57
BAB III RELASI ANTARA KEPALA DESA DENGAN BADAN
PERMUSYAWARATAN DESA DALAM MEWUJUDKAN TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK
A. Desa Sebagai Pelaksana Otonomi
Lahirnya era reformasi memberi harapan baru dalam perbaikan pemerintahan yang sedang berlangsung. Hal ini terbukti dengan terwujudnya
undang-undang yang mengatur tentang pemerintahaan di daerah yang memberi kewenangan untukmengatur diri sendiri yang diwujudkan melalui otonomi
daerah.Undang-undang tersebut adalah Undang-Undang no 22 tahun 1999 yang mengusung tentang demokratisasi dan menggunakan desentralisasi sebagai
instrumennya. Pada tahun 2004 terjadi perubahan dengan mengelaborasi semangat membangun demokratisasi dengan berprinsip efisien, transparan dan
efektif dalam pelayanan terhadap masyarakat yang dituangkan dalam Undang- Undang no 32 tahun 2004.
Otonomi daerah dimaksudkan dapat memberi peluang bagi masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Artinya masyarakat dapat
memberikan kontribusi dalam setiap proses demokratisasi yang diwujudkan melalui pertemuan dalam setiap musyawarah melalui pendapat-pendapat yang
dilontarkan sebagai kajian dalam menentukan sebuah keputusan. Hal ini bisa diwujudkan dalam upaya pembuatan sebuah rencana pembangunan jangka
menengah desa, dimana perlunya usulan yang diberikan dari setiap dusun dalam merumuskan sebuah perencanaan yang akan menjadi prioritas dalam membuat
Universitas Sumatera Utara
58 perencanaan tersebut. Setelah menentukan kebutuhan yang paling mendesak di
setiap dusun maka diusulkan dalam musrembang yang kemudian menyaring kembali serta menyusun hal mana yang paling urjen dari seluruh aspirasi yang
telah diusulkan masyarakat sehingga dapat dilakukan tindakan terhadap usulan yang telah terkumpul tersebut. Kebijakan tersebut terkhusus dalam renacana
pembangunan dituangkan dalam naskah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa RPJMDes. RPJMDes ini berfungsi sebagi tiket utama dalam
mengajukan permohonan. Dengan kata lain fungsi RPJMDes ini adalah sebagai proposal tertulis yang didalamnya memuat tentang permasalahan pembangunan di
desa yang kemudian diusulkan kepada pemerintah Kabupaten agar dilakukan perencanaan anggaran dalam membantu pembangunan di desa.
Kebijakan otonomi daerah melalui undang-undang no 32 tahun 2004 adalah memberi otonomi yang luas kepada daerah. Daerah menjadi sentral yang
melakukan perbaikan dalam setiap lini perekonomian dalam mengembalikan harkat dan martabat di daerah serta sebagai pembelajaran pendidikan politik
sebagai peningkatan kualitas demokrasi di daerah. Otonomi tergolong matang saat semua masyarakat dapat memberi kontribusi dalam berjalannya pemerintahan
sehingga terjadi kontrol oleh masyarakat terhadap pemerintah. Elemen yang berpengaruh terhadap pemerintah tersebut juga bisa dilakukan oleh pihak swasta
yang memiliki kompetensi terhadap perbaikan pemerintah. Keaktifan masyarakat tersebut diharapkan dapat meningkatkan percepatan pembangunan daerah yang
pada akhirnya menciptakan cara berpemerintahan yang baik good governance.
Universitas Sumatera Utara
59 Desa sebagai sebuah pemerintahan terkecil yang ada di Indonesia diberi
wewenang dalam mengatur pemerintahannya. Terbukti dengan sistem yang dibangun dalam menentukan pemimpin di desa dilakukan dengan pemilihan
langsung oleh masyarakatnya sehingga memunculkan pemimpin yang benar- benar dari rakyat dan mengoptimalisasi setiap potensi dari masyarakat. Sistem ini
diharapkan dapat memberi kesadaran dari masyarakat dalam melakukan aktifitas politik yang diwujudkan melalui partisipasi.
Sistem pemerintahan yang selama ini menggunakan sistem terpusat yang melakukan banyak pembangunan, namun akibat dari kurangnya pendapat dari
masyarakat memberi kesan yang berlawanan terhadap kebutuhan masyarakat. Akibatnya banyak program pembangunan yang mengalami kendala dalam hal
pengimplementasian. Bahkan tidak sedikit masyarakat yang menjadi apatis terhadap program pemerintah yang dilakukan di desa. Oleh karena itu dengan
memberlakukan otonomi diharapkan pembangunan merupakan sebuah hasil dari akumulasi aspirasi masyarakat.
Berkenaan dengan upaya penyelenggaraan pemerintahan yang baik dari level pusat, daerah maupun desa, pola pembangunan yang sentralistik dipandang
tidak efisien dan bahkan tidak dapat menjawab apa kebutuhan paling mendasar yang harus diberikan kepada masyarakat. Karena itulah desentralistik dihadirkan
sebagai pengganti sistem yang sentralistik tersebut. Desentralistik memberi peluang kepada desa untuk dapat bertindak sebagai pengatur dan fasilitator dalam
mewadahi proses interaksi kehidupan sosial politik dan ekonomi masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
60 Melihat dari apa yang telah diimplementasikan dalam Undang-Undang no
32 tahun 2004 tersebut maka setiap desa di Indonesia berhak atas keleluasaan yang ditelah diamanahkan. Desa Pohan Tonga juga sebagai sebuah desa
menerapkan otonomi dengan cara yang telah digariskan pada undang-undang tersebut. Hal ini senada dengan hasil wawancara yang telah dilakukan dengan
ketua BPD bapak Saut Pasaribu yang mengatakan “otonomi yang dilakukan dengan memulai segala bentuk keputusan yang terlebih dahulu melakukan
pertemuan dengan masyarakat guna menampung aspirasi masyarakat yang selalu dilakukan melalui musyawarah dusun dan kemudian diakumulasi pada saat
pelaksanaan musrembang ”
30
. Pernyataan yang senada sebagai pendukung atas pelaksanaan yang diutarakan oleh ketua BPD tersebut juga diutarakan oleh kepala
Desa Pohan Tonga bapak Walben Siahaan “setiap dusun telah melakukan
pertemuan dan membuat daftar pengelompokan masalah, penentuan peringkat masalah sampai pada menggagas tindakan pemecahan masalah yang kemudian
dituangkan dalam RPJMDes ”
31
. Pelaksanaan pendidikan politik di Desa Pohan Tonga terlihat dari
kematangan masyarakat dalam pelaksanaan pemilu baik dalam level desa untuk menentukan kepala desa maupun pemilukada, legislatif dan bahkan pada
pemilihan presiden yang baru saja terjadi. Setiap penduduk yang memiliki hak dalam memilih selalu berupaya untuk melakukan partisipasi yang mengutamakan
asas langsung, umum, bebas dan rahasia. Fenomena ini terlihat dari keamanan
30
Hasil wawancara dengan ketua BPD Bpk.Saut Pasaribu pada September 2014
31
Hasil wawancara dengan kepala desa Bpk. W Siahaan pada Agustus 2014
Universitas Sumatera Utara
61 dalam pelaksanaan pemilihan yang jujur dan adil dan bahkan berlangsung tanpa
memunculkan konflik diantara masyarakat. Partisipasi dalam pemilihan umum kepala desa menjadi partisipasi paling aktif pada periode terakhir ini. Pemilihan
kepala desa diikuti oleh seluruh penduduk di pohan tonga dan pemilih yang tidak menunaikan haknya adalah mereka yang sedang tidak berada pada lingkungan
tempat tinggalnya yang didominasi oleh para pemilih pemula yang berada di daerah perantauan.
Melihat antusiasme masyarakat dalam pelaksanaan pemilihan di tingkat desa sebagai partisipasi paling banyak dalam pemungutan suara tentunya
mengharapkan perbaikan kinerja oleh kepala desa khususnya bidang pelayanan masyarakat. Otonomi yang berbasis pada pelayanan menjadi sebuah cerminan
dalam desa sebagai salah satu pelaku sekaligus pengelola pemerintahan yang baik. Dengan kata lain untuk memastikan sebuah desa telah berjalan dengan baik maka
pelayanan bisa digunakan sebagai unsur penilaian. Dalam kasus ini pemerintah sebagai penyedia sekaligus pemberi pelayanan kepada masyarakat dapat
melakukannya dengan baik. Hal ini terbukti dengan pernyataan masyarakat Desa Pohan Tonga yang diwakili oleh bapak Torang Silalahi yang mengatakan
32
:
“pemerintah sangat mendukung setiap permohonan yang dilakukan oleh masyarakat dalam setiap bantuan yang diminta oleh masyarakat. Seperti contoh
saat seseorang butuh surat-surat sebagai administrasi untuk keperluan anak seperti surat keterangan kurang mampu selalu diselesaikan dengan cepat. Lebih
dari itu saat para masyarakat yang ingin berurusan baik ke kantor camat atau ke kantor dinas seperti dinas catatan sipil untuk urusan apapun jika diketahui oleh
kepala desa maka kepala desa akan memberi upaya dengan menghubungi kolega
32
Hasil wawancara dengan penduduk Desa Pohan Tonga Bpk. Torang Silalahi pada September 2014
Universitas Sumatera Utara
62
yang dikenalnya agar urusannya cepat selesai dan terkadang kepala desa bersedia untuk mengawal ataupun mewakili masyarakatnya dalam menyelesaikan urusan
masyarakat yang dipimpinnya”.
Melihat pada pelaksanaan pemerintahan yang ada di Desa Pohan Tonga tersebut maka kita dapat mengatakan bahwa otonomi daerah berjalan sebagai
bagian dari desentralisasi yang menginginkan percepatan pembangunan diusulkan dari level terbawah. Otonomi daerah hanya sekedar pelaksanaan yang bersifat
sekedar down-up. Artinya perlu perbaikan yang lebih lagi sehingga faktor-faktor tata kelola pemerintahan yang baik dapat diterapkan di desa.
Penerapan otonomi di desa tentu sebagai pemberian keleluasaan desa dalam mengelola pemerintahannya. Pengelolaan desa tentu akan berhubungan
dengan kepemimpinan di desa yang berkompeten dalam memimpin sebuah organisasi dalam rangka efisiensi dan efektivitas untuk mencapai tujuan bersama.
Kepemimpinan dalam penyelenggaraan pemerintahan desa adalah hubungan antara kepala desa dengan BPD, perangkat desa dan lembaga masyarakat lainnya
yang ada di desa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa untuk mewujudkan pembangunan dan pelayanan publik yang baik.
Kepemimpinan yang dilakukan oleh pemerintah Desa Pohan Tonga tentu terlaksana melalui koordinasi yang baik antara elemen pemerintahan desa.
Dimana BPD sebagai penampung dan penyalur aspirasi rakyat melakukan tugasnya serta mencari solusi untuk kebaikan bersama. Menurut ungkapan ketua
BPD “selalu terjadi komunikasi antara kepala desa dan BPD dalam menjalankan pemerintahan, seperti contoh dalam setiap pembangunan yang akan dilakukan ke
Universitas Sumatera Utara
63 Desa Pohan Tonga maka kepala desa selalu terlebih dahulu berkomunikasi
kepada BPD. Begitupula dengan BPD pada saat ada masyarakat yang kurang puas dengan kepala desa maka BPD akan menyampaikan kepada kepala desa
”
33
. Pelaksanaan koordinasi yang dilakukan oleh BPD diwujudkan melalui
aspirasi dari masyarakat. Ada dua kasus yang sentral terhadap perbaikan pemerintahan yang diakomodir oleh BPD kepada pemerintahan desa yang peneliti
dapatkan di lapangan. Pertama, pada saat baru terpilih menjadi kepala desa dan gaya kepemimpinan serta pembawaan kepala desa yang dirasa oleh masyarakat
terlalu berlebihan dimana dalam berbicara kepala desa menggunakan nada yang sedikit kuat dan terkesan frontal dengan mengedepankan emosional. Hal ini
dianggap masyarakat kurang baik dalam berjalannya pemerintahan dan mengajukan kepada BPD agar memberi pandangan kepada kepala desa untuk
mengomunikasikannya kepada kepala desa. Hasilnya menurut masyarakat telah terjadi perubahan oleh kepala desa tersebut.
Kedua, adanya kesepakatan dalam musrembang yang menentukan bahwa dalam pengambilan raskin masyarakat harus membawa fotokopi kartu keluarga.
Hal ini dianggap masyarakat sebagai perbaikan administrasi masyarakat terhadap tanggungjawab sebagai warga negara dalam rangka mencatatkan diri pada
dokumen negara. Pada awalnya dianggap masyarakat hal ini baik, namun semakin lama dan didukung dengan kepemilikan masyarakat akan kartu keluarga dianggap
sudah seluruhnya maka masyarakat yang sudah saling mengenal satu sama lain
33
Opcit, Bpk. Saut Pasaribu
Universitas Sumatera Utara
64 mengajukan permohonan kepada BPD untuk tidak lagi menggunakan kartu
keluarga. Pertemuan antara BPD dengan kepala desa memutuskan solusinya yangmana tetap dapat menggunakan KTP tapi masyarakat yang membawa
fotokopi kartu keluarga tetap menjadi prioritas utama dan selalu didahulukan.
B. Applikasi Tata Kelola Pemeritahan Yang Baik Di Desa Pohan Tonga