Latar Belakang Masalah Relasi Antara Kepala Desa Dengan Badan Permusyawaratan Desa Dalam Mewujudkan Good Governance (Studi Kasus: Desa Pohan Tonga, Kecamatan Siborongborong, Kabupaten Tapanuli Utara)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan Negara yang menggunakan sistem demokrasi yang mengalami kebangkitannya pada awal reformasi, karena sebelumnya Indonesia merupakan sebuah Negara yang bertahan dalam sebuah rezim yang otoriter dibawah kepemimpinan Presiden Soeharto selama tiga puluh dua tahun. Pengalaman yang terjadi pada masa Orde Baru memberi dampak yang sangat besar terhadap perubahan pemerintahan di Indonesia. Terlihat sejak berakhirnya pemerintahan Presiden Soeharto pada Mei 1998 pemerintahan Indonesia mengalami perubahan signifikan dalam sistem tata kelola pemerintahan. Perubahan itu terlihat dari dua proses politik yang berjalan simultan yaitu desentralisasi dan demokratisasi 1 . Desentralisasi memungkinkan berlangsungnya perubahan mendasar dalam karakteristik relasi kekuasaan daerah terhadap pusat. Relasi kekuasaan yang sebelumnya bersifat sentral dengan Jakarta sebagai poros yang mengemudikan arah dari sistem pemerintahan dan segala bentuk keputusan terhadap daerah Top-Down, sekarang berganti dengan memberi kesempatan pada pemerintah daerah untuk memerintah dirinya sendiri Down-Top. Hal ini dilakukan karena adanya anggapan bahwa apabila daerah memerintah dirinya 1 AAGN Ari Dwipayana,Dkk. 2003. Membangun Good Governance di Desa.Yogyakarta: Institute for Research and Empowerment IRE, hal.v Universitas Sumatera Utara 2 sendiri maka akan dapat menggerakkan daerah untuk mengoptimalkan segala sumber daya yang dimiliki baik manusia maupun alam dalam rangka memenuhi kebutuhan dirinya sendiri dan sebagai upaya dalam mewujudkan tujuan negara yaitu mensejahterakan kehidupan rakyat. Perwujudan dari demokratisasi sangat jelas terlihat dari terbukanya corong-corong kebebasan dalam mengeluarkan pendapat dan berkumpul, serta kebebasan pers dalam melakukan eksplorasi pemeberitaan melalui media kepada masyarakat. Undang – Undang no 22 tahun 1999 di set-up untuk sistem pemerintahan desa yang semula bersifat setralistis menjadi lebih demokratis. Dalam Undang- Undang ini terdapat hal yang berkaitan dengan otonomi daerah yangmana dalam pada pasal 1.h dikatakan bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah, otonomi untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundangundangan. Pemerintahan Indonesia dibagi dalam daerah yang terbesar sampai yang terkecil, yaitu pemerintah tingkat I yang disebut provinsi, daerah tingkat II yang disebut kabupatenkota, kemudian daerah pembantu administratif yang disebut kecamatan dan desakelurahan sebagai pemerintahan terkecil. Pengertian desa berdasarkan keputusan Menteri Dalam Negeri no 17 Tahun 1997 ialah kesatuan organisasi pemerintahan yang terendah yang mempunyai batas tertentu, langsung Universitas Sumatera Utara 3 dibawah Kecamatan, dan merupakan kesatuan masyarakat hukum yang berhak menyelenggarakan rumah tangganya 2 . Hal ini senada dengan yang tertuang dalam undang-undang no 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah yang menyebutkan bahwa desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan berada di daerah Kabupaten. Fenomena ini secara tersirat juga dapat diartikan bahwa desa dengan pemerintahannya yang berhak mengurus kepentingannya bisa dikatakan sebagai kajian pemerintahan dan lokasi terkecil yang mempunyai hak untuk melakukan otonomi pada dirinya sendiri. Jadi secara tidak langsung desa bisa diibaratkan sebagai miniatur negara yang memerintah langsung dirinya sendiri serta pemimpin dan masyarakatnya mengalami persinggungan langsung dalam rangka setiap urusan terhadap negara. Perkembangan otonomi daerah ternyata tidak dapat berjalan dengan baik dikarenakan banyak hal, yaitu antara lain adalah ketidaksiapan dari sebuah desa dalam mengakomodir masyarakatnya untuk menjalankan pemerintahan di sebuah desa. Disamping itu terlihat bahwasannya masih ada desa yang belum dapat dikatakan matang dalam mengelola dan membenahi desa sesuai dengan standar yang ditentukan oleh pemerintah pusat. Hal ini tak jarang mengakibatkan sebuah desa menjadi semakin terpuruk karena kemajuan dari beberapa desa yang 2 Taliziduhu Ndraha, 1991.Dimensi-Dimensi Pemerintahan Desa.Jakarta: PT.Bumi Aksara, hal.3 Universitas Sumatera Utara 4 memang berhasil dalam mengemudikan desa dan menjadi desa yang sukses dalam melaksanakan otonomi daerah itu sendiri. Tentu hal ini perlu menjadi tanggung jawab Negara dalam rangka menyelaraskan tingkat kemampuan para badan legislatif, eksekutif dan yudikatif pada tingkat desa, agar pemerintahan desa dapat berjalan dan memenuhi kebutuhan masyarakat sesuai dengan harapan yang telah disiratkan dalam Undang – Undang no 22 tahun 1999 tersebut. Desentralisasi yang diapresiasikan melalui otonomi daerah bertujuan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dan lembaga yang paling dekat dengan masyarakat yaitu pemerintahan desa 3 . Sehingga kualitas pemerintahan desa yang baik sangatlah penting untuk dijadikan acuan dalam kesuksesan pelaksanaan desentralisasi ini. Syamsudin dalam bukunya Etika Birokrasi Akuntabilitas Sektor Publik seperti yang dikutip oleh Moch Solekhan menegaskan bahwa kepemerintahan yang baik harus berorientasi pada dua hal, yaitu 4 : 1 orientasi ideal negara yang diarahkan pada pencapaian tujuan nasional yang mengacu pada demokratisasi dalam kehidupan bernegara dengan elemen-elemen konstituen atau pemilihnya, seperti: legitimasi, akuntabilitas ekonomi dan devolusi kekuasaan kepada daerah, serta adanya jaminan mekanisme kontrol oleh masyarakat; 2 Pemerintahan yang berfungsi secara ideal, yaitu secara efektif dan efisien melakukan upaya pencapaian tujuan nasional. Dalam menjalankan sebuah pemerintahan desa, yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaannya adalah seorang kepala desa yang dipilih langsung oleh masyarakat desa dan dibantu oleh perangkat pemerintah desa yaitu sekretaris desa 3 Mubyarto,Dkk. 2000. Otonomi Masyarakat Desa. Yogyakarta: Aditya Media, hal.1 4 Solekhan Moch, 2012. Penyelenggaraan Pemerintah Desa. Malang: Setara Press kelompok Penerbit Intrans, hal.1-2 Universitas Sumatera Utara 5 yang merupakan pegawai negeri sipil dan kepala-kepala dusun. Adapun orang yang dapat dipilih menjadi kepala desa adalah penduduk Desa Warga Negara Indonesia warga negara Indonesia yang bertempat tinggal di desa yang bersangkutan dan memenuhi syarat-syarat untuk dipilih yang pemilihannya diadakan dengan asas langsung, umum dan bebas, rahasia 5 . Sesuai dengan isi dari undang-undang no 32 tahun 2004 bab XI tentang desa yang mengatakan bahwa selain pemerintah desa juga ada badan permusyawaratan desa yang merupakan wakil dari penduduk desa bersangkutan yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat dengan fungsi sebagai mitra kepala desa dalam menampung aspirasi masyarakat dan sebagai kontrol terhadap pemerintah desa. Dimana sebelumnya pada undang-undang no 22 tahun 1999 disebut sebagai badan perwakilan desa yang berhak untuk mengadakan keberatan terhadap kepala desa dan dapat untuk memberi rujukan agar kepemimpinan kepala desa diganti. Pemerintah desa dan badan permusyawaratan desa memiliki peran aktif dalam menentukan kebijakan dan peraturan desa yang dilakukan sebelumnya dengan menggunakan cara musyawarah dan mufakat bersama masyarakat. Termasuk juga dalam menentukan rencana pembangunan jangka menengah desa untuk periode lima tahun ataupun rencana kerja pembangunan desa. 5 C.S.T.Kansil,1988. Desa Kita Dalam Peraturan Tata Pemerintahan Desa.Jakarta: Ghalia Indonesia, hal. 26-28 Universitas Sumatera Utara 6 Pemerintah merupakan mekanisme yang sangat kompleks, yang melibatkan proses dan institusi sebagai wahana warga dan kelompok masyarakat mengartikulasikan kepentingan, menjalankan hak dan kewajiban dan memediasi perbedaaan-perbedaan. Sebab itu pemerintah yang baik akan mengalokasikan sumber daya dan masalah publik secara efisien, memperbaiki kegagalan pasar, menyusun peraturan yang efektif dan menyediakan kebutuhan publik yang tidak di suplai oleh pasar 6 . Jika hal ini sudah dilaksanakan oleh sebuah pemerintahan maka akan terbentuk sebuah sistematika birokrasi yang berjalan dengan pemerintahan yang sering kita sebut dengan good governance tata pemerintahan yang baik. Tata kelola pemerintahan yang baik ditandai dengan kemampuan berdiri sendiri untuk melakukan yang terbaik bagi daerah dan bagi kepentingan masyarakat. Pemerintahan yang baik berkaitan dengan kontribusi, pemberdayaan, keseimbangan peran antara pemerintah, dunia usaha dan masyarakat. Desa Pohan Tonga yang menjadi objek dari penelitian ini merupakan sebuah desa yang sudah mulai dikatakan maju baik dalam informasi maupun teknologi. Desa Pohan Tonga sebagai salah satu desa yang berada di lingkup wilayah etnis batak ini masih memegang teguh apa yang menjadi faktor penting dalam kehidupan bermasyarakat dalam budaya batak, yaitu masih menerapkan dan ikut serta dalam mempertahankan dalihan natolu. Walaupun tidak sama dengan beberapa desa lain yang mengutamakan tentang apa yang menjadi hakikat paling mendasar dari dalihan natolu serta merta mengaplikasikan dalihan natolu 6 Dede Mariana. Caroline Paskarina. Demokrasi dan Politik Desentralisasi. Yokyakarta: Graha Ilmu, hal. 157 Universitas Sumatera Utara 7 terhadap sistem dan oknum didalam kepengurusan desa itu sendiri tetapi dalam praktik adat masyarakat Desa Pohan Tonga masih memegang teguh. Dalihan natolu merupakan adat istiadat yang dianut oleh orang batak sebagai filosofi hidup 7 , dikatakan dalihan natolu karena pada dasarnya norma terpenting dalam masyarakat adat batak ada tolu tiga hukum yang terutama yang harus dipatuhi. Isi dari dalihan natolu itu sendiri adalah somba mar hula-hula patuh dan menghargai serta hormat kepada saudara laki-laki dari pihak ibu elek marboru tidak dapat memaksakan kehendak kepada pihak anak perempuan melainkan harus dengan perilaku yang membujuk dan manat mardongan tubu menghargai pihak yang semarga dengan pihak laki-laki, yang kemudian bagi banyak kalangan ditambah satu filosofi lagi yaitu paopat sihal-sihal filosofi keempat denggan marale-ale dalam lingkungan sosialisai dengan sahabat haruslah saling menolong satu sama lain . Pohan tonga sendiri merupakan desa yang tergolong luas. Hal ini dikarenakan penduduk yang menjadi anggota masyarakat berada pada posisi yang menyebar sampai pada pelosok desa yang kemudian terlihat bahwa seolah terjadi ketidakstrategisan wilayah yang mengakibatkan kewalahan bagi pemerintahan desa dalam mengakomodir serta melakukan pelayanan terhadap masyarakat. Disamping itu keberadaan kantor pelayanan desa yang tidak ada sebagai fasilitas Desa Pohan Tonga berdampak pada segala urusan yang berkenaan dengan desa 7 Bungaran Antonius Simanjuntak. 2011. Pemikiran Tentang Batak, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, hal. 221 Universitas Sumatera Utara 8 harus diselesaikan di rumah kepala desa yang telah dijadikan sebagai pengganti kantor kepala desa. Hal ini menjadi janggal karena kepala Desa Pohan Tonga berdomisili diluar dari wilayah Desa Pohan Tonga. Ketertarikan peneliti terhadap judul ini adalah karena desa merupakan pemerintahan terkecil yang merupakan keunikan sendiri yangmana desa langsung melakukan pemilihan umum dalam menentukan siapa yang akan memimpin mereka, dan pemimpin itu berwenang dalam wilayahnya sekaligus bersinggungan langsung dengan masyarakat. Hukum yang digunakan di desa adalah peraturan yang tersirat dalam adat istiadat. Desa juga diberi kewenangan dalam mengatur dirinya sendiri yang diwujudkan oleh otonomi desa. Dalam pembuatan sebuah kebijakan musyawarah menjadi andalan utama yang diwujudkan dalam pelaksanaan musrenbang. Sehingga peneliti beranggapan bahwa jika pemerintahan desa sudah mewujudkan serta menjalankan tata pemerintahan yang baik, maka pemerintahan suatu negara yang menjalankan sistem desentralisasi dipastikan sudah berada pada pengelolaan yang berada pada standar tata pemerintahan yang baik itu sendiri. Tata pemerintahan yang baik Good Governance memiliki standar tertentu dalam menilai sebuah desa dapat dikatakan telah menggunakannya. Ada sembilan karakteristik good governance yang diajukan oleh Joko Widodo dalam bukunya Good Governance Telaah dari Dimensi: Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah 2001 yang dikutip oleh Universitas Sumatera Utara 9 Moch Solekhan yaitu 8 : participation, rule of law, transparancy, responsiveness, consensus orientation, equality, effectiveness and efficiency, accountability dan strategic vision. Dalam perwujudan tata pemerintahan yang baik tersebut yang menjadi pelaku dalam sektor aplikasinya adalah seluruh elemen pemerintahan serta seluruh masyarakat yang ada. Namun yang memegang kendali untuk mengarahkan serta yang bekerja dalam mewujudkannya adalah pemerintahan itu sendiri. Posisi kepala desa dapat ditetapkan dalam eksekutif serta badan permusyawaratan desa ditempatkan dalam badan legislatif. Sehingga kerjasama yang baik antara kedua pihak ini akan lebih menentukan arah pemerintahan desa tersebut.

B. Perumusan Masalah

Dokumen yang terkait

Optimalisasi Peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Studi Pada BPD Desa Aek Goti Kecamatan Silangkitang Kabupaten Labuhanbatu Selatan)

5 96 117

Peranan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Perencanaan Pembangunan Desa (Studi Tentang Proyek Desa Di Desa Gunung Tua Panggorengan Kecamatan Panyabungan)

35 350 77

Relasi Kekuasaan Kepala Daerah Dengan Kepala Desa (Melihat Good Governance Kepala Desa Nagori Dolok Huluan, Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun)

4 83 107

Peranan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Pembangunan Pertanian Di Desa Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo

1 71 103

Peran Badan Perwakilan Desa (BPD) Dalam Proses Demokratisasi Di Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang (Suatu Tinjauan di Desa Simalingkar A dan Desa Perumnas Simalingkar)

1 49 124

KERJASAMA PEMERINTAH DESA DENGAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE (studi di Desa Tanjung Rambutan Kabupaten Kampar Provinsi Riau).

0 0 8

RELASI ANTARA KEPALA DESA DENGAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE

0 0 13

Relasi Antara Kepala Desa Dengan Badan Permusyawaratan Desa Dalam Mewujudkan Good Governance (Studi Kasus: Desa Pohan Tonga, Kecamatan Siborongborong, Kabupaten Tapanuli Utara)

0 0 46

BAB II DESKRIPSI SINGKAT OBJEK PENELITIAN - Relasi Antara Kepala Desa Dengan Badan Permusyawaratan Desa Dalam Mewujudkan Good Governance (Studi Kasus: Desa Pohan Tonga, Kecamatan Siborongborong, Kabupaten Tapanuli Utara)

0 0 34

BAB I - Relasi Antara Kepala Desa Dengan Badan Permusyawaratan Desa Dalam Mewujudkan Good Governance (Studi Kasus: Desa Pohan Tonga, Kecamatan Siborongborong, Kabupaten Tapanuli Utara)

0 0 22