11 bagaimana masyarakat desa melakukan partisipasinya dalam
rangka menjalankan
fungsi kontrol
terhadap realisasi
pemerintahan desa.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang ingin didapat dari dilakukannya penelitian ini adalah:
Dapat menggambarkan proses pelaksanaan transparansi dan
akuntabilitas oleh pemerintah desa dan dapat menggambarkan proses partisipasi yang terjadi di Desa Pohan Tonga
Dapat menggambarkan pelaksanaan otonomi daerah pada tingkat
desa seperti bagaimana desa dalam mengatur pemerintahannya, bagaimana masyarakat dalam menentukan sebuah kebijakan,
menjalankan kebijakan serta menikmati dan mengevaluasi kebijakan.
Dapat menggambarkan mengenai pelaksanaan pemerintah yang
mewujudkan asas desentralisasi dimana masyarakat sebagai penentu keputusan akan kebutuhan yang paling penting terhadap
kemajuan dan perkembangan hidup mereka
E. Kerangka Teori
Sebelum melakukan penelitian lebih lanjut, seorang penulis perlu menyusun kerangka teori sebagai landasan berfikir untuk menggambarkan dari
Universitas Sumatera Utara
12 segi mana peneliti menyoroti masalah yang telah dipilih
9
. Hal ini menjadi penting karena disamping sebagai landasan berfikir, kerangka teori akan digunakan
sebagai pisau analisis dalam mengkaji msalah yang telah dipaparkan diatas. Menurut Masri Singarimbun, teori adalah serangkaian asumsi, konsep,
konstruksi,dan defenisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep
10
. Dalam penelitian ini, teori yang akan digunakan ada dua yaitu: teori
otonmi daerah dan teori good governance. Teori otonomi daerah digunakan untuk melihat applikasinya didalam pengelolaan tata pemerintahan di Desa Pohan
Tonga dan teori Good Governance sebagai tolok ukur sebaik apa pemerintahan tersebut sudah dilaksanakan. Kedua teori ini berhubungan karena sistem
desentralisasi yang diterapkan oleh pemerintah dengan memberi kewenangan untuk mengatur pemerintahan sendiri yaitu memiliki otonomi pada pemerintahan,
dan keberhasilan dari sistem otonomi ini bisa diuji melalui good governance.
E.1 Otonomi Daerah
Dalam Undang-undang no 32 tahun 2004 mengartikan otonomi daerah sebagai hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Daerah otonom yang dimaksud
adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintah dan kepentingan
9
Hadari Nawawi, 1987. Metodologi Penelitian Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press, hal.40
10
Masri, Singarimbun. dan Sofyan, Effendi. 1955. Metode Penelitian Survey, Jakarta: LP3ES, hal. 37
Universitas Sumatera Utara
13 masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri menurut aspirasi masyarakat dalam
sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Otonomi daerah juga diartikan dalam banyak prespektif oleh para
pengamat yang mencoba memberi pandangannya. Otonomi daerah sendiri dapat didefenisikan dari prespektif ekonomi maupun dari prespektif politik.
Laporan tahuan bank dunia memberikan defenisi terhadap otonomi daerah sebagai berikut
11
: Decentralization is the transfer of authority and responsibility for public
functions from the central goverment to subordinate or quasi-independent goverment organizations and or the private sector.
Otonomi daerah adalah pelimpahan wewenang dan tangung jawab untuk menjalankan fungsi-fungsi publik dari pemerintah pusat kepada organisasi
pemerintah bawahannya atau yang bersifat semi-independen dan atau kepada sektor swasta
Rondinelli dan Cheema 1983 mendefenisikan otonomi daerah sebagai berikut
12
:
Decentralization is the transfer of planning, decision making, or administrative authority from the central goverment to its field
organizations, local administrative units, semi-authonomus and parastatal italics in original organization, local government or non governmental
organization. Otonomi daerah adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab untuk
menjalankan fungsi-fungsi publik dari pemerintah pusat kepada organisasi semi-otonom dan parastatal teks aslinya huruf miring, ataupun kepada
pemerintah daerah atau organisasi non-pemerintah
11
M. Mas’ud Said, 2008. Arah Baru Otonomi Daerah di Indonesia. Malang: UMM Press, hal. 5
12
Lokcit.
Universitas Sumatera Utara
14 Gustav dan Stewart mengidentifikasi tiga makna berbeda dari otonomi
daerah dalam menganalisis kasus Indonesia.
Ketiga makna tersebut adalah
13
: dekonsentrasi dimana pemerintah pusat menempatkan para pegawainya di level pemerintah daerah, yang kedua,
pendelegasiandimana pemerintah pusat secara bersyarat mendelegasikan kekuasaannya kepada pemerintah daerah namun dengan tetap memiliki
kesanggupan untuk tetap memiliki dominasi kekuasaan atas pemerintah daerah; dan yang ketiga adalah devolution dimana pemerintah pusat
secara aktual menyerahkan kekuasaannya kepada pemerintah daerah.
Penyelengaraan otonomi daerah merupakan pilihan politik yang telah dikukuhkan secara konstitusional dan telah menjadi keharusan bagi pemerintah
dan seluruh rakyat Indonesia untuk mewujudkan penyelenggaraannya. Otonomi daerah dalam pelaksanaannya tentu memiliki beberapa faktor pendukung
pelaksanaannya, antara lain
14
: manusia yang melaksanakannya, faktor ekonomi, peralatan atau infrastruktur dan pengelolaan oganisasi dan manajemen.
Manusia dalam faktor ini berpusat pada eksekutif dan legislatif, aparatur pemerintah dan masyarakat yang berpartisipasi. Eksekutif yang notabenenya
memiliki tugas yang sangat berat dalam rangka menentukan keputusan serta menjalankan tugas yang telah dipercayakan kepadanya harusnya memiliki unsur-
unsur penting seperti mental yang kuat dan kapasitas pengetahuan tentang wilayah yang dipimpin. Hal ini menjadi riskan karena seorang eksekutif haruslah seorang
yang generalist sekaligus sebagai spesialist. Begitu juga dengan legislatif yang merupakan mitra dari eksekutif dalam penentuan kebijakan daerah sekaligus
13
Ibid, hal.6
14
Josef Rihu Kaho, 2007. Prospek Otonomi Daerah di negara republik Indonesia, jakarta: PT Raja Grafindo Persada, hal. 276
Universitas Sumatera Utara
15 sebagai pengawas terhadap pelaksanaan kebijakan. Disamping kedua hal diatas
pengalaman dan pendidikan juga menjadi salah satu faktor yang layak untuk dipertimbangkan, karena melalui pengalaman maka otonomi yang sehat dapat
dilakukan dengan optimal dan pendidikan sebagai wawasan yang luas serta keterbukaan terhadap perkembangan zaman.
Aparatur pemerintah sebagai oknum yang melaksanakan roda berjalannya pemerintah juga merupakan tokoh yang harus diperhitungkan keberadaannya
karena tanpa aparatur yang baik maka pemerintahan bisa mengalami stagnasi. Dan partisipasi masyarakat sebagai faktor manusia terakhir tidak dapat diluputkan
karena partisipasi masyarakat yang mendukung terhadap kinerja pemerintah akan menimbulkan sinergitas terhadap aplikasi kebijakan yang telah disepakati.
Disamping itu sumber dana dan personil menjadi asupan dari masyarakat yang berpartisipasi
dapat mengurangi
ketergantungan daerah
yang selalu
mengharapkan pusat. Pemerintah daerah yang memiliki masyarakat aktif dapat mengurangi ketergantungan terhadap pusat karena bisa diisi oleh masyarakat
daerah. Partisipasi masyarakat dapat mencakup empat tahapan penting yaitu partisipasi dalam
15
: proses pembuatan keputusan, proses pelaksanaan, dalam menikmati hasil dan proses evaluasi.
E.2 Good Governance
Tata pemerintahan yang baik good governance menjadi konsep yang populer karena banyak dibicarakan oleh orang-orang yang memberi perhatian
15
Ibid, hal.282
Universitas Sumatera Utara
16 terhadap jalannya roda pemreintahan. Good governance dianggap sebagai
stimulus dalam mendobrak perbaikan birokrasi yang ada di Indonesia. Bicara good governance tidak bisa lepas dari isu transformasi goverment pemerintah.
Secara empirik pemerintah sangat identik dengan kekuasaan, penguasaan, kewenangan, dominasi, pemaksaan, pemusatan dan lain-lain. Pemerintah
dipahami sebagai institusi raksasa yang menggunakan kewenangannya secara memaksa atas seluruh wilayah dan penduduk, serta mengontrol pengaruh
internasional atas kebijakan domestik dan institusinya. Ilmu politik memiliki dua perspektif utama yang menganggap penting pemerintah, yaitu perspektif
institusional yang mengkaji tentang lembaga negara termasuk pemerintah sebagai lembaga dan perspektif sistem yang bicara tentang proses politik yang melibatkan
pemerintah secara seimbang dan harmoni
16
. Jhon pierre dan Guy peters memahami good governance sebagai sebuah
konsep yang berada dalam konteks hubungan antara sistem politik dengan lingkungannya, dan mungkin melengkapi sebuah proyek yang membuat ilmu
politik mempunyai relevansi dengan kebijakan publik
17
. Sehingga berfikir tentang governance berarti berpikir tantang bagaimana menegendalikan ekonomi dan
masyarakat, serta bagaimana mencapai tujuan-tujuan bersama. Tak heran bahwasannya ide good governance dimunculkan oleh IMF dan World bank. Good
governance mencakup kebutuhan dan kepastian hukum, pers yang bebas,
16
Opcit, AAGN. Ari Dwipayana, hal.2
17
Ibid, hal.8
Universitas Sumatera Utara
17 penghormatan pada HAM,dan keterlibatan warga negara dalam organisasi-
organisasi sukarela Komuitas eropa merumuskan good governance sebagai pengelolaan
kebijakan sosial ekonomi yang masuk akal, pengambilan keputusan yang demokratis, transparansi pemerintahan dan pertanggungjawaban finansial yang
memadai, penciptaan lingkungan yang bersahabat dengan pasar bagi pembangunan, langkah-langkah untuk memerangi korupsi, penghargaan terhadap
aturan hukum, penghargaan terhadp HAM, kebebasan pers dan ekspresi
18
. Sedangkan UNDP memberikan pengertian good governance sebagai
sebuah konsensus yang dicapai pemerintah, warga negara dan sektor swasta yang berdialog melibatkan seluruh partisipan sehingga setiap orang merasa terlibat
dalam urusan pemerintahan. Tata pemerintahan mencakup seluruh mekanisme, proses dan lembaga-lembaga dimana warga dan kelompok-kelompok masyarakat
mengutarakan kepentingan mereka, menggunakan hak hukum, mematuhi kewajiban dan menjembatani perbedaan-perbedaan diantara mereka
19
. Ada 9 sembilan karakterisitik yang diajukan oleh Joko 2001 yang kemudian dikutip
oleh UNDP yaitu
20
:
18
Ibid, hal.18
19
http:www.inkindo-jateng.web.id?p=779 ; Arief Irwanto Memahami Good Governance Dalam
Bernegara. Diakses pada 7102014 pukul 20:12
20
Opcit. Moch Solekhan, hal.18
Universitas Sumatera Utara
18 1.
Participation: setiap warga negara mempunyai suara dalam pembuatan keputusan baik secara langsung maupun melalui intermediasi institusi
legitimasi yang mewakili kepentingannya. 2.
Rule of law: Kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu, terutama hukum untuk hak asasi manusia
3. Transparancy: Transparansi dibangun atas dasar kebebasan arus
informasi, proses-proses, lembaga-lembaga, dan informasi secara langsung dapat diterima oleh mereka yang membutuhkan.
4. Responsiveness: Lembaga-lembaga dan proses-proses harus mencoba
untuk melayani setiap stakeholder. 5.
Consensus Orientation: Good governance menjadi perantara kepentingan yang berbeda untuk memperoleh pilihan-pilihan terbaik
bagi kepentingan yang lebih luas, baik dalam hal kebijakan maupun prosedur.
6. Equality: kesamaan kesempatan untuk meningkatkan atau menjaga
kesejahteraan baik laki-laki maupun perempuan. 7.
Effectiveness and efficiency: Proses-proses dan lembaga-lembaga sebaik mungkin menghasilkan sesuai dengan apa yang digariskan
dengan menggunakan sumber-sumber yang tersedia 8.
Accountability: Para pembuat keputusan dalam pemerintahan, sektor swasta dan masyarakat bertanggung jawab kepada publik dan
lembaga- lembaga “stakesholders”.
Universitas Sumatera Utara
19 9.
Strategic vision: Para pemimpin dan publik harus mempunyai perspektif good governance dan pengembangan manusia yang luas dan
jauh kedepan sejalan dengan apa yang diperlukan untuk pembangunan.
F. Metodologi Penelitian F.1