Proses Pengomposan Aerob Metode Pengomposan

pengomposan suhu tumpukan bahan akan berada pada kisaran 32°C dan akan terus naik sampai 60°C bahkan 78°C. Tinggi rendahnya suhu tergantung bahan- bahan yang didekomposisi. Bahan dengan CN rasio tinggi akan sulit mencapai suhu tinggi, sebaliknya bahan-bahan dengan CN rasio rendah akan cepat mencapai suhu tinggi. Semakin tinggi suhu yang dapat dicapai, akan semakin cepat pula proses pengomposan. Kecenderungan tersebut digunakan supaya proses pengomposan dapat berlangsung lebih cepat yaitu dengan cara menutup bahan yang dikomposkan dengan terpal atau penutup lainnya, sehingga panas yang dihasilkan tidak ke luar tetapi bertahan di dalam. Pada suhu tinggi yang stabil mikroba pengurai akan bekerja dengan lebih cepat. Pengomposan akan berlangsung efisien jika dapat mencapai suhu sekurang-kurangnya 60°C

2.8 Proses Pengomposan Aerob

Pada proses pengomposan secara aerobik, oksigen mutlak diperlukan. Mikroorganisme yang terlibat dalam proses pengomposan aerobik membutuhkan oksigen dan air untuk merombak bahan organik dan mengasimilasikan sejumlah karbon, nitrogen, fosfor, belerang dan unsur lainnya untuk sintesis protoplasma sel tubuhnya. Gambar 1 menunjukkan proses pengomposan akan segera berlangsung setelah bahan-bahan mentah dicampur. Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Pada tahap-tahap awal proses pengomposan, oksigen dan senyawa- senyawa yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh mikroba. Suhu pada tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat, yang akan diikuti dengan peningkatan pH kompos. Suhu akan meningkat hingga di atas 50 o - 70 o C. Suhu akan tetap tinggi selama waktu tertentu. Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba termofilik, yaitu mikroba yang aktif pada suhu tinggi. Pada kondisi ini terjadi dekomposisi atau penguraian bahan organik yang sangat aktif. Mikroba-mikroba di dalam kompos akan menguraikan bahan organik yaitu karbon diasimilasikan lebih banyak daripada nitrogen dan digunakan sebagai sumber energi serta membentuk protoplasma. Sekitar dua per tiga bagian dari karbon dikeluarkan dalam bentuk CO 2 dan sisanya berkombinasi dengan nitrogen dalam sel. Selain itu dihasilkan uap air dan panas yang dikeluarkan dari bahan yang dikomposkan Simamora dan Salundik 2006. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu berangsur-angsur mengalami penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu pembentukan kompleks liat humus. Selama proses pengomposan akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan. Pengurangan ini dapat mencapai 30 – 40 dari volumebobot awal bahan Isroi 2008. Gambar 1 Proses pengomposan aerobik.

2.9 Metode Pengomposan

Hingga saat ini banyak metode pengomposan yang telah berkembang. Metode pengomposan ini banyak dipengaruhi oleh budaya dan kondisi perkembangannya. Menurut Aminah et al. 2006 beberapa metode dalam pembuatan kompos di antaranya: Metode Indore Indore heap method dan Indore pit method , Metode Barkeley, dan Metode Jepang. Namun masing-masing metode tersebut merupakan usaha untuk memanipulasi faktor yang mampu mempercepat laju proses pengomposan dapat tercapai. Selain itu juga teknologi yang mampu meningkatkan laju pengomposan yang cepat merupakan teknologi yang dianggap baik, bergantung pada jenis bahan yang akan dikomposkan, ketersediaan peralatan dan bahan pendukungnya. Metode Indore . Metode ini dibedakan menjadi dua yakni 1 Indore heap method bahan dikomposkan di atas tanah, 2 Indore pit method bahan dipendam di dalam tanah. Metode Indore sesuai diterapkan di daerah yang bercurah hujan tinggi. Lama proses pengomposan ± 3 bulan. Bahan dasar yang biasa digunakan adalah campuran sisa tanaman, kotoran ternak, tanah dan abu sisa pembakaran. Indore heap method . Pada umumnya bahan-bahan yang akan dikomposkan ditimbun secara berlapis-lapis dengan ketebalan 10-25 cm per lapis. Bagian atasnya ditutupi dengan kotoran ternak yang tipis untuk mengaktifkan proses pengomposan. Tumpukan kemudian disiram dengan campuran pupuk kandang dan abu. Ukuran tumpukan berkisar 2,5 x 2,5 m dengan tinggi 60 cm. Untuk mempercepat laju pengomposan dilakukan pembalikan pada hari ke 15, 30 dan 60. Tiga bulan kemudian kompos biasanya sudah jadi dan siap diaplikasikan ke lapangan. Indore pit method . Lubang yang digunakan memiliki ukuran dengan lebar 150-200 cm, kedalaman 80-100 cm dan panjang bergantung pada kebutuhan. Bahan dasar kompos yang mudah terdekomposisi disebar secara merata di dalam lubang dengan ketebalan 10-15 cm; diikuti dengan 4,5 kg kotoran ternak; 3,5 kg tanah; dan 4,5 kg kompos jadi. Bahan dasar kompos tersebut disusun secara berlapis-lapis dan dilakukan penambahan air secukupnya. Pembalikan dilakukan pada hari ke 15, 30 dan 60. Setiap pembalikan dilakukan penambahan air agar kelembaban bahan terjaga. Metode Barkeley. Metode ini ditujukan pada bahan kompos yang berselulosa tinggi CN rasio tinggi seperti jerami, alang-alang, serbuk gergaji dan lain-lain yang dikombinasikan dengan bahan kompos yang memiliki CN rasio rendah. Bahan kompos ditimbun secara berlapis-lapis dengan ukuran 2,4 x 2,2 x 1,5 m. Lapisan paling bawah adalah bahan kompos yang CN rasionya rendah, diikuti oleh bahan yang ber CN rasio tinggi dan begitu seterusnya sampai mencapai ketinggian yang diinginkan. Pada hari kedua atau ketiga suhu tumpukan kompos akan mencapai 60°C, kemudian dilakukan pembalikan. Pembalikan selanjutnya dilakukan pada hari ketujuh dan kesepuluh. Dalam tiga minggu kompos telah masak dan siap diaplikasikan. Metode Jepang. Pada metode ini pengomposan dilakukan penumpukan seperti halnya pada metode pit, namun sebagai pengganti lubang lubang galian digunakan bak penampung yang terbuat dari kawat atau bambu, atau kayu yang disusun secara bertingkat. Dinding bak dirancang sedemikian rupa sehingga aerasi berjalan lancar. Bagian dasar bak dilapisi bahan yang kedap air guna menghindarkan terjadinya pencucian unsur hara ke dalam tanah di bawahnya. Bahan dasar kompos terdiri atas kotoran ternak, rumput atau limbah rumah tangga. Keunggulan metode Jepang adalah bak yang diletakkan di atas permukaan tanah akan memudahkan pengadukan, sedangkan dasar yang kedap air dapat mengurangi kehilangan unsur N selama pengomposan.

2.10 EM-4 Effective Microorganism