Lap Akhir Kajian Pengembangan Desa Wisata DIY 08092016081709

(1)

(2)

KATA PENGANTAR

Kegiatan Penyusunan Kajian Desa Wisata di DIY merupakan langkah penting yang diperlukan untuk menyusun Instrumen standardisasi/guidelines desa wisata sebagai paduan pengembangan sebuah kampung/desa untuk menjadi desa wisata. Melalui kegiatan ini, diharapkan seluruh upaya pembangunan dan penataan desa wisata di DIY yang dilakukan oleh pemangku kepentingan terkait dapat dilaksanakan secara lebih terarah, dalam kerangka keterpaduan pemanfaatan potensi desa sebagai destinasi pariwisata, tanggap terhadap dinamika pasar, serta dikelola secara berkelanjutan.

Laporan ini merupakan Laporan Akhir yang disusun sebagai laporan ketiga dari tiga tahap pelaporan pekerjaan Kajian Desa Wisata di DIY . Laporan akhir ini di dalamnya memuat uraian mengenai pendahuluan, pendekatan, batasan kajian desa wisata serta profil desa amatan yang menjadi dasar penyusunan Instrumen standardisasi/guidelines desa wisata sebagai paduan pengembangan sebuah kampung/desa untuk menjadi desa wisata, analisis, instrumen standarisasi/ guidelines pengembangan desa wisata serta strategi dan program pengembangan desa wisata. Sekaligus studi kasus penerapan program pada desa wisata Pentingsari.

Atas terselesaikannya laporan ini, Tim Penyusun menyampaikan terima kasih kepada Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta, Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta serta semua pihak yang telah membantu selama proses penyusunan, baik secara langsung maupun tidak langsung.


(3)

oran

hir

ajian

n

gembangan Desa Wisata di DIY

t

engntr i

ftr si ii

ftr Gambar vi

Daftar Tabel vii

1.

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1 1

1.2. Tujuan dan Sasaran 1 10

1.3. Lingkup Keluaran 1 12


(4)

BAB 2

BATASAN KAJIAN DESA WISATA

2.1. Pengertian Wisata Pedesaan dan Desa Wisata 2 1

2.2. Tipologi Desa Wisata di Indonesia 2 5

2.3. Prinsip-Prinsip Pengembangan Desa Wisata 2 8

2.4. Model Pengembangan Desa Wisata 2 11

2.5. Prinsip dasar Pengembangan Desa Wisata 2 13

2.6. Komponen Kajian Pengembangan Desa Wisata 2 14

2.6.1. Daya Tarik 2 14

2.6.2. Aksesibilitas 2 19

2.6.3. Fasilitas 2 20

2.6.4. Pemberdayaan Masyarakat 2 21

2.6.5. Pemasaran dan Promosi 2 27

2.6.6. Kelembagaan dan SDM 2 31

3.

BAB 3

PROFIL DESA WISATA AMATAN

3.1. Batasan Lingkup Amatan 3 1

3.1.1. Justifikasi Batasan Amatan 3 1

3.1.2. Pemilihan Desa Wisata Amatan 3 1

3.2. Profil Desa Wisata Amatan 3 3

3.2.1. Desa Wisata berbasis Keunikan Sumber Daya Budaya

Lokal 3 6

3.2.1.1. Desa Wisata Kebon Agung 3 7

3.2.1.2. Desa Wisata Tanjung 3 13


(5)

3.2.2.1. Desa Wisata Nglanggeran 3 19 3.2.2.2. Desa Wisata Ketingan 3 - 23

3.2.2.3. Desa Wisata Nglinggo 3 27

3.2.3. Desa Wisata berbasis Perpaduan Keunikan Sumber

Daya Budaya dan Alam 3 31

3.2.3.1. Desa Wisata Srowolan 3 31

3.2.3.2. Desa Wisata Kembangarum 3 37 3.2.3.3. Desa Wisata Pentingsari 3 42 3.2.4. Desa Wisata berbasis Keunikan Aktifitas Ekonomi

Kreatif 3 48

3.2.4.1. Desa Wisata Bobung 3 48

3.2.4.2. Desa Wisata Kasongan 3 52

3.2.4.3. Kampung Wisata Prawirotaman 3 56 3.3. Isu-isu Strategis yang Berkaitan dengan Pengembangan

Desa Wisata 3 60

4.

BAB 4

PENDEKATAN PENGEMBANGAN DESA WISATA

4.1. Pendekatan Pariwisata Berkelanjutan(Sustainable

Tourism Development) 4 1

4.2. Pendekatan Ekowisata 4 1

4.3. Pendekatan Pariwisata berbasis Pemberdayaan

Masyarakat(Community Based Tourism) 4 3

4.4. Pendekatan Budaya 4 4

4.5. Pendekatan Good Tourism Governance 4 6

4.6. Pendekatan Kesesuaian antara Permintaan dan

Penawaran(Demand and Supply) 4 7


(6)

5.

BAB 5

ANALISIS PENGEMBANGAN DESA WISATA

6.

BAB 6

INSTRUMEN STANDARISASI/ GUIDELINES

PENGEMBANGAN DESA WISATA

6.1. Instrrumen Dasar Pengembangan Desa Wisata 6 1

6.1.1. Instrumen Dasar Desa Wisata 6 1

6.1.2. Komponen Dasar Desa Wisata 6 6

6.1.3. Persyaratan Dasar Pembentukan Desa Wisata 6 7 6.2. Instrumen Standarisasi/ Guidelines Pengembangan Desa

Wisata 6 9

6.2.1. Embrio/ Potensial 6 9

6.2.2. Berkembang 6 10

6.2.3. Maju 6 11

7.

BAB 7

PROGRAM IMPLEMENTASI BERDASAR TINGKAT

PERKEMBANGAN

7.1. Strategi Pengembangan 7 1

7.2. Program Pengembangan 7 - 4

8.

BAB 8

MONITORING DAN EVALUASI


(7)

9.

BAB 9

STUDI KASUS DESA WISATA PENTINGSARI

9.1. Justifikasi Pemilihan 9 1

9.2. Profil Singkat Desa Wisata Pentingsari 9.3. Program Pengembangan

10.

BAB 10

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

10.1. Kesimpulan 10 1


(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Contoh Desa Wisata Candirejo di kawasan

Borobudur, Jawa Tengah 1 7

Gambar 2.1. Tipologi Desa Wisata 2 5

Gambar 2.2. Skema Upaya Peningkatan Pemberdayaan

Masyarakat 2 23

Gambar 2.3. Aspek Keterlibatan Masyarakat dalam Konsep

Pemberdayaan 2 26

Gambar 2.4. Skema Proses Pembentukan Branding 2 30 Gambar 3.1. Peta Administratif Daerah Istimewa Yogyakarta 3 3

Gambar 3.2. Peta Sebaran Desa Wisata di DIY 3 5

Gambar 3.3. Peta Sebaran Desa Wisata Amatan 3 6

Gambar 4.1. Skema Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan 4 - 2 Gambar 4.2. Pemangku Kepentingan dalam Pengembangan

Pariwisata 4 5

Gambar 4.3. DiagramGood Tourism Governance Model 4 10 Gambar 4.4. Diagram Kesesuaian Permintaan dan Penawaran 4 11 Gambar 4.5. Konsep Pengembangan Wilayah Berdasar pada


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Pengelompokkan SDM pariwisata 3 - 34

Tabel 3.1. Luas Wilayah, Ketinggian, dan Jarak Lurus ke Ibukota Provinsi menurut Kabupaten/Kota di

Daerah Istimewa Yogyakarta 4 4


(10)

BAB

1

PENDAHULUAN

KAJIAN PENGEMBANGAN

DESA WISATA DI DIY


(11)

1.1.

LATAR BELAKANG

1.1.1. KONDISI UMUM KEPARIWISATAAN INDONESIA

ustr

rwst ru ustr y ! " !

# s " ! s# $ stu s %tr %r% ! rtu"u$ % %& r s t%r rwst " r !ru$ s! ' tr$

r

% % syrt( ustr ) rwst ru ! t y

! t ! # " ts ru ! w#y$ (borderless).

Pengaruh globalisasi akibat perkembangan teknologi informasi yang diikuti dengan kemudahan akses membuat pergerakan manusia menjadi lebih cepat, lebih bervariasi, lebih nyaman, lebih ekonomis, lebih mudah. Berwisata merupakan salah satu kebutuhan manusia. Rekreasi, relaksasi, mencari pengalaman, kekaguman, nostalgia, keindahan dan beberapa alasan lain, membuat orang untuk melakukan perjalanan ke berbagai destinasi untuk menikmati berbagai produk pariwisata dan fasilitas yang tersedia.

Beberapa negara bahkan mengandalkan industri pariwisata sebagai pandapatan utamanya (sektor yang diandalkan untuk perkembangan ekonomi). Agar mampu bersaing dengan Destinasi lain, mereka mengemas potensi obyek dan tujuan wisatanya secara sistematis, terprogram, terencana, konsisten, integrated dan holistik. Berbagai kemudahan, fasilitas, pelayanan prima, kemudahan iklim dan regulasi dijadikan sebagai alat promosi. Komitmen yang tinggi dengan perencanaan yang berkelanjutan (sustainable) serta penjagaan (pelestarian) yang benar menjadi ciri beberapa destinasi yang mampu bertahan. Mereka sadar akan konsekuensi yang akan diterimanya, apabila tidak menjaga potensi dan produk wisatanya secara komprehensif. Industri Pariwisata memiliki konsumen (pasar) yang tak dapat diatur atau dipaksa agar pergi kesuatu destinasi tertentu. Kebebasan wisatawan untuk berkunjung ke destinasi tertentu bersifat absolut.

Suatu Destinasi harus mengubah sikap dari eksklusif kedaerahan (spasial) ke sikap yang saling bekerja sama, menjalin kemitraan dan mengembangkan jejaring (networking) dengan program-program


(12)

y

01 2 31t4 2r0t45 5 01 s06312 7412u1tu12, 01 (simbiosis mutualisme).

Namun, sesuai hukum pasar, suatu destinasi harus mengerti benar kaidah dan permasalahan pasar. Kepercayaan, adalah kata kunci bila akan bergerak dibidang jasa. Berbagai bidang jasa saling berhubungan erat dalam Industri Pariwisata seperti perbankan, money changer, jasa tranportasi, pertanian dan perkebunan (agro wisata), dan masih banyak lagi. Persaingan, perjanjian, penghindaran klaim, proteksi, inteljen bisnis dilakukan oleh para pelaku dan pengelola pariwisata. Dia harus mengenal siapa konsumennya, kompetitornya dan potensinya sehingga destinasi tersebut dapat mengerti posisi dan kemampuannya dalam mempengaruhi pasar. Analisa komprehensif terhadap keinginan konsumen diperlukan untuk mengetahui varian dan kualitas produk yang diinginkan atau laku Dijual. Kualitas dan bauran (keanekaragaman) produk yang dihasilkan, merupakan cermin kemampuan produsen. Kemampuan produsen merupakan output dari proses pembinaan dan pembelajaran. Pemberdayaan masyarakat dengan model atur diri sendiri dibarengi dengan kualitas dan bauran produksi signifikan serta ketergantungan penghidupan pada kelestrian destinasi, merupakan salah satu cara untuk meningkatkan ekonomi rakyat, utamanya disekitar destinasi. Kualitas, validitas, ketersediaan dan menejemen data merupakan hal terpenting dalam upaya untuk mengerti terhadap kemampuan diri sendiri dan kemampuan pesaing. Output Perencanaan (solusi) yang tepat hanya akan diperoleh apabila masukan (data) tentang permasalahan dapat diperoleh dengan cepat dan tepat.

Pariwisata sering dipersepsikan sebagai wahana untuk meningkatkan pendapatan, terutama meningkatkan pendapatan pemerintah, khususnya pendapatan devisa, sehingga perkembangannya lebih bersifat ekonomi-sentris dan berorientasi pada pertumbuhan. Karena jumlah pendapatan devisa ditentukan oleh jumlah kunjungan, pengeluaran, dan lama kunjungan wisatawan ke negara destinasi, maka tolok ukur keberhasilan pengembangan pariwisata sering dinilai dengan pencapaian target :


(13)

> ? @ A B CA DuErEB wFsEtEwEB (expenditures) c

? 8ama tinggal wisatawan (lengh of stay)

(Renstra Pembangunan Kebudayaan dan Pariwisata Nasional tahun 2005 2009)

WTO (World Tourism Organization) memprediksi bahwa pertumbuhan Industri Pariwisata Dunia (travel Industry) adalah 4,2% pertahun dalam jangka waktu 10 tahun (2000 s/d 2010). Tingkat pertumbuhan terbesar akan dimiliki oleh beberapa negara dikawasan Asia. Optimisme yang sama disampaikan oleh World Travel & Tourism Council (WWTC) yang menyatakan bahwa : Disadari atau tidak, Kepariwisataan dunia akan menjelma menjadi

Mega Industri dan diperkirakan akan menjadi salah satu penggerak utama perekonomian di abad 21 . WWTC juga memprediksikan Industri pariwisata akan menggerakkan antara 850 juta hingga 1 miliar wisatawan mancanegara di seluruh dunia pada tahun 2005. Bahkan, melihat tren perkembangan pariwisata tahun 2020, perjalanan wisata dunia akan mencapai 1,6 milyar orang, 438 juta orang akan berkunjung ke kawasan Asia-pasifik dan 100 juta ke Cina.

Pada tahun 2002, pengeluaran wisatawan internasional di seluruh dunia mencapai US$ 474 miliar, dimana US$ 94,7 miliar diantaranya diterima oleh negara-negara di kawasan Asia-Pasifik (WTO,2003). Dengan perolehan US$ 4,496 miliar pada tahun 2002, penerimaan devisa Indonesia baru mewakili 0,95% dari pengeluaran wisatawan dunia. Indonesia diperkirakan akan dikunjungi oleh 10 juta orang wisatawan pada tahun 2009 dengan perolehan devisa (diperkirakan) sebesar US$ 10 miliar.

1.1.2. SADAR WISATA DAN PERAN PENTINGNYA DALAM PENGEMBANGAN DESTINASI PARIWISATA

Dalam pengembangan kepariwisataan, Destinasi Pariwisata merupakan unsur vital sekaligus penggerak utama bagi wisatawan dalam memutuskan perjalanan dan kunjungan ke suatu daerah atau


(14)

M N OPrPQ R NstS MPSs T PrSwSsPtP yPM O US V NMtuI W XNY sNrP MOI PS PM I W Z[ WM NM [rWUuI\ wSXPyPY UP M citra atau karakter atraksi menjadi

fokus penting dalam pengembangan kepariwisataan\ khususnya dalam

mengembangkan keunggulan banding dan keunggulan saing dalam

berkompetisi u ntuk menarik pasar wisatawan regional m

aupun internasionalQ

Ralam konteks ]ndonesia\ pengembangan destinasi pariwisata masih m

engalam

i sejumlah kendala dan hambatan\ baik dari manajemen produk wisata yang dikembangkan didalamnya\ maupun koordinasi dan dukungan sektoral yang masih terbatas serta koordinasi lintas w

i layah^ daerah yang belum bisa berjalan efektif karena ego^ sem

angat kedaerahanQ

Ri lain pihak\ perkembangan pariwisata dan tren pasar dunia sem

akin menuntut pengembangan dan pengelolaan destinasi pariw

isata yang mampu memberikan daya tarik yang atraktif\ m

anajem

en atraksi yang kreatif dan non kon_ N MSW M PX\s [ NM OP XP ZPM w

SsPtP U PM [ N XPyP MPM yPM O V NIruPXStPs sNrtP V NrV P OPS I N Z` UPY PM

U PrS sN OS PIsNs SMa WrZPsS \ PIsNsS V S XStPs S MtNr KrN OS WMP X Z Pu[uM I N Z ` U PY P M UP M I N MyPZ P MPMV NrwSsPtP XPSM MyPQ

RPSr US MP ZS I P [ NrIN ZV P M OP M I N[ PSrSwsPtPP M M PsSWM P X sPM OPt t

NrXSY Pt V POPS ZPMP SZ[ XS I PsS sNItWr I N[ PrSSwsPtPP M tNrYP U P[ [ N ZV PM OuMP M NI WMW ZSQ T PSrSwsPtP sP MOPt US [ NM OPruYS W XNY sStuPSs U P M I WMUSsS [ NrNI W M WZSPMQ R N M OPM NI WM WZS yPM O ZPbu [ PrSwSsPtP PI PM V NrI N ZV PM O I PrN MP USUuIuM O W X NY I NsNb PYtNrPPM [ NM UuUuI U P M aPsSXStPs UP NPYr tubuPM wSsPtP yPM O ZNZ P UPSQ Hal sebaliknya

juga dapat terjadi yaitu pariwisata dapat mendorong perekonomian regional dan nasional. Kegiatan pariwisata akan menimbulkan demand akan barang dan jasa yang selanjutnya akan merangsang pertumbuhan produksi.

Pengembangan destinasi pariwisata memiliki keterkaitan lintas sektor yang mampu membuka peluang investasi sangat luas. Sektor pariwisata bukanlah sektor yang berdiri sendiri, tetapi merupakan industri multi sektor. Karena itu maka dampak ekonomi yang ditimbulkan pariwisata juga berdimensi multi sektor. Dampak ekonomi tersebut dapat berupa pertumbuhan industri/usaha yang


(15)

t

irej kt lim njm ojrkkwjstj jtju kmlustrk pjqjus yjm n r iejr j er tirkstke

ojrkkwjstj s oim km nejtjm oi mlj ojtjm oimlulues eii t ojs tj m eiruj lj m kmvistjskw

xi etyr ojrkwkjstj r irejktjm sicara langsung dan tak langsung

dengan berbagai sektor perekonomian yang memproduksi barang g r jrjm n ljm ujsj gujsj yj mn si r j nkj m jtju si zuruq myj l ke ymt {ksu

yzi q wksjtjj m sw r j ke ktu wksjtjjmw tj mcanegara maupun w

isataw an nusantaraw|engan demikian berarti pertumbuhan sektor pariw

isata dapat dianggap sebagai pendorong laju pertumbuhan

sektor gsi etyr zjkm tirtjsue oirtjmkj m w |j toj e i e ym yt ks ojrkwkjstj y

j mn z kmtjs si etyr km k r jq ejm unju ti z kmtjs t }ztk si etyr lj zjt r i metu oi tirjtjj m oimljojtjms eii tojs tjm eiruj ljm kmvistjskw x kstit eitirej ktjm ory lue ljm ujsj zjyjm jm lj zjt ei n kjtjm eiojrkwkjstjjm jejm t i z kr jtejm umsur gmusur ujrkmnjm tjsejojk oi mirr jm njms trj m o yrtjkss ujrkm njm qyti zs r kry gr kry oiruj zj mjm s kmlustrk ujjs rynj ljm rirr jnjk ujsj tirej kt zjkm myj ljrk si zuruq

lumkjw

1.1.3. TUMBUHNYA TREN WISATA MINAT KHUSUS DAN PENGARUHNYA TERHADAP KUNJUNGAN DESA WISATA

~jrkkwjstj sir j njk sjzjq sjtu si etyr lj zj t oi tr jm numjm m lym iskjs

t iruoj ejm si etyr y jmn sjm njt l km jt ks l k ljzj t tim jnejo r ir j nj kr eicenderungan perkembangan globalw Hal ini terlihat dari

terjadinya pergeseran orientasi motivasi kunjungan wisatawan dari mass tourism kepada suatu bentuk kunjungan individual/kelompok kecil yang berminat pada kehidupan keseharian. Disamping itu, pariwisata adalah suatu sektor yang dinamis dan sangat tanggap terhadap berbagai kecenderungan dan perkembangan nilai kehidupan baru (Machin, 1986) dan (Hughes-Freeland, 1990). Desa wisata merupakan salah satu jawaban dari perkembangan kecenderungan pasar, dimana orientasi pilihan wisatawan pada hotel besar dan modern telah bergeser pada pilihan-pilihan tipe akomodasi atau juga produk yang berskala kecil, tetapi unik. Melalui desa wisata, diharapkan terjadi permerataan yang sesuai dengan konsep pembangunan pariwisata yang berkesinambungan.


(16)

† ‡rcermin kepada pola konsumsi wisatawaan terutama m

ancanegara maka dewasa ini banyak bermunculan wisatawan m

inat khusus yang orientasinya tidak lagi terbelenggu oleh

keindahan alam sem ata tetapi lebih kepada suatu interaksi baik terhadap budayaˆ masyarakat maupun alam setempat‰ Š ‹ ‹‡ ‚tŒ ‹Œts

Ž  wuuŽ Ž rŒ Œt‡‚r sŒ y‘’ ‚sŒ ’“Ž” t ŽŒr‡“ ŒssŒ‚ ’‡ ““uŒ ‚‡uŒ‚  sutu ‚ ws ‰ •‡rut’  Œ‚  Ž Œ‚ws t‡rs‡–ut Ž Œ‡ ’—Œt

˜ “ ˜ “ y‘ t Œ Ž ‚ “ zim dan berbeda dari kesehariam wisatawan

tersebut. Keunikan tersebut dapat tertuang dalam suatu bentuk kebiasaan, aktivitas sehari-hari, ritual serta pola hidup yang harmonis dengan alam. Berlandaskan semangat untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat serta menyikapi keinginan wisatawan untuk mencari sesuatu hal yang baru, eksotisme, maka konsep desa wisata merupakan salah satu sarana untuk menyatukan kedua elemen tersebut.

Adanya trend atau kecenderungan yang signifikan pada dua dekade terakhir ini, yaitu segmen pasar wisata minat khusus memberikan pengaruh kepada perkembangan desa wisata. Wisatawan dengan berbagai motivasi melakukan perjalanan wisata ke desa wisata untuk bisa menikmati kehidupan masyarakat, berinteraksi secara aktif dalam berbagai aktivitas di lokasi desa wisata dan juga belajar kebudayaan lokal setempat. Atraksi yang ada pada desa wisata akan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi pola kunjungan wisatawan di desa wisata. Beberapa desa wisata seperti Candirejo di kawasan Borobudur dan desa wisata Karangbanjar di Purbalingga menawarkan suasana dan aktivitas pedesaan yang dikemas dalam bentuk paket wisata. Menurut Daldjoeni (1998), setiap desa akan memiliki geographical setting dan human effort yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Hal ini akan mempengaruhi strategi masyarakat sebagai host community dalam memanfaatkan potensi yang ada untuk dikemas sebagai atraksi yang menarik bagi wisatawan. Wisatawan memiliki preferensi tertentu dengan atraksi yang disajikan sehingga atraksi harus dikembangkan dan dikelola sesuai dengan potensi desa sehingga mampu memenuhi apa yang diharapkan oleh wisatawan.


(17)

Gambar 1.1.

Ÿ ¡t ¢ £ ¤s¥¦§s¥t¥Ÿ¥ ¡¨§r¤©  ¨§ª¥w¥¥ ¡s «  r ¬u¨ur­®¥w¥¯¤¡°¥ ¢

1.1.4. WISATA PEDESAAN SEBAGAI SALAH SATU BENTUK KEGIATAN WISATA ALTERNATIF YANG PROSPEKTIF

± ² ³tu›  ´²³tu› ›² µ¶ ·t·³ w¶s·t· ·¸t²r³ ·t¶ ¹ º²r¸u » ²³¼·½ ¶ º²r¾·t¶·³ º ²³t¶³ µ ½ ·¸ ·» º² ³ µ² »´ ·³ µ ·³ ½ ··y t·¶›r w¶s·t· ½ ¶ ¿³ ½ À³²¶ ·Ás › ¾usus³y· t²r› ·¶t ½ ²³ µ ·³ ›²r·µ·» ·³ ´u½ ·y· ½ ·³ ›²u³¶› ·³ ·¸ ·»Â

ò¼·¸ ·³ ½ ²³µ ·³ º² »¶›¶r·³ t²rs²´Áut »·› · º² ³ µ ² »´ ·³ µ ·³ w¶s·t· º ²½ ²s··³ ( village tourism) atau desa wisata (tourism village)

sebagai aset pariwisata menjadi alternatif yang dipandang sangat strategis untuk menjawab sejumlah agenda dalam pembangunan kepariwisataan.

Melalui pengembangan wisata pedesaan atau desa wisata, maka suatu destinasi pariwisata akan memiliki keragaman atau diversifikasi produk yang akan membuka peluang kunjungan ulang bagi wisatawan yang pernah berkunjung ke daerah atau destinasi tersebut. Pengembangan wisata pedesaan atau desa wisata juga


(18)

Ê Ë ÌÍ ÎÎÌÏ ÐÌÐÏu ÐÑÐ ËÍË ÐÌÒÆ ÌÍ ÏÓtÑÍsË urÔ ÌÍ ËÌssË ÐÌÌsyrÌÆ Ìt ÊÌrË Ï Ñ Ê ÑsÌÌÍ Æ Ñ Ï ÑrÆÓtÌÌÍ ÊËÆ ÌrÑÍÌÆ ÌÍ Ð ÌÐÏu Ð ÑÍciptakan aktifitas

ekonom

i di wilayah pedesaan yang berbasis pada kegiatan pariw

isata (ekonomi pariwisata). Daya produktif potensi lokal

termasuk didalamnya adalah potensi-potensi wilayah pedesaan akan dapat didorong untuk tumbuh dan berkembang dengan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki oleh desa, sehingga akan dapat menjadi instrumen yang efektif dalam mendorong pengembangan bidang sosial budaya dan ekonomi masyarakat pedesaan. Lebih lanjut, akan dapat didorong berbagai upaya untuk melestarikan dan memberdayakan potensi keunikan berupa budaya lokal dan nilai-nilai kearifan lokal (local wisdom) yang ada di masyarakat yang cenderung mengalami ancaman kepunahan akibat arus globalisasi yang sangat gencar dan telah memasuki wilayah pedesaan.

Sejalan dengan mengemukanya agenda pembangunan pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism development) sebagai respon atas kepedulian yang semakin tinggi akan lingkungan, serta nilai manfaat pariwisata bagi masyarakat, maka dalam konteks pengembangan kepariwisataan muncul konsep wisata alternatif (alternative tourism) sebagai bentuk penyeimbang atas dominannya perkembangan wisata massal (mass tourism) dalam ranah pengembangan produk kepariwisataan.

Salah satu bentuk wisata alternatif yang menyentuh langsung kepada masyarakat dan secara signifikan dapat mengurangi kecenderungan fenomena urbanisasi masyarakat dari desa ke kota adalah pengembangan wisata pedesaan (village tourism) yangberbasis pada pemanfaatan potensi desa dengan segala entitas masyarakat, alam, dan budaya yang ada di dalamnya sebagai kekuatan daya tarik wisata.

Lebih darisatu dekade terakhir, pengembangan wisata pedesaan dan desa wisata berjalan begitu pesat dan menyebar di hampir seluruh wilayah provinsi di Indonesia, terlebih dengan adanya dorongan program PNPM Mandiri Pariwisata, banyak desa wisata baru bermunculan diberbagai daerah yang mencoba untuk


(19)

Û ÜÝ ÞÝß×Þ à à Ü áuÞ Ýß à Ür × Ü ÛâÞ ÝßÞÝ × ÜàÞrã ãwsÞtÞÞÝ sÜrtÞ ÛãÝÞt à ÞsÞr uÝtu× Û ÜÝcari destinasi wisata alternatif diluar destinasi Ù ä Üstã ÝÞsã à åàuáÜr yÞÝ ß suäÞ æ âÞ ÝyÞ × äã× ÜÝÞ á äÞáÞÛ × åÝtÜ×s wãsÞtÞ ÛÞssÞ á( mass tourism) dan wisata konvensional.

1.1.5. NILAI STRATEGIS KEGIATAN PENYUSUNAN KAJIAN

PENGEMBANGAN DESA WISATA

Desa wisata dalam konteks produk wisata umumnya memiliki penduduk yang masih memegang teguh tradisi dan budaya yang relatif masih asli, begitu pula halnya dengan alam dan lingkungan yang masih terjaga kelestariannya. Selain keunikan dan kekhasan yang dimilikinya, kawasan desa wisata harus memiliki berbagai fasilitas pendukung untuk menunjang kegiatan kepariwisataan yang berlangsung didalamnya, yang akan memudahkan para pengunjung atau wisatawan dalam melakukan kegiatan wisata.

Desa wisata adalah suatu wilayah dengan luasan tertentu dan memiliki potensi keunikan daya tarik wisata yang khas dengan komunitas masyarakatnya yang mampu menciptakan perpaduan berbagai daya tarik wisata dan fasilitas pendukungnya untuk menarik kunjungan wisatawan termasuk tumbuhnya fasilitas akomodasi yang disediakan oleh masyarakat setempat. Pengembangan desa wisata harus direncanakan secara tepat agar dampak yang timbul dapat dikontrol.

Adanya perkembangan desa wisata yang begitu pesat perlu didukung dengan kajian pengembangan desa wisata yang selanjutnya dapat digunakan bagi segenap pemangku kepentingan dalam pengembangan desa wisata yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat setempat melalui pembangunan pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism development) yang berbasis pemberdayaan masyarakat lokal (community based tourism).

Kajian yang ada diharapkan dapat mendorong terciptanya pengembangan dan pengelolaan desa wisata yang lebih terarah, terencana, dan berkelanjutan. Lebih lanjut, dapat didukung oleh


(20)

s

í î ï ð ñò óð é ô sírtð îí î õ írò îðö ÷ððt yðö ø sò øö ò÷ò éðö õ ðøò síùóuru îðsyðrð éðt úísð î íùð ùòu tuîõuó ú ðö õíréí î õ ðö øöyð íéûö ûî ò ñ ðròòwsðtð õírõ ðòss ñ íî õ írú ðyð ðöîðsyðrðéðt ü

ýí ö øí îõ ðö øðö sí õuðó ú ísð wòðstð îí î írùuéðö éðþòðö síó ò ö øøð ú ðî ñ ðé ú ðrò ñí ö øí îõ ðöø ðö éí øò ðtðö éíñ ðòrwòsðtð ðö úò éðwðsðö ñ í ú ísððö ú ðñ ðt ú òéûötrû ùôú ò ðöðtrðöyð îíùðùuò ñí ö øí îõðö ø ðö séðùð t

írõ ðtðs ( small scale development), dengan memperhatikan faktor

daya dukung (carrying capacity) dan keberlangsungan (sustainability) serta dapat memberikan manfaat ekonomi baik secara langsung maupun tidak langsung kepada masyarakat desa. Oleh karenanya, pengembangan suatu desa wisata perlu menitik-beratkan pada pentingnya pemberdayaan masyarakat melalui

Community Based Tourism.

1.2.

TUJUAN DAN SASARAN

1.2.1. TUJUAN

Tujuan dari kegiatan Kajian Pengembangan Desa Wisata di DIY

adalah:

1. Meningkatkan pemberdayaan masyakat lokal dalam pariwisata, khususnya dalam konsep desa wisata berbasis alam dan ekonomi kreatif

2. Membangun sektor pariwisata sebagai salah satu pilar utama pembangunan perekonomian Yogyakarta yang berkelanjutan 3. Memetakan potensi dan permasalahan desa wisata Yogyakarta

sebagai media edukasi, pariwisata dan peningkatan sosial ekonomi masyarakat pedesaan.


(21)

1.2.2. SASARAN

s

r r t Kajian Pengembangan Desa Wisata di DIY

:

1. Tersusunnya dokumen pemetaan potensi desa wisata Yogyakarta sebagai media edukasi, pariwisata dan peningkatan sosial ekonomi masyarakat pedesaan

2. Tersusunnya dokumen klasifikasi desa wisata yang sesuai dengan tipologi desa-desa wisata sehingga program pengembangan desa wisata DIY dapat tepat sasaran dan sesuai dengan kondisi desa wisata tersebut

3. Meningkatnya pemberdayaan masyakat lokal dalam pariwisata

1.3.

LINGKUP KELUARAN

Kajian Pengembangan Desa Wisata DIY akan menghasilkan: A. Batasan/ cakupan desa wisata amatan

B. Profil dan kondisi desa wisata amatan, yang mencakup di dalamnya:

a. Profil dan kondisi daya tarik wisata

b. Profil dan kondisi aksesibilitas/ transportasi c. Profil dan kondisi fasilitas pariwisata

d. Profil dan kondisi pemberdayaan masyarakat e. Profil dan kondisi pemasaran dan promosi f. Profil dan kondisi Kelembagaan dan SDM

C. Analisis desa wisata amatan yang mencakup analisis lingkungan internal maupun eksternal

a. Analisis lingkungan internal yang mencakup analisis kondisi komponen: daya tarik wisata, aksesibilitas, fasilitas, pemberdayaan masyarakat, pemasaran dan promosi, serta kelembagaan dan SDM


(22)

ss u str cakup analisis dinamika eksternal bai k dalam konteks paradigma regulasi atau

kesepakatan global internasional tren dan aspek s y r t su t su tr

!t s s wst

" #su su strt s s sr rcanaan dan banganpengem desa wisat a di "#Y

$ #stru st r ss u s s wst s u su u s utu % s w

st ycakup di dalamnya:

a. Instrumen daya tarik wisata

b. Instrumen aksesibilitas/ transportasi c. Instrumen fasilitas pariwisata

d. Instrumen pemberdayaan masyarakat e. Instrumen pemasaran dan promosi f. Instrumen Kelembagaan dan SDM


(23)

(24)

BAB

2

BATASAN KAJIAN

DESA WISATA

KAJIAN PENGEMBANGAN

DESA WISATA DI DIY


(25)

2.1. PENGERTIAN WISATA PEDESAAN DAN DESA WISATA

2.1.1. WISATA PEDESAAN

Wisata Pedesaan atau village tourism telah dikenal secara luas sebagai salah satu bentu produk wisata yang dikembangkan di kawasan atau area pedesaan (country side) di berbagai tempat di dunia, sebagai bentuk kegiatan wisata yang membawa wisatawan pada pengalaman untuk melihat dan mengapresiasi keunikan kehidupan dan tradisi masyarakat di pedesaan dengan segala potensinya

2.1.2. DESA WISATA A. Pengertian

Desa Wisata memiliki beberapa pengertian sebagai berikut: 1) Suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi dan

fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku.

2) Suatu wilayah pedesaan yang memiliki keunikan dan daya tarik yang khas (baik berupa daya tarik/ keunikan fisik lingkungan alam pedesaan maupun kehidupan sosial budaya kemasyarakatan), yang dikelola dan dikemas secara alami dan menarik dengan pengembangan fasilitas pendukung wisata dalam suatu tata lingkungan yang harmonis dan pengelolaan yang baik dan terencana Sehingga daya tarik pedesaan tersebut mampu menggerakkan kunjungan wisatawan ke desa tersebut, serta menumbuhkan aktifitas ekonomi pariwisata yang meningkatkan kesejahteraan dan pemberdayaan masyarakat setempat.

3) Definisi Desa Wisata lainnya adalah: Village Tourism, where small groups of tourist stay in or near traditional, often


(26)

remote villages and learn about village life and the local environment. Terjemahan bebas : Wisata pedesaan dimana sekelompok kecil wisatawan tinggal dalam atau dekat dengan suasana tradisional, sering di desa-desa yang terpencil dan belajar tentang kehidupan pedesaan dan lingkungan setempat.

Desa Wisata dalam konteks wisata pedesaan tersebut dapat disebut sebagai asset kepariwisataan yang berbasis pada potensi pedesaan dengan segala keunikan dan daya tariknya yang dapat diberdayakan dan dikembangkan sebagai produk wisata untuk menarik kunjungan wisatawan ke lokasi desa tersebut.

B. KriteriaDesaWisata

Suatu Desa dapat dikembangkan sebagai DESA WISATA apabila memiliki kriteria-kriteria dan faktor-faktor pendukung sebagai berikut :

Memiliki potensi produk/ daya tarik yang unik dan khas yang mampu dikembangkan sebagai daya tarik kunjungan wisatawan (sumber daya wisata alam, budaya). Potensi obyek dan daya tarik wisata merupakan modal dasar bagi pengembangan suatu kawasan pedesaan menjadi Desa Wisata. Potensi-potensi tersebut dapat berupa :

 potensi fisik lingkungan alam (persawahan, perbukitan, bentang alam, tata lingkungan perkampungan yang unik dan khas, arsitektur bangunan yang unik dan khas, dsbnya).

 potensi kehidupan sosial budaya masyarakat (pola kehidupan keseharian masyarakat yang unik dan Potensi produk/

obyek dan daya tarik wisata yang unik dan khas


(27)

khas, adat istiadat dan tradisi budaya, seni kerajinan dan kesenian tradisional, dsbnya).

Tingkat penerimaan dan komitmen masyarakat terhadap kegiatan kepariwisataan; yaitu adanya sikap keterbukaan dan penerimaan masyarakat setempat terhadap kegiatan pariwisata sebagai bentuk kegiatan yang akan menciptakan interaksi antara masyarakat lokal (sebagai tuan rumah/ host) dengan wisatawan (sebagai tamu/ guest) untuk dapat saling berinteraksi, menghargai dan memberikan manfaat yang saling menguntungkan, khususnya bagi masyarakat local adalah bagi penghargaan dan pelestarian budaya setempat dan manfaat ekonomi kesejahteraan masyarakat lokal. Sedangkan bagi wisatawan adalah pengkayaan wawasan melalui pengenalan budaya local. Untuk itu perlu adanya semangat dan motivasi yang kuat dari masyarakat dalam menjaga karakter yang khas dari lingkungan fisik alam pedesaan dan kehidupan budaya yang hidup dan tumbuh dalam masyarakat setempat. Hal tersebut juga merupakan faktor yang sangat mendasar, karena komitmen atau motivasi tersebut sesungguhnya yang akan menjamin kelangsungan daya traik dan kelestarian sumber daya wisata yang dimiliki desa tersebut. Karena apabila hal tersebut tidak terjaga maka modal dasar yang menjadi daya tarik dan magnet wisatawan untuk berkunjung ke desa tersebut akan hilang, dan kegiatan pariwisata tidak dapat berlangsung kembali. Oleh karena itu kelembagaan yang mendukung pengembangan dan pengelolaan desa wisata menjadi faktor pendukung keberhasilan pengembangan desa wisata.

Tingkat penerimaan dan komitmen yang kuat dari masyarakat setempat


(28)

Memiliki dukungan ketersediaan sumber daya manusia (SDM) lokal yang cukup dan memadai untuk mendukung pengelolaan desa wisata. Hal tersebut sangat penting dan mendasar karena pengembangan desa wisata dimaksudkan untuk memberdayakan potensi SDM setempat sehingga mampu meningkatkan kapasitas dan produktifitasnya secara ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan melalui bidang-bidang yang dimilikinya. Dengan demikian dampak positif pengembangan pariwisata di desa tersebut akan dapat dirasakan langsung masyarakat setempat, dan bukannya pihak lain.

Potensi dasar yang dimiliki oleh suatu desa untuk menjadi desa wisata selanjutnya perlu didukung dengan faktor peluang akses terhadap akses pasar.

Faktor ini memegang peran kunci, karena suatu desa yang telah memiliki kesiapan untuk dikembangkan sebagai desa wisata tidak ada artinya manakala tidak memiliki akses untuk berinteraksi dengan pasar/ wisatawan. Oleh karena itu kesiapan desa wisata harus diimbangi dengan kemampuan untuk membangun jejaring pasar dengan para pelaku industri pariwisata, dengan berbagai bentuk kerjasama dan pengembangan media promosi sehingga potensi desa tersebut muncul dalam peta produk dan pemaketan wisata di daerah, regional, nasional maupun inernasional. Sedemikian sehingga dapat dijaring peluang kunjungan wisatawan ke desa tersebut.

Potensi SDM lokal yang mendukung

Peluang akses terhadap pasar wisatawan


(29)

Memiliki alokasi ruang/ area untuk pengembangan fasilitas pendukung wisata pedesaan, seperti : akomodasi/ homestay, area pelayanan umum, area kesenian dan lain sebagainya. Hal tersebut sangat penting dan mendasar karena aktifitas wisata pedesaan akan dapat berjalan baik dan menarik apabila didukung dengan ketersediaan fasilitas penunjang yang memungkinkan wisatawan dapat tinggal, berinteraksi langsung dengan masyarakat lokal, dan belajar mengenai kebudayaan setempat, kearifan lokal dan lain sebagainya.

2.2. TIPOLOGI DESA WISATA DI INDONESIA

Tipologi desa wisata didasarkan atas karakteristik sumber daya dan keunikan yang dimilikinya dapat dikelompokkan dalam 4 (empat) kategori, yaitu:

Gambar 2.1.

Tipologi Desa Wisata

Ketersediaan area/ ruang untuk

pengembangan fasilitas

pendukung wisata pedesaan.


(30)

Gambaran tipologi desa wisata tersebut, selanjutnya dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Desa wisata berbasis keunikan sumber daya budaya lokal (adat tradisi kehidupan masyarakat,artefak budaya, dsb) sebagai daya tarik wisata utama

Yaitu wilayah pedesaan dengan keunikan berbagai unsur adat tradisi dan kekhasan kehidupan keseharian masyarakat yang melekat sebagai bentuk budaya masyarakat pedesaan, baik terkait dengan aktifitas mata pencaharian, religi maupun bentuk aktifitas lainnya.

2) Desa wisata berbasis keunikan sumber daya alam sebagai daya tarik utama (pegunungan, agro/ perkebunan dan pertanian, pesisir pantai, dsbnya)

Yaitu wilayah pedesaan dengan keunikan lokasi yang berada di daerah pegunungan, lembah, pantai, sungai, danau dan berbagai bentuk bentang alam yang unik lainnya, sehingga desa tersebut memiliki potensi keindahan view dan lansekap untuk menarik kunjungan wisatawan.

3) Desa wisata berbasis perpaduan keunikan sumber daya budaya dan alam sebagai daya tarik utama

Yaitu wilayah pedesaan yang memiliki keunikan daya tarik yang merupakan perpaduan yang kuat antara keunikan sumber daya wisata budaya (adat tradisi dan pola kehidupan masyarakat) dan sumber daya wisata alam (keindahan bentang alam/ lansekap).

4) Desa wisata berbasis keunikan aktifitas ekonomi kreatif (industri kerajinan, dsb) sebagai daya tarik wisata utama.


(31)

Yaitu wilayah pedesaan yang memiliki keunikan dan daya tarik sebagai tujuan wisata melalui keunikan aktifitas ekonomi kreatif yang tumbuh dan berkembang dari kegiatan industri rumah tangga masyarakat local, baik berupa kerajinan, maupun aktifitas kesenian yang khas.

Kriteria Desa Wisata yang bisa menjadi acuan lain dalam menentukan tipologi desa wisata yaitu :

1) Atraksi wisata; yaitu semua yang mencakup alam, budaya dan hasil ciptaan manusia. Atraksi yang dipilih adalah yang paling menarik dan atraktif di desa.

2) Jarak Tempuh; adalah jarak tempuh dari kawasan wisata terutama tempat tinggal wisatawan dan juga jarak tempuh dari ibukota provinsi dan jarak dari ibukota kabupaten.

3) Besaran Desa; menyangkut masalah-masalah jumlah rumah, jumlah penduduk, karakteristik dan luas wilayah desa. Kriteria ini berkaitan dengan daya dukung kepariwisataan pada suatu desa.

4) Sistem Kepercayaan dan kemasyarakatan; merupakan aspek penting mengingat adanya aturan-aturan yang khusus pada komunitas sebuah desa. Perlu dipertimbangkan adalah agama yang menjadi mayoritas dan sistem kemasyarakatan yang ada. 5) Ketersediaan infrastruktur; meliputi fasilitas dan pelayanan

transportasi, fasilitas listrik, air bersih, drainase, telepon dan sebagainya.

Masing-masing kriteria di atas digunakan untuk melihat karakteristik utama suatu desa untuk kemudian menetukan apakah suatu desa akan menjadi desa dengan tipe berhenti sejenak, tipe


(32)

2.3. PRINSIP-PRINSIP PENGEMBANGAN DESA WISATA

Pengembangan desa wisata sebagai suatu aset kepariwisataan dan aset ekonomi untuk menumbuhkan ekonomi pariwisata di daerah, khususnya di wilayah pedesaan, disamping perlu didukung dengan pemenuhan atas sejumlah kriteria dasar diatas, juga harus

dikembangkan dengan menjaga dan memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut:

a. Tidak bertentangan dengan adat istiadat atau budaya masyarakat desa setempat. Pengembangan suatu desa menjadi desa wisata harus memperhatikan sebagai aspek yang berkaitan dengan kehidupan sosial, budaya dan mata pencaharian desa tersebut. Suatu desa dalam pengembangannya atraksi wisata harus disesuaikan dengan adat, budaya ataupun tata cara yang berlaku di desa tersebut. Wisatawan yang berkunjung ke desa tersebut harus mengikuti tata cara dan adat istiadat yang berlaku di desa tersebut.

b. Pembangunan fisik ditujukan untuk meningkatkan kualitas lingkungan desa. Pengembangan pariwisata di suatu desa pada hakekatnya tidak merubah apa yang sudah ada di desa tersebut, tetapi lebih kepada upaya merubah apa yang ada di desa dan kemudian mengemasnya sedemikian rupa sehingga menarik untuk dijadikan atraksi wisata. Pengembangan fisik seperti penambahan sarana jalan setapak, penyediaan MCK, penyedeiaan sarana dan prasarana ait bersih dan sanitasi lebih dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas lingkungan yang ada sehingga desa tersebut dapat dikunjungi dan dinikmati oleh wisatawan.

c. Memperhatikan unsur kelokalan dan keaslian.

Arsitektur bangunan, pola lansekap serta material yang digunakan dalam pembangunan haruslah menonjolkan ciri khas


(33)

desa tersebut sehingga dapat mencerminkan kelokalan dan keaslian wilayah setempat. Bahan-bahan/material yang digunakan untuk bangunan rumah, interior, peralatan makan/minum dan fasilitas lainnya hendaknya memberikan nuansa yang alami dan menggambarkan unsur kelokalan dan keaslian. Bahan-bahan seperti kayu, gerabah, bambu dan sirap serta material alami lainnya hendaknya mendominasi suasana, sehingga menyatu dengan lingkungan alami sekitarnya. Penggunaan bahan-bahan tersebut selain meningkatkan daya tarik desa yang bersangkutan juga sesuai dengan konsep dasar lingkungan.

d. Memberdayakan Masyarakat Desa Wisata.

Unsur penting dalam pengembangan desa wisata adalah keterlibatan masyarakat desa dalam setiap aspek wisata yang ada di desa tersebut. Pengembangan wisata sebagai pengejawantahan dari konsep pariwisata inti rakyat mengandung arti bahwa masyarakat desa memperoleh manfaat sebesar-besarnya dalam pengembangan pariwisata. Masyarakat terlibat langsung dalam kegiatan pariwisata dalam bentuk pemberian jasa dan pelayanan yang hasilnya dapat meningkatkan pendapatan masyarakat di luar aktivitas mereka sehari-hari. Beberapa bentuk keterlibatan masyarakat tersebut adalah penyediaan fasilitas akomodasi berupa rumah-rumah penduduk (homestay), penyediaan kebutuhan konsumsi wisatawan, pemandu wisata, penyediaan transportasi lokal seperti andong/dokar, kuda, pertunjukan kesenian, dan lain sebagainya.


(34)

e. Memperhatikan Daya Dukung dan Daya Tampung serta Berwawasan Lingkungan.

Pembangunan suatu desa menjadi desa wisata harus memperhatikan kapasitas desa tersebut, baik kapasitas fisik maupun kesiapan masyarakat. Prinsip-prinsip pariwisata yang berkelanjutan (sustainable tourism) harus mendasari pengembangan desa wisata. Pengembangan yang melampaui daya dukung akan menimbulkan dampak yang besar tidak hanya pada lingkukngan alam tetapi juga pada kehidupan sosial budaya masyarakat yang pada akhirnya akan mengurangi daya tarik desa tersebut.

Pendekatan lain dalam memandang prinsip-prinsip pengembangan desa wisata adalah:

a. Pengembangan fasilitas-fasilitas wisata dalam skala kecil beserta pelayanan di dalam atau dekat dengan desa.

b. Fasilitas-fasilitas dan pelayanan tersebut dimiliki dan dikerjakan oleh penduduk desa, salah satu bisa bekerja sama atau individu yang memiliki.

c. Pengembangan desa wisata didasarkan pada salah satu sifat budaya tradisional yang lekat pada suatu desa atau sifat atraksi yang dekat dengan alam dengan pengembangan desa sebagai pusat pelayanan bagi wisatawan yang mengunjungi kedua atraksi tersebut.

Pengembangan desa wisata harus direncanakan secara hati-hati agar dampak yang timbul dapat dikontrol. Berdasar dari penelitian dan studi-studi dari UNDP/WTO dan beberapa konsultan Indonesia, dicapai dua pendekatan dalam menyusun rangka kerja/konsep kerja dari pengembangan sebuah desa menjadi desa wisata.


(35)

2.4. MODEL PENGEMBANGAN DESA WISATA

Model pengembangan desa wisata adalah: 1) Interaksi tidak langsung

Model pengembangan didekati dengan cara bahwa desa mendapat manfaat tanpa interaksi langsung dengan wisatawan. Bentuk kegiatan yang terjadi semisal: penulisan buku-buku tentang desa yang berkembang, kehidupan desa, arsitektur tradisional, latar belakang sejarah, pembuatan kartu pos dan sebagainya.

2) Interaksi setengah langsung

Bentuk-bentuk one day trip yang dilakukan oleh wisatawan, kegiatan-kegiatan meliputi makan dan berkegiatan bersama penduduk dan kemudian wisatawan dapat kembali ke tempat akomodasinya. Prinsip model tipe ini adalah bahwa wisatawan hanya singgah dan tidak tinggal bersama dengan penduduk. 3) Interaksi Langsung

Wisatawan dimungkinkan untuk tinggal/bermalam dalam akomodasi yang dimiliki oleh desa tersebut. Dampak yang terjadi dapat dikontrol dengan berbagai pertimbangan yaitu daya dukung dan potensi masyarakat setempat. Alternatif lain dari model ini adalah penggabungan dari model pertama dan kedua.

Berikut ini adalah beberapa langkah penerapan aktivitas konservasi dalam pengembangan Desa Wisata, antara lain:

1. Mengonservasi sejumlah rumah yang memiliki nilai budaya dan arsitektur yang tinggi dan mengubah fungsi rumah tinggal menjadi sebuah museum desa untuk menghasilkan biaya untuk perawatan dari rumah tersebut. Contoh


(36)

Wisata di Koanara, Flores. Desa wisata yang terletak di daerah wisata Gunung Kelimutu ini mempunyai aset wisata budaya berupa rumah-rumah tinggal yang memiliki arsitektur yang khas. Dalam rangka mengkonservasi dan mempertahankan rumah-rumah tersebut, penduduk desa menempuh cara memuseumkan rumah tinggal penduduk yang masih ditinggali. Untuk mewadahi kegiatan wisata di daerah tersebut dibangun juga sarana wisata untuk wisatawan yang akan mendaki Gunung Kelimutu dengan fasilitas berstandar resor minimum dan kegiatan budaya lain.

2. Mengonservasi keseluruhan desa dan menyediakan lahan baru untuk menampung perkembangan penduduk desa tersebut dan sekaligus mengembangkan lahan tersebut sebagai area pariwisata dengan fasilitas-fasilitas wisata. Contoh pendekatan pengembangan desa wisata jenis ini adalah Desa Wisata Sade, di Lombok.

3. Mengembangkan bentuk-bentuk akomodasi di dalam wilayah desa tersebut yang dioperasikan oleh penduduk desa tersebut sebagai industri skala kecil. Contoh dari bentuk pengembangan ini adalah Desa wisata Wolotopo di Flores. Aset wisata di daerah ini sangat beragam antara lain : kerajinan tenun ikat, tarian adat, rumah-rumah tradisional dan pemandangan ke arah laut. Wisata di daerah ini dikembangkan dengan membangun sebuah perkampungan skala kecil di dalam lingkungan Desa Wolotopo yang menghadap ke laut dengan atraksi-atraksi budaya yang unik. Fasilitas-fasilitas wisata ini dikelola sendiri oleh penduduk desa setempat. Fasilitas wisata berupa akomodasi bagi wisatawan, restaurant, kolam renang, peragaan tenun ikat, plaza, kebun dan dermaga perahu boat.


(37)

2.5. PRINSIP PENGEMBANGAN DESA WISATA

Prinsip pengembangan desa wisata adalah sebagai salah satu produk wisata alternatif yang dapat memberikan dorongan bagipembangunan pedesaan yang berkelanjutan serta memiliki prinsip-prinsip pengelolaan antara lain, ialah: (1) memanfaatkan sarana dan prasarana masyarakat setempat, (2) menguntungkan masyarakat setempat, (3) berskala kecil untuk memudahkan terjalinnya hubungan timbal balik dengan masyarakat setempat, (4) melibatkan masyarakat setempat, (5) menerapkan pengembangan produk wisata pedesaan, dan beberapa kriteria yang mendasarinya seperti antara lain:

1. Penyediaan fasilitas dan prasarana yang dimiliki masyarakat lokal yang biasanya mendorong peran serta masyarakat dan menjamin adanya akses ke sumber fisik merupakan batu loncatan untuk berkembangnya desa wisata.

2. Mendorong peningkatan pendapatan dari sektor pertanian dankegiatan ekonomi tradisional lainnya.

3. Penduduk setempat memiliki peranan yang efektif dalam proses pembuatan keputusan tentang bentuk pariwisata yang memanfaatkan kawasan lingkungan dan penduduk setempat memperoleh pembagian pendapatan yang pantas dari kegiatan pariwisata.

4. Mendorong perkembangan kewirausahaan masyarakat setempat.

Sedangkan dalam prinsip perencanaan yang perlu dimasukkan dalam prelemenary, planning yaitu (1) meskipun berada di wilayah pariwisata tak semua tempat dan zona lingkungan harus menjadi daya tarik wisata dan (2) potensi desa wisata tergantung juga kepada kemauan masyarakat setempat untuk bertindak


(38)

kreatif, inovatif, dan kooperatif. Tidak semua kegiatan pariwisata yang dilaksanakan di desa adalah benar-benar bersifat desa wisata, oleh karena itu agar dapat menjadi pusat perhatian pengunjung, desa tersebut pada hakikatnya harus memiliki hal yang penting, antara lain:

1. Keunikan, keaslian, sifat khas

2. Letaknya berdekatan dengan daerah alam yang luar biasa

3. Berkaitan dengan kelompok atau masyarakat berbudaya yangsecara hakiki menarik minat pengunjung

4. Memiliki peluang untuk berkembang baik dari sisi prasarana dasar, maupun sarana lainnya.

Perencanaan pariwisata di desa wisata bukanlah tugas yang mudah terutama dalam keadaan yang mempunyai lingkungan alam dan budaya yang peka.

2.6. KOMPONEN PENGEMBANGAN DESA WISATA

2.6.1. DAYA TARIK

Daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan.

Jenis-Jenis Daya Tarik Wisata terdiri dari 3 (tiga) kategori:

1) Daya tarik wisata alam adalah daya tarik wisata yang berupa keanekaragaman dan keunikan lingkungan alam.Daya tarik wisata alam selanjutnya dapat dijabarkan, meliputi:


(39)

a) Daya tarik wisata alam yang berbasis potensi keanekaragaman dan keunikan lingkungan alam di wilayah perairan laut, yang berupa antara lain :

• bentang pesisir pantai; contoh : pantai Kuta, pantai Pangandaran, pantai Gerupuk, dan sebagainya. • bentang laut (baik perairan

di sekitar pesisir pantai maupun lepas pantai yang menjangkau jarak tertentu yang memiliki potensi bahari);contoh : perairan laut Kepulauan Seribu, perairan laut kepulauan Wakatobi, dan sebagainya • kolam air dan dasar

laut;contoh : taman laut Bunaken, taman laut Wakataboi, taman laut dan gugusan pulau-pulau kecil Raja Ampat, atol pulau Kakaban, dan sebagainya.

b) Daya tarik wisata alam yang berbasis potensi keanekaragaman dan keunikan lingkungan alam di wilayah daratan, yang berupa antara lain:

• pegunungan dan hutan alam/ taman nasional/ taman wisata alam/ taman hutan raya (Contoh : TN


(40)

gunung Rinjani, TN Komodo, TN Bromo Tengger Semeru, dsbnya).

• perairan sungai dan danau (contoh : danau Toba, danau Maninjau, danau Sentani, sungai Musi, sungai Mahakam, situ Patengan). • perkebunan; contoh : agro

wisata Gunung Mas,dsbnya. • pertanian; contoh : area

persawahan Jatiluwih, dsbya.

• bentang alam khusus(gua, karst, padang pasir, dan sejenisnya); contoh : Karst Gunung Kidul, Karst Maros.

2) Daya tarik wisata budaya adalah daya tarik wisata berupa hasil olah cipta, karsa, dan rasa manusia sebagai makhluk budaya. Daya tarik wisata budaya selanjutnya dapat dijabarkan, meliputi:

a) Daya tarik wisata budaya yang bersifat berujud (tangible);

yang berupa antara lain : • cagar budaya; yang

meliputi: bangunan atau komplek percandian, keraton, situs purbakala/ artefak historis (a.l: tugu/


(41)

monumen), museum, kota tua, dan sejenisnya. Contoh : Candi Borobudur, Keraton Kasunanan Surakarta, Komplek Trowulan, Monumen Tugu Pahlawan, Museum Nasional, Kuta Tua Jakarta Sunda Kelapa, dsbnya.

• perkampungan tradisional dengan adat dan tradisi budaya masyarakat yang khas; (misalnya: kampung Naga, perkampungan suku Badui, desa Sade, desa Penglipuran)

• museum, galeri seni, rumah budaya, dll.

b) Daya tarik wisata budaya yang bersifat tidak berujud

(intangible), yang berupa antara lain: • Kehidupan adat dan tradisi

masyarakat dan aktifitas budaya masyarakat yang khas di suatu area/ tempat; (misalnya: Sekaten, Karapan sapi, Pasola, pemakaman Toraja, Ngaben, pasar terapung, Kuin, dan sejenisnya).


(42)

• Kesenian; contoh : kesenian angklung, kesenian sasando, kesenian reog, dsb.

3) Daya tarik wisata hasil buatan manusia adalah daya tarik wisata khusus yang merupakan kreasi artifisial (artificially created) dan kegiatan-kegiatan manusia lainnya di luar ranah wisata alam dan wisata budaya. Daya tarik wisata hasil buatan manusia/ khusus, selanjutnya dapat dijabarkan meliputi antara lain:

fasilitas rekreasi dan hiburan/taman bertema; yaitu fasilitas yang berhubungan dengan motivasi untuk rekreasi, hiburan/ entertainment maupun penyaluran hobby; contoh: taman bertema (theme park)/ taman hiburan (kawasan Trans Studio, TI Jaya Ancol, Taman Mini Indonesia Indah).

• fasilitas peristirahatan terpadu (integrated resort);

yaitu kawasan

peristirahatan dengan komponen pendukungnya yang membentuk kawasan terpadu; misalnya :kawasan Nusa Dua resort, kawasan


(43)

Tanjung Lesung, dan sebagainya.

• fasilitas rekreasi dan olah raga, misalnya: kawasan rekreasi dan olahraga (kawasan Senayan), kawasan padang golf, area sirkuit olah raga.

2.6.2. AKSESIBILITAS

Semua jenis sarana prasarana, transportasi yang mendukung pergerakan wisatawan dari wilayah asal wisatawan ke destinasi pariwisata, contohnya adalah: Jalan Raya, jalan Tol, jembatan, transportasi darat, laut, udara, penyeberangan, dan sebagainya.

2) Jasa / Pelaku Pariwisata

Unsur pelaksana/ jasa terkait yang berfungsi sebagai operator pelayanan kebutuhan wisatawan dalam melakukan perjalanan wisata, contohnya adalah: tour operator, pemandu wisata, pengelola usaha transportasi, dan sebagainya.


(44)

3) Durasi Waktu & Aktifitas

Rentang waktu yang diperlukan dan aktifitas yang dilakukan wisatawan dalam melakukan kunjungan perjalanan wisata untuk menyusun program kegiatan.

2.6.3. FASILITAS UMUM DAN FASILITAS WISATA

Semua jenis sarana yang secara khusus ditujukan untuk mendukung penciptaan kemudahan, kenyamanan, keselamatan wisatawan dalam melakukan kunjungan ke destinasi pariwisata.

Contoh Fasilitas Wisata adalah: akomodasi (tempat mengiap, hotel,

homestay), restoran, artshop, workshop, dan sebagainya

Contoh Fasilitas Umum adalah: telekomunikasi, warnet, kantor pos,


(45)

bank/money changer, rest area, dan sebagainya.

2.6.4. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Pemberdayaan masyarakat merupakan aspek penting dalam pengembangan desa wisata. Hal ini dikarenakan pengembangan desa wisata banyak memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki oleh masyarakat. Masyarakat memiliki peran penting untuk menunjang keberhasilan pengembangan desa wisata sehingga masyarakat yang tidak berdaya (powerless) perlu diberdayakan untuk menciptakan kemandirian dan peningkatan kesejahteraan ekonomi (powerfull).

Pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan desa wisata yang dilakukan oleh pihak pengelola Desa Wisata diterapkan dalam bidang atraksi, akomodasi, penyiapan SDM yaitu a) pertemuan/serasehan, b) pendampingan, c) bantuan modal, d) pembangunan sarana dan prasarana, e) pembentukan organisasi desa wisata, f) kerja bakti, g) pemasaran. Kegiatan pemberdayaan tersebut diharapkan akan memberikan dampak sosial-budaya, ekonomi kepada masyarakat Desa Wisata.

Pemberdayaan masyarakat sering dijadikan alternatif pertama yang dipilih dalam pendekatan pembangunan yang melibatkan partisipasi masyarakat. Dalam pembangunan kepariwisataan, pemberdayaan masyarakat juga dinilai sebagai salah satu model pendekatan yang sangat efektif dalam menstimulasi partisipasi aktif dari segenap pemangku kepentingan, khususnya adalah masyarakat setempat.


(46)

Pentingnya pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan digaris bawahi oleh Murphy (1988), yang memandang bahwa pengembangan kegiatan pariwisata merupakan kegiatan yang berbasis komunitas , yaitu bahwa sumber daya dan keunikan komunitas lokal baik berupa elemen fisik maupun non fisik (tradisi dan budaya) yang melekat pada komunitas tersebut merupakan unsur penggerak utama kegiatan pariwisata itu sendiri; di lain pihak komunitas lokal yang tumbuh dan hidup berdampingan dengan suatu objek wisata tidak dapat dipungkiri sebenarnya telah menjadi bagian dari sistem ekologi yang saling kait mengkait.

Pada dasarnya, pendekatan yang melibatkan partisipasi masyarakat ini dilakukan sebagai pelengkap sistem perencanaan terpusat yang dilakukan oleh pemerintah. sistem perencanaan yang terpusat yang dilakukan oleh pemerintah memiliki baik kekuatan maupun kelemahan. Dengan adanya sistem perencanaan yang terpusat, akan lebih efisien apabila dilihat dari sudut pandang sistem penyuluhan yang seragam, yang terkadang juga memberikan hasil yang baik. Namun, dengan sistem tersebut, tidak dapat mengembangkan masyarakat untuk mempunyai tanggung jawab dalam mengembangkan ide-ide baru yang lebih sesuai dengan kondisi setempat. Di samping itu pula, sistem top-down yang memposisikan masyarakat selalu mendapat suapan dari pemerintah dapat mengakibatkan ketergantungan, karena semua komponennya telah disediakan, sehingga tidak mendidik masyarakat untuk mandiri dalam memanfaatkan potensi yang mereka miliki. Adanya kecenderungan kegiatan yang tidak berkelanjutan setelah proyek berakhir yang dilakukan dengan sistem perencanaan terpusat juga merupakan salah satu kelemahan yang pada akhirnya juga akan berdampak kepada masyarakat itu sendiri.

Oleh karena itu, pemberdayaan masyarakat merupakan pendekatan yang saat ini dinilai sangat strategis dalam meningkatkan


(47)

kesejahteraan masyarakat. Hasil yang lebih berkelanjutan akan dicapai jika masyarakat diberikan kepercayaan agar dapat menentukan proses pembangunan yang dibutuhkan oleh mereka sendiri. Masyarakat dapat menganalisa masalah dan peluang yang ada serta mencari jalan keluar sesuai sumber daya yang mereka miliki. Masyarakat sendiri yang membuat keputusan dan rencana, mengimplementasikan serta mengevaluasi keefektifan kegiatan yang dilakukan. Peran dari pemerintah dan lembaga lain sebatas mendukung dan memfasilitasi.

Gambar 2.2.

Skema Upaya Peningkatan Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan masyarakat terjadi pada saat masyarakat mampu: • Mengidentifikasi masalah/ penyebab kemiskinan dan alternatif

penyelesaiannya.

• Mengidentifikasi sumber daya yang tersedia di wilayahnya.

18 Kebutuhan pokok.

Pendidikan.

Kesehatan.

Transportasi.

Prasaran Fisik.

Dll. KONSUMSI PENDAPATAN Harmonisasi program yang outputnya dapat memberikan kesempatan berusahadan menciptakan penghasilanbagi masyarakat miskin. Harmonisasi program yang outputnya dapat meringankan konsumsi masyarakat miskin.

Unit simpan pinjam. Kelompok usaha bersama Pekerjaan sektor informal. Pekerjaan konstruksi. DEMOGRAFI Menekan laju pertumbuhan penduduk miskin. KB. Kesejahte-raan RTM.


(48)

Memutuskan tindakan yang harus dilaksanakan (peningkatan kemampuan masyarakat berorganisasi dalam skala kelompok dan menjadi mitra pemerintah dalam pembangunan desa/ kelurahan). Prinsip-prinsip dalam upaya memberdayakan masyarakat, diantaranya:

1. Enabling: menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang

2. Empowering: memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat

3. Protecting: mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang, serta eksploitasi yang kuat atas yang lemah

Tujuan dari adanya pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan desa wisata adalah memfasilitasi masyarakat agar mampu menganalisis perikehidupan dan masalah-masalahnya, serta mencari pemecahan masalah berdasarkan kemampuan dan keterbatasan yang mereka miliki. Di samping itu pula, dengan adanya pemberdayaan masyarakat diharapkan mampu menstimulasi untuk mengembangkan usahanya sendiri dengan segala kemampuan dan sumber daya yang dimiliki dan mengembangkan sistem untuk mengakses sumberdaya yang diperlukan.

Dasar-dasar pemberdayaan masyarakat yang seharusnya dianut di antaranya:

1. Mengutamakan masyarakat, khususnya kaum miskin dan kelompok terpinggirkan;

2. Menciptakan hubungan kerjasama antara masyarakat dan lembaga-lembaga pengembangan;

3. Memobilisasi dan optimalisasi penggunaan sumber daya lokal secara keberlanjutan;


(49)

4. Mengurangi ketergantungan;

5. Membagi kekuasaan dan tanggung jawab; 6. Meningkatkan tingkat keberlanjutan.

Manfaat yang diharapkan dari adanya pemberdayaan masyarakat antara lain:

1. Peningkatan kesejahteraan jangka waktu panjang yang berkelanjutan;

2. Peningkatan penghasilan dan perbaikan penghidupan kelompok masyarakat berpenghasilan rendah;

3. Peningkatan penggunaan sumberdaya daerah yang tersedia secara efektif dan efisien;

4. Program pengembangan dan pemberian pelayanan yang lebih efektif, efisien, dan terfokus;

5. Proses pengembangan yang lebih demokratis.

Dalam konteks pemberdayaan masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata, selanjutnya ditegaskan bahwa aspek keterlibatan masyarakat dapat diimplementasikan dalam tiga area, yaitu tahap perencanaan (planning stage), implementasi atau pelaksanaan (implementation stage), serta dalam hal mendapatkan manfaat atau keuntungan (share benefits) baik secara ekonomi maupun sosial budaya.


(50)

Gambar 2.3.

Aspek Keterlibatan Masyarakat dalam Konsep Pemberdayaan

1. Pada tahap perencanaan, keterlibatan masyarakat lokal terutama berkaitan dengan identifikasi masalah atau persoalan, identifikasi potensi pengembangan, pengembangan alternatif rencana dan fasilitas, dan sebagainya

2. Pada tahap implementasi, bentuk keterlibatan masyarakat berkaitan dengan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program pengembangan, pengelolaan objek atau usaha terkait dengan kegiatan, dan sebagainya

Sementara aspek nilai manfaat, maka bentuk pertisipasi masyarakat terwujud dalam peran dan posisi masyarakat dalam memperoleh nilai manfaat secara ekonomi maupun sosial budaya, yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat lokal.


(51)

2.6.5. PEMASARAN DAN PROMOSI

Secara umum tujuan dari pembangunan pemasaran Desa Wisata adalah menyiapkan data dan informasi wisatawan nusantara dan mancanegara yang akan digunakan secara optimal bagi pengambil kebijakan dalam pemasaran pariwisata dalam negeri (pasar wisatawan nusantara) dan pariwisata luar negeri (pasar wisatawan mancanegara).

Ruang lingkup pembangunan pemasaran meliputi pembekalan berbagai aspek, sebagai berikut:

1. Pasar Desa Wisata

Pasar Desa Wisata mencakup batasan segmentasi wisatawan yang satu sama lainnya memiliki perbedaan, baik dalam hal negara asal, usia, jenis kelamin, pendapatan, pekerjaan, keinginan, sikap, daya beli dan cara-cara pembeliannya. Berbagai variabel tersebut yang dapat digunakan untuk mensegmenkan suatu pasar. Variabel utama yang dapat dilakukan untuk melakukan segmentasi adalah:

a. Segmentasi geografis

Segmentasi ini membagi pasar ke dalam unit-unit geografis, misalkan daerah/negara asal wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Desa Wisata. Unit-unit geografis disini dapat berupa negara, provinsi, kota, kabupaten, dan kecamatan. b. Segmentasi demografis

Segmentasi ini membagi pasar ke dalam kelompok-kelompok berdasar pada variabel demografis seperti, umur, jenis kelamin, jumlah keluarga, pendapatan, pekerjaan, pendidikan, agama dan kebangsaan. Segmentasi ini paling banyak digunakan oleh para pemasar, karena kebutuhan


(52)

dan keinginan konsumen paling sering dipengaruhi oleh variabel-variabel demografis ini.

c. Segmentasi psikografis

Segmentasi ini membagi pasar ke dalam kelompok-kelompok berdasar pada orientasi nilai dan perilaku wisatawan yang merepresentasikan kelas sosial, gaya hidup, dan karakteristik pribadi/ individu. Seseorang yang berada pada kelompok demografis yang sama bisa memiliki profil psikografis yang berbeda.

d. Segmentasi berdasar perilaku (behavior segmentation)

Segmentasi ini membagi pasar kedalam kelompok-kelompok berdasar pengetahuan mereka, sikap, penggunaan atau tanggapan terhadap suatu produk.

Setelah segmen pasar diidentifikasi, selanjutnya dipilih segmen yang paling menarik dan menguntungkan untuk dijadikan sasaran pasar (target market), yaitu pasar utama dan pasar potensial. Pengertian dari kedua kategori pasar ini adalah: a. Pasar utama merupakan pasar yang memiliki kontribusi

signifikan (10 besar) sebagai penyumbang kunjungan terbesar secara nasional dan telah berlangsung dalam kurun waktu setidaknya 5 10 tahun terakhir.

b. Pasar potensial adalah negara-negara sumber pasar yang karena faktor-faktor tertentu (kemampuan pembelanjaan, kecenderungan kunjungan yang tumbuh signfikan, dan aspek-aspek lain yang mengindikasikan nilai penting pasar tersebut, seperti lama tinggal /LOSdan revenue).


(53)

2. Pencitraan Desa Wisata dan Media Komunikasi Pemasaran a. Slogan(Branding)

Brand merupakan identitas yang dimiliki suatu destinasi wisata dalam hal ini adalah Desa Wisata, dan juga merupakan cerminan citra destinasi wisata (brand image). Setiap destinasi wisata mempunyai citra atau image

tertentu yaitu mental maps seseorang terhadap satu destinasi wisata yang mengandung keyakinan, kesan dan persepsi (I Gde Pitana dan Putu G. Gayatri, 2005).

Pencitraan merupakan bagian dari Positioning, yaitu kegiatan untuk membangun citra atau image dibenak pasar melalui desain terpadu antara produk, komunikasi pemasaran, kebijakan harga, dan saluran pemasaran yang tepat dan konsisten dengan citra atau image yang ingin dibangun serta ekspresi yang tampak dari sebuah produk.

Positioning bertujuan membantu wisatawan untuk mengetahui perbedaan yang sebenarnya antara suatu destinasi dengan destinasi pesaing.

Untuk membangun citra atau image maka perlu diketahui bagaimana persepsi wisatawan. Persepsi adalah bagaimana wisatawan melihat atau berpendapat mengenai suatu destinasi wisata. Persepsi tersebut terbentuk sejalan dengan pengalaman wisatawan terhadap suatu destinasi wisata selama berkunjung. Untuk menunjukkan perbedaan dengan destinasi pesaing, perlu dilakukan branding.

Branding adalah proses komunikasi dari sebuah


(54)

Gambar 2.4.

SkemaProses PembentukanBranding

Sumber:Tourist Destination Image, Risk De Keyser, 1993

b. Media Komunikasi Pemasaran

Berbagai program termasuk slogan tidak akan mampu menjamin keberhasilan tanpa adanya strategi komunikasi yang tepat. Salah satu cara menentukan strategi komunikasi yang baik adalah dengan memiliki media komunikasi pemasaran yang relevan, dan prosesnya disebut dengan promosi.

Promosi (promotion) itu sendiri, adalah suatu cara menginformasikan atau memberitahukan kepada calon wisatawan tentang produk yang ditawarkan dengan memberitahukan tempat-tempat dimana orang dapat melihat atau melakukan kunjungan ke suatu destinasi wisata secara tepat. Cara berpromosi akan berbeda-beda, tergantung dimana akan berpromosi, target promosi, dan media promosi yang digunakan.


(55)

2.6.6. KELEMBAGAAN DAN SDM A. Aspek Kelembagaan

Berdasarkan UU No 10/2009, ruang lingkup organisasi kepariwisataan meliputi: Organisasi Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, dan Masyarakat

a. Organisasi Pemerintah

Merupakan unsur pelaksana Pemerintah, dipimpin oleh Menteri yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden dan mempunyai tugas membantu Presiden dalam menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan di bidang kepariwisataan. Urusan Pemerintahan bidang Pariwisata merupakan urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah.

b. Organisasi Pemerintah Daerah

Merupakan unsur pelaksana Pemerintah Daerah dalam rangka penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah. Pembagian urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, urusan pemerintahan bidang pariwisata merupakan urusan pilihan.

c. Organisasi Swasta

Merupakan orang atau sekelompok orang (pengusaha) yang menyediakan barang dan atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata.

d. Organisasi Masyarakat

Merupakan masyarakat yang mengorganisir dan bertempat tinggal di dalam wilayah destinasi pariwisata dan diprioritaskan untuk mendapatkan manfaat dari penyelenggaraan kegiatan pariwisata di tempat tersebut.


(56)

e. Regulasi dan Mekanisme Operasional di Bidang Kepariwisataan

Pemberlakuan Otonomi Daerah yang dimulai sejak 1 Januari 2001 dengan UU Otonomi Daerah No. 22 tahun 1999 dan UU No. 25 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah, memberikan sinyal bahwa Pemerintah Daerah diberi kewenangan untuk mengatur daerahnya baik dalam hal pendanaan kegiatan pemerintah maupun pelayanan kepada masyarakat. Perubahan yang penting dari hubungan pemerintah pusat dan daerah dalam desentralisasi adalah kewenangan dan tanggung jawab pembangunan daerah yang semakin luas. Pemerintah Daerah, terutama tingkat kabupaten, bukan lagi berperan sebagai operator pembangunan, namun juga inisiator, motivator, planner, controller, supervisor, dan fund

raising.

Salah satu faktor penghambat lingkungan investasi di Indonesia adalah kebijakan Pemerintah Daerah yang tidak jelas akibat dari tumpangtindih peraturan pusat dan daerah maupun antar daerah menjadi satu hal yang sering dikeluhkan oleh investor dan calon investor yang mau menanamkan modalnya di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa era otonomi daerah ternyata tidak diikuti oleh reformasi regulasi terutama di tingkat daerah otonomi, serta masih ada beberapa fakta yang menunjukkan masih adanya inefisiensi dalam hal regulasi, terutama berkaitan dengan iklim usaha yang mendukung investasi di Indonesia.

Mengingat pentingnya aspek regulasi, maka tidak dapat dihindarkan lagi bahwa diperlukan suatu tata-pengaturan regulasi yang baik (good regulation governance), sehingga sektor publik, swasta, dan masyarakat dapat memperoleh


(57)

kondisi yang selaras. Tiga elemen good regulation governance

yang dirancang untuk memaksimumkan efisiensi dan efektivitas regulasi didasarkan pada pendekatan terpadu yang saling sinergi, yaitu: (1) adopsi kebijakan regulasi pada tingkat politis, (2) alat kontrol kualitas regulasi, dan (3) kapasitas manajemen regulasi yang berkelanjutan melalui kelembagaan. Sehingga diharapkan dapat menghasilkan regulasi yang berdampak positif terhadap semua stakeholders. Diharapkan tidak ada lagi regulasi yang tumpang tindih (overlapping), meningkatnya persepsi positif dunia usaha terhadap regulasi pemerintah dan terciptanya iklim investasi yang mendukung dalam kelembagaan, serta berkembangnya kegiatan ekonomi daerah dan nasional.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka regulasi dan mekanisme operasional adalah pengaturan perilaku dan cara kerja untuk memaksimumkan efektivitas dan efisiensi pembangunan kepariwisataan (didasarkan pada pendekatan terpadu lintas sektoral dan antar level pemerintahan).

B. Aspek SDM

Pemahaman Aspek SDM Pariwisata

Berdasarkan UU No. 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan Nasional maka kebutuhan SDM Pariwisata menurut penggolongan berdasarkan institusinya adalah:

a. Institusi Pemerintah Pusat b. Institusi Pemerintah Daerah c. Institusi Swasta


(58)

Tabel 2.1.

Pengelompokkan SDM pariwisata

NO SDM PARIWISATA TINGKATAN

KOMPETENSI KETERANGAN

1 SDM Pemerintah dan Non Pemerintah

a. Akademisi/ Peneliti/ Ilmuwan b. Teknokrat

Perguruan Tinggi Negeri, PNS, Lembaga Peneliti Swasta dan LSM 2 SDM Usaha

Pariwisata/Industri

a. Professional b. Tenaga teknis

Usaha Pariwisata: pengelola, top hingga low management dan craft level.

Kompetensi yang dibutuhkan SDM Pariwisata dalam berbagai tingkatan (Koster; 2005) adalah:

a. Akademisi/ peneliti/ilmuwan: SDM yang memiliki kompetensi untuk mengembangkan ilmu pengetahuan kepariwisataan.

b. Teknokrat: SDM yang memiliki kompetensi untuk mengembangkan rancang bangun, kebijakan, diversifikasi produk wisata dan pemasaran pariwisata.

c. Professional: SDM yang memiliki keahlian untuk mengelola dan mengembangkan usaha pariwisata.

d. Tenaga teknis: SDM yang memiliki kompetensi berupa ketrampilan untuk melaksanakan tugas-tugas yang bersifat teknis dalam pariwisata.


(59)

BAB

3

PROFIL DESA

WISATA AMATAN

KAJIAN PENGEMBANGAN

DESA WISATA DI DIY


(60)

3.1. BATASAN LINGKUP AMATAN

3.1.1. JUSTIFIKASI BATASAN AMATAN

Dalam pekerjaan Kajian Desa Wisata di Daerah Istimewa Yogyakarta diperlukan batasan amatan dalam pemilihan desa wisata di setiap kabupaten/ kota di Daerah Istimewa Yogyakarta yang akan menjadi kawasan pengamatan di dalam kajian ini. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam pengambilan kawasan amatan dari kajian desa wisata ini antara lain:

a. Memiliki daya tarik yang unik dan khas yang mampu dikembangkan sebagai daya tarik kunjungan wisatawan

b. Memiliki pasar wisatawan yang cukup signifikan

c. Memiliki dukungan ketersediaan sumber daya manusia (SDM) lokal

d. Memiliki alokasi ruang/ area untuk pengembangan fasilitas pendukung

e. Masuk di dalam paket-paket wisata kepariwisataan Yogyakarta f. Menjadi daerah penerima PNPM Pariwisata

g. Mendapatkan penghargaan dalam bidang pariwisata sebagai desa wisata

h. Telah siap sebagai destinasi pariwisata dalam menerima wisatawan nusantara maupun mancanegara

3.1.2. PEMILIHAN DESA WISATA AMATAN

Ruang lingkup amatan dalam studi Kajian Desa Wisata di DIY meliputi Desa-desa wisata yang terdapat di Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul, Kabupaten Kulonprogo, Kabupaten Gunungkidul dan Kota Yogyakarta. Desa wisata terpilih adalah desa yang


(61)

mewakili Daerah Istimewa Yogyakarta untuk menentukan pola Kajian Desa Wisata di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Dari Beberapa hal yang menjadi pertimbangan di atas, dapat diambil beberapa desa wisata yang menjadi amatan, antara lain: a. Desa wisata berbasis keunikan sumber daya budaya lokal:

1) Desa wisata Kebon Agung 2) Desa wisata Tanjung 3) Kampung wisata Ketandan

b. Desa wisata berbasis keunikan sumber daya alam: 1) Desa wisata Nglanggeran

2) Desa wisata Ketingan 3) Desa Wisata Ndlinggo

c. Desa wisata berbasis perpaduan keunikan sumber daya budaya dan alam:

1) Desa wisata Srowolan 2) Desa wisata Kembangarum 3) Desa wisata Pentingsari

d. Desa wisata berbasis keunikan aktifitas ekonomi kreatif: 1) Desa wisata Bobung

2) Desa wisata Kasongan


(62)

3.2. PROFIL DESA WISATA AMATAN

Daerah Istimewa Yogyakarta adalah salah satu dari 33 provinsi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Secara geografis, Daerah Istimewa Yogyakarta terletak di tengah Pulau Jawa bagian selatan. Bentuk wilayahnya menyerupai bangun segitiga dengan puncak Gunung Merapi di bagian utara dengan ketinggian 2.911 meter di atas permukaan air laut, sedangkan pada bagian kaki, dua buah dataran membentang ke arah selatan membentuk dataran pantai yang memanjang di tepian Samudera Indonesia.

Gambar 3.1.


(1)

– —˜ ™š — › œ  žŸš

10 - 1

­®¯—š— °±°± ˜®›² ® ± ³— ›² —› ´® µ — ¶Ÿ µ—·— ´Ÿ ¸ ¹º´—˜ —·´Ÿ ² —±³—š —›

µ® ³—²—Ÿ³®š Ÿ  ° ·»

¼ ½ ¾ ¼ ¿¼À ¼Á ÂÃÄ ÂżÀ ¼

Ʈǰ± ±®›²® ±° — µ®¯ —š— Ÿ›È™š±— ·ŸÈ

,

™±°›Ÿ —·ŸÈ ´—› ±® ›—š Ÿ µ®š·— ɱ ® ›Ê° —ÇË

.

̗ µŸ ž ´Ÿ ˜ ®šÇ° —› °˜ —Í— ° ›· ° ±® ›´ŸµšŸ ˜µŸ— › ´— › ±® › ´Ÿµ·šŸ³ ° µŸ— › ˜™·® › µŸ

͗› ²

´Ÿ±ŸÇŸ Ÿ—²—š´—˜—·´Ÿ® › —Ç µ® ¯ —š—± ®Ç°— µ

.

η® ›µŸ·— µ

,

™š Ÿ²Ÿ›—ÇŸ ·— µ

,

´— ›  —š— ·®š Ÿ µ ·Ÿ ´®µ— ³®Ç°± ³® ²Ÿ·° › —± ˜ — 

.

Ï —±° › ±—µÍ—š— —·

´® µ — ·®Ç—ž ³®š ° µ—ž — °› · °

± ® › —± ˜ —  —› ›Í—

.

Й·® › µŸ ˜ ®´®µ—— › ͗›² ´Ÿ±ŸÇŸ Ÿ ˜®šÇ° ´Ÿ ˜ŸÇŸ ž ´— › ´ŸÇ—µŸÈŸ  — µŸ  —› °›· ° ±® ›® ±° —› ɟ¯™ ›Ë ͗›² Ÿ› ²Ÿ ›

´Ÿ—› ´ —ǝ— ›

.

­® ¯ —š— °± °± ˜™ ·®› µŸ ³®š — ´— ˜—´ — ˜ ™ µŸ µŸ

µ°´ —ž µŸ —˜ °› · °´Ÿ® ±³ —›²— ›

.

¸ Ÿ˜ ®šÇ°— › °˜—Í— ·® ° › ±®›² ™Ç—ž ´Ÿ š Ÿ —²—š ˜ ™ ·® › µŸ ·®šµ®³° · ´—˜ — ·

´Ÿ  ®Ç™Ç—

µ®´® ±ŸŸ— › š°˜ — µ® žŸ›²² — ´ —˜ — ·

±® ±³®š Ÿ ± —›È—— · ® ™›™±Ÿ

,

µ™µŸ —Ç

,

³ °´ —Í— ´ —› ǟ ›² ° ›²— ›

.

ѽ ¼ÃÅÒÅ ÂÑÂÓÂÀ ¼ ž¼Ô Õ¼ Å ÂÓÂÀ ¼ Å

­® ¯ —š— °± °± ±—µŸž ´Ÿ ˜®šÇ°  —› — ´ —›Í— ˜ —˜ —› ›—±— ˜®· °›Ê° —š—ž ± ® › °Ê° ®

Ǚ  —µŸ

,

´Ÿ µ —± ˜Ÿ ›² — µ®µ

(

³®š³— ²—Ÿ ® ±° ´ —ž—›

).

Ö®³®š— ´— —› ˜š—µ —š— › — ˜ ®›° ›Ê— ›² µ—›²—·Ç—ž ˜®›·Ÿ›² —š ®› — ´—˜—· ±®± ˜ ® ›² —š°žŸ ™› ´ŸµŸ ȟ µŸ ´—› ± ® › ·—Ç

¶Ÿ µ— ·— ¶— ›

.

כ· ° Ÿ · ° ž —Ç

-

ž—Ç ͗› ² ͗ ›² ˜ ®šÇ° ±® › ´—˜ —· ˜®šž — ·Ÿ — ›—´ —Ç—ž»

-

Ö®·®šµ®´Ÿ— —›


(2)

Ø ÙÚ ÛÜ Ù Ý Þ ß àáÜ

10 - 2

-

âãä äáÝåäÙäÙÜæÙ Ýå

-

çæßæÝåÙ ÝäãÜà Ùè ÙÚ ßãåá ÙäÙ Ý éá ê ÙäÙ

-

ëÛÝäÜ áì æêáä ãÜ àÙè ÙÚ ßãì æ ä æà ÙÝ éá êÙäÙé ÙÝ

.

í î ï ðñòðó ôõ ö õõ ÷ñõøö õ óõùõ ú

âãûÙÜÙ æüæü Ý ÙüÚ Ù ß

êãüÙÝåÙä éÙÜåÙ æÝäæß üãéæýæèß ÙÝ Ùè ÙÝþÙ èãê Ù éáêÙäÙ

,

Ý ÙüæÝ üÙêá à ÚãÜÿ æ èá Ú ÙÝ èæ ÙåÙÜ äÛäÙÿáäÙê ÚãÜÙ Ý üÙêþÙÜÙß Ùä è ÙÚ Ùä ßÛüÚ Ùß

èÙ Ý å æ þ æì

Ùêáà èáÚãÜÿ æß ÙÝ æÚ ÙþÙ æÝä æß üãéæýæèß Ù Ý ÚãÝåÙüÙÿÙÝ ê ÙÚäÙ ÚãêÛÝÙ Ú ÙÜ á éáê ÙäÙ

,

ßÙÜãÝÙ êãÿÙüÙ á Ýá ÚãÝåÙüÙÿÙ ÝÝþÙ ìãÿ æü êãÚãÝæàÝþÙ üãÝýÙ èá ßãì æä æà ÙÝ

,

é ÙÿÙæ Ú Û ß èÙÜéá ê äãÿÙà ìãÜæê Ùà ÙßãÙÜÙàáä æ

.

Û ß è ÙÜéá ê ü ãÜæÚ Ù ßÙ Ý êæÙä æ ÿãü ìÙåÙ þÙÝå àÙÜæê üãÝèÙÚÙäßÙ Ý èæßæÝåÙÝüÙêþÙÜÙßÙä æÝäæßüãéæýæè ß ÙÝ

ÚãÝåãÿÛÿÙÙ Ý Ú ÙÜ á éáêÙäÙ þÙ Ýå ìÙáß

,

ì ãÜßãÿÙ Ýýæ äÙÝ èãÝåÙÝ ÚãÝåÙÿÙüÙ Ý êÙÚäÙ Úãê Û Ý Ù Ú ÙÜ á éá ê ÙäÙ

.

ë ãÿÛüÚ Ûß áÝá üãÜæÚ Ù ßÙ Ý ÙåãÝ þÙ Ýå ü ãüãèáÙêá êæÚ ÙþÙ ÚãÝå ãÿÛÿÙÙ Ý

Ú ÙÜ á éáêÙäÙ ìãÜýÙÿÙ Ý à ÙÜüÛ Ýá ê Ù ÝäÙÜÙÚãü ãÜ Ûÿ ãàÙ Ý üÙäãÜ á

(

ãßÛÝÛüá

),

êÛêá Ùÿ

,

ìæèÙþÙ

,

è ÙÝ ÿá ÝåßæÝåÙÝ

.

âãèÙÝåßÙ Ý çãê Ù á ê ÙäÙ Ùè ÙÿÙà ÿ ãüìÙåÙÚãÝåãÿÛÿÙþÙÝå ýæåÙ àÙÜæê

üãÝèÙÚÙä èæßæÝåÙÝ üÙêþÙÜÙ ßÙä æÝäæß üãÝý æÙÿ

ÚÜ Ûèæß

-

ÚÜÛèæßéá êÙäÙ

.

ôî ï ðñõ ø õ óõ ÷ôõ ÷ï ó ñø

ãüÙêÙÜÙ Ý üÙêá à ûæßæÚ äÜ Ù èá êáÛÝÙÿ

,

ì ãÿæü üãüÙ ÝÙ ÙäßÙ Ý ü ãèáÙ êÛêá Ùÿ þÙÝå üæèÙà èá Ùßêãê Ûÿ ãà

ûÙÿÛÝéáêÙäÙ éÙ Ý

ëã äãÜìÙäÙêÙÝ ÚãüÙßã äÙ Ý éá êÙäÙ þÙ Ýå üãÝáäáß ì ãÜÙäßÙ Ý Ú Ù è ÙÚÛäãÝêá èÙþÙ äÙÜ áßèáèãê Ùéáê ÙäÙäãÜ êãì æä

,

êãàá Ýå åÙ ì ãÿ æü êáÙÚ èÙÿÙüüãÝãÜ áüÙéá êÙäÙé ÙÝ


(3)

10 - 3

-

,

.

!" #!$!%& ' ( ' ')* +,-. %

/

01 2

.

3

/

(

).

/ 0 12

4 4

.

5

.

6" 7!)!8'7') 9)-: 8 ;%!) -:'). '89- '-9 7!)( !%& ')(')

. !-'<9-':'

1

1=> 3

?

@ A

/

B ? 1 C D

@ D ?1 C E

@ 2 ?1 C B

FGHI H JK L MNK OP QRS

B 3

,

.

D


(4)

U VW XY V Z [ \ ]^Y

10 - 4

_ ` a_ b _cdad be _ f _g _h ij

kVW V l mnY o WV\ V Z l^ Z pV \V Z WnZqnrXrVVZ sVZq mnm t o lo ] \ VZ

\nmVmW o V Z

oZlo \u

vn Zs nrn ZqqVYVVZVlYV\ w^

vn Zs Vx^VZ\noZ^ \ VZpV Z \ nYVq VmV ZX t sn \

vn Zq Vp V VZ V\w nw

&

yVw ^ r ^ lVw

zYn Vw^

V \l^ y ^ lVw

{nZq V Zl^w^ WVw^ Vw Wn\ Vw Wn\ l n\Z^ w s VZq p^ W nY r o\ VZ

,

m^w VrZs V |

-

}VlV lnYl^ t

W n Zqo Zxo Z q

-

vnmnr ^] VYVV ZX tsn\

-

[ wWn\\ n Vm VZ VZ p VZ\nZ sVmVZ VZ

-

~k{

` a_ b _cdad bib€h a _‚i

[ pVrV] l^Z pV \V ZrVs VZ VZ^Zy XYmVw^

,

{^ w VrZs Vu

U VsV ZVZ^Zy XYm Vw^tnY\n ZV VZp nZ qV ZXt sn \

U VsV ZVZ^Zy XYm Vw^tnY\n ZV VZp nZ qV ZVlYV\w ^

U VsV ZVZ^Zy XYm Vw^tnY\n ZVVZp nZ qV ZVmn Z^ l Vw U VsV ZVZ^ZyXYm Vw ^p VWVlp^ wVx^\ VZp Vr Vmt n Z lo\u

{np^ Vƒn l V\

/

nrn \lYX Z^\

„o^pnr^Zn

(

W n l VW n loZxo\

)

vY X poƒl\ ZX…rn pq ns V ZqlnYw Vx^

vo w VlrV sVZV Z ^ZyXYmVw^

† ` a_ b _cdad b_j‚d‚‡€_‚iˆig _‚

[ pVrV] l^ Z p V\ VZ r V sV ZVZ tnY\n Z VVZ pn Zq VZ t nY t Vq V^


(5)

‰ Š‹ Œ Š Ž   ‘’

10 - 5

“Š” ’ Ž’ •Š Ž–Š— ‹˜Ž—’ Ž–  Š˜ŽŠ ™Š‹ Š— š ˜ š‹˜Ž–Š›‘’ Œ Ž™’•’

œ’•’ ™ŠŽ š˜Ž—Š” ’•Š—ŠŠ Ž

.

ž˜ŸŠ–Š’ ‘Š” š˜Ž–˜Ž Š’ šŠŽ Š ˜ š ˜ŽŠ•˜•

&

Šš˜Ž’—Š•

’ Ž’ •ŠŽ–Š—— ˜–ŠŽ—›Ž–‹ Š™Š¡

¢˜ —˜•˜™’ Š ŠŽ

¢ ›Š”’—Š•œ’•’ 

&

£ Œ Ž¤’•’ 

¥˜— —’ Ž– —Š—Š›Š Ž–

¦ ››Ž–Š Ž—˜‘ Š™Š‹ ˜ –’Š—Š Ž’•Š—Š

¢ŒŽ— ’Ÿ› •’— ˜ ‘Š™Š‹˜Ÿ›—›‘ŠŽ’•Š—ŠŠŽ

§¨ ©ª « ª¬­©­ «®¯ «° ± ² «°ª «

³ ˜›‹ Š ŠŽ —’Ž™ŠŠŽ ‹˜Ž–˜”Œ”ŠŠŽ ”’ Ž–›Ž–Š Ž ™˜ š’

˜Ÿ˜”ŠŽ–• ›Ž–ŠŽ ‹Š’’•Š—Š ’—› •˜Ž™’  ’

.

“Š” ™˜ š’ ’ ŠŽ Ÿ˜‘› Ÿ ›Ž–ŠŽ ™˜Ž–ŠŽ¡

¢˜•˜”ŠšŠ—Š Ž

/

˜ŠšŠ Ž ŠŽ

¢˜Ÿ˜•’ ‘Š Ž”’ Ž–›Ž–ŠŽ

¢ ›Š”’—Š•œ’•’  ”’Ž–›Ž–ŠŽ

¢ ›Š”’—Š••ŠŽ’—Š•’

­¨ ©ª « ª¬­©­ «±­® ­©´ª°ªª «

³ ˜š ŸŠŽ– ›Ž ˜  Š ’Ž– ‹ Œ ™Š’•™Š Ž™˜•Š’•Š—Š

¢ŒŽ•˜‹ ‹˜Ž– ˜ š ŸŠŽ–ŠŽ ™˜•Š ’•Š—Š µŠ Ž– •˜  Š”ŠŽ •˜’  ’ Ž– ™˜Ž–ŠŽ¶·Œ– Š¸¹ ŽºŒ‹ ŒŠ—˜™»

¦˜ •Š ’•Š—Š ™Š‹Š— Ÿ ˜˜ Š•ŠšŠ ™˜Ž–Š Ž ¥¹¼

,

½“¾¹

,

“½¹

,

”˜ š ŸŠ–Š ‹˜Ž™’™’  ŠŽ

,

’Ž™› •— ’ ˜Š ’Ž Š Ž ™” ” ™Š”Šš Ÿ˜Ž— ›œŒ›š˜ š’—Š ŠŽ

¿¨ À­«Á²Â²«ª «Àª ±­Ãįªê

Š

.

¹™˜Ž—’œ’Š•’‹ Œ— ˜Ž•’™Š Ž Š” ›—˜‹ Š™ ›


(6)

Å ÆÇ ÈÉ Æ Ê Ë Ì ÍÎÉ

10 - 6

ÏÐÑÆÍÒÆÓÐ

ÏÐÑÆÍÔ ÕÉÌÕÒÔ ÆÊÖ

×ÆÉÐÒ ÐØÆÎÔÕÉÌÕÒÔÆÊ Ö

2)

Ù ÑÕÊÚÎÛÎÌÆÜÎÓÆØÐÉÚÕÉÇ ÆÑÐ

ÝÈÉÈÜ ÑÆÊÓÕÉÐÓÎ

Ô

.

Ë ÊÆØÎÜÎÜÇ ÆÜÆÉÑÆÊÇÉ ÕÛÕÉ ÕÊÜÎÞÎÜÆÚÆÞÆÊ

1)

ßÎÜÊÐÜ

2)

ßÎÜÒÆÊ

3)

ÝÉ ÈÑ ÐÌÚÕÉÜÆÓÎ

à

.

ÝÕÒÕ ÌÆÚÆ Ê ÝÉ ÈÑÐÌ

(

ÇÆ ÌÕÚÞÎÜÆÚÆ

)

1)

ÝÆ ÌÕÚÞÎÜÆÚÆÔ ÕÉ ÔÆÜÎÜÆØÈ ÌÆÜÎÞÆÌÚÐ

2)

ÝÆ ÌÕÚ

ÞÎÜÆÚÆÔ ÕÉ ÔÆÜÎÜÚÕÒÆ

3)

ÝÆ ÌÕÚÞÎÜÆÚÆÔ ÕÉ ÔÆÜÎÜáÕâÕ ÊÚã

4)

ÝÆ ÌÕÚÞÎÜÆÚÆÔ ÕÉ ÔÆÜÎÜÔ ÆÐÉÆ Ê Ñ

.

ÝÕÊÖÕØÈØÆÆÊÑÆ Ê Ç Õ ÊÖ ÕÒÔÆÊ ÖÆ Ê

1)

ÝÕÊÖ ÕØÈØÆ

2)

ÝÉ ÈÑ ÐÌ

äÆ ÊÖÑÎÚÆÞÆÉÌ ÆÊ

3)

åÈ ÊÚÆàÚÇ ÕÉÜÈÊ

/

ÆÑ ÑÉ ÕÜÜ

4)

ÝÉ ÈÒÈÜÎ

/

Ç ÕÒÆÜÆÉÆÊ

(

à Í ÆÊÊÕØ

/

ÈÐÚ ØÕÚÇ ÕÒÆÜÆÉ ÆÊ

)

æ

.

Ýçèé êëìê ëê í

ÝÕÉØÐÊä Æ ÒÕ ÊÖ ÆÖÆÜ ÇÉ ÈÑ ÐÌ ÍÐÌÐÒ ÑÕÜÆ ÞÎÜÆÚÆ

,

ÑÕ ÊÖÆÊ ÇÕÊäÕØÕÊ Ö ÖÆÉÆÆ Ê ØÈ ÌÆ Ì ÆÉä Æ

.

ìÆØ Î ÊÎ ÑÎÇÕÉØÐÌÆ Ê ÐÊÚÐÌ ÒÕ ÊÓÆÞÆÔ ÔÕ Ô ÕÉÆÇ Æ ÇÕÉÚÆ Êä ÆÆÊ äÆÊÖ Ò ÐÊàÐØ ÑÆØÆÒ