Media Komunikasi Pemasaran Lap Akhir Kajian Pengembangan Desa Wisata DIY 08092016081709

Laporan Akhir 2 - 31

2.6.6. KELEMBAGAAN DAN SDM A. Aspek Kelembagaan

Berdasarkan UU No 102009, ruang lingkup organisasi kepariwisataan meliputi: Organisasi Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, dan Masyarakat

a. Organisasi Pemerintah

Merupakan unsur pelaksana Pemerintah, dipimpin oleh Menteri yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden dan mempunyai tugas membantu Presiden dalam menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan di bidang kepariwisataan. Urusan Pemerintahan bidang Pariwisata merupakan urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah.

b. Organisasi Pemerintah Daerah

Merupakan unsur pelaksana Pemerintah Daerah dalam rangka penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah. Pembagian urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah KabupatenKota, urusan pemerintahan bidang pariwisata merupakan urusan pilihan.

c. Organisasi Swasta

Merupakan orang atau sekelompok orang pengusaha yang menyediakan barang dan atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata.

d. Organisasi Masyarakat

Merupakan masyarakat yang mengorganisir dan bertempat tinggal di dalam wilayah destinasi pariwisata dan diprioritaskan untuk mendapatkan manfaat dari penyelenggaraan kegiatan pariwisata di tempat tersebut. Laporan Akhir 2 - 32

e. Regulasi dan Mekanisme Operasional di Bidang Kepariwisataan

Pemberlakuan Otonomi Daerah yang dimulai sejak 1 Januari 2001 dengan UU Otonomi Daerah No. 22 tahun 1999 dan UU No. 25 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah, memberikan sinyal bahwa Pemerintah Daerah diberi kewenangan untuk mengatur daerahnya baik dalam hal pendanaan kegiatan pemerintah maupun pelayanan kepada masyarakat. Perubahan yang penting dari hubungan pemerintah pusat dan daerah dalam desentralisasi adalah kewenangan dan tanggung jawab pembangunan daerah yang semakin luas. Pemerintah Daerah, terutama tingkat kabupaten, bukan lagi berperan sebagai operator pembangunan, namun juga inisiator, motivator, planner, controller, supervisor, dan fund raising. Salah satu faktor penghambat lingkungan investasi di Indonesia adalah kebijakan Pemerintah Daerah yang tidak jelas akibat dari tumpangtindih peraturan pusat dan daerah maupun antar daerah menjadi satu hal yang sering dikeluhkan oleh investor dan calon investor yang mau menanamkan modalnya di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa era otonomi daerah ternyata tidak diikuti oleh reformasi regulasi terutama di tingkat daerah otonomi, serta masih ada beberapa fakta yang menunjukkan masih adanya inefisiensi dalam hal regulasi, terutama berkaitan dengan iklim usaha yang mendukung investasi di Indonesia. Mengingat pentingnya aspek regulasi, maka tidak dapat dihindarkan lagi bahwa diperlukan suatu tata-pengaturan regulasi yang baik good regulation governance, sehingga sektor publik, swasta, dan masyarakat dapat memperoleh