Latar Belakang Masalah Menangani AIDS

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Era modernisasi menyebabkan semakin banyak permasalahan sosial dan penyakit menular yang bermunculan seperti HIVAIDS. Virus yang menyerang sel darah putih sehingga dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia adalah HIV Human Imunodeficiency Virus. Sedangkan Acquired Immune Deficiency Syndrome AIDS merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak sistem kekebalan tubuh manusia HIV. Tantangan penanggulangan HIVAIDS di Indonesia saat ini semakin berat. Seiring dengan semakin banyaknya anggota Keluarga yang terinfeksi HIVAIDS maka berdampak pada tingginya resiko penularan HIVAIDS. Orang dengan HIVAIDS kemudian menanggung beban yang sangat berat. Orang dengan HIVAIDS yang saat ini populer dengan singkatan ODHA lebih rentan terhadap infeksi oportunistik akibat lemahnya kekebalan tubuh. Dari aspek kejiwaan pun, mereka perlu perhatian. Pengidap HIVAIDS tersebut menghadapi stigma negatif dan perlakuan diskriminasi baik dari keluarga maupun masyarakat. Ketika individu dinyatakan terinfeksi HIV, sebagian besar menunjukkan perubahan perilaku yaitu : hidup dalam stres, depresi, merasa kurangnya dukungan sosial, dan bunuh diri. Maka dari itu Orang Dengan HIVAIDS ODHA membutuhkan Dukungan Sosial. 1 Pengucilan terhadap Orang Dengan HIVAIDS di suatu kelompok atau masyarakat masih sering di temukan tidak secara fisik melainkan memojokan serta tidak menerima untuk berkomunikasi secara intens di semua lapisan masyarakat. ODHA adalah pihak yang sering diberi hukuman sosial. Akibatnya, ODHA mendapatkan prasangka berlebihan, yakni pengucilan yang dilakukan masyarakat terhadap mereka. Hukuman sosial yang sering di dapatkan ODHA membuat ODHA di diskriminasi dalam bentuk apapun, yaitu tindakan yang mengucilkan serta sangat susah berkomunikasi dengan masyarakat umumnya. Persitiwa yang terjadi di masyarakat memberikan sikap negatif terhadap ODHA hanya akan menambah tingkat permasalahan yang menimbulkan efek gangguan psikologi terhadap ODHA. Hal ini bisa menyababkan dalam beberapa kasus, seperti terjadinya depresi, kurangnya penghargaan diri, penyesuaian sosial dan keputusaan. ODHA seharusnya memperoleh dukungan dari semua pihak khususnya Keluarga dan Masyarakat memberkan Dukungan Sosial sehingga permasalahan yang di alami ODHA lebih ringan utnuk manjalani kehidupan sosialnya. Sikap penolakan ini juga dapat menghambat upaya pencegahan dengan membuat masyarakat takut untuk mengetahui tentang masalah yang di alami ODHA. Salah satu peran pemerintah dalam penanggulangan HIVAIDS mengupayakan pencegahan agar ODHA mendapatkan hak nya sebagai warga Negara Indonesia adalah dirumuskannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum Pembentukan Komisi Penanggulangan 2 AIDS dan Pemberdayaan Masyarakat dalam Rangka Penanggulangan HIVAIDS Daerah. Tetapi persoalan HIVAIDS di Indonesia belum teratasi. Hal ini dikarenakan, belum ada koordinasi yang baik antar instansi yang bertanggung jawab terhadap penanggulangan HIVAIDS. Kompilasi data yang tidak akurat, membuat usaha penanggulangan HIVAIDS juga tidak berjalan efektif. Sementara data diperlukan untuk mengembangkan program yang efektif sesuai dengan kebutuhan masyarakat di lapangan. Program seringkali menjadi tidak tepat sasaran dan tidak mendapatkan dukungan masyarakat, padahal, mengatasi persoalan HIVAIDS tidak bisa dilakukan sepihak atau difokuskan pada kelompok tertentu yang seringkali dianggap berisiko tinggi. Penyebaran penderita penyakit HIVAIDS saat ini telah mengalami peningkatan yang cukup signifikan, terbukti dengan ditemukannya beberapa kasus yang telah ditangani hampir di seluruh rumah sakit yang ada di Sulawesi Tengah. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulteng menyebutkan: “angka penderita HIVAIDS dan yang meninggal dunia, sudah sangat memprihatinkan untuk Sulawesi Tengah. Menurut data dari dinas kesehatan dan KPAI Provinsi sulawesi tengah, kasus penderita HIVAIDS sd Desember 2015 mencapai 1.085 orang, yang terdiri dari HIV 686 orang, AIDS 399 orang, dan yang meninggal dunia 159 orang. Sementara Kabupaten banggai memiliki angka penderita HIVAIDS cukup tinggi dengan jumlah kasus 60 yang terdiri dari HIV 44 orang dan AIDS 16 orang, serta yang meninggal 11 orang. Kasus penyebaran HIVAIDS juga telah terdeteksi hampir di semua kabupaten yang ada di Sulawesi Tengah”. Penderita HIVAIDS di Kabupaten Banggai sampai dengan Mei 2015 seperti data di atas telah Terdeteksi 60 orang. Terdeteksinya virus HIVAIDS hal ini dari beberapa orang yang mengidap penyakit HIVAIDS telah ditangani oleh 3 Rumah Sakit yang telah di tunjuk seperti Rumah Sakit Umum Daerah Banggai, hal ini juga dilakukan di setiap Puskesmas di kabupaten Banggai. Perhatian dan keseriusan dari pemerintah, dari hasil diagnosa yang telah dilakukan oleh Rumah Sakit yang telah ditunjuk oleh Dinas Kesehatan bekerja sama dengan Komisi Penanggulangan AIDS KPA. Dalam kegiatannya, Rumah Sakit dan Puskesmas telah melakukan upaya pemulihan pencegahan serta melakukan pendampingan kepada penderita dengan pendekatan secara terencana bersifat kekeluargaan kepada penderita HIVAIDS, agar mereka tidak merasa dikucilkan oleh masyarakat. Jika dikaitkan dengan teori fenomena gunung es yang sering dipakai untuk memprediksikan penyebaran HIVAIDS dalam suatu komunitas masyarakat yaitu 1 : 100 atau 1 : 10, artinya jika ada satu penderita yang terdeteksi berarti ada 10 bahkan 100 yang telah terjangkiti, tergantung dari tingkat kerentanan masyarakat tentunya yang harus didukung oleh beberapa indikator penentu. Menurut data di atas, Kabupaten Banggai merupakan daerah dengan kasus HIVAIDS yang telah termasuk suatu kota rentan dengan bahaya HIVAIDS, hal ini dikerenakan Kabupaten Banggai terdapat tempat prostitusi dan café “remang- remang” di Kabupaten Banggai, tepatnya di Kelurahan karathon, tanjung tuwis kilo 5, dan pinggiran pantai pandanwangi kecamatan toili. Dari 44 yang terinfeksi HIVAIDS saat ini di Kabupaten Banggai terdapat beberapa kasus terhadap ODHA, seperti diskriminasi lingkungan dan keluarga, penolakan keluarga, penolakan lingkungan, dan sulitnya menjalin relasi dengan teman dari ODHA itu sendiri. Memahami kondisi masyarakat Kabupaten Banggai saat ini memang harus diakui tingkat kerentanan terhadap HIVAIDS sangat besar mengingat beberapa 4 indikator pertama seperti, tingkat pemahaman masyarakat yang masih minim dikarenakan kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang berkompeten seperti, pemerintah sebagai penentu kebijakan dan para pemerhati atau pihak-pihak yang memiliki kepedulian terhadap pandemi HIVAIDS itu sendiri. Indikator yang kedua soal kerentanan masyarakat Kabupaten Banggai terhadap HIVAIDS yaitu prilaku prostitusi yang marak terjadi terutama di tempat- tempat eks lokalisasi yang sekalipun secara formal telah ditutup tapi notabene masih beroperasi secara sembunyi-sembunyi dan prostitusi online yang makin marak. Indikator ketiga adalah maraknya penyalahgunaan NAPZA Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif alias narkoba, bahkan Kabupaten Banggai beberapa waktu yang lampau sempat diisukan sebagai surga penyebaran Narkoba, padahal kita ketahui bersama bahwa terjangkitnya HIVAIDS adalah salah satu yaitu dari NAPZA atau penggunaan jarum suntik tidak steril. Selain ketiga indikator diatas, tentu kita harus mengakui bahwa perkembangan globalisasi atau modernisasi telah sangat banyak mempengaruhi pola kehidupan masyarakat terutama para generasi muda kita sehingga akhir-akhir ini kita telah banyak mendengar bahkan menyaksikan sendiri prilaku seks pra nikah dan free seks dilakoni oleh terutama generasi muda kita, hal tersebut semakin menguatkan asumsi begitu rentannya HIVAIDS terhadap masyarakat, ditambah lagi secara geografis Kabupaten Banggai menjadi daerah transit yang sangat strategis mengingat Kabupaten Banggai berada di tengah-tengah daerah atau 5 provinsi lain yang tingkat penyebaran HIVAIDS cukup tinggi. Hampir setiap orang tidak mampu menyelesaikan masalah, tetapi mereka memerlukan bantuan orang lain. Dukungan sosial keluarga merupakan mediator yang sangat penting dalam menyelesaikan atau setidaknya meringankan masalah seseorang. Hal ini karena individu merupakan bagian dari keluarga. Stigma dan diskriminasi yang terjadi di dalam keluarga biasanya diawali dengan hukuman sosial. Bentuk diskriminasi yang paling umum adalah pengucilan dari keluarga. Pemisahan kamar, peralatan makan, peralatan mandi, kamar mandi, kamar kecil, bahkan sampai sentuhan dan pengusiran dari rumah adalah bentuk- bentuk diskriminasi yang bisa dilihat dalam kehidupan sehari-hari keluarga yang dimiliki ODHA. Penolakan untuk memberi perawatan apalagi dukungan adalah hal yang sudah biasa terjadi dalam keluarga yang mempunyai ODHA. ODHA dalam keluarganya sering mendapat kecaman keras dari anggota keluarga karena dianggap membuat malu keluarga dan membuat diskriminasi dari masyarakat terhadap keluarga. Penelitian terdahulu Idham Khalid 2011 berjudul Pengaruh self esteem dan dukungan sosial terhadap optimism hidup orang dengan HIVAIDS. HIVAIDS menimbulkan masalah yang sulit, misalnya seputaran kesehatan, Hubungan dengan orang lain, keuangan kematian dan peresaan mengenai seksualitas. Prasangka dan diskriminasi perlakuan tidak adil dari orang lain serta masalah sosial dan ekonomis yang lebih luas juga menyebabkan banyak persoalan bagi ODHA. Optimisme diartikan sebagai suatu pandangan secara menyeluruh, melihat hal yang baik, berpikir positif, dan mudah memberikan makna bagi diri. 6 Individu yang optimis mampu menghasilkan sesuatu yang lebih baik dari yang telah lalu, tidak takut kegagalan, dan berusaha untuk tetap bangkit mencoba kembali bila gagal. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi optimisme, di antaranya self esteem dan dukungan sosial. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah dapat mempengaruhi self esteem dan dukungan sosial terhadap optimisme hidup penderita HIVAIDS metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode kausalitas denga teknik analisis data menggunakan teknik multi-regresi. Jumlah populasi dalam penelitian ini sebanyak 30 penderita HIVAIDS. Adapun teknik pemilihan sampel menggunakan incidental. Sementara itu, instrumen pengumpulan data menggunakan kuesioner dengan tiga skala yaitu skala self esteem, dukungan sosial, dan optimisme hidup. Berdasarkan hasil penelitian di dapatkan : 1 self esteem dan dudkungan sosial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap optimisme hidup penderita HIVAIDS. 2 proporsi varian self esteem dan dukungan sosial terhadap optimisme hidup penderita HIVAIDS sebesar 76,5. Berdasarkan penelitian terdahulu yang peniliti jadikan suatu pembanding atau membadakan dengan hasil penelitian yang di lakukan yaitu penerimaan keluarga, pengkuan keluarga, interaksi keluarga, pemeriksaan kesehatan, rutin minum obat, dan melakukan kegiatan di lembaga pelayanan HIVAIDS maupun di masyarakat. Orang Dengan HIVAIDS ODHA sangat membutuhkan dukungan dari keluarganya. Keluarga adalah faktor terpenting dalam tahap perkembangan dan sosialisasi untuk seseorang yang mempunyai masalah yang berat seperti ODHA 7 tentunya. Hal ini dikarenakan keluarga dapat memberikan kenyamanan, penghargaan, cinta, dan perhatian untuk ODHA Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian di daerah Kabupaten Banggai dan penulis mengambil Dukungan Sosial sebagai konsep penelitian, karena dukungan sosial keluarga sangat penting bagi penderita HIVAIDS. Oleh karena itu, dalam Perumusan masalah penulis mengajukan sebuah judul penelitian Dukungan Sosial Keluarga Terhadap Penanggulangan HIVAIDS di Kabupaten Banggai dengan jumlah keseluruhan informan 10 Orang ODHA. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan fakta-fakta yang mendasari pentingnya pelaksanaan peran dan fungsi keluarga dalam memberikan Dukungan Sosial Pada Orang Dengan HIVAIDS ODHA, maka peneliti menetapkan Perumusan Masalah yaitu Bagaimana Dukungan Sosial Keluarga Tehadap Penanggulangan HIVAIDS di Kabupaten Banggai ?

1.3. Tujuan Penelitian