda.


(51)

DAFTAR PUSTAKA

Abd El-Naby SKM. 2000. Effect of banana compost as organic manure on growth, nutrients status, yield and fruit quality of Magharabi banana. Assiut J Agric Sci (EGY) 31 (3): 101-114.

Abidanish. 14 Juni 2010. Mudah Membuat Cocopeat Blok. http://produkkelapa.wordpress.com/2010/06/14/mudah-membuat-cocopeat-blok/ [26 Febuari 2011].

Aminah S, Soedarsono GB, Satro Y. 2003. Teknologi Pengomposan. Jakarta: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian.

Anita NY. 13 September 2009. Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan PerkembanganTanaman. http://ninityulianita.wordpress.com. [15 Oktober 2010].

[Anonim]. 2008.dAnthocephalusfcadamba.fhttp://www.plantamor.com/spcdetail. php?recid=109. [22 Oktober 2010].

[Anonim]. 13 Agustus 2004. Warga Martadah Tanaman Jabon. Radar Banjarmasin Online News. http://radarbanjarmasin.com [22 November 2010].

[Anonim]. 2009. Manfaat Pisang. http://lilyflowers-8.blogspot.com/2009/08 manfaat-pisang.html [ 24 Januari 2011].

Astawan M. 17 Agustus 2008. Pisang Sebagai Buah Kehidupan. Kompas.com. E:/pisang\KOMPAS.com-pisang.sebagai.buah.kehidupan.mht. [23Desember 2010].

[Badan Revitaliasi Industri Kehutanan]. 2003. Kelompok Rimba Campuran/ Kelompok Komersial Dua. http// brikonline.com. [12 November 2010]. Brady NC. 1990. The Nature and Properties of Soil. 10th ed. New York: The

Macmillan CO.

Dalzell HW, Biddlestone AJ, Gray KR, Thurairajan K. 1987. Soil management : Compost Production and Use in Tropical an Sub-Tropical environment. Soil Bul 56:127-128.


(52)

Djaja W. 2008. Langkah Jitu Membuat Kompos dari Kotoran Ternak dan Sampah. Jakarta: Agro Media Pustaka.

Djuarnani N, Kristian, Setiawan BS. 2005. Cara Cepat Membuat Kompos. Jakarta: Agro Media Pustaka.

Fathia N. 2010. Pengaruh Pupuk NPK dan Pupuk Kompos Terhadap Pertumbhan Semai Gmelina (Gmelina arborea Roxb.) pada Media Tanah bekas Tambang Emas (Tailing) [Skripsi]. Bogor: Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Fiona F. 2010. Pemanfaatan Arang Sekam untuk Memperbaiki Pertumbuhan Semai Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.). pada Media Subsoil [Skripsi]. Bogor: Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Gaur AC. 1980. Present Status of Composting and Agricultural Aspect, in: Hesse, P. R. editor. Improvig Soil Fertility Through Organic Recycling, Compost Technology. New Delhi: FAO of United Nation.

Gaur AC. 1983. Project Field Document No 15: A manual of Rural Composting. Rome: FAO.

Hakim N, Nyakpa MY, Lubis AM, Nugroho SG, Diha MA, Hong GB, Bailey HH. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Lampung: Universitas Lampung. Hanafiah KA. 2007. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada.

Handreck K, Black N. 2002. Growing Media for Ornamentals Plants and Turf. 3rd ed. Australia: A UNSW Press Book.

Harada Y, Haga K, Osada T, Koshino M. 1993. Quality of Compose Produce from Animal Waste. Japan Agric 26: 234-246.

Harianto B. 2007. Cara Praktis Membuat Kompos. Jakarta: Agro Media Pustaka. Indriani YH. 1999. Membuat Kompos Secara Kilat. Jakarta: Penebar Swadaya.

Isroi. 2008. Kompos. Bogor: Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia.


(53)

39

Kapisa N, Sapulata E. 1994. Informasi Teknik Tanaman Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) dalam Buletin Penelitian Kehutanan 10:3.

Khaerudin. 1994. Pembibitan Tanaman HTI. Jakarta: Penebar Swadaya.

Kharisma RD. 2006. Pengaruh Penambahan Bahan Aktif EM4 dan Kotoran Ayam pada Kompos Alang-alang (Imperata cylindrica) Terhadap Pertumbuhan Semai Gmelina (Gmelina arborea) [Skripsi]. Bogor: Program Budidaya Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Kononova M. 1996. Soil Organic Matter: Its Nature, Its Role in Soil Formation and in Soil Fertility. London: Pergamon Press.

Lembaga Biologi Nasional LIPI. 1980. Kayu Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Mansur I, Tuheteru FD. 2010. Kayu Jabon. Jakarta: Penebar Swadaya

Martawijaya A, Kartasudjana I, Mandang YI, Prawira SA dan Kadir K. 1989. Atlas Kayu Jilid II. Bogor: Badan Penelitian Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan.

Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2006. Perancangan Percobaan. Edisi kedua. Bogor: IPB Press.

Millar CE, Turk LM , Foth HD. 1958. Fundamentals of Soil Sciences. 3rd ed. New York: John Wiley and Sons, Inc.

Muliawan L. 2009. Pengaruh Media Semai Terhadap Pertumbuhan Pelita (Eucalyptus pellita F. Muell) [Skripsi]. Bogor: Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Munawar A, Achmadi, Desilina. 2009. Pengaruh pemberian beberapa jenis aktivator terhadap laju dekomposisi serasah di bawah tegakan Mangium yang berbeda umur. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan 2:117-122.

Murbandono HS. 1994. Membuat Kompos. Jakarta: Penebar Swadaya.

Musnamar EI. 2003. Pupuk Organik: cair dan padat, pembuatan dan aplikasi. Jakarta: Penebar Swadaya.


(54)

Pratiwi. 2003. Prospek Pohon jabon untuk pengembangan hutan tanaman. Buletin Penelitian Kehutanan 4:62-66.

Rusdiana O, Fakuara Y, Kusmana C, Hidayat Y. 2000. Respon pertumbuhan akar tanaman sengon (Paraserianthes falcataria) terhadap kepadatan dan kandungan air tanah podsolik merah kuning. Jurnal Manajemen Hutan Tropika 6 (2): 43-53.

Salisbury FB, Ross CW. 1992. Fisiologi Tumbuhan Jilid Satu. Bandung: Penerbit ITB Bandung.

Simamora S, Salundik. 2006. Meningkatkan Kualitas Kompas. Jakarta: Agro Media Pustaka.

Sitompul SM, Guritno B. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Soepardi G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor: IPB Press.

Soerianegara I, Lemmens RHMJ. 1994. Plant Resources of South-East Asia 5. Bogor: Prosea.

Suharmanto D. 13 Desember 2009. ALSUS: Teknologi OFER (Organic Fertilizer) untuk Pertanian Ramah Lingkungan. http: bisnishendra. blogspot.com/2009/12/ofer.html. [1 Maret 2011].

Suhirman S, Sa’id EG, Tjiptadi W, Basith A. 1993. Potensi Limbah Cair Agroindustri untuk Produksi Gas Bio. Di dalam: Bintoro HMH, Lumbanbatu DF, editor. Seminar Nasional Penanganan Limbah Industri Tekstil dan Limbah Organik [7 November 1993]. Bogor: Program Studi Teknologi Industri Pertanian, FPS. Institut Pertanian Bogor.

Sutanto R. 2002. Pertanian Organik. Yogyakarta: Kanisius.

Sutisna U, Kalima T, Purnadjaja. 1998. Training Manual Pedoman Pengenalan Pohon Hutan di Indonesia. Bogor: Prosea .

Syamsi AI. 2010. Teknik Produksi Bibit Ylang-ylang (Cadanga odoratum) dengan Menggunakan Media Nursery Block [Skripsi]. Bogor: Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.


(55)

41

Tantra IGM. 1980. Flora Pohon Indonesia. Bogor: Balai Penelitian Hutan. Ultra VU, DM Mendoza, AM Briones. 2005. Chemical changes under aerobic

composting and nutrient supplying potential of banana residue compost. Renewable Agriculture and Food System20 (2): 113-125.

Yulyatin A. 2007. Pengaruh NPK (15-15-15) dan campuran media tanah dan Kompos terhadap Pertumbuhan Bibit Salam (Eugenia polyantha Wight). [Skripsi] Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.


(56)

(1)

Lampiran 4 Hasil uji lanjut Duncan dengan menggunakan sofware SAS 9.1 untuk variabel nisbah pucuk akar.

The SAS System The ANOVA Procedure Class Level Information

Class Levels Values

Media 6 Kontrol Ofer B.pisang Cocopeat Andam Guano

Number of Observations Read 36 Number of Observations Used 36

The SAS System The ANOVA Procedure Dependent Variable: nisbah

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 5 209.1693399 41.8338680 6.53 0.0003

Error 30 192.3358968 6.4111966

Corrected Total 35 401.5052368

R-Square Coeff Var Root MSE nisbah Mean 0.520963 43.20201 2.532034 5.860917

The SAS System The ANOVA Procedure

Duncan’s Multiple Range Test for Nisbah

Alpha 0.05

Error Degrees of Freedom 30 Error Mean Square 6.411197


(2)

Number of Means 2 3 4 5 6 Critical Range 2.986 3.137 3.236 3.306 3.359

Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N media

A 9.491 6 Guano

A

B A 7.700 6 P.Pisang

B A

B A C 6.495 6 Ofer

B C

B C 5.665 6 Kontrol

C

D C 3.362 6 Daun

D


(3)

Lampiran 5 Hasil uji lanjut Duncan dengan menggunakan sofware SAS 9.1 untuk variabel berat kering media.

The SAS System The GLM Procedure

Dependent Variable: berat kering

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 5 646.4444444 129.2888889 4.78 0.0124

Error 12 324.6666667 27.0555556

Corrected Total 17 971.1111111

R-Square Coeff Var Root MSE Berat kering Mean 0.665675 8.227322 5.201496 63.22222

The SAS System The GLM Procedure

Duncan’s Multiple Range Test for berat kering

Alpha 0.05

Error Degrees of Freedom 12 Error Mean Square 27.05556

Number of Means 2 3 4 5 6


(4)

Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N media

A 75.000 3 kontrol

B 65.000 3 B.pisang

B

B 64.333 3 Guano

B

B 58.667 3 Andam

B

B 58.667 3 Ofer

B


(5)

(6)