Pengertian Perjanjian Kredit TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT

A. Pengertian Perjanjian Kredit

1. Pengertian Perjanjian

Pengertian perjanjian berbeda dengan perikatan. Perikatan adalah suatu hubungan antara dua orang atau dua pihak, dimana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak lain, dan pihak lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. 24 Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang tersebut saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa ini, timbul suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. 25 R. Setiawan, menyebutkan bahwa perjanjian ialah suatu perbuatan hukum di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. 26 Dari pendapat-pendapat di atas, maka pada dasarnya perjanjian adalah proses interaksi atau hubungan hukum dan dua perbuatan hukum yaitu penawaran oleh pihak yang 24 R Subekti, hukum perjanjian, Citra Aditya Bhakti, Jakarta, 1987, hal.1. 25 Ibid, hal.6. 26 R.Setiawan, hukum perikatan-perikatan pada umumnya, Bina Cipta, Bandung, 1987, hal.49. Universitas Sumatera Utara satu dan penerimaan oleh pihak yang lainnya sehingga tercapai kesepakatan untuk menentukan isi perjanjian yang akan mengikat kedua belah pihak. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata KUH Perdata Pasal 1313, dinyatakan bahwa perjanjian atau persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Kata persetujuan tersebut merupakan terjemahan dari perkataan overeekomst dalam bahasa Belanda. Kata overeekomst tersebut lazim diterjemahkan juga dengan kata perjanjian. Jadi persetujuan dalam Pasal 1313 KUH Perdata tersebut sama artinya dengan perjanjian. 27 Pengertian perikatan lebih luas dari pada pengertian perjanjian. Perikatan bersumber dari perjanjian dan Undang–Undang. Perikatan yang bersumber dari Undang–Undang ada dua, yaitu : yang lahir dari Undang–Undang saja dan yang lahir karena perbuatan manusia. 28 Perikatan yang lahir karena perbuatan manusia terbagi dua, yaitu : perbuatan yang halal dan perbuatan yang melanggar hukum. 29 Sedangkan perjanjian adalah sumber perikatan, dan merupakan perbuatan para pihak yang saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Dengan demikian pengertian perikatan bersifat abstrak sedangkan perjanjian bersifat konkret. 30 Menurut M. Yahya Harahap, “Perjanjian mengandung pengertian suatu hubungan hukum kekayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus 27 Solahudin, kitab undang-undang hukum perdata, Visimedia, 2008, hal.466. 28 R Subekti, hukum perjanjian, Citra Aditya Bhakti, Jakarta, 1987, hal.1. 29 Ibid, hal.2. 30 Ibid, hal .3. Universitas Sumatera Utara mewajibkan pada pihak yang lain untuk menunaikan prestasi”. 31 Menurut Pasal 1320 KUH Perdata untuk sahnya perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu : a. Sepakat mereka yang mengikat dirinya; b. Cakap untuk membuat sesuatu perjanjian; c. Mengenai sesuatu hal tertentu; d. Suatu sebab yang halal. Syarat sepakat dan cakap bagi sahnya perjanjian, disebut sebagi syarat subjektif karena menyangkut orang atau pihak–pihak yang terlibat dalam perjanjian, sedangkan syarat mengenai suatu hal tertentu dan sebab yang halal disebut sebagai syarat objektif karena menyangkut objek yang diperjanjikan oleh orang–orang atau subjek yang membuat perjanjian. Jika suatu syarat subjektif tidak terpenuhi sepakat mereka yang mengikatkan dirinya atau cakap untuk berbuat sesuatu maka perjanjiannya dapat dimintakan pembatalan oleh salah satu pihak. Apabila syarat objektif tidak terpenuhi mengenai sesuatu hal tertentu atau sebab yang halal maka perjanjiannya batal demi hukum. 32 Pengertian perjanjian perdata batal demi hukum berbeda dengan perjanjian dapat dimintakan pembatalan. Perjanjian batal demi hukum berarti secara yuridis dari semula tidak ada perjanjian dan juga tidak ada pula suatau perikatan diantara subjek yang membuat perjanjian itu. Pada perjanjian yang dapat dimintakan pembatalan, berarti Undang-Undang menyerahkan kepada para pihak yang 31 M. Yahya Harahap, segi-segi hukum perjanjian, Alumni Bandung, 1986, hal.6. 32 R Subekti, op cit, hal.21. Universitas Sumatera Utara berkepentingan untuk membatalkan perjanjian itu atau tidak. 33 Pasal 1337 KUH Perdata menyebutkan bahwa suatu sebab adalah terlarang, jika sebab itu dilarang oleh Undang-undang atau bila sebab itu bertentangan dengan kesusilaan atau dengan ketertiban umum dan Pasal 1338 KUH Perdata menyebutkan semua persetujuan yang dibuat sesuai Undang-Undang berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh Undang-Undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan iktikad baik. Hukum perjanjian Indonesia menganut sistem terbuka, artinya bahwa hukum perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk membuat perjanjian apa saja asalkan tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan. 34 Terkait dengan masalah perjanjian maka tidak terlepas dari hal prestasi, prestasi adalah sesuatu yang dapat dituntut. Jadi dalam suatu perjanjian suatu pihak biasanya kreditur menuntut prestasi pada pihak lainnya biasanya debitur. Menurut Pasal 1234 KUH Perdata prestasi terbagi dalam 3 macam 35 : Prestasi untuk menyerahkan sesuatu; 1. Prestasi untuk melakukan sesuatu atau berbuat sesuatu; dan 2. Prestasi untuk tidak melakukan atau tidak berbuat sesuatu Apabila seseorang telah ditetapkan prestasi sesuai dengan perjanjian itu, maka kewajiban pihak tersebut untuk melaksanakan atau menaatinya. Dan apabila seseorang yang telah ditetapkan prestasi sesuai dengan perjanjian tersebut tidak 33 Ibid, hal.22. 34 Ibid, hal.22. 35 Marindra Prahandi Fedianto, perbuatan melanggar hukum atau wanprestasi, hukumonline.com, 5 May 2013 Universitas Sumatera Utara melaksanakan atau tidak memenuhi prestasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka orang tersebut disebut melakukan wanprestasi, atau apabila debitur tidak melaksanakann kewajibannya maka ia telah dikatakan wanprestasi. Kata wanprestasi dalam bahasa Indonesia berarti lalai, alpa atau ingkar janji. Wanprestasi atau ingkar janji dapat berupa 36 : Tidak melaksanakan apa yang disanggupi akan dilakukan; 1. Melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan; 2. Melakukan apa yang dijanjikan, tetapi terlambat ; 3. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

2. Perjanjian Kredit

a. Pengertian Kredit Kata kredit berasal dari bahasa Romawi yaitu credere yang artinya percaya. Artinya pemberi pinjaman percaya bahwa penerima pinjaman mampu memenuhi perikatannya. Kredit ialah penyediaan uang atau tagihan yang dapat disamakan dengan itu dengan itu,berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain untuk melunasi hutang yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga imbalan atau sebagian hasil keuntungan. Defenisi ini bersifat umum, karena sesungguhnya setiap pemberian kredit disertai berbagai perjanjian khusus dan klausula tersendiri yang membuat larangan 36 R Subekti, op cit, hal.45. Universitas Sumatera Utara dan keharusan yang harus dilakukan oleh nasabah terhadap bank pemberi kredit,seperti: 37 Keharusan membuat laporan keuangan secara rutin tiap bulan 1. Keharusan melaporkan setiap ada perubahan yang sangat mendasarkan dalam perusahaan debitur 2. Keharusahan memberikan laporan jika terjadi perubahan manajemen 3. Larangan pengontrakkan bangunan yang dijadikan sebagai jaminan kredit pada bank 4. Larangan menggunakan kredit untuk pembiayaan diluar perjanjian kredit. Pengertian kredit dalam Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang merupakan perubahan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan; Kredit adalah : Penyedian uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah janhka waktu tertentu dengan pemberian bunga Pasal 1 angka 12 UU Perbankan 1998 mengartikan Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan. Dari pengertian kredit dan pembiayaan diatas ternyata pengertian kredit pada Pasal 1 angka 12 UU Perbankan 1998 lebih luas bila dibandingkan pengertian pembiayaan dalam Pasal 1 angka 11 UU No.10 Tahun 1998. Karena dalam Pasal 1 37 H.AS.Mahmoeddin, melacak kredit bermasalah, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2004, hal.2. Universitas Sumatera Utara angka 11 No. 10 Tahun 1998 hanya diisyaratkan adanya bunga, sedangkan dalam Pasal 1 angka 12 UU Perbankan 1998 tentang pembiayaan selain mengisyaratkan adanya bunga, juga ada mengisyaratkan adanya imbalan atau pembagian hasil keuntungan. b. Perjanjian Kredit Menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan, ditentukan bahwa kredit diberikan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain, namun Undang-Undang tersebut tidak menentukan lebih lanjut mengenai bagaimana bentuk persetujuan pinjam-meminjam tersebut. Beberapa sarjana hukum berpendapat bahwa perjanjian kredit dikuasai oleh ketentuan-ketentuan KUHPerdata bab XIII buku III karena perjanjian kredit mirip dengan perjanjian pinjam uang menurut KUHPerdata pasal 1754 yang berbunyi : “Pinjam meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak lain suatu jumlah tertentu yang habis karena pemakaian dengan syarat dimana pihak terakhir ini akan mengembalikan sejumlah dengan syarat bahwa pihak yang sama pula. Namun sarjana hukum yang lain berpendapat bahwa perjanjian kredit tidak dikuasai oleh KUHPerdata tetapi perjanjian memiliki identitas dan karakteritis tersendiri. Menurut hemat penulis perjanjian kredit sebagian dikuasai atau mirip perjanjian pinjam uang seperti diatur dalam KUPHperdata. 38 Memahami rumusan pengertian yang diberikan oleh undang- undang perbankan maka dapat disimpulkan dasar perjanjian kredit sebagian masih bisa mengacu pada ketentuan kitab undang-undang hukum perdata bab XIII 38 Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Aflabeta, Bandung, 2009, hal.96. Universitas Sumatera Utara Dalam membuat perjanjian kredit terdapat berbagai judul dalam prakteknya perbankan tidak sama lain, ada yang menggunakan judul perjanjian kredit, akad kredit, persetujuan pinjam uang, persetujuan membuka kredit dan lain sebagainya dalam bentuk akta otentik menggunakan nama pengakuan hutang yang diuraikan tersendiri.meskipun judul dari perjanjian pinjam meminjam uang itu berbeda-beda tetapi secara yuridis isi perjanjian pada hakekatnya sama yaitu memberikan pinjaman berbentuk uang. Pengertian tentang perjanjian kredit belum dirumuskan, oleh karenanya perlu untuk memahami pengertian perjanjian kredit yang diutarakan oleh para pakar hukum antara lain: Demikian juga halnya yang dikemukakan pula oleh Mariam Darus Badrulzaman: Dari rumusan yang terdapat didalam Undang-Undang Perbankan mengenai perjanjian kredit, dapat disimpulkan bahwa dasar perjanjian kredit adalah perjanjian pinjam-meminjam di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1754. Perjanjian pinjam-meminjam ini juga mengandung makna yang luas yaitu objeknya adalah benda yang menghabis jika verbruiklening termasuk di dalamnya uang. Berdasarkan perjanjian pinjam meminjam ini pihak penerima pinjaman menjadi pemilik yang dipinjam dan kemudian harus dikembalikan dengan jenis yang sama kepada pihak yang meminjamkan. Karenanya perjanjian kredit ini merupakan perjanjian yang bersifat riil, yaitu bahwa terjadinya perjanjian kredit ditentukan oleh “penyerahan” uang oleh bank kepada nasabah. 39

B. Bentuk dan Jenis-JenisKredit