Menangani AIDS

(1)

BAB I

PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah

Era modernisasi menyebabkan semakin banyak permasalahan sosial dan penyakit menular yang bermunculan seperti HIV/AIDS. Virus yang menyerang sel darah putih sehingga dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia adalah HIV (Human Imunodeficiency Virus). Sedangkan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak sistem kekebalan tubuh manusia (HIV).

Tantangan penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia saat ini semakin berat. Seiring dengan semakin banyaknya anggota Keluarga yang terinfeksi HIV/AIDS maka berdampak pada tingginya resiko penularan HIV/AIDS. Orang dengan HIV/AIDS kemudian menanggung beban yang sangat berat.

Orang dengan HIV/AIDS yang saat ini populer dengan singkatan ODHA lebih rentan terhadap infeksi oportunistik akibat lemahnya kekebalan tubuh. Dari aspek kejiwaan pun, mereka perlu perhatian. Pengidap HIV/AIDS tersebut menghadapi stigma negatif dan perlakuan diskriminasi baik dari keluarga maupun masyarakat. Ketika individu dinyatakan terinfeksi HIV, sebagian besar menunjukkan perubahan perilaku yaitu : hidup dalam stres, depresi, merasa kurangnya dukungan sosial, dan bunuh diri. Maka dari itu Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) membutuhkan Dukungan Sosial.


(2)

Pengucilan terhadap Orang Dengan HIV/AIDS di suatu kelompok atau masyarakat masih sering di temukan tidak secara fisik melainkan memojokan serta tidak menerima untuk berkomunikasi secara intens di semua lapisan masyarakat. ODHA adalah pihak yang sering diberi hukuman sosial. Akibatnya, ODHA mendapatkan prasangka berlebihan, yakni pengucilan yang dilakukan masyarakat terhadap mereka. Hukuman sosial yang sering di dapatkan ODHA membuat ODHA di diskriminasi dalam bentuk apapun, yaitu tindakan yang mengucilkan serta sangat susah berkomunikasi dengan masyarakat umumnya.

Persitiwa yang terjadi di masyarakat memberikan sikap negatif terhadap ODHA hanya akan menambah tingkat permasalahan yang menimbulkan efek gangguan psikologi terhadap ODHA. Hal ini bisa menyababkan dalam beberapa kasus, seperti terjadinya depresi, kurangnya penghargaan diri, penyesuaian sosial dan keputusaan. ODHA seharusnya memperoleh dukungan dari semua pihak khususnya Keluarga dan Masyarakat memberkan Dukungan Sosial sehingga permasalahan yang di alami ODHA lebih ringan utnuk manjalani kehidupan sosialnya. Sikap penolakan ini juga dapat menghambat upaya pencegahan dengan membuat masyarakat takut untuk mengetahui tentang masalah yang di alami ODHA.

Salah satu peran pemerintah dalam penanggulangan HIV/AIDS mengupayakan pencegahan agar ODHA mendapatkan hak nya sebagai warga Negara Indonesia adalah dirumuskannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum Pembentukan Komisi Penanggulangan


(3)

AIDS dan Pemberdayaan Masyarakat dalam Rangka Penanggulangan HIV/AIDS Daerah. Tetapi persoalan HIV/AIDS di Indonesia belum teratasi. Hal ini dikarenakan, belum ada koordinasi yang baik antar instansi yang bertanggung jawab terhadap penanggulangan HIV/AIDS. Kompilasi data yang tidak akurat, membuat usaha penanggulangan HIV/AIDS juga tidak berjalan efektif. Sementara data diperlukan untuk mengembangkan program yang efektif sesuai dengan kebutuhan masyarakat di lapangan. Program seringkali menjadi tidak tepat sasaran dan tidak mendapatkan dukungan masyarakat, padahal, mengatasi persoalan HIV/AIDS tidak bisa dilakukan sepihak atau difokuskan pada kelompok tertentu yang seringkali dianggap berisiko tinggi.

Penyebaran penderita penyakit HIV/AIDS saat ini telah mengalami peningkatan yang cukup signifikan, terbukti dengan ditemukannya beberapa kasus yang telah ditangani hampir di seluruh rumah sakit yang ada di Sulawesi Tengah. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulteng menyebutkan:

“angka penderita HIV/AIDS dan yang meninggal dunia, sudah sangat memprihatinkan untuk Sulawesi Tengah. Menurut data dari dinas kesehatan dan KPAI Provinsi sulawesi tengah, kasus penderita HIV/AIDS s/d Desember 2015 mencapai 1.085 orang, yang terdiri dari HIV 686 orang, AIDS 399 orang, dan yang meninggal dunia 159 orang. Sementara Kabupaten banggai memiliki angka penderita HIV/AIDS cukup tinggi dengan jumlah kasus 60 yang terdiri dari HIV 44 orang dan AIDS 16 orang, serta yang meninggal 11 orang. Kasus penyebaran HIV/AIDS juga telah terdeteksi hampir di semua kabupaten yang ada di Sulawesi Tengah”.

Penderita HIV/AIDS di Kabupaten Banggai sampai dengan Mei 2015 seperti data di atas telah Terdeteksi 60 orang. Terdeteksinya virus HIV/AIDS hal ini dari beberapa orang yang mengidap penyakit HIV/AIDS telah ditangani oleh


(4)

Rumah Sakit yang telah di tunjuk seperti Rumah Sakit Umum Daerah Banggai, hal ini juga dilakukan di setiap Puskesmas di kabupaten Banggai. Perhatian dan keseriusan dari pemerintah, dari hasil diagnosa yang telah dilakukan oleh Rumah Sakit yang telah ditunjuk oleh Dinas Kesehatan bekerja sama dengan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA). Dalam kegiatannya, Rumah Sakit dan Puskesmas telah melakukan upaya pemulihan pencegahan serta melakukan pendampingan kepada penderita dengan pendekatan secara terencana bersifat kekeluargaan kepada penderita HIV/AIDS, agar mereka tidak merasa dikucilkan oleh masyarakat.

Jika dikaitkan dengan teori fenomena gunung es yang sering dipakai untuk memprediksikan penyebaran HIV/AIDS dalam suatu komunitas masyarakat yaitu 1 : 100 atau 1 : 10, artinya jika ada satu penderita yang terdeteksi berarti ada 10 bahkan 100 yang telah terjangkiti, tergantung dari tingkat kerentanan masyarakat tentunya yang harus didukung oleh beberapa indikator penentu.

Menurut data di atas, Kabupaten Banggai merupakan daerah dengan kasus HIV/AIDS yang telah termasuk suatu kota rentan dengan bahaya HIV/AIDS, hal ini dikerenakan Kabupaten Banggai terdapat tempat prostitusi dan café “remang-remang” di Kabupaten Banggai, tepatnya di Kelurahan karathon, tanjung tuwis kilo 5, dan pinggiran pantai pandanwangi kecamatan toili. Dari 44 yang terinfeksi HIV/AIDS saat ini di Kabupaten Banggai terdapat beberapa kasus terhadap ODHA, seperti diskriminasi lingkungan dan keluarga, penolakan keluarga, penolakan lingkungan, dan sulitnya menjalin relasi dengan teman dari ODHA itu sendiri.

Memahami kondisi masyarakat Kabupaten Banggai saat ini memang harus diakui tingkat kerentanan terhadap HIV/AIDS sangat besar mengingat beberapa


(5)

indikator pertama seperti, tingkat pemahaman masyarakat yang masih minim dikarenakan kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang berkompeten seperti, pemerintah sebagai penentu kebijakan dan para pemerhati atau pihak-pihak yang memiliki kepedulian terhadap pandemi HIV/AIDS itu sendiri.

Indikator yang kedua soal kerentanan masyarakat Kabupaten Banggai terhadap HIV/AIDS yaitu prilaku prostitusi yang marak terjadi terutama di tempat-tempat eks lokalisasi yang sekalipun secara formal telah ditutup tapi notabene masih beroperasi secara sembunyi-sembunyi dan prostitusi online yang makin marak.

Indikator ketiga adalah maraknya penyalahgunaan NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif) alias narkoba, bahkan Kabupaten Banggai beberapa waktu yang lampau sempat diisukan sebagai surga penyebaran Narkoba, padahal kita ketahui bersama bahwa terjangkitnya HIV/AIDS adalah salah satu yaitu dari NAPZA atau penggunaan jarum suntik tidak steril.

Selain ketiga indikator diatas, tentu kita harus mengakui bahwa perkembangan globalisasi atau modernisasi telah sangat banyak mempengaruhi pola kehidupan masyarakat terutama para generasi muda kita sehingga akhir-akhir ini kita telah banyak mendengar bahkan menyaksikan sendiri prilaku seks pra nikah dan free seks dilakoni oleh terutama generasi muda kita, hal tersebut semakin menguatkan asumsi begitu rentannya HIV/AIDS terhadap masyarakat, ditambah lagi secara geografis Kabupaten Banggai menjadi daerah transit yang sangat strategis mengingat Kabupaten Banggai berada di tengah-tengah daerah atau


(6)

provinsi lain yang tingkat penyebaran HIV/AIDS cukup tinggi.

Hampir setiap orang tidak mampu menyelesaikan masalah, tetapi mereka memerlukan bantuan orang lain. Dukungan sosial keluarga merupakan mediator yang sangat penting dalam menyelesaikan atau setidaknya meringankan masalah seseorang. Hal ini karena individu merupakan bagian dari keluarga.

Stigma dan diskriminasi yang terjadi di dalam keluarga biasanya diawali dengan hukuman sosial. Bentuk diskriminasi yang paling umum adalah pengucilan dari keluarga. Pemisahan kamar, peralatan makan, peralatan mandi, kamar mandi, kamar kecil, bahkan sampai sentuhan dan pengusiran dari rumah adalah bentuk-bentuk diskriminasi yang bisa dilihat dalam kehidupan sehari-hari keluarga yang dimiliki ODHA. Penolakan untuk memberi perawatan apalagi dukungan adalah hal yang sudah biasa terjadi dalam keluarga yang mempunyai ODHA. ODHA dalam keluarganya sering mendapat kecaman keras dari anggota keluarga karena dianggap membuat malu keluarga dan membuat diskriminasi dari masyarakat terhadap keluarga.

Penelitian terdahulu Idham Khalid (2011) berjudul Pengaruh self esteem dan dukungan sosial terhadap optimism hidup orang dengan HIV/AIDS. HIV/AIDS menimbulkan masalah yang sulit, misalnya seputaran kesehatan, Hubungan dengan orang lain, keuangan kematian dan peresaan mengenai seksualitas. Prasangka dan diskriminasi (perlakuan tidak adil) dari orang lain serta masalah sosial dan ekonomis yang lebih luas juga menyebabkan banyak persoalan bagi ODHA. Optimisme diartikan sebagai suatu pandangan secara menyeluruh,


(7)

Individu yang optimis mampu menghasilkan sesuatu yang lebih baik dari yang telah lalu, tidak takut kegagalan, dan berusaha untuk tetap bangkit mencoba kembali bila gagal. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi optimisme, di antaranya self esteem dan dukungan sosial.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah dapat mempengaruhi self esteem dan dukungan sosial terhadap optimisme hidup penderita HIV/AIDS metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode kausalitas denga teknik analisis data menggunakan teknik multi-regresi. Jumlah populasi dalam penelitian ini sebanyak 30 penderita HIV/AIDS. Adapun teknik pemilihan sampel menggunakan incidental. Sementara itu, instrumen pengumpulan data menggunakan kuesioner dengan tiga skala yaitu skala self esteem, dukungan sosial, dan optimisme hidup. Berdasarkan hasil penelitian di dapatkan : 1) self esteem dan dudkungan sosial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap optimisme hidup penderita HIV/AIDS. 2) proporsi varian self esteem dan dukungan sosial terhadap optimisme hidup penderita HIV/AIDS sebesar 76,5%.

Berdasarkan penelitian terdahulu yang peniliti jadikan suatu pembanding atau membadakan dengan hasil penelitian yang di lakukan yaitu penerimaan keluarga, pengkuan keluarga, interaksi keluarga, pemeriksaan kesehatan, rutin minum obat, dan melakukan kegiatan di lembaga pelayanan HIV/AIDS maupun di masyarakat. Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) sangat membutuhkan dukungan dari keluarganya. Keluarga adalah faktor terpenting dalam tahap perkembangan dan sosialisasi untuk seseorang yang mempunyai masalah yang berat seperti ODHA


(8)

tentunya. Hal ini dikarenakan keluarga dapat memberikan kenyamanan, penghargaan, cinta, dan perhatian untuk ODHA

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian di daerah Kabupaten Banggai dan penulis mengambil Dukungan Sosial sebagai konsep penelitian, karena dukungan sosial keluarga sangat penting bagi penderita HIV/AIDS. Oleh karena itu, dalam Perumusan masalah penulis mengajukan sebuah judul penelitian Dukungan Sosial Keluarga Terhadap Penanggulangan HIV/AIDS di Kabupaten Banggai dengan jumlah keseluruhan informan 10 Orang ODHA.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan fakta-fakta yang mendasari pentingnya pelaksanaan peran dan fungsi keluarga dalam memberikan Dukungan Sosial Pada Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA), maka peneliti menetapkan Perumusan Masalah yaitu Bagaimana Dukungan Sosial Keluarga Tehadap Penanggulangan HIV/AIDS di Kabupaten Banggai ?

1.3. Tujuan Penelitian


(9)

penanggulangan HIV/AIDS di Kabupaten Banggai.

2. Memperoleh gambaran tentang ODHA mendapatkan Dukungan Sosial dengan pemberian dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental dan dukungan informatif pada ODHA di Kabupaten Banggai.

3. Memperoleh gambaran tentang bagaimana harapan ODHA terhadap pelaksanaan pelayanan dalam mendapatkan bantuan serta bimbingan/pendampingan pada ODHA di Kabupaten Banggai.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan proses dukungan sosial Pada Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) dalam menghadapi permasalahan.

2. Hasil penelitian ini dapat meningkatkan pemahaman tentang dukungan sosial Pada ODHA di Kabupaten Banggai, serta Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam memberikan Dukungan Sosial Pada ODHA. 3. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar dalam melaksanakan

penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan topik permasalahan yang sama serta memberi masukan kepada Dinas kesehatan dan Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten Banggai tentang pentingnya memberikan Dukungan Sosial Pada ODHA sehingga dapat melakukan relasi pertolongan yang komprehensif, Diharapkan hasil dari penelitian ini mampu memberikan kontribusi yang positif bagi ODHA, keluarga, masyarakat, dan Komisi Penanggulangan AIDS.


(10)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian HIV/AIDS

AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Defisiency Syndrome yaitu penyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak kekebalan tubuh manusia, sehingga manusia dapat meninggal bukan semata-mata oleh virus HIV nya akan tetapi oleh penyakit lain yang sebenarnya bisa ditolak seandainya daya tahan tubuhnya tidak rusak. HIV adalah nama virus penyebab AIDS atau disebut Human Immuno Deficiency Virus.

Richardson Diane (2002:3) menjelaskan cara penularan HIV dan AIDS sebagai berikut :

“Cara penularan AIDS melalui hubungan seks (homo maupun heteroseksual) dengan orang yang mengidap HIV (Beoit, Ferry and John, Cleland, 1995, 14:15), dan akan terjadi transpusi darah, dimana darah mengandung HIV serta alat suntik atau tusuk lainnya (akupuntur, dll), bekas dipakai orang lain”.

Orang yang terinfeksi HIV/AIDS akan menjadi pembawa dan penular HIV/AIDS selama hidupnya. AIDS bila diterjemahkan bebas sekumpulan segala penyakit yang menunjukkan kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh yang didapat dari faktor luar (bukan bawaan sejak lahir). Jadi, sebenarnya AIDS merupakan sekumpulan gejala-gejala penyakit infeksi atau keganasan tertentu yang timbul sebagai akibat menurunya daya tahan tubuh (kekebalan) penderita (Trijatno Rachimbadhi, dalam Yatim, Danny Irawan, 1995). Infeksi kuman bentuk ini disebut


(11)

sebagai infeksi oportunistik. Pengidap AIDS sebagian besar penderita sebelumnya terinfeksi HIV. Penyakit ini menyebabkan kematian pada kelompok usia antara 25 -44 tahun, yang sangat merugikan sumber daya pembangunan suatu daerah. (Yatim, Danny Irawan, 2;1995). Penyakit AIDS tak seorang pun tahu berasal darimana. Penyakit AIDS merupakan penyakit serius dan meresahkan masyarakat, oleh karena itu perlu disikapi secara serius dan kontinyu.

1. Dampak Orang Dengan HIV dan AIDS (ODHA)

Seseorang baru bisa ketahuan terinfeksi HIV atau tidak hanya dapat diketahui setelah melakukan tes darah yang biasa disebut tes HIV. Untuk itu dapatlah dikemukakan mengenai dampak yang dialami orang dengan HIV/AIDS (ODHA) secara garis besar meliputi 4 (empat) hal pokok yaitu a) Masalah psikologis yaitu adanya reaksi psikologis pada setiap ODHA saat

pertama kali mengetahui tertular HIV dan timbul berbagai reaksi misalnya murung, putus asa, dan kadang-kadang ada keinginan untuk balas dendam dengan membiarkan orang lain ikut tertular. Berdasarkan hasil wawancara : menurut pengalaman ODHA kepada para ODHA mengatakan bahwa masalah psikologis yang dihadapi mencakup empat tahap yakni depresi (kaget, sedih dan stress); penolakan (menolak bahwa dirinya sakit atau terkena HIV, karena kenyataan merasa sehat); tawar menawar (di sini ia mulai berpikir untuk tetap sehat atau dibiarkan dengan konsekuensi); dan yang terakhir “penerimaan”, (di mana seseorang terkena HIV mulai menerima keadaan dirinya dan berupaya untuk memelihara kesehatannya,


(12)

termasuk untuk tidak menularkan kepada orang lain). Namun pada tahap terakhir kalau susah berobat karena obatnya mahal, maka ingin membalas dendam dengan memberi kesempatan bergaul dengan siapa untuk melakukan seksual.

b) Masalah fisik/kesehatan yang utama adalah bagaimana agar bisa hidup secara sehat, masalah yang terkait dengan akses pada pelayanan obat dan masalah pemenuhan obat Antiretroviral/ARV yang saat ini cukup mahal (sekitar Rp. 600.000,- per bulan).

c) Masalah sosial ekonomi, mendakup 3 (tiga) hal pokok yakni : (1) adanya penerimaan keluarga/masyarakat (untuk menghilangkan pengucilan dan stigmatisasi & diskriminasi) dalam lapangan pekerjaan; (2) adanya kemudahan akses pada pelayanan kesehatan/pengobatan yang terbebas dari diskriminasi; (3) perlunya sarana untuk konsultasi dan bimbingan yang menjembatani ODHA untuk sumber-sumber pendukung kebutuhan ODHA. d) Non psikologis adalah berkaitan dengan masalah relasi dengan keluarga,

yakni bila ODHA setelah mengetahui bahwa dirinya terkena HIV maka dapat memberitahukan kepada keluarganya, dan pada mulanya keluarga tidak percaya, tetapi dengan pemberitahuan tenaga medis akhirnya benar-benar yakin. Langkah selanjutnya kelarga mulai menghidari kontak (stigma dan diskriminasi terjadi) dengan ODHA dan memisahkan barang lain yang digunakan atau pergi tidur dengan teman ODHA lainnya yang tidak begitu


(13)

jauh dari rumah keluarga namun selalu diberikan bantuan makan dan bantuan lainnya termasuk obat serta perawatannya ke rumah sakit.

2.2. Persoalan-Persoalan Penderita HIV/AIDS

Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) banyak menghadapi persoalan-persoalan yang berkaitan dengan hidup mereka diantaranya seperti stigma buruk, diskriminasi, kecemasan mengahadapi kematian dan persoalan-persoalan tentang kehidupan lainnya. Dubois dan Milley (2005:328) mengatakan bahwa:

“People who have a cronic illness such as HIV/AIDS face a number of issues. Their developmental stage and sociocultural circumstances, as well as the characteristic of the illness itself, influence the exact nature of these issues. Innitially, people must deal with the crisis of the announcement of the illness. Then they must adapt to living in the context of the cronic illness, and finally they must deal with their own impending death”.

“Orang yang menderita penyakit kronis seperti HIV/AIDS menghadapi sejumlah persoalan. Tahap perkembangan dan keadaan sosial budaya mereka, serta karakteristik dari penyakit itu sendiri, mempengaruhi sifat beratnya persoalan-persoalan ini. Pada awalnya, orang harus menghadapi krisis pemberitahuan tentang penyakit tersebut. Kemudian mereka harus beradaptasi dengan kehidupan dalam konteks penyakit kronis, dan akhirnya mereka harus menghadapi kematian yang akan datang”.

Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa persoalan-persoalan hidup yang dihadapi ODHA dapat mempengaruhi kondisi perkembangan ODHA. Kecemasan mereka terhadap kematian memperngaruhi kondisi fisik dan kondisi mental mereka sehingga perlu adanya adaptasi dari ODHA untuk menyesuaikan


(14)

diri mereka dengan lingkungan mereka sebagai ODHA.

Dubois dan Milley (2005:328) mengatakan bahwa “In particular, the issues they confront include dealing with stigma, continuing their everyday lives, coping with loss, and making plans for their survivors” :

“Persoalan yang ODHA hadapi, pada khususnya meliputi keharusan menghadapi stigma, melanjutkan kehidupan sehari-hari mereka, mengatasi perasaan kehilangan, dan membuat rencana-rencana untuk orang yang terhindar dari HIV/AIDS yang ada di sekeliling mereka”. Adapun penjelasan dari permasalahan-permasalahan dari kutipan diatas adalah sebagai berikut:

1. Menghadapi Stigma

ODHA harus menghadapi ketakutan, pengasingan, diskriminasi, dan penolakan dari lingkungan mereka. Stigma yang harus ODHA hadapi mengakibatkan terbentuknya perasaan tidak berdaya dari mereka dan dapat menghilangkan kontrol dari dalam diri ODHA sehingga besar kemungkinan ODHA akan melakukan percobaan bunuh diri.

2. Melanjutkan Kehidupan Sehari-hari

ODHA menghadapi banyak kesulitan di dalam kehidupan sehari-hari termasuk menjalani kehidupan dengan ketidakpastian, menata kembali masa depan mereka, dan mempertahankan harapan akan kehidupan mereka. Kesulitan-kesulitan ini ditambah oleh sifat dari HIV/AIDS yangt tidak dapat diprediksi akan penyembuhannya.


(15)

Dalam kehidupannya, ODHA harus mengatasi atau menaklukkan perasaan kehilangan. Kehilangan tersebut meliputi, kehilangan kesehatan, pekerjaan, rumah, dan orang lain yang menderita HIV dan AIDS.

4. Perencanaan Untuk Menyelamatkan Orang-orang Yang Tidak Terinfeksi HIV/AIDS.

Perencanaan ini melibatkan ODHA di dalam proses perncanaan untuk masa depan orang yang tidak terinfeksi HIV/AIDS yang ada di sekitar ODHA. Perencanaan tersebut seperti, membuat surat wasiat, merencanakan pemakaman, menghubungi keluarga atau teman, mempersiapkan surat kuasa, memberikan petunjuk-petunjuk dan keinginan hidup, dan menyusun persiapan keuangan sebelum menghadapi kematian.

2.3. Dukungan Sosial

2.3.1. Pengertian Dukungan Sosial

Hakekat manusia sebagai makhluk sosial disamping makhluk individu mempunyai berbagai macam kelemahan, maka untuk menjadi kuat harus berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam interaksi dengan lingkungan terjadi proses pertolongan satu dengan yang lainnya yang sangat diperlukan dengan tujuan untuk saling mengisi, melengkapi, dan menyempurnaka.

Pengertian dukungan sosial menunjuk pada bentuk perhatian secara fisik dan psikis, sebagaimana Gotlieb dalam Bart Smet (1994:135) mendefinisikan dukungan sosial sebagai berikut : “Dukungan sosial terdiri dari informasi atau nasehat verbal dan/atau nonverbal, bantuan nyata, atau tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial atau didapat karena kehadiaran mereka dan mempunyai manfaat emosional


(16)

atau efek perilaku bagi pihak penerima”. Sarafino dalam Bart Smet (1994:136) mengartikan dukungan sosial sebagai berikut : “dukungan sosial mengacu pada kesenangan yang dirasakan, penghargaan akan kepedulian, atau membantu orang menerima dari orang-orang atau kelompok lain”. Rook (1985) dalam Nursalam dan Ninuk Dian Kurniawati (2004:28) menyatakan bahwa dukungan sosial adalah “sebagai satu diantara fungsi pertalian/ikatan sosial fungsi sosialnya mencakup dukungan emosional, mendorong adanya ungkapan perasaan, memberi nasihat atau informasi, pemberi bantuan material”. Kemudian Gotllieb (1983) dalam Nursalam dan Ninuk Dian Kurniawati (2004:28) mengatakan bahwa: “Dukungan sosial terdiri atas informasi atau nasihat verbal dan atau nonverbal, bantuan nyata atau tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial atau didapat karena kehadiran mereka dan mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima.”

Empat pendapat tersebut mengatakan bahwa dukungan sosial terutama dalam konteks hubungan yang akrab atau kualitas hubungan individu dan keluarga merupakan sumber dukungan sosial yang paling penting. Berdasarkan pandangan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa, dukungan sosial adalah bentuk pertolongan yang dapat berupa materi, emosi, informasi yang diberikan oleh keluarga, teman, kekasih, atau orang-orang yang terdekat lainnya yang dicintai oleh individu yang bersangkutan. Dukungan sosial ini bertujuan untuk memberikan kebutuhan-kebutuhan penting dalam menyelesaikan masalah dari individu yang bersangkutan.


(17)

2.3.2. Sumber-sumber Dukungan Sosial

Sumber dukungan sosial adalah segala sesuatu yang berjalan secara kontinyu dari unit keluarga dan kemudian meluas secara progresif dari individu-individu anggota keluarga, dimana mereka merupakan anggota kelompok/masyarakat yang dianggap penting dalam memberikan dukungan sosial. hal ini sesuai dengan pendapat Alice Pancost and Diane Collins dalam Armando Morales (1983:403) yang membagi dukungan ke dalam tiga elemen yang saling berhubungan, yaitu : “The significant other help the individual mobilize his psychological resources and master his emotional burdens They share his tasks ; and They provide him with extra suplies of money, materials, tools, skills and cognitive guidance”.

Maksud dari ungkapan tersebut adalah :

Orang lain yang membantu individu memobilisasi sumber-sumber psikologinya dan penguasaan tekanan emosionalnya. Mereka membagi-bagi tugasnya; dan Mereka memberi dia dengan penyediaan uang ekstra, meterial, peralatan, keterampilan-keterampilan dan petunjuk yang bersifat kognitif untuk mengembangkan pengendalian situasinya.

2.3.3. Jenis/Dimensi Dukungan Sosial.

House membedakan empat jenis/dimensi dukungan sosial (Bart Smet, 1994:136-137) adalah :

1. Dukungan emosional

Dukungan emosional mengacu pada ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap keluarga-keluarga yang salah satu anggota keluarganya menjadi ODHA maupun kepada lingkungannya (seluruh anggota masyarakat


(18)

lainnya). Misalnya berupa penegasan-penegasan bahwa ODHA layak mendapatkan perlakuan yang sama seperti masyarakat lainnya.

2. Dukungan penghargaan

Dukungan ini terjadi lewat ungkapan hormat (penghargaan) positif kepada keluarga-keluarga yang salah satu anggota keluarganya menjadi ODHA ataupun kepada lingkungannya (masyarakat) sekitarnya, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu maupun lingkungannya (masyarakat), dan perbandingan positif kondisi itu dengan kondisi di tempat lain, seperti misalnya lingkungan yang lebih buruk keadaannya.

3. Dukungan instrumental

Mencakup bantuan langsung, seperti memberi pinjaman uang atau modal barang untuk memperbaiki rumah atau menolongan dengan memberi pekerjaan, sehingga dapat memperoleh penghasilan untuk memperbaiki kualitas hidup ODHA.

4. Dukungan informatif

Dukungan yang mengacu pada memberi nasihat, petunjuk-petunjuk, saran-saran atau umpan balik dalam rangka mengatasi masalah ODHA di sekitar tempat tinggalnya.

Komponen-komponen dukungan sosial tersebut di atas menunjukkan bahwa seluruh anggota masyarakat dalam kehidupannya sangat membutuhkan adanya dukungan sosial dalam menjalani kehidupannya. Dukungan sosial yang diberikan baik kepada seorang individu maupun kepada kelompok atau masyarakat nantinya akan meningkatkan keberfungsian sosial dari suatu masyarakat secara keseluruhan.


(19)

2.4. Keluarga

Soerjono Soekanto (2005:11) mengemukakan pengertian keluarga sebagai berikut: “Keluarga merupakan kelompok sosial terkecil yang umumnya terdiri dari ayah, ibu dan anaknya. Hubungan sosial diantara keluarga dijiwai oleh suasana kasih sayang dan rasa tanggung jawab, hubungan sosial antara keluarga relatif tetap dan didasarkan atas ikatan darah, perkawinan dan adopsi melindungi anak dalam rangka sosialisasinya agar mereka mampu mengendalikan diri dan berjiwa sosial.”

Jadi, Keluarga adalah lembaga sosial dasar dari mana semua lembaga atau pranata sosial lainnya berkembang. Di masyarakat mana pun di dunia, keluarga merupakan kebutuhan manusia yang universal dan menjadi pusat terpenting dari kegiatan dalam kehidupan individu. Keluarga dapat digolongkan ke dalam kelompok primer, selain karena para anggotanya saling mengadakan kontak langsung, juga karena adanya keintiman dari para anggotanya.

2.4.1. Peranan dan Fungsi Keluarga

Dalam sosiologi terdapat perbedaan antara peranan dan fungsi (Durkheim, Skidmore). Peranan menunjuk pada apa yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang menduduki status tertentu. Fungsi menunjukkan pada efek aktivitas tertentu terhadap sistem secara keseluruhan. Perbedaan yang jelas adalah bahwa orang biasanya menyadari peranan yang dilakukannya tetapi tidak menyadari apa fungsi dari apa yang dilakukannya. Namun demikian, kedua konsep tersebut sering dianggap sama sehingga kedua konsep tersebut seolah-olah menunjuk pada hal yang sama. Untuk tujuan penulisan ini disini peranan dan fungsi dianggap sama.


(20)

Dalam hubungannya dengan keluarga, Soerjono Soekanto (2005:12) mengatakan bahwa sebagai unit sosial terkecil dalam masyarakat, keluarga mempunyai peranan-peranan tertentu. Peranan-peranan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Keluarga memiliki peran sebagai pelindung bagi pribadi-pribadi yang menjadi anggota, dimana ketentramandan ketertiban diperoleh dalam wadah tersebut. 2. Keluarga merupakan unit sosial-ekonomis yang secara materil yang mempunyai

peran memenuhi kebutuhan-kebutuhan anggota-anggotanya.

3. Keluarga memiliki peran manumbuhkan dasar-dasar bagi kaidah-kaidah pergaulan hidup.

4. Keluarga merupaka wadah dimana manusia mengalami proses sosialisasi awal, yakni suatu proses dimana manusia mempelajari dan mematuhi kaidah-kaidah dan nilai nilai yang berlakudalam masyarakat.

Horton dan Hunt menggunakan istilah fungsi keluarga, bukan peranan keluarga. Menurut Horton dan Hunt (1987) dalam J. Dwi Narkowo dan Bagong Suyanto (2004:234) terdapat beberapa fungsi keluarga, beberapa fungsi tersebut adalah: 1. Fungsi Pengatur Keturunan

2. Fungsi Sosialisasi atau Pendidikan 3. Fungsi Ekonomi atau Unit Produksi 4. Fungsi Penentuan Status


(21)

5. Fungsi Pelindung 6. Fungsi Pemeliharaan 7. Fungsi Afeksi

Berdasarkan berbagai fungsi keluarga tersebut, yang terkait dengan permasalahan penelitian adalah, sebagai berikut:

1. Fungsi sosialisasi dan pendidikan

Pada fungsi sosialisasi dan pendidikan, keluarga memberikan pengetahuan dan nasihat tentang masalah yang dihadapi oleh ODHA. Fungsi ekonomi atau unit produksi, keluarga bertanggung jaawab memberikan bantuan materi maupun non-materi, sesuai dengan kebutuhan ODHA selama melakukan pengobatan. 2. Fungsi ekonomi atau unit produksi

Fungsi ekonomi atau unit produksi, keluarga bertanggung jaawab memberikan bantuan materi maupun non-materi, sesuai dengan kebutuhan ODHA selama melakukan pengobatan.

3. Fungsi afeksi

Pada fungsi afeksi, keluarga menyalurkan kasih sayang, kehangatan, perhatian, dan cinta yang akan melahirkan kenyamanan dan ketentraman patin pada ODHA. Pada fungsi sosialisasi dan pendidikan, keluarga memberikan pengetahuan dan nasihat tentang masalah yang dihadapi oleh ODHA. Fungsi ekonomi atau unit produksi, keluarga bertanggung-jawab memberikan bantuan


(22)

materi maupun non-materi, sesuai dengan kebutuhan ODHA selama melakukan pengobatan.

2.5. Kajian Empirik

1. Winna Rahmah (2012). Persepsi Keluarga Terhadap Anggota Keluarganya Yang Mengidap HIV/AIDS di Kelompok Dukungan Sebaya Pakta Kota Bandung. Fokus penelitian ini tentang persepsi keluarga terhadap anggota keluarganya yang mengidap HIV/AIDS, penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran umum mengenai persepsi keluarga terhadap anggota keluarganya yang ODHA. Adapun latar belakang ketertarikan peneliti terhadap masalah ini adalah kenberadaan ODHA di dalam keluarga sering menimbulkan masalah-masalah, sehingga ODHA mendapat penolakan dari keluarganya sendiri dan ODHA diasingkan dari keluarga. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode penelitian deskriptif. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik sensus, yang menggunakan seluruh populasi menjadi sampel, alasan penggunaan teknik tersebut karena jumah populasi kurang dari 30 responden. Jumlah populasi pada penelitian ini adalah 20 keluarga. Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 60 orang yang terdiri dari ayah ODHA, ibu ODHA, dan saudara kandung yang telah berusia di atas 17 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keempat aspek yang menunjukkan persepsi keluarga terhadap keberadaan ODHA di dalam keluarga yakni penerimaan keluarga, tanggapan keluarga, pengakuan keluarga, dan interaksi keluarga memiliki persepsi yang baik. Sedangkan masalah-masalah yang


(23)

dihadapi keluarga ODHA adalah pada aspek psikologis keluarga dan sosial keluarga. Hasil penelitian tersebut mangindikasikan bahwa dibutuhkan peningkatan kemampuan pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki oleh masyarakat di sekitar tempat tinggal ODHA, oleh karena itu, program penyuluhan sosial bagi masyarakat mengenai HIV/AIDS yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai HIV/AIDS.

2. Khairun (2013) melakukan penelitian dengan judul “Keberfungsian Sosial Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) di Kelurahan Bongaya Kecamatan Tamalate Kota Makassar”. Fokus penelitian ini tentang bagaimana Keberfungsian Sosial Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA). penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran umum mengenai keberfungsian sosial orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Adapun latar belakang ketertarikan peneliti terhadap masalah ini adalah kenberadaan ODHA di dalam masyarakat atau keluarga yang sering menimbulkan masalah-masalah, sehingga ODHA mendapat penolakan dari keluarganya sendiri dan ODHA diasingkan dari keluarga. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif. Jenis data yang digunakan adalah wawancara mendalam, observasi dan studi dokumentasi. Teknik analisis data dengan menggunakan pemeriksaan keabsahan data adalah dengan uji kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa informan dalam menghargai dirinya sendiri dilakukan dengan rutin untuk melakukan pemeriksaan kesehatan, rutin minum obat dan rutin melakukan kegiatan dilembaga pelayanan HIV/AIDS.


(24)

3. Umi Salamah (2012). Diskriminasi Terhadap Orang Dengan HIV/AIDS di Kota Pangkalpinang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh deskripsi mengenai perilaku diskriminatif yang diberikan kepada Orang Denga HIV/AIDS (ODHA) di Kota Pangkalpinang. Penelitian dilaksanakan menggunakan pendekatan kualitatif yaitu melalui metode deskriptif, dengan penentuan informan dilakukan secara purposive dan snowball. Untuk memeriksa keabsahan data, dilakukan perpanjangan keikutsertaan selama 20 hari dari waktu yang sebelumnya telah ditentukan. Hasil penelitian menunjukkan terjadinya perilaku diskriminatif yang cukup rektif apabila dibandingkan dengan penelitian serupa di Indonesia. Hasil penelitian mengindikasikan apabila sebuah program berbasis lokal-inovatif sangat diperlukan. Berdasarkan analisis, program yang berjalan dalam dua faktor yaitu perubahan secara internal dan eksternal merupakan satu-satunya cara agar diskriminasi dapat dihilangkan secara holistik.

2.6. Kajian Teori

Dari uraian tentang dukungan sosial dan jenis dukungan sosial serta uraian tentang peranan dan fungsi keluarga oleh Soerjono Soekanto dan J. Dwi Narkowo dan Bagong Suyanto dalam sosiologi keluarga, nampak bahwa ada hubungan antara keluarga dengan peranan atau fungsi keluarga dalam hal dukungan sosial keluarga terhadap ODHA. Artinya, keluarga dapat berperanan atau berfungsi dalam memberikan dukungan sosial terhadap penderita ODHA. Dukungan sosial yang diberikan oleh keluarga kepada penderita ODHA akan jauh lebih penting dan lebih


(25)

mudah dilakukan karena keluarga merupakan kelompok dimana penderita ODHA menjadi anggotanya. Ikatan sosial penderita ODHA lebih kuat dengan keluarganya daripada dengan kelompok-kelompok lain yang ada dalam masyarakat. Penderita ODHA merupakan anggota keluarga yang secara moral lebih perlu mendapat bantuan daripada anggota keluarga lain yang lebih sehat. Hal ini ditegaskan oleh Pancoast dan Collins bahwa dukungan sosial bersifat progresif dari keluarga kemudian meluas ke kelompok-kelompok lain. Dukungan yang diberikan keluarga kepada penderita ODHA Hal inilah yang perlu diteliti dalam penelitian ini. Secara operasional yang dimaksud dengan dukungan sosial keluarga terhadap penderita ODHA adalah sebagai berikut:

1. Dukungan emosional adalah dalam hal ini ODHA sangat membutuhkan bentuk empati, kepedulian dan perhatian dari keluarganya.

2. Dukungan penghargaan adalah dalam hal ini ODHA sangat membutuhkan ungkapan hormat (penghargaan) positif, dorongan maju, atau gagasan (pemikiran) positif dari keluarga.

3. Dukungan instrumental adalah dalam hal ini ODHA sangat membutuhkan dukungan dari keluarga mencakup bantuan langsung, seperti memberi pinjaman uang atau modal barang untuk memperbaiki rumah atau menolongan dengan memberi pekerjaan, sehingga dapat memperoleh penghasilan untuk memperbaiki kualitas hidup ODHA.

4. Dukungan informatif adalah dalam hal ini ODHA sangat membutuhkan Dukungan dari keluarga yang mengacu pada pemberian nasihat,


(26)

petunjuk-petunjuk, saran-saran atau umpan balik dalam rangka mengatasi masalah ODHA.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Bogdan dan Taylor (1975:5) dalam Moleong (2011:4) mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai berikut : “Metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang diamati”.

Peneliti menggunakan metode kualitatif adalah karena peneliti ingin mendapatkan data yang lebih lengkap, lebih mendalam, kredibel dan bermakna tentang permasalahan penelitian. Disamping itu peneliti ingin mengetahui tentang proses alamiah dari Bagaimana Pelaksanaan Dukungan Sosial Keluarga Terhadap ODHA di Kabupaten Banggai.


(27)

3.2. Objek dan Lokasi Penelitian

Objek Penelitian Ini Tentang Bagaimana Dukungan Sosial Keluarga pada Orang Dengan HIV/AIDS. Lokasi Penelitian di Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten Banggai.

3.3. Jenis dan Sumber Data

Informan adalah orang yang dipercaya untuk memberikan informasi atau data sebagai bahan penelitian. Dalam penelitian ini peneliti membedakan informan menjadi dua yaitu :

1. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari hasil wawancara tentang dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dan dukungan informatif keluarga tehadap ODHA di Kabupaten Banggai dengan secara purposive sampling. Data ini sangat penting agar peneliti mengetahui pelaksanaan Dukungan Sosial Keluarga terhadap ODHA secara langsung dari orang-orang yang terlibat di dalam fenomena ini. Sumber primer dari penelitian ini adalah ODHA dan keluarganya.

2. Sumber Data Sekunder

Data sekunder adalah sebagai data pendukung data primer dari literatur dan dokumen serta data yang diambil dari Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten Banggai, dengan permasalahan dilapangan yang terdapat pada lokasi penelitian berupa bahan bacaan, bahan pustaka, dan laporan-laporan penelitian serta dokumentasi-dokumentasi dari kegiatan yang dilakukan.


(28)

3.4. Informan penelitian

Pada penelitian ini peneliti mengambil 10 orang yang akan di jadikan sebagai informan penelitian yaitu ODHA di Kabupaten Banggai.

Tabel 1. Informan

NO NAMA INFORMAN Penularan Positif HIV/AIDS 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. “AD” “DN” “IN” “ZL” “PT” “AL” “HI” “GT” “RD” “WW” Hubungan seks Hubungan seks Hubungan seks Hubungan seks Hubungan seks Jarum Suntik Hubungan seks Hubungan seks Jarum Suntik Hubungan seks Jumlah Total 10 orang Sumber: diolah peneliti, 2016

3.5. Teknik Pengumpulan Data

1. Wawancara mendalam (indepth interview)

Wawancara mendalam tentang Dukungan emosional, Dukungan penghargaan, Dukungan instrumental, dan Dukungan informatif yang di berikan oleh Keluarga


(29)

kepada ODHA serta digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian ini. 2. Observasi

Observasi mendalam tentang Dukungan emosional, Dukungan penghargaan, Dukungan instrumental, dan Dukungan informatif yang di berikan oleh Keluarga kepada ODHA. Hal ini di lakukan untuk melihat kondisi dan situasi di tempat penelitian sehingga dapat di gunakan untuk memperoleh data dalam penelitian ini. 3. Studi dokumentasi

Selain wawancara dan observasi, data juga dapat diperoleh dengan cara melakukan studi dokumentasi. Esterberg 2002 dalam Samiaji Sarosa (2012) mengatakan “Dokumen adalah segala sesuatu materi dalam bentuk tertulis yang dibuat oleh manusia”. Dokumen yang dimaksud adalah segala catatan baik bentuk catatan dalam kertas (hardcopy) maupun elektronik (softcopy). Dokumen dapat berupa buku, artikel media massa, catatan harian, manifesto, undang-undang, notulen, blog, halaman web, foto, dan yang lainnya.

3.6. Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan teknik analisa data kualitatif. Data-data yang diperoleh dari berbagai sumber yaitu observasi, wawancara yang ditulis dalam catatan lapangan, serta berbagai sumber resmi setelah dibaca, dipelajari, dan ditelaah, kemudian dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut: mengadakan reduksi data, menyusun dalam satuan-satuan, mengkategorisasikan, mengadakan pemeriksaan keabsahan data, penafsiran dan kesimpulan. peneliti menggunakan


(30)

teknik analisa data seperti yang dikemukakan oleh Lexy J. Moleong (2011:249) adalah sebagai berikut :

1. Pemrosesan Satuan

Dalam pemrosesan satuan terdiri dari dua teknik yaitu tipologi satuan yang berarti penggolongan satuan yang memiliki tipe yang sama. Lalu yang kedua penyusunan satuan merupakan penyusunan data yang telah digolongkan sesuai dengan tipenya. 2. Kategorisasi

Kategorisasi berarti penyusunan kategori. Kategori tidak lain adalah salah satu tumpukan dari seperangkat tumpukan yang disusun atas dasar pikiran, intuisi, pendapat, atau kriteria tertentu.

3. Penafsiran Data

Penafsiran data yaitu melakukan penyusunan data yang telah diperoleh dengan menghubungkan kategori-kategorinya kedalam kerangka sistem kategori yang dipeoleh dari data.

3.7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Agar dapat mempertanggungjawabkan data secara benar dan akurat, maka perlu dilakukan pemeriksaan keabsahan data yang telah dikumpulkan.

Lexy J. Moleong (2011:326), mengemukakan bahwa pemeriksaan data menggunakan kriteria kredibilitas dengan teknik pemeriksaan data sebagai berikut: 1. Ketekunan pengamatan


(31)

Ketekunan pengamatan bermaksud menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan-persoalan atau isu-isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci. 2. Triangulasi

Memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data yang telah diperoleh untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut. Tujuannya mengecek kebenaran data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain di luar sebagai data pembanding. Hal-hal yang menjadi pembanding antara lain :

a. Hasil observasi dengan hasil wawancara mendalam tentang Dukungan emosional, Dukungan penghargaan, Dukungan instrumental, dan Dukungan informatif yang di berikan oleh Keluarga kepada ODHA.

b. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan dengan penelitian.

3. Pengecekan data, kategori, penafsiran dan penarikan kesimpulan.

Kepada anggota yang sama–sama terlibat diminta pendapat dan pandangan tentang situasi mereka terhadap data yang telah diolah dan diorganisasikan oleh peneliti. Bagian yang dicek dengan anggota yang terlibat yaitu meliputi data, kategori, penafsiran, dan kesimpulan. Setiap anggota juga diminta tanggapannya terhadap data yang telah diorganisirkan oleh peneliti.


(32)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1. Gambaran Umum Kabupaten Banggai

Kondisi Geografis Secara administratif Kabupaten Banggai terdiri atas 23 Kecamatan, 46 Kelurahan dan 291 Desa dan secara geografis Kabupaten Banggai terletak antara 122023’-124020’ Bujur Timur dan 0030’-2020’ Lintang Selatan memiliki Luas wilayah daratan ± 9.672,70 Km² atau sekitar 14,22 % dari luas


(33)

Propinsi Sulawesi Tengah dan luas laut 20.309,68 Km² dengan garis pantai sepanjang 613,25 Km. Adapun batas wilayah Kabupaten Banggai sebagai berikut : - Sebelah Utara berbatasan dengan Teluk Tomini.

- Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Maluku.

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Banggai Kepulauan dan Kabuaten Banggai Laut.

- Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tojo Una-una, Kabupaten Morowali, dan Kabupaten Morowali Utara.

luas Wilayah Daerah Kabupaten Banggai yang secara administrasif menunjukkan bahwa Kabupaten Banggai terbagi atas 293 desa termasuk di dalamnya terdapat 2 Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) yaitu 1 UPT dalam Wilayah Kecamatan Toili dan 1 UPT dalam Wilayah Kecamatan Batui, dan 46 Kelurahan. Sesuai tabel di atas bahwa Wilayah Kecamatan Batui adalah wiayah kecamatan yang terluas yaitu 1.062,36 km2 terbagi atas 7 desa dan 7 kelurahan sementara Wilayah Kecamatan Luwuk adalah wilayah kecamatan tersempit yaitu hanya 72,82 km2 yang terbagi atas 8 kelurahan dan 2 desa sementara terdapat 9 kecamatan yang belum memiliki kelurahan kemudian kecamatan lainnya dilihat dari segi luas wilayah, jumlah desa, jumlah kelurahan, dan tentang potensi yang dimilikinya juga berbervarisi.

4.1.2. Gambaran Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten Banggai.

Seiring dengan kebijakan pemerintah pusat dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS, yang menjadikan dasar hukum menetapkan pembentukan Komisi


(34)

Dalam upaya membina dan mengkoordinasikan program akselerasi penanggulangan HIV/AIDS di Kabupaten Banggai dengan bantuan dana dari Global Fund Partnership tahun 2008 melalui Pemerintah Propinsi Sulawesi Tengah ditetapkan Kantor Sekretariat Komisi Penanggulangan AIDS Daerah Kabupaten Banggai.

Kantor Sekretariat KPAD tersebut bertempat di lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Banggai. Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten/Kota diketuai oleh Bupati/Walikota. Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten/Kota mempunyai tugas merumuskan kebijakan, strategi, dan langkah-langkah yang diperlukan dalam rangka penanggulangan AIDS di wilayahnya sesuai kebijakan, strategi, dan pedoman yang ditetapkan oleh Komisi Penanggulangan AIDS Nasional.

DASAR HUKUM/KELEMBAGAAN

1. Penguatan Kelembagaan KPA Nasional /Provinsi Kabupaten/Kota :

Perpres No. 75/2006 Komisi Penanggulangan AIDS Nasional Tonggak

untuk intensifikasi penanggulangan AIDS

 Permenkokesra No. 3/PER/MENKO/KESRA/III/2007 Susunan Tugas &


(35)

 Permenkokesra No. 4/PER/MENKO/KESRA/III/2007 Pedoman dan tata

kerja Sekretariat KPA Nasional

 Permenkokesra No. 6/PER/MENKO/KESRA/III/2007 Tim Pelaksana KPA

Nasioanal

 SK Gubernur Sulawesi Tengah No.

443/253/DISKES-G.ST/2012 Pembentukan KPAP Sulteng

2. Penggerakkan Program Pencegahan & Penanggulangan :

 Permendagri No. 20/2007, Pedoman Umum Pembentukan KPA di Daerah

 Permenkokesra No. 2/PER/MENKO/KESRA/I/2007 Kebijakan

Penanggulangan AIDS melalui Pengurangan Dampak Buruk Penggunaan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif Suntik

 Permenkokesra No. 7/PER/MENKO/KESRA/III/2007 Strategi Nasional

Penanggulangan AIDS Tahun 2007-2010

 Permenkokesra No. 8/2010 Strategi dan Rencana Aksi Nasional (SRAN)

Penanggulangan AIDS di Indonesia 2010-2014

 Inpres No. 1/2010, Percepatan Pelaksanaan Parioritas Pembangunan

Nasional

 Inpres No. 3/2010, Program Pembangunan Yang berkeadilan. HIV


(36)

 SK Gubernur Sulawesi Tengah No.

443/726/DINKESDA-G.ST/2009 Renstra Pengendalian Hiv/Aids 2010-2015

 SK Gubernur Sulawesi Tengah No. 443 / 89 / DINKESDA-G.ST/ 2011

tentang Rencana Aksi Daerah 2011-2015

 Pergub Sulteng No. 29 Th 2011 tentang Rencana Aksi Percepatan Pencapaian target MDGS.

Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten/Kota melaporkan secara berkala pelaksanaan tugasnya kepada Ketua Komisi Penanggulangan AIDS Nasional. Ketentuan mengenai tata kerja Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten/Kota diatur oleh Bupati dan Walikota dengan berpedoman pada tata kerja yang ditetapkan oleh Ketua Komisi Penanggulangan AIDS Nasional. tersebut ditetapkan visi dan misinya. Adapun visi Komisi Penanggulan AIDS Kabupaten Banggai adalah : “Terkendalinya penyebaran HIV/AIDS di Kabupaten Banggai”. Sedangkan misi yang dirumuskan adalah : 1. Mendorong kepada semua pihak untuk meningkatkan kepedulian dalam

penanggulangan HIV/AIDS.

2. Meningkatkan akses pelayanan kesehatan bagi penderita HIV/AIDS.

3. Mendorong kemandirian masyarakat untuk dapat melakukan upaya penanggulangan HIV/AIDS.

4. Menggalang sumber daya manusia dan sumber dana masyarakat dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS.


(37)

5. Menciptakan perilaku yang aman dari resiko penularan HIV/AIDS. 6. Mengurangi stigma dan diskriminasi terhadap ODHA.

7. Memperjuangkan gerakan peduli HIV/AIDS, Anti Narkoba agar dapat diterima masyarakat luas, dan dalam lingkungan sosial budaya.

8. Memperjuangkan berdirinya wadah informasi dan program penanggulangan/pencegahan infeksi HIV/AIDS dilingkungan masyarakat Kabupaten Banggai.

9. Menjembatani segala bentuk upaya penanganan permasalahan HIV/AIDS dan Narkoba dalam lingkungan yang Non Diskrimanatif.

Berdasarkan perkembangan jumlah kasus HIV/AIDS yang terus bertambah maka visi dan misi tersebut menjadi tantangan bagi KPAD Kabupaten Banggai untuk mewujudkannya. Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten Banggai yang sudah ditetapkan dengan Surat Keputusan Gubernur berupaya untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsinya.

4.2. Hasil Wawancara

Sebelum melakukan studi kasus secara mendalam tentang Dukungan Sosial Keluarga Terhadap Penanggulangan HIV/AIDS di Kabupaten Banggai, Peneliti telah melakukan beberapa langkah antara lain penjajakan terhadap lokasi


(38)

penelitian, mengidentifikasi ODHA yang tergabung di dalam Komisi Penanggulangan HIV/AIDS Kabupaten Banggai, dan koordinasi dengan pihak-pihak terkait. Berdasarkan identifikasi, diketahui 10 ODHA yang selanjutnya peneliti ambil sebagai informan penelitian. Peneliti hanya mengambil ODHA dan Keluarga sebagai informan dikarenakan di dalam penelitian ini peneliti hanya meneliti ODHA yang di dalam Komisi Penanggulangan HIV/AIDS yang terdiri dari keseluruhan ODHA Perempuan, Laki-Laki, dan Waria.

Berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan dalam rangka pengumpulan data lapangan tentang Dukungan Sosial Keluarga Terhadap Penanggulangan HIV/AIDS di Kabupaten Banggai maka hasil wawancaranya dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Informan “AD” adalah orang yang menderita positif HIV. Informan “AD”, berusia 31 tahun, memiliki latar belakang pendidikan D1 (Ilmu akuntansi), pekerjaan sebagai ASN, status telah menikah, beragama kristen, terinfeksi HIV pada tahun 2014, penyebab positif HIV adalah tertular dari pasangannya yang telah meninggal terlebih dahulu dan menikah lagi di tahun 2013 dengan informan “DN”. Berdasarkan hasil observasi ciri fisik dari informan “AD” adalah kulit kuning langsat, bentuk wajah oval, plontos. Tinggi badan ± 160 cm dan berat badan ± 52 kg.

Dukungan emosional dari Keluarga ini merupakan bagaimana Keluarga memberikan kepedulian dan perhatian terhadap ODHA. Dukungan emosional dari Keluarga ini diungkapkan langsung oleh informan ODHA, karena ODHA tersebut


(39)

yang merasakan bagaimana kepedulian dan perhatian yang diberikan terhadap mereka.

Berdasarkan hasil wawancara informan “AD” diberikan kepedulian dan perhatian oleh Keluarga serta pendamping. Dapat terlihat baik kepada informan “AD” dikarenakan orang tua dari informan “AD” selalu mengingatkan menjaga kesehatan dan rutin minum obat yang diberikan oleh dokter Rumah Sakit kandow manado dan Rumah Sakit Kabupaten Banggai. Hal ini di utarakan sebagai berikut :

Iyo kita pe mama selalu peduli pa kita deng kasih perhatian, pertama kali kita drop di rumah sakit kabupaten banggai cuma kita pe istri yang ba taman akan kita di rumah sakit, karena orang tua semua dan keluarga di manado, di tahun 2014 pertama kali kita tahu kalau kita sudah positif HIV. Pada saat itu juga kita ba telfon pa kita pe keluarga semua kalau kita so postif HIV dari istri pertama yang sudah meninggal dan keluarga langsung suruh berobat.

Dukungan penghargaan yang dimaksud disini adalah ungkapan hormat/penghargaan positif, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu, dan perbandingan positif dengan orang lain, misalnya orang itu kurang mampu atau lebih buruk keadaannya (menambah harga diri).

Menurut informan “AD”, mendapatkan dukungan penghargaan dan dorongan maju dari Keluarga dalam bentuk mengarahkan, memotivasi, dan memberikan dukungan agar mampu menyelesaikan permasalahannya. Hal ini di utarakan sebagai berikut : Kita pe keluarga selalu berikan motivasi terutama dari mama dengan kita pe saudara lain dan sampai hari ini kita pe istri selalu sabar menghadapi kita deng yang orangnya tempramental kalau lagi drop kadang-kadang kita ringan tangan cepat emosi mujur kita pe istri bisa terima itu dengan ikhlas. Kita deng kita pe istri selalu memberikan support satu sama lain dengan cara saling mengingatkan setiap jam 9 torang minum obat ARV ada 4 macam di kasihnya dokter.


(40)

Dukungan instrumental yang dimaksud adalah mencakup bantuan langsung, misalnya pemberian pinjaman atau menolong dengan memberi pekerjaan atau sesuatu yang berupa materi atau barang.

Pemberian dukungan instrumental kepada informan “AD” di berikan dalam bentuk uang saja dari Keluarga, tetapi di luar keluarga adapun yang sering membantu seperti kepala kantor dari informan “AD”. Hal ini di utarakan sebagai berikut : Bulan desember kemarin kita ada pulang ka manado merayakan natal deng mau berobat deng istri sama kita pe keluarga di manado, baru sampe manado saja mama langusung suruh kita ba periksa di prodia kita pe mama ada kasih kita uang 5 juta di tambah kita ada dapat bantuasn dari kita pe bos untuk berobat pokoknya kita ada bawa uang deng istri itu kurang lebih 15 jutaan untuk pakai berobat deng pakai jalan-jalan di manado supaya ada refreshing otak sadikit dengan kita pe anak yang so berusia 9 bulan yang kita ada titip sama mama di manadofor jaga akan.

Dukungan informatif yang dimaksud adalah mencakup pemberian nasihat, saran, pengetahuan, dan informasi terhadap informan ODHA oleh Keluarga. Bersarkan hasil wawancara terhadap pemberian dukungan informatif yang di berikan oleh Keluarga kepada informan “AD” dalam bentuk nasihat dan saran. Hal ini di utarakan sebagai berikut :

Kita pe keluarga sangat sayang pa kita setiap hari pasti ada jaga ba telpon ba kasih nasihat sama kita untuk selalu rutin minum obat dan selalu jaga pa kita pe istri yang saat ini sudah positif HIV. Kita deng maitua jauh hidup dari keluarga yang ada di manado soalnya kita kerja di luwuk banggai padahal kadang-kadang kita rindu kita pe anak dengan keluarga yang ada di manado.


(41)

Keterangan

= Sangat dekat = Dekat

= Kurang Dekat

Dari hasil ecomap di atas infoman “AD” mempunyai hubungan sangat dekat dengan keluarga di karenakan informan “AD” sangat terbuka dengan keluarganya serta bisa menerima apa yang di alaminya bersama istrinya, masyarakat di sekitarnya dan hubungannya bersama KPA sangat dekat dimana komunikasinya sangat baik adapun beberapa oknum di Rumah Sakit yang tidak begitu merespon dengan baik hanya seorang pendamping ODHA yang perhatian.

2. Informan “DN” adalah orang yang menderita HIV positif. Informan “DN”, berusia 23 tahun, memiliki latar belakang pendidikan SMK (Sekolah Menengah Kejuruan), pekerjaan sebagai ibu rumah tangga, status telah menikah, beragama kristen, terinfeksi HIV pada tahun 2014, dan yang menjadi penyebabnya adalah tertular dari pasangannya atau yang sekarang yang telah menjadi suaminya berinisial “AD”. Berdasarkan hasil observasi ciri fisik dari informan “DN” adalah kulit putih, bentuk wajah oval, rambut sebahu. Tinggi badan ± 154 cm dan berat badan ± 40 kg.


(42)

Dukungan emosional dari Keluarga ini merupakan bagaimana Keluarga memberikan kepedulian dan perhatian terhadap ODHA. Dukungan emosional dari Keluarga ini diungkapkan langsung oleh informan ODHA.

Berdasarkan hasil wawancara informan “DN” diberikan kepedulian oleh Keluarga serta pendamping. Dapat terlihat baik kepada informan “DN” Seringkali mendapatkan penolakan di dalam keluarganya dalam bentuk diskriminasi. Hal ini di utarakan sebagai berikut :

Kalau di keluarganya kita belum bisa ba tarima itu semua dan sering diberikan penolakan seperti yang terjadi pas kita ada bale ka manado akhir tahun lalu untuk merayakan natal dan tahun baru di kampung, banyak perlakuan yang membuat kita jadi minder seperti dibedakan alat makan, tempat tidur dan alat mandi. Cuma kita pe mama dalam keluarga yang bisa terima kita pe saudara maupun keluarga yang jauh pun memperlakukan kita berbeda, seringkali kita dengan suami di sepelehkan kalau lagi berdiskusi dengan keluarga membuat kita dengan suami tidak nyaman berlama-lama di rumahnya kita pe keluarga sekitar 3 hari begitu kita dengan suami langsung ba pindah ke rumah keluaga suami yang begitu baik menerima kita apa adanya.

Dukungan penghargaan yang dimaksud disini adalah ungkapan hormat/penghargaan positif, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu, dan perbandingan positif dengan orang lain, misalnya orang itu kurang mampu atau lebih buruk keadaannya (menambah harga diri).

Menurut informan “DN”, tidak mendapatkan dukungan penghargaan dan dorongan maju dari Keluarga di karenakan pemahaman keluarga belum bisa menerima kalau informan “DN” sudah positif HIV. Hal ini di utarakan sebagai berikut :

Kita sangat prihatin dengan pemahaman keluarga di kampung yang terlalu takut dan selalu berfikir bakal tertular apa yang saya alami saat ini bersama suami. Kita juga sempat baku marah dengan keluarga karena keluarga selalu ba singgung kita pe suami katanya pembawa penyakit makanya kita tidak rasa nyaman kalau


(43)

lama-lama di rumah padahal kita ada rindu skali pa kita pe mama dengan keluarga cuma dorang sering buat penolakan sama kita dengan suami, Bukanya memberikan torang motivasi tapi malah ba marah-marah.

Dukungan instrumental yang dimaksud adalah mencakup bantuan langsung, misalnya pemberian pinjaman atau menolong dengan memberi pekerjaan atau sesuatu yang berupa materi atau barang.

Pemberian dukungan instrumental kepada informan “DN” di berikan dalam bentuk uang dari Keluarga, tetapi di luar keluarga adapun yang sering membantu seperti Pihak pendamping ODHA. Hal ini di utarakan sebagai berikut :

Cuma kita pe suami punya keluarga yang mambantu dari segi keuangan kalau di antara torang 2 ada yang drop masuk rumah sakit atau ada kebutuhan lain yang torang dua belum bias selesaikan. Hampir setiap hati kita pe mertua ba telpon ba Tanya torang dua pe keadaan karena kita pe suami sering drop dia punya penyakit batuk dan ada cairan dalam perut yang sampai saat ini belum bias keluarkan. Dukungan informatif yang dimaksud adalah mencakup pemberian nasihat dan saran terhadap informan “DN” oleh Keluarga dan pendamping. Berdasarkan hasil wawancara terhadap pemberian dukungan informatif yang di berikan oleh Keluarga kepada informan “DN” dalam bentuk nasihat dan saran. Hal ini di utarakan sebagai berikut :

Keluarga dari kita pe suami yang hampir setiap hari berkomunikasi untuk memberikan nasihat-nasihat atau mengingatkan harus baku sayang dengan selain rawat diri sendiri harus rawat itu suami serta rutin minum obat agar stabil trus itu badan. Yang bikin sedih kalau keluarga dari suami so bilang sama kita kalau kita pe anak ada sehat-sehat dorang ada jaga bae-bae jangan terlalu banyak berfikir selalu jaga kondisi kalau ada kekurangan telfon jo mama atau saudara lain untuk meminta bantuan jangan malu-malu minta bantuan kalau lagi susah nak.


(44)

Keterangan

= Sangat dekat = Dekat

= Kurang Dekat

Dari hasil ecomap di atas infoman “DN” mempunyai hubungan kurang dekat dengan keluarganya sendiri di karenakan keluarganya tidak bisa menerima dan membuat penolakan adapun masyarakat di sekitarnya dan hubungannya bersama KPA sangat dekat dimana komunikasinya sangat baik adapun beberapa oknum di Rumah Sakit yang tidak begitu merespon dengan baik hanya seorang pendamping ODHA yang perhatian.

3. Informan “IN” adalah orang yang menderita positif HIV. Informan “IN”, berusia 39 tahun, memiliki latar belakang pendidikan SMA, pekerjaan sebagai ASN, status telah janda, beragama islam, terinfeksi HIV pada tahun 2014, dan yang menjadi penyebabnya adalah tertular dari pasangannya. Berdasarkan hasil observasi ciri fisik dari informan “IN” adalah kulit kuning langsat, bentuk wajah oval, rambut sebahu. Tinggi badan ± 159 cm dan berat badan ± 54 kg.

Dukungan emosional dari Keluarga ini merupakan bagaimana Keluarga memberikan kepedulian dan perhatian terhadap ODHA. Dukungan emosional dari Keluarga ini diungkapkan langsung oleh informan ODHA, karena ODHA tersebut


(45)

yang merasakan bagaimana kepedulian dan perhatian yang diberikan terhadap mereka.

Berdasarkan hasil wawancara informan “IN” diberikan kepedulian oleh Keluarga serta pendamping. Dapat terlihat baik kepada informan “IN” Seringkali di berikan perhatian di dalam keluarga.

Keluarga saya sangat peduli terhadap saya saat ini terutama mama, kakak, dan adik. saya 3 bersaudara dan saya anak yang paling di sayang di dalam keluarga kalau di rumah saya anak yang selalu diberi perhatian lebih walaupun sebelum di tahu kalau saya sudah terinfeksi positif HIVdi tahun 2014 setelah suami saya meninggal dunia di tahun 2013 badan saya sempat turun hingga 45 kg dan sangat drop dan di periksa bahwa saya sudah trinfeksi positif HIV.

Dukungan penghargaan yang dimaksud disini adalah ungkapan hormat/penghargaan positif, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu, dan perbandingan positif dengan orang lain, misalnya orang itu kurang mampu atau lebih buruk keadaannya (menambah harga diri).

Menurut informan “IN”, mendapatkan dukungan penghargaan dan dorongan maju dari Keluarga dalam bentuk mengarahkan dan memberikan dukungan agar mampu menyelesaikan permasalahannya. Hal ini di utarakan sebagai berikut :

Saya pe keluarga selalu kasih semangat saya soalnya masih ada kita pe anak 4 orang dari suami pertama dua anak dan yang sudah menjadi almarhum mendapatkan 2 anak yang berusia hampir 3 tahun. Saya pe tampat ba curhat Cuma sama orang tua dengan saudara kalau lagi ada masalah atau saya lagi drop.

Dukungan instrumental yang dimaksud adalah mencakup bantuan langsung, misalnya pemberian pinjaman atau menolong dengan memberi pekerjaan atau sesuatu yang berupa materi atau barang.


(46)

Pemberian dukungan instrumental kepada informan “IN” di berikan bukan dalam bentuk uang dan pekerjaan dari Keluarga, tetapi di luar keluarga adapun yang sering membantu seperti Pemerintah Kabupaten Banggai. Hal ini di utarakan sebagai berikut :

Kadang-kadang orang tua ada bakasih saya uang untuk chek kesehatan di dokter haris yang sering tangani saya kalau lagi drop. Saat ini saya punya keluarga yang bantu rawat dan sekolahkan saya punya anak 4 karena pendapatan saya tidak menentu dan uang pensiun dari suami tidak cukup karena anak saya yang paling tua sudah kuliah di Makassar dan seringkali juga keluarga antar ke rumah sakit untuk ambil obat ARV.

Dukungan informatif yang dimaksud adalah mencakup pemberian nasihat, saran, pengetahuan, dan informasi terhadap informan ODHA oleh Keluarga. Bersarkan hasil wawancara terhadap pemberian dukungan informatif yang di berikan oleh Keluarga kepada informan “IN” dalam bentuk nasihat dan saran. Hal ini di utarakan sebagai berikut :

Keluarga sering kasih nasehat dengan saran sama saya pokoknya setelah tahu saya terinfeksi positif HIV orang tua dan suadara memberikan support pada saat lagi bacarita di rumah atau lagi ba telfon.

1) Ecomap “IN”

Keterangan

= Sangat dekat = Dekat

= Kurang Dekat

Keluarga


(47)

Dari hasil ecomap di atas infoman “IN” mempunyai hubungan kurang dekat dengan masyarakat di karenakan merahasiakan penyakit yang di alaminya adapun keluarga dan KPA sangat dekat dimana komunikasinya sangat baik.

4. Informan “ZL” adalah orang yang menderita positif HIV. Informan “ZL”, berusia 32 tahun, memiliki latar belakang pendidikan SMA (Sekolah Menengah Atas), pekerjaan sebagai TNI, status telah menikah, beragama islam, terinfeksi HIV pada tahun 2007, dan yang menjadi penyebabnya adalah hubungan seks bebas. Berdasarkan hasil observasi ciri fisik dari informan “ZL” adalah kulit Hitam, bentuk wajah oval, rambut botak. Tinggi badan ± 168 cm dan berat badan ± 46 kg.

Dukungan emosional dari Keluarga ini merupakan bagaimana Keluarga memberikan kepedulian dan perhatian terhadap ODHA. Dukungan emosional dari Keluarga ini diungkapkan langsung oleh informan ODHA, karena ODHA tersebut yang merasakan bagaimana kepedulian dan perhatian yang diberikan terhadap mereka.

Berdasarkan hasil wawancara informan “ZL” diberikan kepedulian oleh Keluarga serta pendamping. Dapat terlihat baik kepada informan “ZL” Seringkali di berikan informasi yang terbaru dari seorang pendamping dan istri dari informan “ZL” adapun orang tua belum mengetahui apa yang di alami infoman “ZL”.

Hanya istri yang memberikan support terhadap saya, karena kedua orang tua saya belum mengetahui dan mertua saya, pada saat saya lagi drop di tahu 2014 CD4 saya mencapai 23 dan HB 3 serta sampai koma tidak sadarkan diri hanya istrilah yg ada di sampingnya saya untuk menjaga saya di rumah sakit.


(48)

Dukungan penghargaan yang dimaksud disini adalah ungkapan hormat/penghargaan positif, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu, dan perbandingan positif dengan orang lain, misalnya orang itu kurang mampu atau lebih buruk keadaannya (menambah harga diri).

Menurut informan “ZL”, mendapatkan dukungan penghargaan dan dorongan maju dari Keluarga dalam bentuk mengarahkan dan memberikan dukungan agar mampu menyelesaikan permasalahannya. Hal ini di utarakan sebagai berikut :

Istri saya selalu mengatakan pada saat saya di saat lagi drop ayah itu harus sabar dan kuat jangan pernah menyesal apa yang sudah terjadi cobaan ini kita harus jalani karena ini hanya proses intinya semua kan kembali ke sang pencipta hanya prosesnya yang berbeda, itu yang membuat saya menjadi lebih kuat dan terdorong ingin lekas cepat sembuh karena anak saya pada saat itu masih berumur 9 tahun,

Dukungan instrumental yang dimaksud adalah mencakup bantuan langsung, misalnya pemberian pinjaman atau menolong dengan memberi pekerjaan atau sesuatu yang berupa materi atau barang.

Pemberian dukungan instrumental kepada informan “ZL” di berikan bukan dalam bentuk uang dan pekerjaan dari Keluarga, tetapi di luar keluarga adapun yang sering membantu seperti Pemerintah Kabupaten Banggai dalam mengakses obat ARV (Antiretrorival). Hal ini di utarakan sebagai berikut :

Saya berusaha sendiri karena kedua orang tua saya dan mertua belum mengetahui kalau saya sudah terinfeksi positif HIV di tahun 2014 saya memberanikan diri meminta cuti 1 tahun untuk berobat di jogja mengambil uang bank 150 juta untuk di pakai berobat selama disana bersama istri dan anak.


(49)

Dukungan informatif yang dimaksud adalah mencakup pemberian nasihat, saran, pengetahuan, dan informasi terhadap informan ODHA oleh Keluarga. Bersarkan hasil wawancara terhadap pemberian dukungan informatif yang di berikan oleh Keluarga kepada informan “ZL” dalam bentuk nasihat dan saran. Hal ini di utarakan sebagai berikut :

Kalau di dalam keluarga saya hanya istri yang mengetahui penyakit yang saya alami dan pendamping ODHA pak iksan, jadi hanya mereka berdua yang selalu memberikan nasihat dan saran kepada saya. Saya juga ingat pada saat saya berobat di jogja ada nasihat dan saran yang membuat saya bisa lebih baik kondisinya saat ini yaitu dari dr. Budi Pranowo kamu harus rutin minum obat dan sering berolahraga agar kamu bisa lebih percaya diri karena apa yang kamu alami saat ini hanya dorangan support dan selau mendekatkan diri kepada tuhan karena hanya itu yang bisa menolong kamu.

1) Ecomap “ZL”

Keterangan

= Sangat dekat = Dekat

= Kurang Dekat

Dari hasil ecomap di atas infoman “ZL” mempunyai hubungan kurang dekat dengan keluarga di karenakan merahasiakan penyakit yang di alaminya dan istri adapun masyarakat di sekitarnya dan hubungannya bersama KPA sangat dekat dimana komunikasinya sangat baik adapun beberapa oknum di Rumah Sakit yang

masyarakat

KPA ZL


(50)

tidak begitu merespon dengan baik hanya seorang pendamping ODHA yang perhatian.

5. Informan “PT” adalah orang yang menderita HIV positif. Informan “PT”, berusia 30 tahun, memiliki latar belakang pendidikan SMK (Sekolah Menengah Kejuruan), pekerjaan Ibu Rumah tangga, status telah menikah, beragama islam, terinfeksi HIV pada tahun 2015, dan yang menjadi penyebabnya adalah tertular dari pasangannya atau yang sekarang yang telah menjadi suaminya yaitu informan “ZL”. Berdasarkan hasil observasi ciri fisik dari informan “PT” adalah kulit kuning langsat, bentuk wajah oval, rambut sebahu. Tinggi badan ± 160 cm dan berat badan ± 58 kg.

Dukungan emosional dari Keluarga ini merupakan bagaimana Keluarga memberikan kepedulian dan perhatian terhadap ODHA. Dukungan emosional dari Keluarga ini diungkapkan langsung oleh informan ODHA, karena ODHA tersebut yang merasakan bagaimana kepedulian dan perhatian yang diberikan terhadap mereka.

Berdasarkan hasil wawancara informan “PT” diberikan kepedulian oleh Keluarga serta pendamping. Dapat terlihat baik kepada informan “PT” Seringkali di berikan informasi yang terbaru dari seorang pendamping dan suami.

Saya hanya sering berkomunikasi dengan pendamping ODHA dan suami kalau lagi kambuh rasa sakit yang sering di kepala dan demam tinggi kepedulian yang di berikan oleh pendamping ODHA (pak iksan) sangat rutin sekali datang kerumah untuk melihat kondisi saya bersama suami, adapun ibu saya belum mengetahui sampai saat ini karena saya takut mereka jadi cemas apa yang saya alami bersama suami saya saat ini. Alhamdulilah sampai saat ini saya belum sampai drop.


(51)

Dukungan penghargaan yang dimaksud disini adalah ungkapan hormat/penghargaan positif, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu, dan perbandingan positif dengan orang lain, misalnya orang itu kurang mampu atau lebih buruk keadaannya (menambah harga diri).

Menurut informan “PT”, mendapatkan dukungan penghargaan dan dorongan maju dari suami dalam bentuk mengarahkan dan memberikan dukungan agar mampu menyelesaikan permasalahannya. Hal ini di utarakan sebagai berikut :

Saya bersama suami saling memberikan support saling mengingatkan kalau setiap jam 9 tepat kita sudah harus minum obat lagi, padahal kadang-kadang saya sudah merasa bosan karena setiap jam 9 harus minum obat ARV 3 macam itu tetapi saya bersyukur karena suami selalu mengingatkan bahwa kita berdua masih punya anak untuk di jaga dan di besarkan karena tidak ada keluarga yang mengetahui penyakit yang kita alami.

Dukungan instrumental yang dimaksud adalah mencakup bantuan langsung, misalnya pemberian pinjaman atau menolong dengan memberi pekerjaan atau sesuatu yang berupa materi atau barang.

Pemberian dukungan instrumental kepada informan “PT” di berikan dalam bentuk uang dan bukan pekerjaan dari Keluarga, tetapi di luar keluarga adapun yang sering membantu seperti Pemerintah Kabupaten Banggai. Diutarakan sebagai berikut : Cuma yang sering buat saya kecewa pihak rumah sakit kalau pengambilan obat selalu terlambat sampai seharian menunggu itupun kadang-kadang di suruh ambil besoknya lagi makanya suami saya selalu menyiapkan cadangan obat ARV itu yang dia beli di jogja pada saat lagi berobat. Adapun keluarga memberikan bantuan pada saat bapak saya meninggal para saudara dan ibu menjual lahan bapak saya dan di bagi kepada anak-anaknya untuk menjadi tabungan pendidikan anak saya kedepan.


(52)

Dukungan informatif yang dimaksud adalah mencakup pemberian nasihat, saran, pengetahuan, dan informasi terhadap informan ODHA oleh Keluarga. Bersarkan hasil wawancara terhadap pemberian dukungan informatif yang di berikan oleh Keluarga kepada informan “PT” dalam bentuk nasihat dan saran. Hal ini di utarakan sebagai berikut :

Nasihat dan saran yang diberikan ibu saya waktu tau suami saya lagi sakit berkata harus bisa merawat suami saya dan menjaganya walaupum ibu saya tidak mengetahui apa yang saat ini terjadi yang di alami suami dan saya, ibu saya sering mengatakan kalau kekurangan apapun nanti hubungi ibu tetapi suami saya marah dan mengatakan jangan lagi meropotkan orang tua insya allah kita bisa hadapi sama-sama karena latarbelakang suami saya yang seorang prajurit membuat wataknya agak keras tetapi terkadang saya diam-diam meminta bantuan kepada ibu kalau ada keperluan mendadak.

1) Ecomap “PT”

Keterangan

= Sangat dekat = Dekat

= Kurang Dekat

Dari hasil ecomap di atas infoman “PT” mempunyai hubungan kurang dekat dengan keluarga di karenakan merahasiakan penyakit yang di alaminya dan suami adapun masyarakat di sekitarnya dan hubungannya bersama KPA sangat dekat dimana komunikasinya sangat baik adapun beberapa oknum di Rumah Sakit yang tidak begitu merespon dengan baik hanya seorang pendamping ODHA yang peduli.

masyarakat


(53)

6. Informan “AL” adalah orang yang menderita HIV positif. Informan “AL”, berusia 28 tahun, memiliki latar belakang pendidikan SMA (Sekolah Menengah Atas), pekerjaan sebagai wiraswasta, status belum menikah, beragama islam, terinfeksi HIV pada tahun 2013, dan yang menjadi penyebabnya adalah penggunaan jarum suntik tidak steril dan hubungan seks. Berdasarkan hasil observasi ciri fisik dari informan “AL” adalah kulit kuning langsat, bentuk wajah oval, rambut sebahu. Tinggi badan ± 167 cm dan berat badan ± 58 kg. Dukungan emosional dari Keluarga ini merupakan bagaimana Keluarga memberikan kepedulian dan perhatian terhadap ODHA. Dukungan emosional dari Keluarga ini diungkapkan langsung oleh informan ODHA, karena ODHA tersebut yang merasakan bagaimana kepedulian dan perhatian yang diberikan terhadap mereka.

Berdasarkan hasil wawancara informan “AL” diberikan kepedulian oleh Keluarga serta pendamping. Dapat terlihat baik kepada informan “AL” Seringkali di berikan informasi yang terbaru dari seorang konselor ODHA beserta keluarga.

Keluarga sangat peduli di tahun 2013 pada saat kita drop dan orang tua so tahu hasil lab bahwa saya sudah terinfeksi positif HIV kedua orang tua langsung cepat mengambil sikap mencari informasi mengenai penyakit HIV sampai ke tahap pengobatan alternatif di kota palu.

Dukungan penghargaan yang dimaksud disini adalah ungkapan hormat/penghargaan positif, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu, dan perbandingan positif dengan orang lain, misalnya orang itu kurang mampu atau lebih buruk keadaannya (menambah harga diri).


(54)

Menurut informan “AL”, mendapatkan dukungan penghargaan dan dorongan maju dari Keluarga dalam bentuk mengarahkan dan memberikan dukungan agar mampu menyelesaikan permasalahannya. Hal ini di utarakan sebagai berikut :

Pemberian motivasi dari keluarga betul-betul kita rasakan pada saat kita lagi drop kita pe orang tua selalu ada di sampingnya kita ba kasih kuat kita pe mental, kita pe orang tua selalu bilang sama kita kau harus sehat supaya bisa main musik kembali karena kau pe teman-teman so tunggu kau sehat apalagi para pendamping ODHA hampir tiap hari datangi saya di rumah sakit untuk berikan motivasi.

Dukungan instrumental yang dimaksud adalah mencakup bantuan langsung, misalnya pemberian pinjaman atau menolong dengan memberi pekerjaan atau sesuatu yang berupa materi atau barang.

Pemberian dukungan instrumental kepada informan “AL” di berikan dalam bentuk uang dan pekerjaan dari Keluarga, tetapi di luar keluarga adapun yang sering membantu seperti konselor ODHA Kota Palu. Hal ini di utarakan sebagai berikut : Kita tergabung di kelompok dukungan sebaya ODHA di palu dimana tempat kita bisa berdiskusi sesama ODHA maupun konselor ODHA, kita pe kedua orang tua selalu kasih bantuan sama kita dalam bentuk uang dan diberikan tempat untuk usaha jualan baju, saya masih ingat jelas di tahun 2015 kita pe mama dapat informasi bahwa di bandung ada yayasan rumah cemara untuk penanganan rehabilitasi ODHA maupun NARKOTIKA dan saya di berangkatkan untuk belajar disana kurang lebih selama 6 bulan banyak hal yang saya dapatkan di tempat itu mengenai penangan ODHA untuk membuat kita bisa lebih percaya diri.

Dukungan informatif yang dimaksud adalah mencakup pemberian nasihat, saran, pengetahuan, dan informasi terhadap informan ODHA oleh Keluarga. Bersarkan hasil wawancara terhadap pemberian dukungan informatif yang di berikan oleh


(55)

Keluarga kepada informan “AL” dalam bentuk nasihat dan saran. Hal ini di utarakan sebagai berikut :

Orang tuanya kita tidak bosan-bosan bakasih nasihat dan saran hampir setiap hari menelpon sebelum jamnya untuk minum obat, nasihat yang selalu kita ingat dari mama kau harus jadi orang baik walaupun kau sudah mendapatkan hadia dari dosa-dosa yang selama ini kau lakukan minta uang sama mama untuk beli alat musik ee taunya kau beli akan obat-obat terlarang dan di gambar-gambar itu badan kayak buku gambar tidak usah lagi berbuat salah bertobatlah nak ambil hikmanya dari apa yang di dapatkan saat ini.

1) Ecomap “AL”

Keterangan

= Sangat dekat = Dekat

= Kurang Dekat

Dari hasil ecomap di atas infoman “AL” mempunyai hubungan sangat dekat dengan keluarga dan masyarakat di sekitarnya adapun hubungannya bersama KPA hanya dekat di karenakan ada beberapa oknum di KPA yang tidak begitu merespon dengan baik hanya seorang konselor atau pendamping ODHA yang ramah.

7. Informan “HI” adalah orang yang menderita HIV positif. Informan “HI”, berusia 42 tahun, memiliki latar belakang pendidikan SMA (Sekolah Menengah Atas), pekerjaan sebagai pedagang ikan asin, status telah menikah, beragama islam, terinfeksi HIV pada tahun 2015, dan yang menjadi penyebabnya adalah

masyarakat

KPA AL


(1)

a. Adanya keinginan dan semangat yang kuat dari pendamping untuk menjalankan program ini, sehingga peran mereka dapat dijalankan sebagaimana mestinya,

b. Adanya dukungan dan semangat dari Pemerintah Kabupaten Banggai serta para pendamping agar program ini dapat berjalan, sehingga mereka dapat memberi pemenuhan kebetuhan ODHA,

c. Adanya campur tangan dari pekerja sosial profesional Alumni Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung sebagai pengawas dan bisa membuat pelaksanaan program ini akan berjalan dengan baik.

d. Adanya dukungan dari Ketua komisi Penanggulangan AIDS untuk pelaksanaan program ini dengan harapan bisa memberikan pendampingan kepada ODHA dengan lebih maksimal.

e. Adanya kekompakan antara pelaksana dan peserta program tersebut. 2. Weakness (Kelemahan Program)

Kelemahan dari program ini, anatar lain:

a. Beberapa dari peserta memiliki pekerjaan dan profesi yang berbeda-beda, sehingga membuat mereka sulit untuk mengatur waktu untuk melakukan kegiatan dalam program ini.

b. Lingkup kegiatan program ini cukup luas, sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama dalam proses pelaksanaannya.


(2)

Peluang dari program ini adalah:

a. Adanya sarana dan prasarana yang mendukung pelaksanaan program ini di gedung KNPI.

b. Lokasi pelaksanaan program di gedung KNPI dapat mengirit biaya.

c. Dihasilkannya strategi yang tepat untuk menarik perhatian orang yang peduli HIV/AIDS menjadi seorang pendamping untuk memberikan pemenuhan kebutuhan kepada ODHA dalam dukungan sosial.

4. Threats (Ancaman)

Ancaman dari program ini adalah sulitnya mengatur waktu untuk melakukan pelatihan menyebabkan program ini akan terhambat pelaksanaannya serta tidak terpenuhinya anggaran yang sudah di rancang oleh pendamping dan pihak Komisi Penanggulangan AIDS.

I. Indikator Keberhasilan Program

Program Peningkatan Kapasitas Keluarga dan Pendamping dalam mengakses dukungan sosial di kabupaten Banggai, pemenuhan kebutuhan ODHA ini diharapkan dapat berhasil sesuai dengan keberhasilan yang telah ditetapkan. Adanya indikator yang dapat dijadikan acuan, apakah program tersebut dinyatakan berhasil atau mengalami hambatan, yang membantu peneliti untuk melihat program ini baik atau tidak.


(3)

Indikator keberhasilan mengacu kepada tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, sehingga indikator keberhasilan program dapat dilihat pada hal-hal berikut ini:

1. Mendapatkan dukungan sosial dari keluarga dan pendamping,

2. Berkurangnya masalah yang dialami serta terpenuhinya kebutuhan ODHA di karenakan mendapatkan pendampingan dari pendamping ODHA,

3. Jelasnya peran pendampingan terhadap ODHA, dan Berjalannya peran pendamping sebagai advokat yang sudah dirancang sebelumnya agar mendapatkan dukungan sosial.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Allen Pincus dan Anne Minahan. (1973). Social Work Practice : Model and Method.

Alex Gitterman. (2001). Handbook of social work practice with vulnerable and resilient populations. Columbia University Press Publishers New York Chichester, West Sussex

Benedicta Joseline Mokalu. 2013. Quo Vadis prostitusi. Manado. Percikan Hati

Dani Irawan Yatim.(1995). Strategi Komunikasi Mengenai Aids di Indonesia. Jakarta : Presna, LP3ES.

Departemen Sosial RI. 2006. Pedoman Pelayanan Sosial dan Dukungan Bagi ODHA Berbasis Keluarga dan Masyarakat. Jakarta:

Departemen Sosial. 2008. Informasi Tentang Infeksi Menular Seksual. Jakarta: Departemen Sosial-The Global Fund ATM

Dewi Wulansari. 2009. Sosiologi Konsep dan Teori. Bandung : Refika Aditama

Dwi Narkowo J. & Suyanto Bagong. 2004. Sosiologi: Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Prenada Media Group


(5)

Dubois , B & miley, K. K (2005). Social Work : An Empowering Profession. Boston. Allyn and Bacon.

Goode, J william. 2007. Sosiologi Keluarga. Jakarta: Bumi Aksara Jalaluddin Rakhmat. 2008. Psikologi Komunikasi. Bandung : Remaja Rosda Karya.

Kemenkes RI. (2013). Laporan Situasi Perkembangan HIV/AIDS di indonesia

Ditjen PP&PL.

Khairudin. 2008. Sosiologi Keluarga. Yogyakarta: Nurcahya

Lexy J. Moleong. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosda Karya.

Morales, Armando. and Bradford W.Sheafor (1983),”Sosial Work A Profession of Many Faces (Third Edition)”,London:Allyn and Bacon,Inc

Nursalam & Ninuk Dian Kurniawati. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terifeksi HIV/AIDS. Jakarta: Salemba Medika.

Pancoast and collins. 1982. family papers. History Miami Archives and Research Center

Richardson, Diane. (2002). Perempuan dan Aids. Yogyakarta : Media pressindo.

Sarosa Samiaji. (2012). Dasar-dasar Penelitian Kualitatif. Jakarta: Indeks Smet Bart. (1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta. Grasindo.

Soerjono Soekanto. 2005. Sosiologi Keluarga. Jakarta: Grafindo

Sugiyono. 2015. Metode Penelitian kualitatif, kuantitatif. Bandung: Alfabeta. SUMBERLAIN KARYA ILMIAH


(6)

Khairun. (2013). Keberfungsian sosial orang dengan HIV/AIDS di kelurahan bongaya kecamatan tamalate kota makassar provinsi sulawesi selatan. Makassar: STKS Bandung.

Ummi Salamah. 2012. Diskriminasi Terhadap Orang Dengan HIV/AIDS di Kota Pangkalpinang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Winna Rahmah. (2012). Persepsi Keluarga Terhadap Anggota Keluarganya Yang Mengidap Virus HIV/AIDS di Kelompok Dukungan Sebaya Pakta

http://ichaledutech.blogspot.com/2013/04/analisisls-data-dalam-penelitian.html. Diakses pada tanggal 20 Juli 2016 pada pukul 18.10 WIB

http://www.spiritia.or.id/Stats/StatCurr.php?lang=id&gg=1 Diakses pada tanggal 21 jui 2016 pada pukul 19.44 WIB