Dewan Presidium Selama Empat Bulan

4.12. Dewan Presidium Selama Empat Bulan

P ada awal tahun 1990 sudah mulai timbul kembali riak-riak ketidaknyamanan di kampus Medan. Pengrusakan gedung-gedung pun

mulai terjadi dan terbakarnya gedung H dengan empat ruangannya pada tanggal 30 Juni 1990 ternyata menyudutkan pimpinan universitas. Selain menyudutkan Pjs. Rektor, juga menyangkut sejumlah dosen dan mahasiswa. Sehubungan dengan situasi yang kurang kondusif di kampus dan tidak adanya lagi kepercayaan dari beberapa anggota Dewan Pengurus Yayasan kepada Pjs. Rektor sehingga pada tanggal 9 Juni 1990, Drs. B. Napitupulu menyampaikan surat pengunduran diri/meletakkan jabatannya sebagai Pjs. Rektor kepada Dewan Pengurus Yayasan Universitas HKBP Nommensen. Pengunduran diri itu dinyatakan dalam surat No. 823/R/VI/90 yang ditandatangani oleh Pjs. Rektor dan ditujukan kepada Dewan Pengurus Yayasan Universitas HKBP Nommensen. Disebutkan juga dalam surat pengunduran diri tersebut bahwa Rektorat dituduh sebagai penggerak unjuk rasa yang dilaksanakan mahasiswa yang terjadi selama itu dan bahkan telah dilontarkan secara terbuka dalam rapat pleno Dewan Pengurus Yayasan Universitas HKBP Nommensen tanggal 9 Juni 1990. Atas dasar itulah Drs. B. Napitupulu mengajukan pengunduran dirinya sebagai Pjs. Rektor Universitas HKBP Nommensen.

Sehubungan dengan pengunduran diri Rektorat dari jabatannya, Dewan Pengurus Yayasan Universitas HKBP Nommensen membentuk satu dewan yang dinamakan Dewan Presidium yang ketua dan anggota-anggotanya adalah dosen tetap di Universitas HKBP Nommensen. Ketuanya adalah Dr. F.H. Sianipar dengan dua orang anggota, yaitu Ir. K.L. Toruan dari Fakultas Teknik, dan Drs. Maju P.L. Tobing, MS, yang kala itu menjabat sebagai Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan di Fakultas Ekonomi. Dewan Presidium ini menjalankan tugas-tugas Rektor agar aktivitas di kampus dapat berjalan sebagaimana lazimnya.

Kehadiran Dewan Presidium ternyata tidak dapat diterima semua pihak yang ada di Universitas HKBP Nommensen. Aksi boikot pun mulai terjadi. Ketika ujian akhir semester genap tahun akademi 1989/90 berlangsung pada pertengahan Juni 1990, sejumlah dosen pengawas ujian tidak bersedia lagi melaksanakan pengawasan dan bahkan tidak menyerahkan naskah soal ujian untuk digandakan panitia ujian. Dekan Fakultas Ekonomi melayangkan surat No. 642/VI/FE/K/90 kepada panitia pelaksana ujian yang isinya untuk menunda ujian. Surat tertanggal 18 Juni 1990 tersebut adalah lanjutan dari surat beliau tanggal 15 Juni 1990. Dalam surat itu disebutkan sejumlah alasan agar tidak melaksanakan ujian akhir semester genap, yaitu: (1) surat pernyataan para dosen pengawas ujian tentang ketidaksediaan mereka untuk mengawas ujian karena situasi dan kondisi saat itu, (2) keluhan- keluhan para mahasiswa maupun beberapa perwakilan mahasiswa, BPM, dan SEMA, serta (3) kemungkinan tidak terlaksananya ujian dengan baik mengingat sebagian besar dosen tidak bersedia mengawas ujian.

Selain pimpinan Fakultas Ekonomi, pimpinan fakultas lain pun tidak segan-segan menyurati panitia ujian karena dirasa pelaksanaan ujian tersebut bisa merugikan berbagai pihak. Masih pada tanggal 18 Juni 1990, terbit juga surat yang bunyinya sama dengan surat yang ditandatangani oleh Dekan Fakultas Ekonomi. Surat tersebut dikeluarkan dan ditandatangi oleh empat Dekan, yaitu Dekan Fakultas Ekonomi, Dekan Fakultas Ilmu Administrasi, Dekan Fakultas Teknik, dan Dekan Fakultas Peternakan. Surat itu berisi anjuran agar ujian sebaiknya ditunda dulu hingga suasana cukup tenang, dan bila tidak, para Dekan menyatakan dengan tegas bahwa ujian yang sedang berlangsung dianggap tidak sah bila tetap dilaksanakan. Salah satu Selain pimpinan Fakultas Ekonomi, pimpinan fakultas lain pun tidak segan-segan menyurati panitia ujian karena dirasa pelaksanaan ujian tersebut bisa merugikan berbagai pihak. Masih pada tanggal 18 Juni 1990, terbit juga surat yang bunyinya sama dengan surat yang ditandatangani oleh Dekan Fakultas Ekonomi. Surat tersebut dikeluarkan dan ditandatangi oleh empat Dekan, yaitu Dekan Fakultas Ekonomi, Dekan Fakultas Ilmu Administrasi, Dekan Fakultas Teknik, dan Dekan Fakultas Peternakan. Surat itu berisi anjuran agar ujian sebaiknya ditunda dulu hingga suasana cukup tenang, dan bila tidak, para Dekan menyatakan dengan tegas bahwa ujian yang sedang berlangsung dianggap tidak sah bila tetap dilaksanakan. Salah satu

Sejak pengunduran diri Rektorat dan terbentuknya Dewan Presidium, situasi di kampus pun mulai agak tidak karuan. Gelombang demonstrasi di kampus Medan semakin menjadi-jadi. Sejumlah dosen bahkan telah membentuk kelompoknya masing-masing, diantaranya ada yang dikenal dengan sebutan “Kelompok 52”. Pada hari Sabtu, 25 Agustus 1990 dosen-dosen mendatangi Dewan Pengurus Yayasan (Depeya) Universitas HKBP Nommensen yang menuntut pembubaran Dewan Presidium. Pada saat itu Depeya menjawab bahwa mereka akan bertemu kembali pada hari Senin, 27 Agustus 1990 dua hari berikutnya. Pada hari dan tanggal yang ditentukan telah ketahuan nama-nama pejabat di jajaran Rektorat dan surat keputusannya sudah ditandatangani oleh Ketua Depeya sehari sebelumnya dan hal tersebut bukan menyelesaikan persoalan. Dengan adanya keputusan yang baru itu maka masa kerja Dewan Presidium pun berakhir. Dalam kurun waktu sekitar empat bulan Dewan Presidium telah melaksanakan tugasnya sebagai pelaksana tugas-tugas Rektor. Walaupun keberadaan dewan ini tidak dikehendaki sebagian besar fungsionaris fakultas, dosen, dan mahasiswa namun telah dapat melanjutkan pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya terkait dengan proses belajar-mengajar.

Para dosen tidak senang dengan keputusan Dewan Pengurus Yayasan Universitas HKBP Nommensen yang sudah menetapkan fungsionaris universitas. Para dosen dan mahasiswa melakukan aksi poster yang salah satu isinya malah menuduh Ketua Depeya sebagai Para dosen tidak senang dengan keputusan Dewan Pengurus Yayasan Universitas HKBP Nommensen yang sudah menetapkan fungsionaris universitas. Para dosen dan mahasiswa melakukan aksi poster yang salah satu isinya malah menuduh Ketua Depeya sebagai

II: Drs Toga S.S. Sirait, dan PR III: Drs. B. Napitupulu. Mereka menyatakan bahwa tidak ada lagi tawar-menawar dengan nama-nama

tersebut. Selain itu mereka juga menuntut agar Depeya dibubarkan dan malah mengajak sivitas akademika untuk tidak mengakui Ketua Depeya dan Pucuk Pimpinan HKBP lagi.

Situasi yang tidak kondusif ini terus berlangsung. Puncaknya adalah penyegelan kantor Depeya pada tanggal 27 Agustus 1990 yang kala itu masih di dalam kampus, yang dilaksanakan oleh dosen dan mahasiswa sekitar jam 11 pagi. Ketika gelas terjatuh dari atas meja ke lantai karena tersenggol seseorang, sejumlah orang di kantor Depeya menjadi panik, takut kalau ada yang bertindak secara brutal. Wakil Ketua Depeya pun meninggalkan kantornya seraya berkata: “saya tidak mau mati di sini demi kebaikan orang itu”. Sementara itu Pjs. Rektor sebagaimana diputuskan oleh Depeya telah menduduki posnya pada tanggal 29 Agustus 1990. Pada akhir Agustus tahun itu, “orang-orang” Biro Rektor malah mau mengambil alih kembali kantor Depeya yang telah disegel tersebut dua hari sebelumnya. Situasi saat itu memang Situasi yang tidak kondusif ini terus berlangsung. Puncaknya adalah penyegelan kantor Depeya pada tanggal 27 Agustus 1990 yang kala itu masih di dalam kampus, yang dilaksanakan oleh dosen dan mahasiswa sekitar jam 11 pagi. Ketika gelas terjatuh dari atas meja ke lantai karena tersenggol seseorang, sejumlah orang di kantor Depeya menjadi panik, takut kalau ada yang bertindak secara brutal. Wakil Ketua Depeya pun meninggalkan kantornya seraya berkata: “saya tidak mau mati di sini demi kebaikan orang itu”. Sementara itu Pjs. Rektor sebagaimana diputuskan oleh Depeya telah menduduki posnya pada tanggal 29 Agustus 1990. Pada akhir Agustus tahun itu, “orang-orang” Biro Rektor malah mau mengambil alih kembali kantor Depeya yang telah disegel tersebut dua hari sebelumnya. Situasi saat itu memang

A.E. Manihuruk, dan Laksda F.M. Parapat, PhD turut menangani masalah yang terjadi di Universitas HKBP Nommensen. Dua orang dosen senior dari kelompok dosen itu berangkat ke Jakarta untuk menjumpai Jenderal M. Panggabean untuk memberitahu duduk persoalannya dan meminta pendapat beliau tentang penyelesaian konflik itu.

Bagaimanapun, kejadian tersebut berpengaruh terhadap suasana kampus yang menyebabkan proses belajar-mengajar menjadi tidak kondusif. Keberadaan Dewan Presidium menciptakan keretakan dalam kalangan dosen, karena ada yang pro dan tidak sedikit pula yang menentangnya. Demikian juga dengan penentuan dan pemilihan jajaran Rektorat sementara, juga menciptakan ketidakharmonisan di kalangan dosen. Syukurlah, tidak terjadi tindakan anarkis ketika itu. Kampus sebagai tempat pembentukan kaum intelektual yang berakhlak benar- benar dapat terjaga dari sikap yang tercela. Mahasiswa juga menyadari bahwa mereka hidup di lingkungan kampus, bukan di hutan belantara, tempat bersarangnya binatang buas, yang tanpa pikiran dan perasaan bisa menyerang dengan amat buasnya dan merusak fasilitas yang ada.

Walaupun suasana kampus kurang tenang ketika itu, namun sejumlah kegiatan pada awal tahun ajaran 1990/91 masih dapat juga berlangsung dengan baik. Salah satu diantaranya adalah kegiatan orientasi pendidikan (Ordik) yang berlangsung mulai tanggal 31 Agustus hingga 3 September 1990. Ordik diikuti semua mahasiswa baru, dan tentunya mahasiswa baru Fakultas Ekonomi juga.